Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

KLIMATOLOGI

PENGENALAN ALAT-ALAT PENGUKUR UNSUR IKLIM/CUACA

Disusun Oleh:
Alifatin Fadhilah
NIM A1C018006

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Klimatologi pertanian merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan tentang

hubungan antara keadaan cuaca dan problema-problema khusus kegiatan

pertanian, terutama membahas pengaruh perubahan cuaca dalam jangka pendek.

Pengamatan dan penelahan ditekankan pada data unsur cuaca mikro yakni

keadaan dari lapisan atmosfer permukaan bumi kira-kira setinggi tanaman atau

obyek pertanian tertentu yang bersangkutan.

Untuk menentukan iklim suatu tempat atau daerah diperlukan data cuaca

yang didapatkan dari hasil pengukuran cuaca dengan alat ukur yang khusus yang

dikumpulkan dalam stasiun kimatologi. Alat-alat yang digunakan harus tahan

lama dari pengaruh-pengaruh buruk cuaca untuk dapat setiap waktu mengukur

perubahan cuaca. Alat yang dibuat sedemikian rupa agar hasil pengukuran tidak

berubah ketelitiannya. Pemeliharaan alat yang baik membawa keuntungan

pemakaian lebih lama.

Pemasangan alat di tempat yang terbuka memerlukan persyaratan tertentu

agar tidak salah ukur, harus difikirkan tentang halangan dari bangunan-bangunan

ataupun pohon-pohon di dekat alat. Agar data yang diperoleh dapat dibandingkan,

kemudian perbedaan data yang didapat bukanlah akibat kesalahan prosedur, tetapi

betul-betul akibat iklimnya yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut perlunya

adanya pengetahuan mengenai alat-alat klimatologi tersebut, baik dari kegunaan

atau fungsinya dan cara menggunakanya.


Peralatan-peralatan yang digunakan dalam mempelajari keadaan iklim ini

memiliki fungsi dan karakter masing-masing. Selain itu, tiap-tiap alat juga

memiliki cara kerja masing masing yang harus diketahui agar alat bisa digunakan

dengan benar. Tipe data yang dihasilkan masing-masing alat bisa berbeda

walaupun memiliki fungsi yang sama, karena prinsip kerja alat yang berbeda.

Oleh karena itu, perlu dipelajari fungsi dan cara kerja dari masing-masing alat,

agar bisa digunakan dalam mempelajari iklim dan cuaca.

A. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui cara kerja peralatan ukur unsur ikllim/cuaca
2. Untuk mengetahui cara pengamatan unsur iklim/cuaca
3. Untuk mengetahui tata letak dan pemasangan peralatan ukur iklim/cuaca
II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam pengukuran mengenai cuaca dan ikim ini dibagi menjadi dua ilmu

yaitu meterologi dan klimatologi. Meteorologi adalah kajian ilmiah mengenai

kondisi cuaca di atmosfer bumi setiap hari dan prediksinya. Biasanya jangka

waktuya dari menit sampai jam. Sedangkan klimatologi adalah kajian mengenai

perubahan iklim di atmosfer dalam jangka panjang di daerah tertentu. Klimatologi

ini biasanya mengukur rata-rata temperature, kelembapan, curah hujan, angina,

tekanan atmosfer, dan curah hujan. Jangka waktu klimatoogi biasanya dari hari

sampai ke tahun (Rusbiantoro, 2008)

Sifat-sifat alat meteorology atau klimatologi pada pokonya sama dengan

alat-alat lainya yang digunakan untuk penelitian di dalam laboratorium, misalnya

bersifat peka dan teliti. Perbedaannya terletak pada penempatan dan para

pemakainya. Alat-alat laboratorium umumnya dipakai ada tempat tertutup,

terlindung dari hujan dan debu-debu, angina dan lain sebagainya serta digunakan

oleh observer dengan demikian sifat alat-alat klimatoogi disesuaikan dengan

tempat pemasangnaya dan para petugas yang menggunakan( Budairi, 2010).

Aktivitas pengukuran dilakukan denngan tujuan untuk mendapatkan

pengetahuan secara eksak dan obyektif dari suatu obyek yang diukur, kegiatan

pengukuran dijumpai diberbagai bidang kehidupan, antara lain dalam pengukuran

gejala-gejala alam seperti misalnya angina, cuaca, suhu, tekanan udara, dan lain-

lain(Hakim,dkk.,2009).
Pada pengamatan keadaan atmosfer digunakan beberapa alat yang

dikumpulkan dalam stasiun klimatologi yang mempunyai sifat-sifat yang hamper

sama dengan alat-alat ilmiah lainnya yang digunakan untuk penelitian di dalam

laboratorium, misalnya bersifat peka dan telliti. Perbedaannya terletak pada

penempatannya dan pemakainnya. Alat-alat laboratorium umumnya dipakai pada

ruang tertutup, terlindung dari hujan da debu-debu, angin dan lain sebagainya

serta digunakan oleh observer. Dengan demikian sifat alat-alat meteorology

disesuaikan dengan tempat pemasangannya dan para petugas yang menggunakan.

Sebaran hujan yang tidak selalu merata baik menurut ruang dan waktu

menyebabkan kondisi ketersediaan air tanah berbeda pada setiap ruang dan

waktunya. Faktor iklim yang berperan dalam ketersediaan air tanaman adalah

curah hujan dan evapotranspirasi. Evapotranspirasi merupakan gabungan

evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi tanaman yang menguap melalui

akar tumbuhan ke batang daun menuju atmosfer yang berpengaruh terhadap

ketersediaan air tanah (Pasaribu, dkk., 2012).

Termometer maksimum adalah termometer merkuri dalam kaca yang

memiliki penyempitan (tikungan kecil) tepat di bawah kelulusan rendah. Itu

ditempatkan pada platform atas layar horizontal yang diperuntukkan bagi

termometer maksimum. Setelah merkuri dalam termometer mencapai tingkat

maksimum dengan peningkatan suhu udara, merkuri tidak kembali karena

penyempitan ketika suhu udara permukaan mulai jatuh (Prasada Rao, 2008).

Pada proses pengamatan keadaan amosfer kita ini, digunakan beberapa alat.

Sebelum ditemukan satelit meteorologi, satu-satunya cara untuk mendapatkan


gambaran menyeluruh mengenai keadaan atmosfer adalah dengan memasukkan

keadaan yang diamati pada stasiun cuaca di seluruh dunia ke dalam peta cuaca

(Neiburger, 1982).

Adapun alat-alat meteorologi yang ada di Stasiun Meteorologi Pertanian

diantaranya alat pengukur curah hujan (Ombrometer), Alat pengukur kelembaban

relatif udara (Hygrometer), alat pengukur suhu udara (Termometer Biasa,

Termometer Maksimum, Termometer Minimum, dan Termometer Maximum-

Minimumalat pengukur suhu air (Termometer Maksimum-Minimum Permukaan

Air), alat pengukur panjang penyinaran matahari (Solarimeter tipe Combell

Stokes), alat pengukur suhu tanah (Termometer Tanah), dan alat pengukur

kecepatan angin (Anemometer) dan masih banyak yang lainnya

(Prawirowardoyo,1996).

Stasiun meteorologi mengadakan contoh penginderaan setiap 30 detik dan

mengirimkan kutipan statistik (sebagai contoh, rata-rata dan maksimum). Untuk

yang keras menyimpan modul-modul setiap 15 menit. Hal ini dapat menghasilkan

kira-kira 20 nilai dari hasil rekaman untuk penyimpanan akhir disetiap interval

keluaran. Ukuran utama dibuat di stasiun meteorologi danau vida, pemakaian alat

untuk temperatur udara, kelembaban relatif, temperatur tanah (Fontain, 2002).

Hasil yang didapat setelah dilakukannya suatu pengamatan di stasiun cuaca

atau stasiun meteorologi yakni data-data mengenai iklim. Di indonesia,

berdasarkan ketersediaan data iklim yang ada di sistem database Balitklimat,

hanya ada 166 dari 2.679 stasiun yang menangani data iklim. Umumnya hanya

data curah hujan dan suhu udara, sehingga walaupun metode Penman merupakan
yang terbaik, metode Blaney Criddle akan lebih banyak dipilih karena hanya

memerlukan data suhu udara yang relatif mudah didapatkan (Runtunuwu et.al.,

2008).

Prakiraan cuaca baik harian maupun prakiraan musim, mempunyai arti

penting dan banyak dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Prakiraan cuaca 24 jam

yang dilakukan oleh BMG, mempunyai arti dalam kegiatan harian misalnya untuk

pelaksanaan pemupukan dan pemberantasan hama. Misalnya pemupukan dan

penyemprotan hama perlu dilakukan pada pagi hari atau ditunda jika menurut

prakiraan sore hari akan hujan lebat. Prakiraan permulaan musim hujan

mempunyai arti penting dalam menentukan saat tanam di suatu wilayah. Jadi,

bidang pertanian ini memanfaatkan informasi tentang cuaca dan iklim mulai dari

perencanaan sampai dengan pelaksanaannya (Setiawan, 2003).

Iklim merupakan kondisi cuaca dalam suatu periode yang panjang. Iklim

dapat meliputi iklim tropis, iklim sedang, iklim kutub dan lain sebagainya. Iklim

juga dapat dikatakan bahwa keadaan cuaca didaerah yang cukup luas dan pada

waktu yang relatif lebih lama (Kodoatie dan Syarif, 2010). Perubahan iklim

dengan segala penyebabnya secara faktual sudah terjadi di tingkat lokal, regional,

maupun global. Perubahan iklim tersebut sudah berdampak pada berbagai aspek

kehidupan dan sektor pembangunan di Indonesia termasuk dalam sektor yang

terkait dengan ketersediaan pangan yakni pertanian dan kehutanan. Dari

perubahan tersebut maka ketahanan pangan akan menurun. Maka dari itu

dibutuhkan suatu strategi untuk dapat mengetahui dan memperkirakan keadaan

iklim agara dapat dilakukan demi mencapai kedaulatan pangan (Tim sintesis
kebijakan, 2008). Iklim merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses

pertumbuhan dan produksi tanaman. Jenis- jenis dan sifat- sifat iklim bisa

menentukkan jenis komoditas tanaman yang tumbuh pada suatu daerah serta

produksinya. Oleh karena itu kajian klimatologi dalam bidang pertanian sangat

diperlukan. Seiring dengan dengan semakin berkembangnya isu pemanasan global

dan akibatnya pada perubahan iklim, membuat sektor pertanian begitu terpukul.

Tidak teraturnya perilaku iklim dan perubahan awal musim dan akhir musim

seperti musim kemarau dan musim hujan membuat para petani begitu susah untuk

merencanakan masa tanam dan masa panen. Untuk daerah tropis seperti

indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan

produksi tanaman pertanian.

Cuaca merupakan keadaan atmosfer bumi yang terjadi dalam kisaran waktu

yang singkat dan wilayah yang relatif sempit. Cuaca merupakan bagian kehidupan

sehari- hari, cuaca terjadi bergantung pada jarak planet itu dari matahari dan

pergerakan gas disetiap atmosfer planet- planet. Cuaca sendiri merupakan keadaan

atmosfer sesaat atau sehari serta perubahannya disuatu wilayah (Ford dan

Barnham, 2010). Cuaca selalu berubah dan berbeda setiap waktu dan di setiap

tempat. Perubahan tersebut ada yang tidak beraturan dan ada yang beraturan. Yang

tidak beraturan umumnya berlangsung dalam waktu pendek yang ditimbulkan

oleh proses-proses sementara dalam atmosfer. Sedangkan yang beraturan

berkaitan dengan perubahan-perubahan alam dalam skala besar, misalnya yang

utama karena perputaran bumi pada porosnya, peredaran bumi mengelilingi

matahari, perubahan fisik matahari. Perubahan-perubahan tersebut berbentuk


perubahan harian (daily variation), perubahan musiman (seasonal variation),

perubahan tahunan (annual variation) dan perubahan-perubahan dalam jangka

waktu lebih lama lagi (Susandi, 2008).

Iklim dan cuaca di suatu tempat terbentuk dari ramuan berbagai unsur-unsur

seperti suhu tekanan, kelembaban udara, presipitasi, penguapan, keawanan dan

radiasi iklim adalah gabungan dari berbagai keadaan cuaca kadang ditemukan

bahwa iklim adalah keadaan rata-ratadan cuaca. Perumusan model matematik

untuk estimasi curah hujan dan korelasinya berdasarkan pada nilai-nilai dari

peubah tersebut. Curah hujan sebagai peubah tergantung albedo dan temperatur

puncak sebagai peubah bebas. Pemrosesan citra untuk mencari indeks kecerahan

dikerjakan dengan perangkat lunak ALDUS PHOTOSTYLER 2, sedang proses

dan statistik menggunakan program SPSS/PC Seluruh subjek klimatologi, baik

murni maupun aplikasinya, sangat tergantung pada data-data yang diperoleh dan

orang-orang yang menggunakan atau menginterpretasikan data-data tersebut. Ada

kecenderungan bahwa ketika mempelajari aspek-aspek dari aplikasi klimatologi;

untuk menerima data-data dari pengukuran anasir cuaca, yang dipilih adalah data-

data yang mendekati kondisi tempat pengamatan di mana iklim mikro yang

berbeda kemungkinan ada di dekat tempat tesebut. Sebelum seseorang menerima

atau mengolah data-data tersebut harus diingat dua sisi penting di sini yaitu alat-

alat yang digunakan (batasan, ketelitian, kelebihan, serta kekurangan alat-alat

tersebut) dan kesesuaiannya dengan elemen-elemen yang menghubungkannya.

Masing-masing parameter iklim harus dipertimbangkan keakuratan atau

ketelitiannya. Beberapa parameter digunakan untuk mengukur anasir-anasir cuaca.


Anasir-anasir cuaca misalnya radiasi matahari, panjang penyinaran, suhu udara,

arah angin, kecepatan angin, evaporasi, dan lain-lain (Runtunuwu, 2008).

Stasiun meteorologi pertanian merupakan suatu tempat yang khusus

mengadakan pengamatan secara terus-menerus mengenai keadaan fisik dan

lingkungan (atmosfer) serta pengamatan tentang keadaan biologi dari tanaman dan

objek pertanian lainnya. Menurut persetujuan internasional, suatu stasiun

meteorologi paling sedikit mengamati keadaan iklim selama 10 tahun berturut-

turut, sampai kondisi lingkungan stabil sehingga akan mendapatkan gambaran

umum tentang rerata keadaan iklimnya, batas-batas ekstrim dan juga pola

siklusnya. Koordinasi secara luas mengenai pengumpulan dan pengelolaan data

meteorologi dilakukan oleh World Meteorology Organization (WMO) yang

berkedudukan di Geneva, Swiss. Sedangkan untuk Indonesia koordinasi dilakukan

oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dibawah Dinas

Perhubungan (Dishub) yang berkedudukan di Jakarta. Peralatan yang digunakan

dalam pengamatan cuaca sangat banyak jumlah dan jenisnya. Peralatan-peralatan

tersebut terdiri atas alat pengukur curah hujan, pengukur kelembaban nisbi udara,

pengukur suhu udara, pengukur suhu, dan kelembaban nisbi udara, pengukur suhu

tanah, pengukur suhu air, pengukur panjang penyinaran matahari, pengukur

kecepatan angin, dan pengukur evaporasi. Data anasir cuaca dan tempat-tempat

berlainan baru dapat dibandingkan melalui cara pengukuran dan tingkat ketelitian

sera ketepatan yang sama. Keseragaman yang dibutuhkan untuk pertukaran data

cuaca secara internasional adalah (Ford dan Barnham, 2010) :

a. Waktu pengamatan
b. Satuan anasir cuaca
c. Ketelitian dan ketepatan alat
d. Penentuan letak stasiun

Dalam bidang pertanian, pengetahuan dan pengenalan ciri, jenis dan tipe

cuaca maupun iklim pada suatu tempat menjadi prasyarat dalam pemilihan dan

perencanaan tanaman dan pola tanam yang sesuai pada suatu sistem usaha tani.

Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan hasil

tanaman. Kondisi iklim yang optimum dapat menunjang tanaman untuk

berproduksi dengan baik, sebaliknya kondisi iklim yang ekstrim dapat

menurunkan produksi tanaman (Aritt, 2011).

III. METODE PENELITIAN


A. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan terdiri atas boring pengamatan dan bolpoint. Alat

yang digunakan terdiri atas thermometer minimum dan maksimum, pengukur

suhu tanah, pengukur kelembapan nisbi udara, thermometer bola basah dan

kering, pengukur curah hujan tipe obsevatorium dan otomatis, pengukur lama

penyinaran matahari, solarimeter Campbell Stokes, serta pengukur kecepatan dan

arah angin.
B. Prosedur Kerja
1. Disiapkan satu alat pengamatan cuaca atau datang dekat alat pengamatan

cuaca dipasang
2. Diamati letak alat pengamat cuaca tersebut pada stasiun cuaca dan digambar

secara sekematik letak alat pengamatan tersebut


3. Digambar dan diberi keterangan bagian alat pengamatan cuaca yang diamati
4. Dijelaskan prinsip kerja alat
5. Dilakukan dengan cara yang sama untuk alat pengamatan cuaca lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, Erlina. 2011. Pengetahuan Luar Angkasa, Cuaca, Dan Fenomena Alam.
Familia. Jogjakarta

Basoeki, M. 1986 . Pengantar Meteorologi . Universitas Muhamadiyah


Purwokerto . Purwokerto

Budiyati, Titik. 2011. Georgrafi. Viva pakarindo. Klaten

Erdanto, Danang, dkk. 2009. Dasar-Dasar Geografi. Departemen Pendidikan


Nasioanal. Jakarta

Ford, H dan K. Barnham. 2010. Cuaca. Erlangga, Jakarta

Nawawi G. 2007. Pengantar Klimatologi Pertanian. Dinas Pendidikan, Jakarta

Neiburger, dkk.1982. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Bandung: ITB

Lakitan, Benyamin. 2000. Dasar-Dasar Klimatologi. Cet-2 PT. Raja Grafindo


Persada. Jakarta

Prasada Rao, G. S. L. H. V. 2008. Agricultural Meteorologi.Prentice-Hall of


India, New Delhi.

Runtunuwu, E., Syahbuddin, H., dan A. Pramudia. 2008. Validasi model


pendugaan evapotranspirasi : upaya melengkapi sistem database iklim
nasional. Jurnal Tanah dan Iklim 27: 8 – 9.

Rusbiantoro, D. 2008. Global Warming for Beginner. O2. Yogyakarta.

Sabaruddin, Laode. 2012. Agroklimatologi. Avabeta, cv. Bandung

Susandi, A. 2008. Dampak Perubahan Iklim terhadap Ketinggian Muka Laut di


Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan 12: 1-8

Tim sintesis kebijakan. 2008. Dampak perubahan iklim terhadap sektor


pertanian, serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi. Jurnal
Pengembangan Inovasi Pertanian 19 : 256-260.

Anda mungkin juga menyukai