Anda di halaman 1dari 11

Causal narratives in public health: the difference

between mechanisms of aetiology and mechanisms of


prevention in non-communicable diseases
Penelitian dalam ilmu kesehatan telah sangat berhasil dalam mengungkap etiologi banyak morbiditas,
terutama yang melibatkan mikrobiologi penyakit menular. Keberhasilan ini telah membantu membentuk
narasi yang dapat ditemukan dibanyak dokumen kesehatan masyarakat, tentang intervensi untuk
mengurangi beban penyakit tidak menular (mis., obesitas atau patologi terkait alkohol). Pandangan ini
fokus pada penanggulangan faktor patogen yang konon menyebabkan penyakit sebagai sarana
pencegahan. Dalam tulisan ini, kami berpendapat bahwa pendekatan ini kurang optimal. Mekanisme
etiologi dan pencegahan terkadang berbeda secara signifikan dan kegagalan untuk membuat perbedaan
ini telah menghambat upaya pencegahan penyakit tidak menular terkait dengan diet, olahraga dan
konsumsi alkohol. Kami mengusulkan pendekatan sosiologis sebagai alternatif berdasarkan teori praktik
sosial.

Mekanisme Etiology dan Pencegahan : Narasi Sederhana


Narasi kausal sederhana adalah bahwa penyakit tidak menular (NCD) muncul dari serangkaian risiko
terkenal yang telah diidentifikasi dalam studi epidemiologi (McMichael 1999), terutama: merokok,
makan berlebihan atau tidak makan jenis makanan yang tepat, tidak mengambil cukup berolahraga dan
minum terlalu banyak alkohol. Risiko-risiko ini dikaitkan dengan konsekuensi perilku manusia dan gaya
hidup atau ketidakmampuan mereka untuk membuat pilihan yang sehat karena kondisi sosial tempat
mereka tinggal. Oleh karena itu, untuk mengurangi paparan risiko ini, diperlukan intervensi untuk
mengubah perilaku dan gaya hidup. Dengan kata lain, ketika etiologi suatu penyakit (perilaku berisiko)
sudah dinyatakan secara masuk akal, diasumsikan bahwa bertindak dengan mekanisme yang sama
(perilaku) akan mengurangi beban penyakit (Departemen Kesehatan 1992, 1999, 2004, 2010). Padahal
sebetulnya tidak selalu demikian, bahwa intervensi pada mekanisme yang sama akan mengurangi beban
penyakit.

NCD merupakan masalah kesehatan global, disebt juga sebagai the ‘fourth epidemiological transition’,
transisi yang diyakaini oleh banyak orang didukung oleh perilaku manusia. Gagasan mengubah perilaku
berisiko telah menjadi kekuatan pendorong di balik upaya pencegahan di seluruh dunia selama
beberapa dekade melalui undang-undang, peraturan, perpajakan, iklan, pendidikan, penyediaan
informasi, peringatan kesehatan, pemasaran sosial, dorongan, konseling dan berbagai teknik berbasis
psikologis. Menurut pandangan ini, penyakit dikonsepsikan sebagai akibat dari paparan terhadap agen
pathogen atau berbahaya. Berdaskan paparan agen pathogen tersebut maka dapat ditentukan outcome
dari suatu enyakit dan pengobatan serta pencegahannya dapat diorganisir/dirancang. Pandangan ini
beranggapan bahwa penyebab (agen presipitasi berbahaya) dari NCD adalah perilaku manusia, maka
upaya utama untuk mengurangi beban penyakit adalah dengan merubah perilaku.

Varon Antonovsky menyebut cara berpikir ini sebagai patogenesis: mencari asal-usul penyakit dengan
menghubungkan prekursor yang buruk dengan hasil yang buruk (Antonovsky 1985, 1987). Dia
mengusulkan yang sebaliknya sebagai epistemologi yang lebih tepat dalam apa yang disebutnya
salutogenesis yang berarti asal usul kesehatan. Kami mengambil inspirasi dari Antonovsky dalam
membedakan mekanisme yang menghasilkan penyakit dari mekanisme yang menghasilkan kesehatan,
seperti mendorong tindakan pencegahan. Mekanisme ini, kami sampaikan, tidak sama.

Teori praktek sosial (social practice theory) menentang teori native sederhana, bahwa
Kedokteran kontemporer menggunakan pendapat multifaktorial, non-linear, non-mono-kausal yang
sangat canggih dari aksi agen infektif dan memang etiologi dari penyakit menular dan penyakit tidak
menular diakui sangat kompleks, melibatkan banyak interaksi antara proses dan faktor sosial, perilaku
dan biologis (Kelly et al. 2014).

Teori ini belum banyak diterapkan di Inggris, karena para pembuat kebijakan lebih focus pada
perubahan perilaku pada tingkat individu, yang mereka anggap lebih mudah dan lebih tampak dari pada
merubah perilaku populasi, atau menghadapi kekuatan-kekaan anti kesehatan yang keuntngannaya
tergantung dri penjualan makanan asin, berlemak, mengandung pemanis, dan alcohol yang murah.
Sosiolog dan philosof harus bekerja sama dg pembuatan kebijakan, jurnalis, politikus dli untuk
merubahnya. Kebijakan kesihatan masyarakat belum menjadi bagian yang dipertimbangkan dalam
politik dan pemilihan umum.

Membongkar Heuristik Naratif Sederhana Untuk NCD


Konsep dasar naratif sederhana : perilaku penyebab penyakit adalah kebalikan dari perilaku untuk
pencegahan peyakit. Saat ini , Penelitian dalam bidang sosiologi dan psikologi menunjukkan bahwa
perilaku yang berkaitan dengan proses terjadinya penyakit berbeda dengan perilaku untuk pencegahan
dan melindungi dari penyakit . Contoh; alasan untuk berhenti atau terus merokok, dan terlibat dalam
berhenti merokok sangat berbeda.
Pada kasus obesitas, walaupun diketahui bahwa mengurangi intake kalori dapat menurnkan BB, dan
dikeahui bahwa intake kalori yang melebihi pengeluaran enrgi dapat meningkatkan BB, tetapi prediksi
tentang efek perilaku pengurangan kalori tidak bisa disimpulkan dengan pengethuan tentang
konsekuensi intake kalori berlebih. Oleh karena itu meberikan edukasi kepada masyarakat untuk
mengurangi intake kalori tidak dapat mencapai tujuan pencegahan obesitas, karena pengetahuan
tentang makanan hanya bagian kecila dari prakte sosial makan. Perilaku konsumsi kalori sebagai
penyebab obestas , tidak bisa disamakan begitu saja dengan bakteri/virus penyebab penyakit. Prediksi
tentang efek pengurangan inteka kalori terhadap obesitas melibatkan perilaku individu dan organisasi,
perilaku manusia tidak bisa diprediksi secar sederhana.

Potensi Kontribusi Ilmu Perilaku


Banyak letiteratur yang menjelaskan bahwa perilaku yang kompleks dan proses-proses sosial terlibat
dalam pencegahan penyakit, dan menjelaskan mengapa hasil dari upaya pencegahan sangat bervariasi
dan tidak efektif. Bukti ini digunakansebagai dasar NICE untuk menggunakan bukti dna data dari
sosiolog dan psikolog untuk menmepatkan perubahan perilaku dalam konteksi ekonomi dan sosial.
Penelitian sosiologi kesehatan telah menjelaskan bahwa kesehatan dan penyakit bukan sekedar
fenomena biokimia saja, melainkan etiologi dan pencegahannya dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
ekonomi (determinan structural kesehatan), dan beraneka ragam praktek sosial yang bervariasi
sepanjang waktu, budaya, atau lokais geografis. Mengabaikan kompleksitas faktor-faktor tersebut dapat
menyebabkan kegaglan intervensi.
Namun demikian, para politikus dan pengambil kebijakan belum menggunakan pendekatan yang
kompleks tersebut dan kemabli pada solusi sederhana dan heuristis.

Sejarah Kompleks Kesehatan Masyarakat Inggris Abad 19


Narative sederhana berasal dari pengalaman bangsa Inggris yang ditakutan oleh serangan kolera. Koch
(ilmuwan German) pada tahun 1884 menemukan bahwa penyebab dari Kolera adalah air yang
terkontaminasi bakteri. Bebrapa tahun setelah itu (1891) Sir Joseph Bazalgette menyedakan air yang
bersih dan system pembuangan limbah yang baik, sejak itu jumlah penderita kolera berkurang drastic.
Sejak itu upaya itu menjadi impresi upaya pencegahan penyakit dengan menghilangkan agen penyebab
(bakteri) . Ada bebrapa halyang perlu diklarifikasi dari argument tersebut :
Pertama, etiologi dan aksi bakteri, termasuk kolera, tidak sesederhana 'paparan sama dengan penyakit'
(Hamlin 2009). Jalur etiologi sangat kompleks dan dimediasi oleh berbagai macam faktor mulai dari
epigenetik bakteri hingga pewarisan biologis dan sosial inang. Pemahaman patogenesis dan mikrobiologi
pada awal abad 19 masih lambat, masih sangat dasar (jika dibandingkan dengan standar kontemporer
dalam, katakanlah, biologi molekuler); namun mereka memperkuat ide sebab dan akibat yang
sederhana dibandingkan ilmu kontemporer (biomelukuler).

Perlu dicatat juga bahwa intervensi dasar seperti itu masih efektif hingga saat ini, terutama di tempat-
tempat di mana kesenjangan sosial masih sangat tinggi (seperti misalnya di Brasil, lihat misalnya Barreto
dan Aquino 2009, Barreto et al. 2010). Tapi itu adalah kisah sejarah yang kompleks bukan narasi
sederhana dan cerita di mana perbedaan antara etiologi dan pencegahan mudah hilang.
Penderitaan dan kejahatan adalah peringatan alam; mereka tidak bisa dihilangkan; dan upaya tidak
sabar yang baik hati untuk mengusir mereka dari dunia dengan undang-undang [...] selalu lebih
produktif kejahatan daripada kebaikan.

MEROKOK DAN RISIKONYA


Penemuan Hubungan antara merokok dengan kejadian kanker paru mrupakan hal yang penting secara
saintifik dan medis. Ketika Doll dan Hill (1950) menyarankan hubungan antara merokok dan karsinoma
paru-paru, mereka mengatur industri epidemiologi yang berusaha menemukan risiko yang terkait
dengan berbagai jenis perilaku manusia (Armstrong 1995). Yang penting untuk dicatat, adalah bahwa
merokok adalah perilaku - praktik sosial. Sebenarnya, kesadaran bahwa perilaku 'merokok' secara de
facto berkontribusi terhadap risiko telah menggeser masalah ilmiah dari ranah biologis ke lingkungan.
ranah psikologis dan sosial. Namun, paradigma pencegahan tidak bergeser dengan itu; alih-alih, itu
diperkuat. Ini memunculkan cara berpikir yang baru dan pada akhirnya tidak membantu tentang
perilaku dan risiko, yang melalui paruh kedua abad kedua puluh menjadi pendorong utama dalam
kebijakan kesehatan masyarakat di Inggris dan di tempat lain.
Keasyikan dengan banyak faktor-faktor risiko proksimal sebenarnya melampaui gagasan sebab-akibat
sosial yang dihasilkan kesehatan masyarakat pada awal abad ke-19 yang disebutkan di atas (Frazer 1947,
Gairdner, 1862). Dengan munculnya teori kuman dan kemudian perkembangan epidemiologi modern,
ide untuk menentukan individu mana yang berisiko lebih penting daripada menentukan distribusi
penyakit dalam populasi (McMichael 1999). Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa jika kita dapat
mengidentifikasi risiko, kita dapat mengendalikannya, karena kita telah menemukan penyebabnya;
perubahan perilaku menjadi bagian penting dari solusi. Pada abad 20, dunia industry memberikan
perhatian yang lebih besar terhadap pandana naratif sederhana, dan menyerahkan tanggung jab
perubahan perlaku pada individu. Dukungan politik yang lebih memihak indstri dari ada kesehatan
masuarakat akan sangan merugikan. Mereka mendorong masyrakat untuk merubah perilaku, tetapi
tidak menciptakan lingkungan yang mendukung untuk perubahan. Gagasan bahwa konsumen yang
bertanggung jawab kemudian dapat membuat pilihan yang bertanggung jawab terlihat di tengah semua
kontradiksi yang tampak. Bahwa kepentingan komersial adalah bagian dari jalur sebab akibat menuju
penyakit dan menghalangi mekanisme pencegahan adalah realitas politik dan komersial yang duduk
nyaman dengan narasi sederhana. Singkatnya, menganalisis merokok sebagai perilaku, sebagai praktik
sosial, berarti tidak hanya mengenali konteks dan alasan yang berbeda yang mendorong orang untuk
merokok atau berhenti, tetapi juga untuk mengenali bahwa perilaku merokok orang tidak terjadi dalam
ruang hampa, tetapi sebaliknya bagian dari hubungan yang kompleks dengan iklan, industri, dan
pemerintah, di mana kepentingan pribadi tidak dapat diabaikan (Blue et al. 2016). Blue et al. (2016)
menunjukkan bagaimana, dengan menggunakan kerangka kerja praktik sosial, adalah mungkin untuk
mengurai banyak untaian epidemi tembakau; bagaimana itu ditanam, diproduksi, dipasarkan, dijual,
dikenai pajak, dikonsumsi dan makna sosial yang dikaitkan dengannya dan bagaimana mereka berubah
dari waktu ke waktu.

Pencegahan Penayalahgunaan Alkhohol


Untuk menggambarkan lebih lanjut pentingnya memisahkan penyebab dan pencegahan dan
menggunakan pendekatan praktik sosial untuk melakukan pencegahan yang lebih baik, kami
mempertimbangkan penyakit terkait alkohol dan upaya kesehatan masyarakat untuk mencegah
konsumsi alkohol berlebihan. Pendekatan konvensional kebijakan alkohol, setidaknya di Inggris,
mengasumsikan bahwa konsumsi alkohol adalah perilaku kesatuan umum yang membawa risiko; lebih
lanjut, diasumsikan bahwa jika kita dapat mengubah perilaku umum itu dan Oleh karena itu, prediksi
perubahan perilaku di masa depan - kita akan mengurangi risiko dengan mengurangi paparan etanol -
patogen (McMichael: 1999). Dokumen kebijakan juga cenderung berasumsi bahwa industri alkohol
netral dalam semua ini dan tidak benar-benar memiliki peran dalam peningkatan morbiditas yang
terkait dengan peningkatan penjualan alkohol (HM Government 2012). Industri alkohol menggambarkan
dirinya sebagai yang paling berminat pada peminum karena mereka ingin mereka minum secara
bertanggung jawab Diasumsikan (dan diperkirakan) bahwa jika orang dapat dibujuk untuk minum lebih
sedikit, atau minum secara bertanggung jawab, tingkat berbagai penyakit hati, kanker tertentu, obesitas,
kecelakaan, cedera, dan kekerasan akan menurun. Secara umum, intervensi yang secara tradisional
digunakan mengikuti dengan tepat pendekatan prediksi berdasarkan narasi sederhana.

Sesuatu dilakukan - misalnya, kampanye pendidikan, peringatan kesehatan pada botol atau pesan di
atas tikar bir. Ini dilakukan dengan harapan bahwa intervensi ini akan mengurangi perilaku konsumsi
alkohol individu, yang pada gilirannya akan memiliki kesehatan dan manfaat
efek ketertiban umum. Masalah dengan pendekatan ini adalah bahwa ia memperlakukan konsumsi
alkohol, jalur sebab akibat menuju penyakit, dan mekanisme mencegah konsumsi berlebih menjadi
sama. Mengikuti narasi sederhana, orang mungkin berharap bahwa strategi pencegahan akan bekerja di
beberapa titik di masa depan. Harapan seperti itu didasarkan pada model etiologi yang sesuai di mana ia
'cukup' untuk memblokir atau mengurangi paparan patogen. Tetapi bagaimana kita dapat memprediksi
perilaku berdasarkan pengetahuan kita tentang patologi di hati, atau dari sifat psikoaktif alkohol? Kita
tidak bisa: ini bukan dasar untuk prediksi tentang perilaku atau perubahan perilaku sama sekali. Kami
melihat, dan mencoba mengukur, hal yang salah (Pawson 2006). Fokusnya harus, sebaliknya, pada
praktik sosial konsumsi alkohol (Blue et al. 2016). Konsumsi alkohol adalah praktik yang jelas merupakan
bagian dari etiologi penyakit terkait alkohol. Namun, jika kita hanya fokus pada patogen biologis (etanol)
dan berasumsi bahwa perilaku itu akan berjalan dengan sendirinya dengan persuasi untuk minum secara
bertanggung jawab, kita tidak akan pernah benar-benar memahami cara terbaik untuk mengintervensi
mengubahnya. Kita akan kehilangan bagian penting yang fundamental dari mekanisme sosial-ekonomi-
perilaku yang terlibat (Kelly et al. 2014). Pola konsumsi alkohol di antara berbagai kelompok, komunitas,
kelompok umur, pekerjaan, bahkan keluarga dan lingkaran pertemanan adalah contoh dari praktik sosial
yang sangat beraneka ragam,
bukan perilaku umum yang sama. Industri alkohol mengetahui hal ini dan mensegmentasi populasi
untuk tujuan periklanan dan pemasaran dengan cara ini (Hastings 2009). Konsumsi alkohol dan pola
perilaku yang terkait dengan konsumsinya sangat bervariasi antara berbagai kelompok sosial
(MacAndrew dan Edgerton 1969; Mass Observation 2009). Minum alkohol bukan perilaku tunggal,
melainkan serangkaian praktik yang sangat berbeda tentang yang aktor manusia yang terlibat sangat
berpengetahuan luas. praktik yang cukup berbeda tentang
dimana aktor manusia yang terlibat sangat berpengetahuan luas. Apa yang diminum, berapa banyak
yang diminum, apa yang terjadi ketika minum terjadi, sejauh mana tampilan keracunan didorong,
ditoleransi, diabaikan atau tidak dianjurkan, semuanya merupakan fitur yang sangat bernuansa
lingkungan mikro-sosial tempat minum terjadi. Ada juga faktor yang menyulitkan karena beberapa
orang tidak dapat menyesuaikan konsumsi alkohol mereka sesuai dengan perbedaan sosial
ruang dan biasanya menjadi sangat mabuk. Perilaku ini cenderung menarik label masalah minum atau
alkohol atau definisi negatif dan stigma lainnya. Tentu saja, di 'dunia kehidupan' tertentu (Kelly et al.
2014) jenis perilaku ini akan dibagikan dan disetujui oleh rekan senegaranya atau teman sebaya, yang
juga sering menilai keracunan berlebihan atas norma sosial lainnya.
Pola ini penting karena total tingkat konsumsi alkohol baik individu maupun populasi adalah produk dari
pola tersebut. Jadi mencoba untuk memprediksi tingkat konsumsi dan kemungkinan perubahan
berdasarkan variabel tunggal seperti keadaan psikologis, atau latar belakang sosial ekonomi atau bahkan
harga, tidak dengan sendirinya akan melakukan penjelas berat angkat; apalagi pengetahuan tentang
etiologi penyakit hati akan melakukannya. Pemahaman yang lebih sistemik tentang praktik sosial yang
merupakan konsumsi alkohol adalah apa yang dibutuhkan. Bagaimana praktik ini dipertahankan? Apa
teknologi dan bahan yang memfasilitasi itu dan bagaimana ini dikendalikan dan oleh siapa? Apa saja
kompetensi yang diperlukan dari aktor sosial untuk terlibat
secara efektif dalam berbagai jenis aksi sosial yang terlibat dan apa makna yang para pelaku anggap
terkait dengan apa yang mereka lakukan. Makna dan interpretasi adalah penting, tetapi demikian juga
sifat reaktif dan responsif dari interaksi manusia, yaitu apa yang oleh para psikolog disebut sistem
otomatis '(Marteau et al. 2011, Strack dan Deutsch 2004). Sistem otomatis mengacu pada kenyataan
bahwa meskipun manusia adalah pemikir yang bijaksana pada suatu waktu, manusia juga melakukan
hal-hal sebagai tanggapan langsung terhadap dunia sosial dan fisik langsung di sekitar mereka juga.
Mereka mengambil isyarat dari lingkungan mereka dan merespons sesuai. Mereka mengambil pendek
memotong, pemikiran mereka malas, dan mereka menggunakan bentuk penalaran kebiasaan, stereotip
dan prasangka yang memerlukan sedikit atau tidak ada pemikiran reflektif. Jadi meskipun mereka
memiliki kapasitas untuk berpikir dan bijaksana, banyak waktu yang dihabiskan dalam interaksi manusia
hanyalah menanggapi isyarat dan sinyal langsung dan ke dunia fisik dan sosial seperti yang tampaknya
ada di sini dan sekarang, apa yang disebut Giddens (1984: 6-7, 90) ' praktik ketidaksadaran '. Minum
yang tidak terkontrol adalah kasus di mana peminum menanggapi syarat tertentu termasuk sensasi
subyektif fisik dan psikologis yang terkait dengan keracunan, daripada merenungkan dan mengevaluasi
konteks sosial di mana mereka menemukan diri mereka sendiri atau bahaya jangka panjang yang
mungkin terjadi. Mengungkap tindakan sosial dari jenis peminum tertentu dalam pengaturan sosial
tertentu (dengan cara yang analog dengan apa yang dilakukan industri yang menjual alkohol dengan
segmentasi pasar, Hastings 2009) memungkinkan kita untuk lebih dekat untuk dapat melihat apa yang
mungkin perlu diubah di lingkungan untuk mempengaruhi perilaku dengan cara yang mengetahui
tentang hubungan dosis-respons antara liter etanol yang dikonsumsi dan hati dan patologi organ lainnya
tidak.
Upaya kesehatan masyarakat untuk mengurangi atau membatasi konsumsi alkohol fokus tidak hanya
pada konsumsi peminum individu tetapi pada tingkat konsumsi masyarakat. Dalam hal ini kami telah
menyaksikan eksperimen alami sejak akhir 1990-an di Inggris di mana harga alkohol relatif terhadap
upah rata-rata menjadi lebih murah dan telah menjadi jauh lebih banyak tersedia.
Tidak mengherankan, konsumsi alkohol telah meningkat (Lihat Booth et al. 2008 untuk ulasan tentang
hubungan antara harga dan konsumsi, dan Marteau et al. 2015). Ini telah menyebabkan rekomendasi
untuk pengenalan harga satuan minimum (NICE 2010) saran yang ditolak oleh
Koalisi pemerintahan. Argumen ekonomi untuk penetapan harga unit minimum adalah masuk akal bagi
bagian-bagian populasi yang bermigrasi ke bentuk alkohol termurah - konsumen muda dan yang paling
terberat (Meier et al. 2009). Namun, untuk banyak populasi peminum lain, taktik lain akan diperlukan
jika konsumsi secara keseluruhan harus dikurangi dan pemahaman tentang praktik sosial dari banyak
pengaturan dan konteks di mana alkohol dikonsumsi masih memerlukan pemeriksaan sosiologis rinci.
Bukti ilmiah di sini masih relatif jarang (meskipun kami tidak curiga dengan bukti riset pasar!).
Peninjauan ruang lingkup skala besar baru-baru ini menemukan sedikit bukti yang berkaitan dengan
konteks perilaku terkait alkohol (Hollands et al.
2013) dan penelitian yang telah dilakukan berfokus pada kaum muda dan / atau pesta minuman keras di
tempat-tempat umum (Hughes et al. 2011, Maclean 2016).

Kesimpulan
Kami memajukan pandangan bahwa mekanisme etiologi dan pencegahan NCDs memang sangat
berbeda. Kami membangun di atas karya sebelumnya (Kelly et al. 2014), di mana disarankan bahwa
mekanisme kesehatan dan penyakit dicampur, yaitu mereka melibatkan faktor biologis dan faktor sosial-
eko-psikologis. Di sini, argumen ini selangkah lebih maju dalam mekanisme pencegahan harus
mempertimbangkan kategori kedua faktor ini secara lebih eksplisit. Kita membantah narasi kausal
sederhana dengan menganalisis prinsip-prinsip di balik kebijakan yang berpengaruh dokumen dan
dengan menarik perhatian pada aspek-aspek penting yang menonjol dari sejarah kesehatan masyarakat
di Inggris. Selanjutnya, kami mencontohkan klaim kami menggunakan kasus-kasus obesitas, merokok,
dan konsumsi alkohol. Tak satu pun dari argumen kami yang mengatakan bahwa upaya untuk membawa
peningkatan kesehatan masyarakat melalui intervensi dari berbagai jenis seperti informasi dan
pendidikan adalah buang-buang waktu. Jauh dari itu. Ada basis bukti yang menggambarkan efektivitas
biaya dari beberapa hal ini (Owen et al. 2012); Namun, hemat biaya atau tidak, jangkauannya masih
terbatas dan terobosan ke epidemi NCD telah kurang efektif daripada jika pendekatan yang lebih luas,
seperti yang telah kami ilustrasikan di sini dengan mengacu pada praktik sosial dan konsumsi alkohol,
telah diterapkan. Kami mendukung konseptualisasi konsumsi alkohol seperti ini. Tetapi konsumsi
makanan dan berolahraga juga dapat dikonseptualisasikan sebagai praktik sosial. Kami berpendapat
bahwa dengan melakukan ini dimungkinkan untuk membongkar elemen praktik dengan cara yang
memungkinkan solusi yang berbeda untuk mencegah epidemi. Yang sentral dalam hal ini adalah peran
industri yang memasok, mengiklankan, dan memproduksi produk. Yang juga penting untuk pencegahan
baru adalah pengakuan bahwa untuk menjadi sukses, pencegahan harus beroperasi di berbagai
tingkatan lintas waktu dan ruang, bahwa kompleksitas yang terlibat harus dipegang untuk memutuskan
hubungan antara unsur-unsur praktik. Di atas semua model sebab dan akibat yang sederhana diambil
dari kesalahpahaman tentang penyebab infeksi dan catatan sejarah kesehatan masyarakat abad
kesembilan belas yang tidak dibangun dengan baik, harus dikeluarkan dari kebijakan.
Causal Inference in Public Health
Inferensi kausal memiliki peran sentral dalam kesehatan masyarakat; penentuan bahwa suatu asosiasi
bersifat kausal menunjukkan kemungkinan untuk intervensi.

Kami meninjau dan mengomentari pedoman yang telah lama digunakan untuk menafsirkan bukti
sebagai pendukung hubungan sebab akibat dan membandingkannya dengan kerangka hasil potensial
yang mendorong pemikiran dalam hal penyebab yang merupakan intervensi. Kami berpendapat bahwa
dalam kesehatan masyarakat kerangka ini lebih cocok, memberikan perkiraan konsekuensi tindakan
daripada gagasan efek kausal faktor risiko yang kurang tepat. Berbagai metode statistik modern
mengadopsi pendekatan ini. Ketika sebuah
intervensi tidak dapat ditentukan, hubungan kausal masih bisa ada, tetapi bagaimana campur tangan
untuk mengubah hasilnya akan tidak jelas. Dalam penerapannya, struktur proses kausal yang sering kali
kompleks perlu diakui dan data yang sesuai dikumpulkan untuk mempelajarinya. Pendekatan yang lebih
baru ini perlu dibawa untuk menghadapi tantangan kesehatan masyarakat yang semakin kompleks dari
dunia global kita.

Pendahuluan
Penentuan bahwa suatu asosiasi bersifat kausal dapat memiliki konsekuensi pada kesehatan masyarakat
yang mendalam, menandakan perlunya atau setidaknya kemungkinan untuk mengambil tindakan apa
pun untuk mengurangi pajanan terhadap agen berbahaya atau untuk meningkatkan pajanan pada yang
menguntungkan. Akibatnya, inferensi kausal secara implisit dan kadang-kadang secara eksplisit
tertanam dalam praktik kesehatan masyarakat dan perumusan kebijakan. Praktisi memutuskan
intervensi berdasarkan konsekuensi yang dihasilkan oleh hubungan sebab akibat yang diduga.
Inferensial kausal tertanam dalam proses pengaturan, misalnya orang-orang dari US Environmental
Protection Agency (EPA) sehubungan dengan polutan udara luar ruangan dan bahaya bahan kimia, dan
orang-orang dari Departemen Urusan Veteran, sebagai kompensasi dari veteran AS untuk layanan-
kondisi dan penyakit yang terkait [Agent Orange Act, Pub. L. 102-4 (1991); UU Udara Bersih

Bukti kesehatan masyarakat mungkin menonjol dalam proses hukum di mana penilaian tentang
keberadaan hubungan sebab akibat sangat penting dalam menentukan rasa bersalah dan
pertanggungjawaban atas kerusakan inferensi usal juga tertanam dalam banyak aspek praktik medis
melalui prinsip-prinsip kedokteran berbasis bukti, di mana keputusan tentang bahaya atau manfaat dari
agen terapeutik didasarkan, sebagian, pada aturan bagaimana mengukur kekuatan bukti untuk
hubungan sebab akibat antara intervensi dan kesehatan
hasil (20).
Sejarah kesehatan masyarakat dan kesehatannya
disiplin kuantitatif, epidemiologi dan biostatistik, dapat dilihat sebagai satu wacana panjang tentang
penyebab penyakit, target akhir di antaranya adalah untuk menemukan dan mengurangi penyebab yang
dapat dibalikkan (22,
23, 33, 46, 50, 67). Selama sejarah itu, berbagai "kerangka kerja" untuk berpikir tentang sebab akibat
telah meningkat bertepatan dengan masalah dominan saat itu dan pemahaman ilmiah tentang etiologi
mereka. Selama kerusakan di
epidemi kolera abad ke-19, John Snow mengumpulkan bukti untuk mendukung penularan melalui air,
menggunakan apa yang kemudian Frost sebut sebagai "rantai inferensi" yang diperintahkannya. Dengan
munculnya teori kuman, postulat Koch memberikan pendekatan yang lebih sistematis dan formal yang
bekerja dengan baik dalam kekhususan penyakit kuman yang unik. Sejarah kesehatan masyarakat dan
kesehatannya
disiplin kuantitatif, epidemiologi dan biostatistik, dapat dilihat sebagai satu wacana panjang tentang
penyebab penyakit, target akhir di antaranya adalah untuk menemukan dan mengurangi penyebab yang
dapat dibalikkan (22,
23, 33, 46, 50, 67). Selama sejarah itu, berbagai "kerangka kerja" untuk berpikir tentang sebab akibat
telah meningkat bertepatan dengan masalah dominan saat itu dan pemahaman ilmiah tentang etiologi
mereka. Selama kerusakan di epidemi kolera abad ke-19, John Snow mengumpulkan bukti untuk
mendukung penularan melalui air, menggunakan apa yang kemudian Frost sebut sebagai "rantai
inferensi" yang diperintahkannya. Dengan munculnya teori kuman, postulat Koch memberikan
pendekatan yang lebih sistematis dan formal yang bekerja dengan baik dalam kekhususan tautan
penyakit kuman yang unik.

DASAR FILOSOFIS
Secara filosofis dapat dibedakan 2 kelas teori kausasi yang berbeda. Pada satu sisi meruapakan turunan
dari Loke dan John Stuart Mill, ynag berpendapat bahwa kausasi dapat diverifikasi melalui implementasi
metod ilmiah dan percobaan yang kokoh. Pada sisi lain yang pararlel dengan diskursus yang berasal dari
David Hume, yang berpendapat bahwa walaupun alam memilki hubungan kausal diantara fenomena,
kausasi tidak dapat diferifikasi secara empiris. Tradisis skeptis ini tidak lebih baik dari Bertrand Russel,
yang sering disebut Komunitas Aristotelian1912, menulis “ The law of causality, I believe like much that
passes muster among philosophers, is a relic of a bygone age, surviving, like the monarchy, only because
it is erroneously supposed to do no harm” (p. 1).

Meskipun ilmu epidemiologi dan praktik kesehatan masyarakat jelas jatuh ke dalam tradisi pragmatis
Locke and Mill, bukti pengaruh Hume dan Russell Dari sudut pandang kebijakan, penggunaan bahasa
sebab-akibat memiliki keuntungan yang jelas, dan telah banyak digunakan tidak hanya oleh para peneliti
tetapi oleh pembuat kebijakan. Warisan Hume dan Russell mendesak kita untuk berhati-hati karena
menetapkan signifikansi kausal untuk beberapa fenomena juga memberikan sasaran empuk bagi para
skeptis dan, berpotensi, para pemangku kepentingan yang terkena dampak untuk menggagalkan
intervensi yang masuk akal berdasarkan tidak adanya bukti.
Praktisi dan peneliti kesehatan masyarakat tertarik terutama dalam mempengaruhi perubahan dan tidak
terlibat dalam perdebatan filosofis, tetapi hantu Russell mengingatkan kita bahwa doa bahasa sebab-
akibat memiliki konsekuensi yang kuat, baik dan buruk. Tantangan untuk menentukan penyebab dalam
kesehatan masyarakat selalu dibentuk oleh keterbatasan data yang tersedia, pemahaman tentang
proses biologis atau sosiologis yang mendasarinya, dan kemampuan kita untuk campur tangan di dunia
nyata. Dihadapkan pada data yang terkadang terbatas dan pemahaman yang buruk tentang jaringan
faktor-faktor yang terhubung di dunia yang kompleks, kita kembali ke pragmatisme. Ilmu kesehatan
masyarakat mencari kepastian percobaan sebagai prinsip pengorganisasiannya. Holland mengatakannya
dengan singkat dalam sebuah makalah terkenal, “Letakkan sejujur dan setentakan mungkin, dalam
artikel ini saya mengambil posisi yang menyebabkan hanya hal-hal yang
dapat, pada prinsipnya, menjadi perawatan dalam percobaan ”(p. 954).

Approaches to Causal Inference in Public Health


Pernyataan ini diformalkan dalam kerangka hasil potensial, yang membandingkan apa yang diamati
dengan apa yang mungkin telah diamati, semua hal lain dianggap sama, di bawah skenario
kontrafaktual. Kerangka hasil potensial adalah alat yang ampuh yang memiliki implikasi untuk
bagaimana kita melihat dunia dan untuk menentukan jenis pertanyaan apa yang dapat dijawab dengan
cara yang bermanfaat untuk tujuan kesehatan masyarakat dan jenis pertanyaan apa yang berada di luar
kemampuan kita untuk menjawab.

Pendekatan klasik untuk inferensial kausal dalam kesehatan masyarakat, dijelaskan cukup mirip di
seluruh buku teks dan banyak digunakan dalam praktik, berakar pada perdebatan mani tentang
merokok sebagai penyebab kanker paru-paru pada 1950-an dan 1960-an (33,71). Pada saat itu, hasil
studi epidemiologis menunjukkan hubungan merokok dengan peningkatan risiko kanker paru-paru dan
kanker lainnya, untuk penyakit jantung koroner, dan untuk “emphysema” dan “bronchitis.” Data yang
paling relevan berasal dari case-control dan kohort. studi dan temuan dari model hewan dan studi
laboratorium yang mengkarakterisasi komponen asap tembakau. Meningkatnya angka kematian akibat
kanker paru-paru dan penyakit jantung koroner memberikan keharusan yang kuat untuk mengambil
tindakan untuk mengurangi merokok. Namun, mengambil tindakan mengharuskan merokok ditetapkan
sebagai penyebab peningkatan angka kematian. Bahkan ketika bukti epidemiologis meningkat, industri
tembakau menerapkan strategi yang luas untuk mempertanyakan kredibilitas bukti epidemiologis secara
umum dan studi yang paling penting secara khusus (54). Taktik menciptakan keraguan tentang bukti ini
meningkatkan ketegangan seputar tantangan untuk menafsirkan temuan-temuan penelitian
epidemiologis, dan penggunaannya membuktikan pentingnya masyarakat dalam penentuan sebab
akibat.
Pembuatan dan penyebaran keraguan tetap menjadi strategi saat ini, banyak digunakan oleh para
pemangku kepentingan yang kepentingannya berpotensi terancam oleh temuan kausal (49).

Kerangka yang diajukan untuk inferensi kausal pada 1960-an melibatkan penilaian ahli berdasarkan
seperangkat pedoman atau kriteria (Tabel 1). Diskusi yang sudah berlangsung lama di antara para filsuf
diakui sebagai pedoman ini dielaborasi, tetapi kebutuhan untuk pendekatan pragmatis dan tepat waktu
untuk debat yang singkat. Kerangka kerja ini efektif untuk merokok dan kanker paru-paru, salah satu
aplikasi pertamanya. Merokok adalah penyebab kuat, meningkatkan risiko kanker paru-paru sekitar 20
kali lipat dan menyebabkan sebagian besar kasus kanker paru-paru; akibatnya, bukti dari penelitian
observasional konsisten dan kuat, dan temporalitas jelas.
Seperti yang dijelaskan oleh pencetusnya dan sebagaimana digunakan dalam praktiknya, kriteria ini
(atau apa yang disebut Hill sebagai "sudut pandang") tidak mutlak dan juga tidak ada kesimpulan
tentang hubungan sebab akibat yang mengharuskan semua kriteria dipenuhi. Faktanya, hanya
temporalitas yang diperlukan. Beberapa fitur bukti, terutama spesifisitas, telah terbukti memiliki sedikit
penerapan untuk penyakit tidak menular yang memiliki banyak penyebab. Pendekatan klasik rentan
terhadap subjektivitas dalam evaluasi bukti dan manipulasi bukti, dan para pemangku kepentingan yang
berpotensi dipengaruhi oleh temuan bahwa suatu asosiasi adalah kausal atau tidak dapat mengambil
posisi berlawanan pada interpretasi bukti. Selain itu, sebagaimana dibangun dan diterapkan, kerangka
kerja mengasumsikan
hubungan langsung yang disederhanakan antara sebab dan akibat diduga tanpa pertimbangan eksplisit
dari struktur proses sebab akibat yang mendasarinya. Sebagai contoh, merokok tembakau adalah
penyebab kanker paru-paru yang tidak dapat disangkal, tetapi lebih jauh lagi dalam proses kausal,
sejumlah kecil perusahaan tembakau multinasional memproduksi sebagian besar rokok yang dijual dan
dihisap di seluruh dunia (Gambar 1).

Kesimpulan tentang sebab menjadi alasan untuk intervensi, tetapi kesimpulan kausal tidak ditulis dalam
konsekuensi dari tindakan spesifik untuk mengurangi atau menghilangkan merokok. Dan kemudian,
tindakan kesehatan masyarakat ditujukan pada perokok individu, bukan pada sistem hulu pembuatan,
periklanan, dan distribusi rokok. Fokus terbatas ini merupakan karakteristik utama dari pendekatan
tradisional; penentuan sebab akibat dibuat oleh ahli epidemiologi dan orang lain dalam kesehatan
masyarakat tentang berbagai faktor risiko tanpa mempertimbangkan efek dari cara tertentu
mengubahnya. Saat ini, praktik kesehatan masyarakat dapat dilihat dipengaruhi oleh kerangka kerja
klasik dan modern, sebagaimana dicontohkan dalam studi kasus berikut. Dalam menetapkan standar
kualitas udara luar ruangan di Amerika Serikat, inferensi kausal dan angka kontrafaktual terkait dalam
proses pengambilan keputusan. Dua bagian dari Undang-undang Udara Bersih AS (108 dan 109)
membahas polusi udara luar yang utama, yang mengharuskan Administrator EPA untuk menetapkan
Kualitas Udara Ambien Nasional.

Di dunia yang ideal, perbandingan ini akan dilakukan melalui eksperimen acak, dan semua keputusan
kesehatan masyarakat akan didasarkan pada temuan percobaan tersebut. Misalnya, integrasi program
penghentian merokok ke dalam sistem perawatan kesehatan idealnya akan bergantung pada temuan
dari studi acak jangka panjang yang membandingkan efektivitas intervensi.
dalam kelompok besar orang dari target
populasi yang menganut intervensi
dengan kelompok kontrol. Demikian pula keputusan untuk
meningkatkan perpajakan atau regulasi produk tembakau akan didasarkan pada studi yang secara acak
mengalokasikan kebijakan ini di seluruh masyarakat atau kabupaten.

Anda mungkin juga menyukai