Anda di halaman 1dari 3

BAB II

LANDASAN TEORI

Udara disusun oleh komponen - komponen gas utama, seperti Nitrogen, Oksigen,
Karbonmonoksida, karbondioksida, dan beberapa jenis gas mulia serta jenis gas hasil
kegiatan biologik dan kegiatan alami gunung berapi. Jadi, udara tidak pernah dalam keadaan
murni. Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara, baik gas yang berasal
dari sumber alami atau dari kegiatan manusia (Tjandra Setiadi, 2003).

Menurut Mukono, 1997 yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah


bertambahnya bahan atau substrat fisik atau substrat kimia ke dalam lingkungan udara yang
normal yang mencapai jumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi serta dapat memberikan efek
pada manusia, hewan, vegetasi dan material (Mukono,1997)

Gas beracun terpenting dalam higiene perusahaan dan kesehatan kerja adalah sulfur
dioksida, asam sianida, asam sulfida, karbon monoksida, serta derivat - derivatnya. Selain itu,
gas seperti ozon dan karbondioksida terkadang juga dapat menyebabkan keracunan. Selain
itu, terdapat aneka gas beracun yang khas untuk suatu proses produksi tertentu sehingga
terhadapnya dituntuk kewaspadaan tinggi.

Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida


sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida sebagai hasil
pembakaran sempurna. Kedua senyawa tersebut merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak
berasa, dan pada suhu udara normal tidak berwarna.

Karbon monoksida (CO) adalah gas hasil pembakaran yang bersifat racun bagi darah
manusia pada saat pernafasan, sebagai akibatnya berkurangnya oksigen pada jaringan darah.
Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya
adalah dari kegiatan manusia. Karbon monoksida yang berasal dari alam termasuk lautan,
oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO
buatan antara lain mesin atau kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar
bensim. Gas ini terbentuk akibat adanya suatu pembakaran yang tidak sempurna. Gas
monoksida mempunyai ciri tidak berbau, tidak terasa, serta tidak berwarna. Di dalam semua
polutan udara maka CO adalah pencemar yang paling utama.
Emisi karbon dioksida adalah pemancaran atau pelepasan gas karbon dioksida
(CO2) ke udara. Emisi CO2 biasanya dinyatakan dalam setara ton karbon dioksida.
Karbon dioksida berasal dari pembakaran sempurna hidrokarbon di dalamnya
termasuk minyak bumi dan gas alam. Kenaikan kadar CO2 di udara telah mengakibatkan
peningkatan suhu di permukaan bumi. Pada kendaraan bermotor, konsentrasi CO2 yang
semakin tinggi maka akan semakin baik, hal ini menunjukkan secara langsung status
pembakaran di ruang bakar mesin kendaraan. Tetapi pada keadaan tertentu konsentrasi
CO2 yang tinggi berbanding terbalik dengan keadaan iklim di luar sana, karena CO 2
merupakan sumber emisi terbesar gas rumah kaca (Firman. 2012). Fenomena inilah
yang disebut efek rumah kaca (green house effect).

Menurut Eugene dan Bruce (2003), keracunan gas karbon monoksida (CO) dapat
menyebabkan turunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin
dan penggunaan oksigen di tingkat seluler. CO dapat berikatan dengan haemoglobin, pigmen
sel darah merah yang mengakut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan
pembentukan karbok sihaemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan
oksihaemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya
kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh.
Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan
keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat
terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO sangat
berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi
darah periferal yang parah.

Gas CO2 sebenarnya tidak beracun bagi organisme perairan, namun pada
konsentrasi tertentu dapat mengganggu sistem pernafasan pada manusia dan hewan yang dapat
mengakibatkan mati lemas karena kekurangan oksigen (Susana, 1988).

Kendaraan bermotor memberi andil yang besar dalam peningkatan kadar CO


dan CO2 di udara. Tempat yang biasanya dipenuhi oleh kendaraan bermotor ialah tempat
parkir. Selain bahaya yang ditimbulkan oleh gas-gas tersebut, kondisi tempat parkir juga harus
diperhatikan, khususnya tempat parkir indoor. Tempat parkir dengan sarana ventilasi yang
minim dapat memperburuk kondisi dalam ruang tersebut karena gas-gas berbahaya seperti CO
dan CO2 tidak dapat tergantikan oleh udara bersih tanpa pertukaran udara yang
optimal. Selain itu dampak dan pengaruh yang ditimbulkan pada lingkungan akan berbeda-
beda tergantung dari faktor yang mempengaruhi.

Kadar gas-gas polutan seperti CO dan CO2 mencemari ruang parkir dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain: jumlah kendaraan bermotor yang parkir dan jumlah sarana
ventilasi yang kurang memadai. Ketika kepadatan atau jumlah kendaraan yang parkir dalam
ruang tersebut sedikit, maka ruang tersebut tidak terlalu terasa pengap dan kadar gas-
gas berbahaya pun sedikit. Sebaliknya, apabila kepadatan dari kendaraan dalam ruang
tersebut tinggi, maka ruang tersebut akan terasa pengap dan kadar gas-gas berbahaya akan
meningkat. Selanjutnya apabila jumlah sarana ventilasi yang memadai kurang, maka
proses pertukaran tidak bisa berjalan dengan baik yang menyebabkan ruangan penuh dengan
gas-gas berbahaya. Sebaliknya apabila jumlah sarana ventilasi yang memadai mencukupi,
maka udara berpolusi dapat tertukarkan dengan udara bersih.

Menurut Permenaker No.5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan kesehatan


Lingkungan Kerja, NAB atau nilai ambang batas dari karbondioksia adalah 5000 ppm dan PSD
atau pajanan singkat yang diperkenankannya adalah 30000 ppm. Sedangkan untuk karbon
monoksida memiliki nilai ambang batas 25 ppm.

Khuneira, Fildza dan I Gede A.J. 2017. Laporan Praktikum Laboratorium Lingkungan 2
Karbon Monoksida. Universitas Trisakti.
Nebath, E., Pang, D. and Wuwung, J.O., 2014. Rancang Bangun Alat Pengukur Gas Berbahaya
CO Dan CO2 di Lingkungan Industri. Jurnal Teknik Elektro dan Komputer, 3(4), pp.65-72.
Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan
Kerja

Anda mungkin juga menyukai