LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II Kek
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II Kek
I. Maksud Percobaan
Mempelajari perbedaaan kekuatan ligan antara ligan amonia dan air
Teori medan kristal yang dikemukakan oleh beberapa ahli fisika pada
tahun 1930 baru berkembang dan diterapkan dalam bidang kimia sekitar
tahun 1950. Teori ini dikembangkan karena teori ikatan valensi yang
dikemukakan oleh Linus Pauling tidak dapat menjelaskan berbagai sifat ion
kompleks, misalnya (Syarifuddin, 1994) :
1. Warna senyawa kompleks/ ion kompleks.
2. Adanya ion seperti Ni2+, Td2+, Au3+ yang dapat membentuk ion
kompleks planar
segiempat dan juga membentuk ion kompleks tetrahedral.
3. Terjadinya spektra elektronik.
4. Pengecualiaan yang ditemukan pada ion [Cu(NH3)4]2+ yang mempunyai
Menurut teori medan kristal atau crystal field theory (CFT), ikatan
antara atom pusat dan ligan dalam kompleks berupa ikatan ion, hingga gaya-
gaya yang ada hanya berupa gaya elektrostatik. Ion kompleks tersususn dari
ion pusat yang dikelilingi oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul yang
mempunyai momen dipol permanen (Sukardjo, 1992).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa
dalam pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam
(atom pusat) dengan ligan. Jika ada empat ligan yang berasal dari arah yang
berbeda, berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan
akan mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan
orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami
peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya kan terpecah (splitting)
menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1).
Dua sub orbital (dx2 – dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat
energi yang lebih tinggi, dan 2). Tiga sub orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang
disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan
tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan
terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala, 2010).
B. Kompleks Cu (II)
1. Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan serta
membersihkannya terlebih dahulu sebelum dipakai
2. Menimbang kristal Cu2+ 0,63 gr
3. Membuat larutan induk dengan melarutkan kristal dalam 25 ml aquades
4. Membuat larutan kompleks I [Cu(H2O)4]2+ dengan mengambil 1 ml laruatn
induk Ni dan melarutkannya dalam labu ukur 10 ml dengan aquades.
5. Membuat larutan kompleks II [Cu(NH3)4]2+ dengan mengambil 10 ml
laruatn induk Ni lalu menambahkan 2 ml NH4OH.
6. Mengamati absorbansi larutan kompleks I dan II dengan spektrofotometer
UV-VIS single beam.
Membandingkan hasil pengukuran dengan literatur dan antara kompleks I
dan II.
V. Hasil Pengamatan
VI. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari perbedaan kekuatan ligan
antara amonia dan air. Sebagai ion pusat pada percobaan ini digunakan Ni (II)
dan Cu (II), karena kedua atom tersebut termasuk atom golongan transisi yang
memiliki orbital d yang tidak terisi penuh, sehingga mampu membentuk
senyawa kompleks dengan mengikat ligan. Ligan yang mempunyai pasangan
elektron bebas (PEB) akan mengisi kekosongan orbital d pada logam transisi
dan terbrntuk ikatan antara ligan dengan ion pusat dari golongan transisi
tersebut. Ikatan yang terbentuk antara logam transisi dengan ligan merupakan
ikatan kovalen koordinasi, dimana terjadi pemakaian pasangan elektron
bersama-sama untuk menjadi stabil. Amonia (NH 3) dan air (H2O) sebagai ligan
yang digunakan dalam percobaan ini akan dibandingkan kekuatannya atau
daya ikatnya terhadap ion pusat.
Untuk mengatahui kekuatan ligan dilakukan dengan analisa terhadap
panjang gelombang serapan suatu kompleks yang terbentuk antara ion pusat
dan ligan. Hal ini sesuai prinsip teori jorgenson yang menyatakan besarnya
energi / kekuatan dipengaruhi panjang gelombang serapannya. Dan untuk
mengetahui panjang gelombang kompleks yang terbentuk menggunakan alat
spektrofotometer UV-VIS. Prinsip dari spektrofotometer UV-VIS adalah
interaksi antar energi berupa sinar yang dihasilkan oleh lampu dengan materi
berupa atom-atom dari senyawa kompleks yang diuji. Dimana sejumlah energi
dari sinar akan diserap oleh atom pada panjang gelombang tertentu sehingga
didapat nilai absorbansi maksimum. Spektrofotometer UV-VIS ini digunakan
untuk analisa kualitataif terhadap panjang gelombang serapan maksimum dari
kompleks.
Kompleks yang akan diuji adalah kompleks dari Ni (II) dan Cu (II).
Digunakan 2 atom tersebut karena termasuk golongan transisi dan mempunyai
orbital d yang tidak terisi penuh. Oleh karena itu diharapkan dapat terbentuk
kompleks dari ikatan yang terbentuk antara ion logam tersebut dengan ligan
yang ditambahkan.
Kompleks Ni (II) dibuat dengan melarutkan kristal Ni(NO3) yang akan
terurai menjadi ion Ni2+ lalu berikatan dengan ligan yang ditambahkan. Hal ini
dapat terjadi karena Ni bernomor 28 dan punya orbital d yang tidak terisi
penuh. Kompleks I dibuat dengan mencampur larutan induk Ni dengan
aquades sehingga terbentuk kompleks [Ni(H2O)6]2+. Lalu untuk membentuk
kompleks [Ni(NH3)6]2+ dengan mengambil larutan induk 10 ml dan
ditambahkan 2 ml NH4OH dan 7 ml aquades. Reaksi yang terjadi adalah :
Ni2+ + 6 H2O [Ni(H2O)6]2+
2+
Ni + 6 NH3 [Ni(NH3)6]2+
Ni2+
3d8 4s0 4p 4d
Cu2+ =
3d9 4s0 4p 4d
Ligan H2O/NH3
Selanjutnya kompleks yang terbentuk di uji dengan spektrofotometer
UV-VIS dan didapat hasil panjang gelombang pada serapan maksimum. Data
tersebut digunakan untuk menentukan besarnya kekuatan ligan dengan rumus
energi dan didapatkan hasil:
VII. Kesimpulan
1. Ligan NH3 memiliki kekuatan medan ligan yang lebih besar dibadingkan
H2O.
2. Semakin besar kekuatan suatu ligan akan menyebabkan pergeseran panjang
gelombang pada absorbansi maksimum ke arah yang lebih pendek, dan
begitupun sebaliknya.
Perhitungan :
E=hc/λ
Kompleks [Ni(NH3)6]2+
Menurut jorgenson : λ 1 = 1180 nm
λ 2 = 746 nm
λ 3 = 395 nm
1. E1 = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 1180 x 10-9 = 1,68 x 10-19
2. E2 = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 746 x 10-9 = 2,664 x 10-19
3. E3 = h c / λ = 6,626 x 10-34 x 3 x 108 / 395 x 10-9 = 5,032 x 10-19