Anda di halaman 1dari 10

Luka Neuropati dan Luka Diabetic

Disusun oleh kelompok 3:

Alda Permatasari (SR162100043)

Eka Nurvitasari (SR162100063)

Ismaniar Novrianti (SR162100051)

Rizky Nurhafiza Asari (SR162100037)

Achmad Sapi’il Qalbi Parma (SR162100035)

Ikhlasul Akmal (SR162100039)

Ya’ Reynaldi Kusuma Pratama (SR162100083)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2019
Luka Neuropati atau Luka Diabetic
A. Definisi

Neuropati adalah penyakit yang disebabkan karena kerusakan pada sistem saraf
peripheral. Gejala dari kerusakan sistem saraf ini adalah perasaan lemah, mati rasa,
dan rasa sakit yang biasanya terjadi pada tangan dan kaki.Neuropati mengacu pada
penyakit umum atau malfungsi syaraf. Saraf di lokasi manapun di tubuh bisa rusak
akibat luka atau penyakit.. Neuropati juga bisa diklasifikasikan menurut penyakit
yang menyebabkannya. (Misalnya, neuropati dari efek diabetes disebut neuropati
diabetik.)

Neuropati diabetik adalah gangguan saraf akibat penyakit diabetes, yang ditandai
dengan kesemutan, nyeri, atau mati rasa. Meski dapat terjadi pada saraf di bagian
tubuh mana pun, neuropati diabetik lebih sering menyerang saraf di kaki. Saraf di seluruh
tubuh dapat mengalami kerusakan ketika kadar gula darah tinggi dan berlangsung
dalam waktu yang lama. Tidak hanya di kaki, kerusakan saraf juga dapat terjadi di
sistem pencernaan, saluran kemih, pembuluh darah, dan jantung.

Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf
penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain Diabetes Melitus (DM) (setelah
dilakukan eksklusi penyebab lainnya) (Sjahrir, 2006). Apabila dalam jangka yang
lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan
dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga
terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (Tandra, 2007).

B. Etiologi

Neuropati diabetik terjadi pada penderita diabetes ketika kadar gula darah yang tinggi
melemahkan dinding pembuluh darah yang memberi asupan oksigen dan nutrisi untuk
sel saraf. Akibatnya, terjadi kerusakan dan gangguan pada fungsi saraf.

Kerusakan saraf tersebut dapat dipercepat atau diperburuk oleh kombinasi sejumlah
faktor berikut:
1. Menderita penyakit autoimun, yaitu kelainan di mana sistem kekebalan tubuh
berbalik menyerang tubuh sendiri. Bila sistem imun menyerang saraf, dapat
terjadi peradangan pada saraf.

2. Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol, dapat merusak


saraf dan pembuluh darah, serta secara signifikan meningkatkan risiko infeksi.

3. Hiperglikemi, yaitu suatu kondisi tingginya rasio gula dalam plasma darah.

4. Umur, orang yang berusia di atas 40 tahun orang tua cenderung menderita
lebih banyak gangguan saraf.

5. Mengonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan neuropati, seperti obat


tuberkulosis dalam jangka panjang.

C. Patofisiologi
1. Teori Vaskular
Proses terjadinya neuropati diabetik melibatkan kelainan vaskular. Penelitian
membuktikan bahwa hiperglikemia yang berkepanjangan merangsang
pembentukan radikal bebas oksidatif (reactive oxygen species). Radikal bebas ini
merusak endotel vaskular dan menetralisasi Nitric Oxide (NO) sehingga
menyebabkan vasodilatasi mikrovasular terhambat. Kejadian neuropati yang
disebabkan kelainan vaskular dapat dicegah dengan modifikasi faktor resiko
kardiovaskular yaitu hipertensi, kadar trigliserida tinggi, indeks massa tubuh dan
merokok (Subekti, 2009).
2. Teori Metabolik
Perubahan metabolisme polyol pada saraf adalah faktor utama patogenesis
neuropati diabetik. Aldose reduktase dan koenzim Nicotinamide Adenine
Dinucleotide Phosphate (NADPH) mengubah glukosa menjadi sorbitol (polyol).
Sorbitol diubah menjadi fruktosa oleh sorbitol dehidrogenase dan koenzim
Nicotinamide Adenine Dinucleotide (NAD+). Kondisi hiperglikemia
meningkatkan aktifitas aldose reduktase yang berdampak pada peningkatan kadar
sorbitol intraseluler dan tekanan osmotik intraseluler. Kondisi tersebut
menyebabkan abnormalitas fungsi serta struktur sel dan jaringan (Kawano, 2014).
Hiperglikemia persisten juga menyebabkan terbentuknya senyawa toksik
Advance Glycosylation End Products (AGEs) yang dapat merusak sel saraf.
AGEs dan sorbitol menurunkan sintesis dan fungsi Nitric Oxide (NO) sehingga
kemampuan vasodilatasi dan aliran darah ke saraf menurun. Akibat lain adalah
rendahnnya kadar mioninositol dalam sel saraf sehingga terjadi neuropati diabetik
(Subekti, 2009).
Kondisi hiperglikemia mendorong pembentukan aktivator protein kinase C
endogen. Aktivasi protein kinase C yang berlebih menekan fungsi Na-K-ATP-ase,
sehingga kadar Na intraselular berlebih. Kadar Na intraseluler yang berlebih
menghambat mioinositol masuk ke sel saraf. Akibatnya, transduksi sinyal saraf
terganggu (Subekti, 2009). Aktivasi protein kinase C juga menyebabkan iskemia
serabut saraf perifer melalui peningkatan permeabilitas vaskuler dan penebalan
membrana basalis yang menyebabkan neuropati (Kawano, 2014).
3. Teori Nerve Growth Factor (NGF)
NGF adalah protein yang dibutuhkan untuk meningkatkan kecepatan dan
mempertahankan pertumbuhan saraf. Kadar NGF cenderung menurun pada pasien
diabetes dan berhubungan dengan tingkat neuropati (Subekti, 2009). Penurunan
NGF mengganggu transport aksonal dari organ target menuju sel (retrograde)
(Prasetyo, 2011).
NGF juga berfungsi meregulasi gen substance P dan Calcitonin-Gen-
Regulated Peptide (CGRP) yang berperan dalam vasodilatasi, motilitas intestinal
dan nosiseptif. Menurunnya kadar NGF pada pasien neuropati diabetik, dapat
menyebabkan gangguan fungsi-fungsi tersebut (Subekti, 2009).

Proses terjadinya neuropati diabetika berawal dari hiperglikemia berkepanjangan


yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance
glycosilation end products ( AGEs ), pembentukan radikal bebas dan aktivitas
protein kinase. Aktivitas berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya
vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun dan bersama rendahnya
mioinositol dalam sel sehingga terjadilah neuropati diabetika. ( Subekti, 2005 ).

D. Masalah kuku dan kulit pada klien dengan Diabetes Mellitus


1. Infeksi jamur
Infeksi jamur pada kulit kaki penderita diabetes biasanya disebabkan
oleh Candida albicans. Jamur ini biasanya menyerang bagian kulit yang lembap,
kurang sirkulasi udara, dan tidak terkena sinar matahari. Infeksi jamur Candida
albicans menyebabkan gatal dan bercak merah di permukaan kaki. Infeksi di
permukaan kulit oleh jamur dikenal dengan istilah Athlete’s foot yang ditandai
dengan rasa gatal, bercak merah, disertai pecah-pecah pada kulit. Hal ini juga
dapat terjadi pada kuku kaki yang ditandai dengan perubahan warna kuku menjadi
kuning kecoklatan yang pekat, terkadang disertai dengan kuku yang pecah.
2. Hammertoes
Hammertoes merupakan kecacatan yang sering ditemukan pada penderita
diabetes yang disebabkan otot jari kaki yang melemah. Kondisi jari kaki yang
menekuk ke bawah disebabkan tendon (jaringan yang menghubungkan otot ke
tulang) menjadi lebih pendek . Hal serupa juga dapat terjadi pada ibu jari kaki
yang melengkung ke arah jari kaki kedua yang dikenal dengan bunion.
Akibatnya, penderita diabetes dapat mengalami kesulitan berjalan, rasa sakit dan
penumpukan kulit disekitar jari (kalus). Hal ini juga dapat dipicu karena tekanan
pada jari saat menggunakan sepatu.
3. Kapalan
Kapalan atau callous dalah istilah untuk penumpukan kulit yang keras (kulit
telapak kaki) akibat perbedaan distribusi berat tumit dan telapak kaki. Proses
penumpukan kulit akan lebih cepat terjadi sehingga kapalan lebih cepat terjadi
pada individu yang mengalami diabetes. Kapalan biasanya dipicu oleh alas kaki
yang tidak cocok dengan bentuk kaki sehingga terjadi tekanan di beberapa titik
permukaan kaki. Perlu diingat, meskipun menyebabkan rasa tidak
nyaman, jangan memotong penumpukan kulit akibat kalus tersebut karena dapat
menyebabkan perdarahan dan ulserasi.
4. Lenting
Lenting atau blister merupakan gangguan yang disebabkan gesekan kaki secara
terus menerus, dipicu oleh tidak menggunakan kaos kaki saat memakai sepatu.
Lenting berbentuk seperti gelembung yang berisi cairan, dan pada penderita
diabetes biasanya ditemukan lenting yang lebih besar di permukaan kaki. Kulit
yang berisi cairan tersebut melindungi kaki agar tidak terinfeksi, oleh karena itu
jangan memecahkan lenting pada kaki.
5. Ulserasi pada kaki
Berupa luka terbuka yang memerlukan waktu yang lama untuk tertutup
kembali. Biasanya pada penderita diabetes, ulserasi menjadi tempat yang paling
sering dimasuki oleh kuman dan dapat menginfeksi kaki apabila tidak ditanganin
sedini mungkin.
Berbagai infeksi dan gangguan aliran darah ke kaki adalah penyebab utama
kecacatan pada penderita diabetes. Jika infeksi terlalu parah maka kaki harus
diamputasi. Penanganan dini luka, pemilihan alas kaki, dan kebersihan kaki
adalah kunci utama dalam mencegah infeksi kaki pada penderita diabetes. Jika
Anda sudah terdiagnosis diabetes, segeralah berhenti merokok karena asap rokok
dapat menghambat aliran dan mempercepat perkembangan komplikasi gangguan
kaki pada penderita diabetes.
6. Kulit kering
Kulit kering, kulit pecah-pecah memungkinkan bakteri dan kuman lainnya untuk
masuk ke dalam tubuh Anda, berpotensi menyebabkan infeksi. sabun pelembab,
lotion, dan produk lainnya dapat membantu menjaga penghalang kulit lembut,
utuh, dan sehat.
7. Kuku tumbuh kedalam
Kuku kaki yang tumbuh ke dalam adalah kondisi ketika kuku tumbuh justru ke
dalam kulit sepanjang tepi kuku. Kuku tumbuh ke dalam dapat menyebabkan rasa
sakit, tekanan, dan bahkan melukai kulit yang dapat menyebabkan infeksi.
Memakai sepatu ketat atau tidak pas meningkatkan risiko kuku kaki tumbuh ke
dalam. kegiatan berdampak tinggi seperti lari dan aerobik dapat menyebabkan
masalah ini juga. Berjalan, jari yang rapat, kuku jari yang tidak dipotong rutin
juga dapat menyebabkan kuku tumbuh ke dalam. Cara terbaik untuk mencegah
kuku tumbuh ke dalam adalah untuk menjaga kuku agar tetap dipotong secara
rutin. Perawatan medis profesional diperlukan jika kuku tumbuh ke dalam adalah
berat atau jika ada infeksi. Kadang-kadang operasi diperlukan untuk
menghilangkan bagian kulit yang terluka yang terkena kuku dan menghilangkan
lempeng pertumbuhan yang kuku tumbuh.

E. Karakteristik luka diabetic


1. Pada awal luka diabetes menyebabkan luka memerah,lambat laun bila segera tak
di kompres dengan obat perawatan luka diabetes khusus probiotik maka luka
tersebut akan mengalami perubahan warna menjadi coklat.
2. luka meningkat.diabetes bisa berwarna hitam, jika hitam ini menunjukkan tingkat
adanya keparahannya yang meningkat.
3. luka diabetes akan berbau busuk jika sudah parah selajutnya. Pada luka terjadi
proses pembusukan oleh bakteri patogen, sebab dalam kondisi terkena diabetes
melitus tubuh pasien mengalami ketidak seimbangan mikro organisme/bakteri di
dalam tubuh.
4. Pada bagian luka diabetes juga akan mengalami mati rasa karena terjadi kematian
jaringan. Karena adanya penghentian suplai darah ke bagian tubuh yang terluka itu.

Pembuluh darah yang kekurangan nutrisis dan oksigen tentu saja tidak mampu
membawa sel-sel darah merah yang memuat nutrisi dan oksigen tersebut keseluruh
jaringan. Akibatnya sel-sel jaringan menjadi mati, hal ini karena terjadi
dominannya bakteri patogen yang ada.

F. Pemeriksaan evaluasi diagnostic pada klien dengan neuropati dan atau DFU
1. Tes filament untuk memeriksa kepekaan terhadap sentuhan.
2. Pemeriksaan respon saraf terhadap perubahan suhu dan getaran.
3. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf. Bertujuan untuk menilai kecepatan hantaran
impuls saraf pada tangan dan kaki.
4. Pemeriksaan sistem saraf otonom, untuk mendeteksi neuropati otonom. Dokter
mengukur tekanan darah pengidap dalam berbagai posisi, serta dilakukan penilaian
kemampuan tubuh dalam mengeluarkan keringat.
5. Tes elektromiografi (EMG), bertujuan untuk mengukur besar impuls listrik di
dalam otot. Pemeriksaan ini dilakukan bersamaan pemeriksaan kecepatan hantar
saraf.

G. Prevalensi dan insidensi


Prevalensi diabetes melitus terus meningkat di Amerika Serikat pada tahun 1990
sebesar 4 %, meningkat 33 % menjadi 6.5 % pada tahun 1998, walaupun peningkatan
ini hanya berdasarkan observasi pada semua umur, etnik, jenis kelamin dan tingkat
pendidikan. Dan ditemukan angka yang cukup signifikan yang menunjukkan DM
positif pada usia 30 - 39 tahun.(Harati, 2002 ).
Neuropati diabetika terjadi hampir 50 % pada pasien DM, dan pada DM tipe 1
dijumpai lebih cepat sedangkan pada tipe 2 dijumpai lebih lambat. Neuropati
sensorimotor kronik merupakan bentuk yang paling sering dari polineuropati diabetik
dan paling sering didiagnosa pada diabetes tipe 2 sampai 10 %. ( Aring, 2005 ;
Boulton, 2005 ).
Laporan dari hasil penelitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada
dekade 1980 – an menujukkan sebaran prevalensi DM 0.8 % - 6.1 %. Sedangkan pada
rentang tahun 1980 – 2000, menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam
yaitu dari 1.7 % menjadi 5.7 % dan meroket lagi menjadi 12.8 % pada tahun 2001.
Berdasarkan data penelitian juga ditemukan neuropati diabetika dijumpai pada 50 %
pasien DM. ( Kelompok studi nyeri PERDOSSI, 2011 ).
Diperkirakan dari studi epidemiologi prevalensi neuropati pada pasien DM kira –
kira 30 % pada pasien rumah sakit dan 20 % pada pasien di masyarakat. Di Inggris
pada United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), insiden setiap tahun kira
– kira 2 % dan pada Diabetes Control and Complication Trial (DCCT), mendapatkan
7 % pasien yang didiagnosis dengan DM mengalami neuropati, dan insiden mendekati
50 % pada pasien yang menderita DM + 25 tahun. (Duby, 2004 )

H. Rencana perawatan untuk klien dengan ulkus neuropatik ∕ diabetic


Wound care :
a) Catat karakteristik cairan secret yang keluar
b) Bersihkan dengan cairan anti bakteri
c) Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
d) Lakukan nekrotomi
e) Lakukan tampon yang sesuai
f) Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
g) Lakukan pembalutan
h) Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka
i) Amati setiap perubahan pada balutan
j) Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
k) Berikan posisi terhindar dari tekanan.

I. Mengimplementasikan intervensi keperawatan untuk mencegah ulserasi neuropatik ∕


diabetic
1. Merawat luka ulkus
2. Memonitor balutan luka
3. Memonitor keadaan umum klien
4. Memberikan posisi yang nyaman
J. Mengimplementasikan intervensi keperawatan untuk mengelola ulserasi neuropatik ∕
diabetic berdasarkan kemampuan menyembuhkan
1.

Anda mungkin juga menyukai