Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN GANJA DAN GANGGUAN KECEMASAN:

HASIL DARI ANALISIS SAMPEL REPRESENTATIF BERDASARKAN POPULASI

ABSTRAK
Hubungan potong-lintang antara penggunaan ganja dan gangguan kecemasan (ansietas) telah
diketahui cukup luas, akan tetapi, hubungan longitudinal antara kedua variabel masih sedikit
diketahui. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan ganja,
gangguan akibat penggunaan ganja (cannabis use disorder/CUD) dan gangguan kecemasan
dalam sebuah penelitian prospektif selama 3 tahun. Data diambil dari gelombang pertama dan
kedua dari National Epidemiologic Survey on Alcohol and Related Conditions (NESARC).
Gangguan kecemasan, termasuk didalamnya gangguan kecemasan tergeneralisasi, kecemasan
sosial, gangguan panik dan fobia spesifik, dikontrol pada baseline (awal penelitian). Awal
(onset) penggunaan ganja didefinisikan sebagai penggunaan ganja dalam bentuk apapun yang
dilakukan oleh seseorang yang sebelumnnya tidak pernah menggunakan ganja seumur hidupnya
dalam periode waktu baseline hingga follow-up, CUD didefinisikan sebagai sebuah diagnosis
dari penyalahgunaan atau ketergantungan terhadap ganja. Hasil dari penelitian ini
mengindikasikan bahwa penggunaan ganja tidak berhubungan dengan peningkatan insidensi
gangguan kecemasan dalam bentuk apapun (Adjusted Odds Ratio (AOR) = 1,12 (0,63-0,98)).
Meskipun penggunaan ganja dalam jumlah besar dihubungkan dengan peningkatan insidensi
gangguan kecemasan dalam sebagian besar model penelitian, hipotesis tersebut tidak sepenuhnya
dapat dipertahankan dalam model akhir yang telah disesuaikan (AOR = 1,98 (0,99-1,98)).
Penelitian yang menyelidiki hubungan antara CUD pada baseline dan gangguan kecemasan pada
follow-up menunjukkan hasil yang serupa. Gangguan kecemasan yang ditemukan pada baseline
tidak berhubungan dengan penggunaan ganja pertama kali (AOR = 1,03 (0,62-1,69)) atau pada
awal diagnosis CUD (AOR = 0,68 (0,41-1,14)), namun individu yang menderita gangguan panik
pada baseline memiliki kecenderungan untuk menggunakan ganja pada periode follow up
(AOR=2,2 (1,15-4,18)), yang kemungkinan besar dilakukan sebagai swamedikasi (self-
medication). Temuan kami menunjukkan bahwa penggunaan ganja dan CUD tidak berhubungan
dengan peningkatan insidensi gangguan kecemasan dan begitu pula sebaliknya, sebagian besar
gangguan kecemasan tidak memiliki hubungan dengan peningkatan insidensi penggunaan ganja
ataupun CUD.
1. PENGANTAR
Ganja merupakan zat terlarang yang paling banyak digunakan diseluruh dunia (United
Nations Office on Drugs and Crime, 2012), dengan prevalensi penggunaan ganja pada tahun
lalu di seluruh dunia sebesar 1,8 - 4,5% (Degenhardt et al., 2011). Penelitian telah
menunjukkan adanya pengaruh luas dari sistem endo-cannabinoid manusia pada berbagai
fungsi otak dan etiologi penyakit, seperti regulasi respon emosional (Ramikie dan Patel,
2012) dan gangguan psikiatri (Carvalho dan Van Bockstaele, 2012). Berbagai penelitian
telah secara spesifik menunjukkan bahwa sistem endo-cannabinoid memiliki peran penting
dalam kondisi terkait stres, seperti efek regulasi pada homeostasis emosi (Ruehle et al., 2012)
serta pada konsolidasi dan ekstingsi memori yang menakutkan dan mencemaskan setelah
terjadinya stres akut (Akirav, 2013). Meskipun demikian, penelitian dalam bidang
komorbiditas mental telah secara luas berpusat kepada hubungan antara ganja dan
perkembangan gangguan psikotik (Moore et al., 2007) dan, dalam tinjauan yang lebih sempit,
pada perkembangan gangguan mood (lihat contoh Feingold et al. (2015), sedangkan
pengetahuan mengenai hubungan antara penggunaan ganja dan gangguan kecemasan masih
sedikit diketahui (Crippa et al., 2009).
Bukti menunjukkan bahwa sepertiga dari seluruh pengguna ganja pada suatu waktu akan
menderita gangguan akibat penggunaan ganja (cannabis use disorder/CUD), seperti
penyalahgunaan atau ketergantungan ganja (Lev-Ran et al., 2013a). Laju prevalensi CUD di
Amerika Serikat secara signifikan mengalami peningkatan antara tahun 1993 dan 2005
(Compton et al., 2004) dan admisi perawatan terhadap ketergantungan ganja meningkat lebih
dari dua kali lipat selama periode tersebut (Budney et al., 2007). Secara global, pengaruh
CUD digambarkan dalam hilangnya dua juta usia hidup sehat akibat disabilitas yang muncul
akibat gangguan akibat penggunaan ganja pada tahun 2012 (Whiteford et al., 2013).
Penelitian juga telah menunjukkan bahwa CUD dapat berhubungan dengan laju gangguan
kecemasan yang lebih tinggi, meskipun investigasi longitudinal menunjukkan temuan yang
beragam (Wittchen et al., 2007).
Gangguan kecemasan merupakan salah satu gangguan psikiatri yang paling banyak
ditemukan, dan merupakan salah satu beban penyakit global (Whiteford et al., 2013).
Beberapa penelitian potong-lintang telah melaporkan adanya hubungan antara penggunaan
ganja dan gangguan kecemasan (sebagai contoh Degenhardt et al. (2001)), yang
mengindikasikan tingginya prevalensi penggunaan ganja pada individu dengan gangguan
kecemasan dan sebaliknya. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan bahwa
penggunaan ganja mungkin mendahului kemunculan gangguan panik (Zvolensky et al.,
2006) dan gangguan kecemasan tergeneralisasi (generalized anxiety disorder/GAD) (Kesslet
et al., 2002); akan tetapi, hubungan tersebut tidak berhasil dipertahankan setelah
mengendalikan beberapa variabel sosiodemografis dan klinis dalam analisis. Hingga saat ini,
bukti prospektif dari hubungan longitudinal antara penggunaan ganja dan gangguan
kecemasan masih sangat sedikit. Fergusson dan Horwood (1997) melaporkan bahwa
penggunaan ganja pada sebelumnya pada usia 16 tahun berhubungan dengan insidensi
gangguan kecemasan yang lebih tinggi pada 2 tahun follow-up, namun hubungan ini tidak
dapat dipertahankan setelah mendapatkan penyesuaian menurut usia ibu, kekerasan seksual
pada masa kecil, self-esteem pada baseline (awal penelitian) dan gangguan mood atau
kecemasan pada baseline. Pada penelitan terbaru, Degenhardt et al. (2013) melaporkan
bahwa penggunaan ganja harian berhubungan dengan peningkatan risiko kemunculan
gangguan kecemasan dalam 15 tahun follow-up penelitian pada remaja di Australia. Sebuah
meta-analisis terbaru dari data potong-lintang dan longitudinal melaporkan sebuah hubungan
positif yang kecil antara kecemasan dan penggunaan ganja (OR = 1,24 (1,06-1,45) (Kedzior
dan Laeber, 2014).
Pendapat sebaliknya menyatakan bahwa gangguan keemasan meningkatkan risiko inisiasi
penggunaan ganja di masa mendatang (Buckner et al., 2012a). Pendapat tersebut didukung
oleh laporan yang mengindikasikan bahwa penggunaan ganja dalam populasi umum terutama
paling banyak dilakukan untuk menghilangkan stres (Hathaway, 2003). Akan tetapi,
penelitian longitudinal yang menginvestigasi pendapat tersebut masih sangat sedikit dan
lebih fokus kepada CUD dan gangguan psikiatri terkait penggunaan ganja patologis, dan
bukan terhadap penggunaan ganja saja, dan penelitian-penelitian tersebut hanya menyajikan
hasil yang parsial. Buckner et al. (2008) melaporkan bahwa kecemasan sosial mungkin
memiliki hubungan dengan peningkatan insidensi ketergantungan ganja pada follow-up
(AOR = 6,58 (1,94-22,34)). Marmorstein et al. (2010) melaporkan bahwa GAD memiliki
hubungan dalam transisi penggunaan ganja menjadi CUD, namun bukti mengenai hubungan
GAD dan inisiasi penggunaan ganja di masa mendatang masih tidak konsisten.
Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan ganja dan gangguan kecemasan secara
lebih jauh, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari hubungan keduanya dengan
menggunakan dua desain longitudinal dengan sampel berdasarkan populasi yang
representatif: hubungan antara penggunaan ganja pada baseline dan awal kemunculan
gangguan kecemasan pada follow-up dan hubungan sebaliknya antara gangguan kecemasan
pada baseline dan inisiasi penggunaan ganja pada follow-up. Selain itu, hubungan antara
penggunaan ganja dan gangguan kecemasan juga diteliti secara terpisah menurut frekuensi
penggunaan ganja untuk mengetahui efek terkait dosis yang mungkin ada. Analisis serupa
pernah dilakukan untuk mengetahui hubungan dua-arah antara CUD dan gangguan
kecemasan. Berdasarkan hubungan potong-lintang yang dilaporkan diatas, kami berhipotesis
bahwa terdapat hubungan dua-arah antara penggunaan ganja dan gangguan kecemasan,
bahwa penggunaan ganja pada baseline akan berhubungan dengan insidensi gangguan
kecemasan pada follow-up yang lebih tinggi dan bahwa gangguan kecemasan pada baseline
akan berhubungan dengan insidensi penggunaan ganja yang lebih tinggi.
2. Prosedur Eksperimen
2.1. Sampel
Penelitian kami menggunakan dari Gelombang 1 dan 2 dari National Epidemiologic
Survey on Alcohol and Related Conditions (NESARC), sebuah survei yang dirancang oleh
National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism (Grant et al., 2008). NESARC
merupakan sebuah survei longitudinal yang representatif secara nasional dan menjadikan
populasi dewasa di Amerika Serikat yang tidak sedang dalam lingkungan institusi sebagai
target penelitian, termasuk personil militer yang tinggal diluar lingkungan militer dan
individu yang tinggal di berbagai jenis lingkungan perumahan (seperti asrama atau
penampungan). NESARC menggunakan data dari Census 2000-2001 Supplementary Survey
untuk membuat struktur seleksi, dan bobot pada setiap gelombang disertakan untuk
membentuk data yang representatif. Penentuan bobot (weighting) juga dilakukan untuk
menyesuaikan prosedur seleksi, non-respon dari lingkugan perumahan atau individu yang
dipilih, kebutuhan untuk melakukan oversample pada kelompok dewasa muda dan, pada
gelombang 2, non-respon pada titik-waktu saat ini. Gelombang 1 dilakukan pada tahun
2001-2002 dengan sampel sebanyak 43.093 responden berusia 18 tahun keatas (Grant et al.,
2003b). Gelombang 2 merupakan follow-up prospektif setelah 3 tahun yang menyertakan
34.653 responden dari Gelombang1, yang menunjukkan laju respon sebesar 86,7% dari
responden yang dipilih (Grant dan Kaplan, 2005). Laju respon kumulatif untuk Gelombang
2 adalah 70,2%.
The US Census Bureau dan the US Office of Budget and Management telah menyetujui
protokol NESARC, dan the Sheba Medical Center IRB telah menyetujui penelitian ini.
Berbagai informasi yang leih komprehensif mengenai prosedur NESARC dapat ditemukan
di publikasi lainnya (Grant dan Kaplan, 2005; Grant et al., 2003b).
2.2. Pengukuran
The Alcohol Use Disorder and Associated Disabilities Interview Schedule – Versi
DSM-IV (AUDADIS-IV) digunakan untuk menilai penggunaan zat dan gangguan akibat
penggunaan zat (Grant et al., 2003a). AUDADIS-IV dilaporkan memiliki reliabilitas dan
validitas yang sangat baik di Amerika Serikat (Grant et al., 2003) dan global (Chatterji et al.,
1997) dengan ranking reliabilitas test-retest sangat baik (excellent) terhadap gangguan
akibat penggunaan alkohol (k = 0,71) dan gangguan akibat penggunaan obat (k = 0,79)
(Grant et al., 2005b), ketergantungan terhadap ganja (k = 0,71) dan penyalahgunaan ganja (k
= 0,7) (Chatterji et al., 1997); dan reliabilitas sedang (fair) untuk kecemasan sosial (k=0,44),
GAD (k = 0,41), gangguan panik (k = 0,52) dan fobia spesifik (k = 0,4) (Grant et al., 2003a).
Kuesioner terbut meliputi pertanyaan-pertanyaan yang cukup ekstensif mengenai gejala
yang mungkin muncul sehingga dapat membedakan berbagai kriteria DSM-IV untuk
gangguan penggunaan zat dan diagnosis aksis I dan aksis II lainnya. Dalam penelitian ini,
CUD didefinisikan sebagai sebuah diagnosis untuk penyalahgunaan/ketergantungan
terhadap ganja pada periode waktu yang relevan.
2.2.1. Penggunaan Ganja
Respoden diminta untuk menjabarkan pengalaman responden selama
menggunakan ganja pada satu tahun sebelumnya dan seumur hidupnya. Untuk
mengumpulkan informasi mengenai penggunaan ganja pada tahun sebelumnya,
responden diminta untuk menyebutkan frekuensi penggunaan ganja dan diberikan
10 pilihan jawaban berupa rentang frekuensi dari “setiap hari” hingga “satu kali
setahun”. Kami mengelompokkan pengguna ganja menurut frekuensi penggunaan,
dengan menggunakan kategori “kurang dari 1 kali semingu”, “setidaknya 1 kali
seminggu tapi tidak setiap hari” dan “setiap hari atau hampir setiap hari”
(didefinisikan sebagai penggunaan lebih dari 4 kali seminggu), yang merupakan
pengelompokkan yang biasa digunakan dalam penelitian terkait ganja (Lev-Ran et
al., 2013b). Seluruh responden melaporkan jumlah linting yang digunakan pada
hari responden menggunakan ganja.
2.2.2. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan seumur hidup atau 12-bulan didefinisikan menurut
kriteria DSM-IV-TR (American Psychiatric Association, 2000) dengan setidaknya
satu episode gangguan spesifik seumur hidup, atau menderita gangguan ini selama
12 bulan terakhir. Gangguan kecemasan spesifik yang dimasukkan kedalam
penelitian ini adalah GAD, kecemasan sosial, gangguan panik (dengan atau tanpa
agorafobia) dan fobia spesifik. Dari seluruh kasus, kami hannya memasukan
gangguan psikiatri primer dan mengeluarkan seluruh kasus gangguan mental yang
diinduksi zat atau penyakit lain sebagaimana yang telah didiagnosis dalam
AUDADIS-IV (Grant et al., 2004).
2.3. Strategi Analisis
Tabulasi silang dilakukan untuk menggambarkan karakteristik demografis responden
pada seluruh kategori dan analisis chi-square dilakukan untuk mengetahui perbedaan
karakteristik dalam setiap kategori. Dalam setiap analisis, individu dengan kejadian seumur
hidup dari variabel luaran pada gelombang 1 dikeluarkan dari sampel untuk menghapus
perbedaan preliminari yang dapat meningkatkan risiko rekurensi.
Salah satu pertimbangan yang paling penting ketika memeriksa efek potensial dari ganja
dalam menyebabkan gangguan kecemasan adalah menghapus perbedaan tingkatan gangguan
spesifik pada baseline (Arseneault at al., 2004). Pertimbangan tersebut dilakukan
berdasarkan laporan yang menunjukkan adanya peningkatan risiko gangguan kecemasan
subsekuen setelah episode terakhir (Scholten et al., 2013). Dalam rangkaian analisis ini,
kami kemudian hanya memasukkan partisipan yang tidak memiliki diagnosis gangguan
kecemasan seumur hidup pada baseline (atau gangguan kecemasan spesifik pada analisis
yang tepat). Untuk memeriksa apakah penggunaan ganja pada tahun sebelumnya pada
gelombang 1 memiliki hubungan dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan pada
gelombang 2, kami melakukan analisis model progresif, yang setiap modelnya mendapatkan
penambahan kovariat terhadap model sebelumnya: model 1 merupakan analisis yang tidak
disesuaikan; model 2 dikontrol menurut variabel sosio-demografiknya (jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, pendapatan rumah tangga, status perkawinan, urbanitas dan daerah
tempat tinggal); model 3 ditambahkan penyesuaian menurut gangguan penggunaan alkohol
selama 12-bulan dan gangguan penggunaan zat (bukan ganja) lainnya karena dapat memiliki
hubungan dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan yang akan datang (Schepis dan
Hakes, 2011); model 4 ditambahkan penyesuaian menurut diagnosis 12 bulan dari gangguan
psikiatri lainnya pada baseline (seperti gangguan mood dan kepribadian), karena gangguan
tersebut dapat meningkatkan risiko kemunculan gangguan kecemasan yang akan datang
(Grant et al., 2008). Analisis serupa dilakukan untuk memeriksa apakah CUD pada tahun
sebelumnya berhubungan dengan peningkatan risiko munculnya gangguan kecemasan pada
gelombang 2. Dari seluruh analisis tersebut, pengukuran luaran didefinisikan sebagai sebuah
awal kemunculan gangguan kecemasan yang relevan pada rentang waktu antara gelombang
1 dan 2.
Seperti yang telah disebutkan pada penelitian sebelumnya bahwa peningkatan frekuensi
penggunaan ganja dapat mempengaruhi hubungan antara penggunaan ganja dan
perkembangan gangguan psikiatri (Moore et al., 2007), kami melakukan setiap analisis
secara terpisah untuk tiga kategori penggunaan ganja: penggunaan kurang dari satu kali
seminggu, penggunaan setidaknya satu kali seminggu namun kurang dari satu kali sehari,
dan penggunaan setiap hari atau hampir setiap hari. Dari seluruh kasus, individu tanpa
penggunaan ganja selama 12 bulan dianggap masuk ke dalam kategori referensi.
Untuk mengetahui hubungan sebaliknya yang mungkin terjadi antara penggunaan ganja
dan gangguan kecemasan pada follow-up, kami menganalisis hubungan antara gangguan
kecemasan 12-bulan dan gangguan kecemasan spesifik pada gelombang 1 dan inisiasi
penggunaan ganja dalam rentang waktu antara gelombang 1 dan 2. Kami menggunakan
analisis regresi logistik multipel dalam model progresif yang sama dengan yang kami
sebutkan sebelumnya. Untuk mengisolasi efek gangguan kecemasan pada inisiasi
penggunaan ganja, kami hanya memasukkan partisipan yang diketahui tidak pernah
menggunakan ganja seumur hidupnya pada baseline pada analisis tersebut. Karena data
NESARC tidak memiliki informasi lengkap mengenai frekuensi penggunaan ganja antara
gelombang 1 dan 2, analisis tersebut dilakukan terhadap inisiasi penggunaan ganja diantara
kedua gelombang. Individu yang tidak menderita gangguan kecemasan atau gangguan
kecemasan spesifik bentuk apapun pada tahun sebelumnya pada gelombang 1 dianggap
sebagai kelompok referensi untuk analisis tersebut. Analisis serupa dilakukan untuk
mengetahui apakah gangguan kecemasan sebelumnya pada gelombang 1 berhubungan
dengan peningkatan risiko CUD pada gelombang 2.
Sebagaimana penelitian sebelumnya pernah menunjukkan bahwa laju inisiasi
penggunaan ganja dan awal kemunculan gangguan kecemasan secara signifikan lebih tinggi
pada kelompok dewasa muda (Wittchen et al., 2008), analisis tambahan yang meliputi
investigasi terpisah untuk dua kelompok usia: dewasa muda (18-25) dan dewasa tua (26
tahun keatas) dilakukan menggunakan strategi analisis seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Analisis pertama dilakukan untuk mengetahui kemungkinan kelompok dewasa muda
(N=281) dan dewasa tua (N=683) yang menggunakan ganja pada baseline (dengan individu
dengan gangguan kecemasan seumur hidup dikeluarkan dari analisis) untuk menderita
gangguan kecemasan bentuk apapun pada saat follow-up dan kemudian dibandingkan
dengan bukan pengguna. Analisis kedua adalah untuk mengetahui kemungkinan kelompok
dewasa muda (N=201) dan dewasa tua (N=2561) yang menderita gangguan kecemasan
bentuk apapun pada baseline (dengan pengguna ganja seumur hidup dikeluarkan dari
analisis) untuk mulai menggunakan ganja dalam periode waktu antara gelombang 1 dan 2,
yang kemudian dibandingkan dengan individu tanpa gangguan kecemasan. Selain itu, karena
penggunaan ganja dan gangguan kecemasan biasa muncul pada usia remaja (Kessler et al.,
2005; Wittchen et al., 2008), yang merupakan periode waktu yang tidak diikutsertakan
dalam penelitian untuk kelompok dewasa ini, kami menambahkan analisis retrospektif untuk
mengetahui apakah diantara individu dengan gangguan kecemasan seumur hidup dan yang
menggunakan ganja, urutan kemunculan kedua kondisi tersebut berbeda ketika
dibandingkan menurut waktu onsetnya: dini (18 tahun kebawah) dan lambat (lebih dari 18
tahun).
Untuk secara akurat memperkirakan perbedaan yang mungkin terjadi ketika mengambil
komponen desain sampel NESARC ke dalam penelitian ini, analisis ini kami lakukan
menggunakan perangkat lunak Survey Data Analysis (SUDAAN) Versi 10 (Research
Triangle Institute, 2004), sebuah program perangkat lunak yang menggunakan linearisasi
rangkaian Taylor, untuk menyesuaikan karakteristik desain sampel NESARC.
3. Hasil
Prevalensi penggunaan ganja seumur hidup dalam berbagai kelompok frekuensi pada
gelombang 1 adalah 31,9% pada individu yang memiliki riwayat gangguan kecemasan
sebelumnya dan 19,4% pada individu yang tidak memiliki riwayat gangguan kecemasan
sebelumnya (X2 = 110,5; p<0,001). Prevalensi penggunaan ganja pada tahun sebelumnya
dalam gelombang 1 adalah 6,3% pada individu dengan riwayat gangguan kecemasan
sebelumnya dan 3,5% pada individu tanpa riwayat gangguan kecemasan seumur hidupnya
(X2 = 33,9; p<0,001). Tabel 1A dan 1B menampilkan laju prevalensi dan insidensi gangguan
kecemasan dan penggunaan ganja pada baseline. Diantara individu tanpa riwayat gangguan
kecemasan seumur hidup, pengguna ganja dan bukan pengguna memiliki perbedaan yang
signifikan ketika dilihat menurut jenis kelamin (P<0,001), pendapatan rumah tangga
(p<0,001), status perkawinan (p<0,001) dan usia (p<0,001) (Tabel 2). Diantara individu yang
melaporkan menggunakan ganja dalam 12 bulan sebelum gelombang 1 (N=919), 60,5%
menggunakan ganja dengan frekuensi satu kali setahun hingga satu kali seminggu, dengan
rata-rata 9,5 (SE=0,46) hari penggunaan dan 1,3 (SE=0,05) linting pada hari penggunaan
ganja dalam satu tahun tersebut. Penggunaan ganja mingguan hingga harian dilaporkan oleh
19,5% pengguna ganja, dengan rata-rata 1,3 (SE=0,09) hari penggunaan ganja dalam satu
minggu dan 1,8 (SE=0,18) linting pada hari penggunaan ganja. Penggunaan harian atau
hampir harian dilaporkan oleh 20% pengguna ganja, dengan rata-rata 6,4 (SE=0,06) hari
penggunaan ganja setiap minggunya dan 3,9 (SE=0,35) linting setiap harinya.
Diantara individu yang menggunakan ganja pada tahun sebelumnya pada gelombang 1,
13,4% partisipan mengalami awal kemunculan gangguan kecemasan di antara gelombang 1
dan 2, dibandingkan dengan 9,9% pada bukan pengguna ganja. Analisis yang tidak
disesuaikan menunjukkan hubungan antara penggunaan ganja harian atau hampir harian
dalam 12 bulan sebelum gelombang 1 dan insidensi gangguan kecemasan bentuk apapun
pada gelombang 2, akan tetapi, hubungan tersebut tidak dipertahankan pada analisis model
yang mendapatkan penyesuaian. Tidak ditemukan adanya hubungan antara CUD pada
baseline dan insidensi gangguan kecemasan bentuk apapun pada follow-up (Tabel 3).
Analisis yang mendapatkan penyesuaian menurut gangguan spesifik menunjukkan tren yang
menghubungkan antara penggunaan ganja harian atau hampir harian pada gelombang 1 dan
insidensi kecemasan sosial pada gelombang 2 dalam model yang disesuaikan secara penuh
(AOR=1,98 (0,99-3,94)). Analisis tambahan menunjukkan sebuah hubungan antara
penggunaan ganja harian atau hampir harian pada gelombang 1 dan insidensi kecemasan
sosial pada gelombang 2 di antara kelompok dewasa tua (AOR =2,83 (1,26-6,35)) namun
tidak pada dewasa muda (AOR=1,76(0,44-6,98)) dan sebuah hubungan antara CUD pada
baseline dan insidensi kecemasan sosial pada gelombang 2 diantara kelompok dewasa muda
(AOR=2,45(1,19-5,06)) namun tidak pada kelompok dewasa tua (AOR=1,38(0,58-3,25)).
Mirip dengan temuan diatas, analisis yang tidak mendapatkan penyesuaian menunjukkan
hubungan antara pengguaan ganja dan insidensi GAD, gangguan panik dan fobia spesifik,
namun tidak dipertahankan selama analisis model yang mendapatkan penyesuaian. Crude
association ditemukan antara CUD pada baseline dan awal kemunculan GAD, kecemasan
sosial dan gangguan panik, meskipun hubungan tersebut tidak dipertahankan dalam model
yang mendapatkan penyesuaian (Tabel 4).
Individu dengan riwayat penggunaan ganja sebelumnya pada gelombang 1 memiliki
prevalensi gangguan kecemasan seumur hidup sebesar 26,7% dibandingkan 15,8% pada
individu tanpa riwayat penggunaan ganja seumur hidupnya (X2 = 110,5; p<0,001). Prevalensi
gangguan kecemasan 12-bulan pada gelombang 1 adalah 17,7% pada individu dengan
riwayat penggunaan ganja sebelumnya dibandingkan dengan 4,9% pada individu tanpa
riwayat penggunaan ganja sebelumnya (X2 = 97,9; p<0,001). Diantara individu tanpa riwayat
penggunaan ganja seumur hidup, individu dengan gangguan kecemasan pada tahun
sebelumnya ketika dibandingkan dengan yang tidak memiliki diagnosis tersebut memiliki
perbedaan yang signifikan ketika dibandingkan menurut jenis kelamin (p<0,001), ras
(p<0,01), pendapatan rumah tangga (p<0,001), status perkawinan (p<0,05) dan usia
(p<0,001) (Tabel 5). Diantara individu dengan gangguan kecemasan 12-bulan pada
gelombang 1, 2% partisipan memulai penggunaan ganja antara gelombang 1 dan 2,
dibandingkan dengan 1,9% pada individu tanpa gangguan kecemasan. Tidak ditemukan
adanya hubungan antara diagnosis gangguan kecemasan dalam 12 bulan sebelum gelombang
1 dan awal inisiasi penggunaan ganja (AOR = 0,93 (0,58-1,51)) atau awal kemunculan CUD
(AOR = 0,68 (0,41—1,14)) antara gelombang 1 dan 2. Tidak ditemukan adanya hubungan
antara gangguan kecemasan spesifik bentuk apapun pada 12 bulan sebelum gelombang 1 dan
awal kemunculan CUD pada gelombang 2. Akan tetapi, sebuah hubungan ditemukan antara
diagnosis gangguan panik baseline pada gelombang 1 dan inisiasi penggunaan ganja yang
terjadi setelah itu pada gelombang 2 (AOR = 2,2 (1,15-4,18)) (Tabel 6). Analisis tambahan
menunjukkan bahwa hubungan ini ditemukan pada kelompok dewasa tua (AOR=2,83(1,44-
5,55)) namun tidak pada kelompok dewasa muda (AOR=1,04(0,21-5,18).
Analisis retrospektif menunjukkan bahwa diantara penggunaan ganja yang dimulai pada
masa remaja, beberapa gangguan kecemasan (GAD dan gangguan panik) muncul terlambat
pada fase kehidupan berikutnya, sedangkan gangguan lain (fobia, baik spesifik maupun
sosial) muncul sebelum penggunaan ganja. Temuan yang sama juga ditemukan pada individu
yang mulai menggunakan ganja setelah usia 18 tahun (Tabel Lampiran 1). Diantara individu
yang mulai menderita gangguan kecemasan pada usia remaja, sebagian besar mulai
menggunakan ganja pada fase kehidupan berikutnya, akan tetapi pada individu yang mulai
menderita gangguan kecemasan setelah usia 18 tahun, sebagian besar mulai menderita
gangguan tersebut setelah inisiasi penggunaan ganja (Tabel Lampiran 2).
4. Diskusi
Dalam penelitian ini, sebuah investigasi longitudinal dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara ganja, CUD dan gangguan kecemasan. Pengukuran luaran dikontrol pada
baseline dan analisis terhadap berbagai model yang mendapatkan penyesuaian dilakukan
untuk mengetahui faktor perancu lain yang mungkin ada. Analisis yang tidak mendapatkan
penyesuaian menunjukkan hubungan antara penggunaan ganja harian atau hampir harian dan
insidensi gangguan kecemasan pada follow-up, namun hubungan tersebut tidak dapat
dipertahankan dalam analisis model yang disesuaikan. CUD pada baseline ditemukan tidak
berhubungan dengan insiden gangguan kecemasan yang lebih tinggi pada follow-up. Dengan
mencari tahu hubungan antara penggunaan ganja dan CUD pada baseline dan insidensi
gangguan kecemasan spesifik pada follow up, penggunaan ganja harian atau hampir harian
pada kelompok dewasa tua dan CUD pada kelompok dewasa muda dihubungkan dengan
insidensi kecemasan sosial yang lebih tinggi saat follow-up. Hubungan tanpa penyesuaian
tambahan ditemukan antara penggunaan ganja, CUD, dan insidensi GAD, gangguan panik
dan fobia spesifik pada masa mendatang, akan tetapi hubungan ini tidak berhasil
dipertahankan pada model yang mendapatkan penyesuaian. Sebaliknya, tidak ditemukan
adanya hubungan antara gangguan kecemasan dan inisiasi penggunaan ganja atau awal
kemunculan CUD pada masa mendatang. Akan tetapi, analisis untuk gangguan kecemasan
terpisah menunjukkan bahwa setelah mengendalikan kovariat yang memungkinkan,
gangguan panik pada baseline ditemukan berhubungan dengan inisiasi penggunaan ganja
pada saat follow-up dalam kelompok dewasa tua.
Secara garis besar, pengguna ganja tidak memiliki risiko menderita gangguan kecemasan
yang lebih tinggi pada saat follow-up. Temuan ini sama dengan temuan dalam penelitian
sebelumnya. Fergusson dan Horwood (1997) menunjukkan bahwa hubungan longitudinal
antara penggunaan ganja pada usia dini (dibawah 16 tahun) dan insidensi gangguan
kecemasan di masa mendatang dimediasi oleh berbagai faktor seperti self-esteem dan
gangguan mood atau kecemasan pada baseline. Serupa dengan temuan tersebut, van Laar et
al. (2007) melaporkan bahwa setelah mengendalikan berbagai variabel sosiodemografis dan
klinis, penggunaan ganja seumur hidup tidak berhubungan dengan peningkatan risiko
kemunculan gangguan kecemasan dalam follow-up 3 minggu (AOR = 1,18 (0,71-1,97)).
Temuan kami berbeda dengan yang dilaporkan oleh Degenhardt et al. (2013), yang
melaporkan bahwa penggunaan ganja dalam jumlah banyak pada usia remaja memang
memiliki hubungan dengan insiden gangguan kecemasan yang lebih tinggi (AOR = 2,5 (1,2-
5,2). Akan tetapi, penelitian tersebut dikontrol untuk gejala depresif dan kecemasan pada
baseline (bukan untuk diagnosis dari kedua gangguan) yang mungkin dapat mempengaruhi
hasil yang ditemukan.
Meskipun dengan hasil yang negatif dalam menunjukkan adanya hubungan antara
penggunaan ganja dan gangguan kecemasan, ditemukan adanya sebuah tren yang
menghubungkan penggunaan ganja dalam jumlah besar serta CUD dengan insidensi
kecemasan sosial mendatang. Penelitian potong-lintang yang ekstensif telah dilakukan untuk
menemukan hubungan antara kecemasan sosial dan penggunaan ganja (Buckner et al.,
2012b), yang menonjolkan peran penghindaran sosial dan kecemasan terhadap peningkatan
penggunaan dan kebutuhan terhadap ganja (Buckner dan Zvolensky, 2014), namun hubungan
sebaliknya tidak dijelaskan dengan cukup jelas dalam literatur (van Laar et al., 2007).
Terlebih penting, penggunaan ganja dalam jumlah besar sebelumnya telah dihubungkan
dengan penurunan fungsi sosial di masa mendatang (Fergusson dan Boden, 2008), sedangkan
efek negatif dari penggunaan ganja pada kehidupan sosial telah dilaporkan sebesar 44% pada
pengguna dalam jumlah besar (Gruber et al., 2003). Temuan tersebut mungkin menjelaskan
mengapa individu pengguna ganja harian atau hampir harian dan individu dengan diagnosis
CUD menjadi cenderung lebih sensitif terhadap situasi sosial, hingga dapat mengalami
kecemasan sosial. Akan tetapi, dengan ditemukannya efek borderline pada model akhir
dalam analisis kami, efek perancu mungkin berasal dari gangguan psikiatri tambahan
lainnya.
Sebuah indikasi yang menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara penggunaan
ganja dan awal kemunculan kecemasan sosial di masa mendatang telah ditemukan dalam
analisis tambahan, temuan tersebut menunjukkan bahwa CUD pada baseline memiliki
hubungan dengan insidensi kecemasan sosial yang lebih tinggi pada follow-up pada
kelompok dewasa muda namun tidak pada dewasa tua dan bahwa penggunaan ganja harian
atau hampir harian dihubungkan dengan kecemasan sosial pada follow-up pada kelompok
dewasa tua dan tidak pada dewasa muda. Temuan terakhir cukup mengejutkan karena
penelitian sebelumnya menghubungkan awal kemunculan gangguan kecemasan dengan usia
muda (Grant et al., 2005), dan menunjukkan kemungkinan adanya efek akumulatif dari
penggunaan ganja jumlah besar dalam jangka waktu panjang yang meningkatkan risiko
munculnya kecemasan sosial. Oleh karena itu, hubungan longitudinal antara penggunaan
ganja dan kecemasan sosial harus diinvestigasi dengan lebih teliti dan lebih luas dalam
penelitian selanjutnya.
Investigasi sebaliknya menunjukkan bahwa individu dengan gangguan kecamasan pada
baseline tidak memiliki risiko yang lebih tinggi untuk inisiasi penggunaan ganja atau
menderita CUD pada follow-up. Temuan ini cukup mengejutkan karena adanya efek sedatif
dari ganja dan fakta bahwa salah satu alasan paling umum dari penggunaan ganja dalam
populasi umum adalah untuk menurunkan tingkat stres (Hathaway, 2003). Pendapat yang
mengajukan bahwa risiko gangguan psikiatri akan meningkat dengan penggunaan ganja yang
mungkin dilakukan untuk swamedikasi telah sering disebutkan dalam pembahasan gangguan
mood (Feingold et al., 2015). Penulis melaporkan bahwa gangguan depresif mayor (namun
tidak pada gangguan bipolar) memiliki hubungan dengan inisiasi penggunaan ganja pada
follow-up, yang menunjukkan bahwa hubungan harus dilihat secara terpisah pada setiap
gangguan spesifik. Pada penelitian ini, analisis terpisah menunjukkan bahwa individu dengan
gangguan panik pada baseline, namun tidak pada gangguan kecemasan lainnya, secara
signifikan cenderung lebih rentan untuk menginisiasi penggunaan ganja pada saat follow-up.
Temuan tersebut sama dengan temuan dalam penelitian yang dilakukan oleh Wittchen et al.
(2007) yang melaporkan bahwa gangguan panik, namun tidak pada gangguan kecemasan
spesifik, memiliki hubungan dengan peningkatan insidensi penggunaan ganja pada masa
follow-up. Gangguan panik sebelumnya sudah pernah diidentifikasi sebagai faktor risiko
terhadap berbagai psikopatologi (Goodwin et al., 2004), mungkin disebabkan oleh sifat
pervasif dan kecemasan dan penghindaran yang dapat muncul secara bersamaan (Drenckhan
et al., 2014). Analisis tambahan menunjukkan bahwa hubungan antara gangguan panik dan
inisiasi penggunaan ganja pada masa mendatang terdapat pada kelompok dewasa tua namun
tidak pada kelompok dewasa tua. Kessler et al. (2005) menganalisis data dari the National
Comorbidity Survey Replication (NCS-R), sebuah survei di Amerika Serikat yang
representatif secara nasional, dan melaporkan bahwa usia median dari awal kemunculan
gangguan panik adalah 24 tahun. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa paparan jangka
panjang terhadap gangguan panik pada kelompok dewasa tua dapat meningkatkan risiko
inisiasi penggunaan ganja. Terlebih penting, penelitian terhadap model gangguan kecemasan
pada hewan mengindikasikan bahwa paparan stress yang diperpanjang dapat menyebabkan
down-regulasi dari sistem cannabinoid yang kemudian dapat mempengaruhi perilaku (Hill et
al., 2005), dalam kasus ini mungkin menginisiasi penggunaan ganja.
Temuan sebelumnya menunjukkan bahwa usia pada inisiasi penggunaan ganja atau awal
kemunculan gangguan keemasan spesifik mungkin memiliki peran penting dalam
menentukan hubungan sebab-akibat yang mungkin ada diantara keduanya, data mengenai
usia pada awal penggunaan ganja secara retrospektif dilaporkan dalam penelitian ini dan
dapat diteliti lebih jauh dalam penelitian prospektif.
Beberapa kekurangan dari penelitian ini harus diperhatikan. Pertama, data mengenai
diagnosis post traumatic stress disorder (PTSD/ gangguan stres pasca trauma) hanya tersedia
pada gelombang 2 dari sampel NESARC, sehingga hubungan longitudinal antara
penggunaan ganja dan PTSD tidak dapat diteliti, meskipun bukti menunjukkan bahwa
keduanya berhubungan (Walsh et al., 2014). Terlebih penting, sampel laju penggunaan ganja
ditemukan lebih rendah di Amerika Utara, Eropa dan Australia (sebagai contoh lihat
SAMHSA (2014)), hal tersebut mungkin terjadi akibat perbedaan alat pengukur dan
metodologi survei (Lev-Ran et al., 2013a) serta akibat dari kerahasiaan dan anonimitas pada
sampe NESARC yang berhubungan dengan kurangnya laporan mengenai perilaku yang
secara sosial tidak dapat diterima (Grucza et al. 2007). Selain itu, tidak tersedianya data
mengenai tipe ganja yang digunakan oleh partisipan dalam sampel NESARC. Sesuai dengan
temuan sebelumnya yang menunjukkan bahwa berbagai subtipe ganja mungkin memiliki
efek yang berbeda terhadap penyakit mental (Morgan dan Curran, 2008), oleh karena itu
klasifikasi subtipe ganja yang digunakan penting untuk dilakukan.
Kekurangan lain dari penelitian ini adalah kurangnya informasi pada sampel NESARC
mengenai frekuensi penggunaan ganja pada follow-up diantara individu dengan gangguan
kecemasan pada baseline. Selain itu, akibat dari reliabilitas bernilai sedang dari AUDADIS-
IV dalam memerika gangguan kecemasan yang telah dilaporkan sebelumnya, hasil penelitian
ini harus dipertimbangkan secara lebih teliti. Harus diketahui bahwa metode pemeriksaan
alternatif, seperti Munich Composite International Diagnostic Interview (M-CID), telah
menunjukkan reliabilitas test-retest yang lebih baik dalam memeriksa sebagian besar
gangguan kecemasan (Wittchen et al., 1998). Selanjutnya, meskipun berbagai langkah telah
dilakukan untuk mengendalikan variabel perancu yang mungkin ada, termasuk kriteria
eksklusi dan kontrol statistik yang ketat pada variabel sosiodemografis dan klinis gelombang
1, faktor tambahan lainnya masih dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Selain itu,
insidensi penggunaan ganja dan gangguan kecemasan pada follow-up yang relatif rendah
menunjukkan bahwa usia remaja, yang tidak diteliti dalam peneltiian ini, mungkin
merupakan fase insidensi inti. Karena usia pada awal penggunaan ganja dan gangguan
kecemasan dilaporkan secara retrospektif dan tidak sepenuhnya dicatat dalam seluruh
analisis, interpretasi hasil penelitian harus dilakukan dengan hati-hati dan harus dijadikan
fokus penelitian prospektif selanjutnya. Kekurangan tambahan lainnya adalah ukuran sampel.
Model 3 dan 4 memasukkan 3 faktor perancu, yang mungkin membatasi kekuatan statistik
untuk mendeteksi efek dalam skala kecil atau sedang dari sampel yang relatif kecil seperti
yang ditemukan pada individu yang lebih sering menggunakan ganja. Terakhir, sampel tidak
menyertakan individu berusia dibawah 18 tahun dan yang sedang berada dalam lingkungan
institusi sehingga hasil dari penelitian ini harus digeneralisasikan secara hati-hati. Karena laju
penggunaan zat dan efek psikiatri terkait zat yang tinggi telah dilaporkan pada populasi
tersebut, (Lev-Ran et al., 2012), faktor populasi tersebut mungkin akan mempengaruhi hasil
yang ada. Kekurangan lainnya terkait sampel NESARC yang juga mempengaruhi penelitian
ini telah dijelaskan dalam publikasi lainnya (Degenhardt et al., 2007).
Dengan meningkatkanya laju prevalensi dalam beberapa tahun terakhir dan kontroversi
mengenai status legal dari ganja yang semakin hangat diperbincangkan, penggunaan ganja
secara luas masih diperdebatkan dalam lingkungan akademis, legislatif dan secara populer.
Berkaitan dengan perdebatan yang ada, efek jangka panjang dari penggunaan ganja harus
diteliti dengan hati-hati. Pengetahuan mengenai topik ini merupakan pengetahuan
akumulatif, dan penelitian ini menambah pengetahuan mengenai penggunaan ganja dan
gangguan kecemasan. Temuan kami menunjukkan bahwa meskipun dengan temuan yang
berulang mengenai hubungan potong-lintang antara penggunaan ganja dan gangguan
kecemasan, hubungan longitudinal antara keduanya ditemukan tidak sekuat pada potong-
lintang, sehingga menunjukkan bahwa hubungan yang ada mungkin dimediasi oleh faktor
lainnya. Investigasi lanjutan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan ganja dan
kecemasan sosial serta hubungan sebaliknya antara gangguan panik dan inisiasi penggunaan
ganja di masa mendatang perlu dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai