LP Halusinasi
LP Halusinasi
Disusun Oleh :
Massari Bunda Farida
SN.171112
Disusun Oleh:
SN171112
A. MASALAH UTAMA
Halusinasi
Adaptif Maladaptif
1) Pendengaran
a. Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua
orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
b. Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau
mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa
adanya rangsang apapun (Maramis, 2005).
c. Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar
dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga
klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
2) Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3) Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-
bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke,
tumor, kejang, atau dimensia.
4) Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5) Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6) Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan
makan atau pembentukan urine.
7) Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2. Data Obyektif
a. Bicar, senyum dan tertawa sendiri
b. Pembicaraan kacau dan kadang tidak masuk akal
c. Tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata
d. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
e. Disorientasi
f. Perasaan curiga
g. Takut
h. Gelisah
i. Bingung
j. Ekspresi wajah tegang
k. Mudah tersinggung
l. Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri
m. Kurang bisa mengontrol diri
n. Menunjukkan perilaku merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan).
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi
adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
2. PSIKOPATOLOGI
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan
lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak
dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari
luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke
alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita
jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam
unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan
yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian
dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar
dalam bentuk stimulus eksterna.
Halusinasi merupakan salah satu mal adaptif individu berada dalam rentang
respon neurobiology. Jadi merupakan persepsi paling adaptif jika klien sehat,
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera. Klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus itu tidak ada, di antara kedua respon
tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan
persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut
sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap
stimulus pancaindera tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
E. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori halusinasi (lihat, dengar, raba, kecap, bau) b/d
halusinasi
2. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain
3. Isolasi sosial : menarik diri
4. Gangguan persepsi sensori (visual dan audotory) b/d halusinasi
5. Hambatan interaksi sosial b/d perubahan proses fikir.
6. Harga diri rendah kronik b/d ketidakefektifan adaptasi terhadap kehilangan,
peristiwa traumatik.
7. Defisit perawatan diri b/d penurunan motivasi
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh
atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap
perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di
beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya
jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu
mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang
sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya
suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan
menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain
agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
Azizah, F. N., dkk. (2012) Buku Panduan Praktikum Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
PSIK STIKES A. YANI YOGYAKARTA dengan PGTKI Press.
CMHN. (2006). Modul Pelatihan Asuhan Keperawatan Jiwa Masyarakat. Jakarta:
Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes-RI.
Fitria,N. (2012). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dn
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Heater, T. (2012). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Isaac, Ann. (2004). Panduan Belajar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri.
Jakarta
Keliat, budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC : Jakarta.
Kusumawati, F & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.
Maslim, R. (2003). Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa. Jakarta: PT Nuh Jaya
Nurjanah, Intansari, 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Mocomedia : Yogyakarta
Stuart, G.W & Sunddeen, S.J. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
STRATEGI PELAKSANAAN :
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI
A. Kondisi Klien
Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar
C. Tujuan
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
1. SP I :
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
yang dialami pasien beserta proses terjadinya
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
2. SP II :
a. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan halusinasi
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
halusinasi
3. SP III :
a. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum
obat (discharge planning)
b. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara
mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama: menghardik halusinasi
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan yang akan merawat bapak.
Nama Saya jechson, biasa dipanggil jechson. Nama bapak siapa?Bapak Senang
dipanggil apa?”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama ini bapak
dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa
lama? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-
suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara
itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik atau membentak suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke
empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik membentak”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi
saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu, …
bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak sudah bisa”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan bapak setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara itu
muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya.
Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan latihan menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi
untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua? Jam
berapa pak?Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana
tempatnya”
Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-suaranya
masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?Berkurangkan suara-
suaranya, Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?
Kerja:
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara yang
bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau
bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan
secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari
lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal?
Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 08.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai
besok ya. Selamat pagi”
Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak
sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut).
Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak lakukan untuk mencegah
suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai
malam ada kegiatan.
Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga
untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang telah kita
latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal
kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai jadwal ya!(Saudara dapat melatih
aktivitas yang lain pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari
pagi sampai malam) Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas
cara minum obat yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
12.00 ?Di ruang makan ya! Sampai jumpa.”
Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang bapak dengar
dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa macam obat yang bapak
minum ? (Perawat menyiapkan obatpasien) Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari
jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara.
Ini yang putih (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku.
Sedangkan yang merah jambu (HP)3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran
biar tenang. Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti
konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh dan sulit
untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak bisa minta ke
dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga harus teliti saat menggunakan obat-
obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak harus memastikan bahwa itu obat
yang benar-benar punya bapak Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca
nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar.
Yaitu diminum sesudah makan dan tepat jamnya bapak juga harus perhatikan berapa
jumlah obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Sudah berapa
cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba sebutkan! Bagus! (jika
jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan
bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau
di rumah. Nah makanan sudah datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat
4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau
jam 10.00. sampai jumpa.”