Satuan Acara Penyuluhan Tetanus
Satuan Acara Penyuluhan Tetanus
Oleh :
1. Stikes banyuwangi (kelompok 1)
2. Stikws banyuwangi (prof. ners )
3. Universitas brawijaya
4. Hasyawati Akper Genggo
5. Adh Kediri
PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT
MALANG
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik : Tetanus
Sasaran : Keluarga Klien di Ruang Teratai
Tempat : Ruang 13 RSU dr. Saiful Anwar Malang
Hari – Tanggal : kamis, 21 April 2016
III. SASARAN
Keluarga pasien yang berada di ruang Teratai
IV. MATERI
1. Definisi
2. Penyebab
3. Tanda dan Gejala
4. Komplikasi
5. Penatalaksanaan
V. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi / Tanya Jawab
VI. MEDIA
1. LCD proyektor
2. Leaflet
2. 15 Pelaksanaan :
Menit 1. Menjelaskan tentang pengertian TetanusØ Mendengarkan
2. Menjelaskan tentang penyebab
3. Menjelaskan tanda dan gejala,
Ø Mendengarkan
penanganan, penatalaksanaan, komplikasi
Ø Mendengarkan
4. Memberikan kesempatan kepada peserta
untuk bertanya
Ø Mengajukan
pertanyaan
3 10 Evaluasi :
Menit 1. Menanyakan kepada peserta tentang
Ø Menjawab
materi yang telah diberikan dan Pertanyaan
reinforcement peserta kepada peserta
yang dapat menjawab
2. Menyakan kembali apakah ada peserta
Ø Menjawab
yang kurang jelas mengenai isi Pertanyaan
penyuluhan
4 3 Terminasi :
Menit 1. Mengucapkan terima kasih atas peran
Ø Mendengarkan
sertanya
2. Mengucapkan salam penutup Ø Menjawab salam
VIII. EVALUASI
1. Evaluasi struktur
1. Peserta hadir di tempat penyuluhan
2. Penyelenggaraan penyuluhan diruang Teratai RS. Paru Batu – Malang .
3. Pengorganisasian penyelenggaraan dilakukan setelah peserta penyuluhan
diseleksi.
2. Evalusai proses
1. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
2. Peserta mengikuti jalannya penyuluhan sampai selesai
3. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
3. Evaluasi Hasil
1. Keluarga mengetahui tentang Definisi Tetanus
2. Keluarga mengetahui tentang penyebab Tetanus
3. Keluarga dapat mengetahui tentang tanda dan gejala Tetanus
4. Keluarga mengerti dan mengetahui komplikasi Tetanus
Keluarga mengetahui penatalaksanaan Tetanus
MATERI PENYULUHAN
TETANUS
I. Latar Belakang
Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan,dimana masih terjadi di
masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Tetanus merupakan
penyakit yang akut dan seringkali fatal, penyakit ini disebabkan oleh eksotoksin
yuang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Kata tetanus berasal dari bahasa
Yunani tetanos, yang diambil dari kata teinein yang berarti teregang. Tetanus
dikarakteristikan dengan kekakuan umum dan kejang kompulsif pada otot-otot
rangka. Kekakuan otot biasanya dimulai pada rahang ( lockjaw ) dan leher dan
kemudian menjadi umum. Penyakit ini merupakan penyakit yang serius namun
dapat dicegah kejadiannya pada manusia.
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah.
Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak
sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora
kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.
II. TETANUS
A. Definisi
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran.
Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat
toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.
B. Etiologi
Bakteri an-aerob Clostridium tetani. Spora dari Clostridium tetani dapat hidup
selama bertahun-tahun di dalam tanah dan kotoran hewan. Jika bakteri tetanus
masuk ke dalam tubuh manusia, bisa terjadi infeksi baik pada luka yang dalam
maupun luka yang dangkal. Setelah proses persalinan, bisa terjadi infeksi pada
rahim ibu dan pusar bayi yang baru lahir (tetanus neonatorum). Yang
menyebabkan timbulnya gejala-gejala infeksi adalah racun yang dihasilkan oleh
bakteri, bukan bakterinya.)
C. Manifestasi Klinis
a. Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah terinfeksi, tetapi
bisa juga timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi.Gejala yang
paling sering ditemukan adalah kekakuan rahang.
b. Gejala lainnya berupa gelisah, gangguan menelan, sakit kepala, demam, nyeri
tenggorokan, menggigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai.
c. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam membuka rahangnya (trismus).
d. Kejang pada otot-otot wajah menyebabkan ekspresi penderita seperti
menyeringai dengan kedua alis yang terangkat.
e. Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung bisa menyebabkan
kepala dan tumit penderita tertarik ke belakang sedangkan badannya
melengkung ke depan.
f. Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan sembelit dan
tertahannya air kemih.
g. Gangguan-gangguan yang ringan, seperti suara berisik, aliran angin atau
goncangan, bisa memicu kekejangan otot yang disertai nyeri dan keringat
yang berlebihan.
Selama kejang seluruh tubuh terjadi, penderita tidak dapat berbicara karena
otot dadanya kaku atau terjadi kejang tenggorokan. Hal tersebut juga
menyebabkan gangguan pernafasan sehingga terjadi kekurangan oksigen.Biasanya
tidak terjadi demam.
Laju pernafaan dan denyut jantung serta refleks-refleks biasanya
meningkat.Tetanus juga bisa terbatas pada sekelompok otot di sekitar luka. Kejang
di sekitar luka ini bisa menetap selama beberapa minggu.
D. Komplikasi
a. Kematian (sudden cardiac death)
b. Kasus fatal sering terjadi terutamanya pada pasien yang berusia lebih dari 60
tahun (18%) dan pasien yang tidak mendapat vaksinasi (22%). Kematian
sering diakibatkan oleh adanya produksi katekolamin yang berlebihan dan
adanya efek langsung tetanospasmin atau tetanolisin pada miokardium.
c. Obstruksi jalan napas
d. Pasien tetanus sering merasa nyeri hebat waktu mengalami kejang (spasme)
hingga terjadinya laringospasme (spasme pita suara) hingga menyebabkan
obstruksi dan gangguan pada jalan napas.
e. Fraktur
f. Fraktur pada tulang vertebra atau tulang panjang bisa terjadi karena kontraksi
yang berlebih atau kejang yang kuat.
g. Hiperaktifitas sistem saraf otonomik
h. Efek samping yang terjadi pada keadaan ini adalah dengan meningkatnya
tekanan darah (hipertensi) dan denyut jantung yang tidak normal.
i. Infeksi nosokomial
j. Infeksi nosokomial sering terjadi karena perawatan di rumah sakit yang lama.
k. Infeksi sekunder
l. Infeksi sekunder dapat berupa sepsis akibat pemasangan kateter, hospital-
acquired pneumonias dan ulkus dekubitus.
E. Penatalaksanaan Medis
Prinsip :
a. Mengeliminasi bakteri dalam tubuh untuk mencegah pengeluaran
tetanospasmin lebih lanjut
b. Menetralisir tetanospasmin yang beredar bebas dalam sirkulasi (belum terikat
dengan sistemsaraf pusat)
c. Meminimalisasi gejala yang timbul akibat ikatan tetanospasmin dengan sistem
saraf pusat
d. Terapi umum :
a. Semua pasien disarankan untuk menjalani perawatan di ruang ICU
yang tenang supaya bisa dimonitor terus-menerus fungsi vitalnya.
Pasien dengan tetanus tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang
khusus dengan peralatan intensif yang memadai serta perawat yang
terlatih untuk memantau fungsi vital dan mengenali tanda aritmia.
Hendaknya pasien berada di ruangan yang tenang dengan maksud
untuk meminimalisasi stimulus yang dapat memicu terjadinya spasme.
b. Berikan cairan infus D5 untuk mencegah dehidrasi dan hipoglikemi
c. Debridement luka. Semua luka harus dibersihkan. Jaringan nekrotik
dan benda-benda asing harus dikeluarkan. Semua luka yang
berpotensial harus didebridement, abses harus diinsisi dan didrainase.
Selama dilakukannya manipulasi terhadap luka yang diduga menjadi
sumber inkubasi tetanus ini, harus diberikan hTIG dan terapi
antibiotika. Juga penting diberikan obat-obatan pengontrol spasme otot
selama manipulasi luka.
e. Terapi khusus :
a) Human Tetanus Imunoglobulin (hTIG 3000-6000 IU i.m) : untuk
menetralisir tetanospasmin bebas. Antitoksin ini tidak mempuny6ai efek
pada toksin yang telah terikat pada jaringan saraf pada susunan saraf
pusat ataupun sistem otonom. Toksin bebas mungkin terdapat pada
sekeliling luka tempat pertumbuhan C. tetani. Diberikan secepat mungkin
setelah diagnosis klinis tetanus ditegakkan. Dosis efektif yang
direkomendasikan adalah 3000-10.000 IT iv/im, dengan kadar puncak
dalam darah dicapai dalam 48-72 jam. Sebagai pengobatan secara aktif
1500-3000 IU diinfiltrasikan pada sekeliling luka. Di Indonesia
umumnya masih memakai Anti Tetanus Serum, termasuk juga di RSHS.
1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
DAFTAR PUSTAKA
Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, Parry CM. 2009.
Tetamus. J Neurol, Neurosurg, and Psychia 69 (3): 292–301
Madigan MT, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms 11th ed. New
Jersey : Pearson Education.Hal. 233-245
(en) Schiavo G, Benfenati F, Poulain B, Rossetto O, Polverino DLP, DasGupta BR,
Montecucco C. 1992. Tetanus and botulinum-B neurotoxins block neurotransmitter
release by proteolytic cleavage of synaptobrevin. Nature 359 (6398): 832–5.
LEMBAR PENGESAHAN
Telah Disahkan
Pada Tanggal : ………………….
Mengetahui :
(………………………) (………………………..)
Kepala Ruangan
(……………………………)