Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

TINEA KAPITIS

Presentan:

Gladys Olivia 1840312288


Ferlina Fitrah 1940312078

Preseptor:

dr, Rina Gustia, Sp.KK, FINSDV, FAADV

dr. Tutty Ariani, Sp. DV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2019
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Tinea adalah infeksi jamur superfisial disebabkan oleh dermatofita
yang memiliki kemampuan untuk melekat pada keratin dan
menggunakannya sebagai sumber nutrisi, dengan menyerang jaringan
berkeratin, seperti stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku. 1
1.2 Etiologi
Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan tinea.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita
termasuk kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam 3 genus, yaitu
Microsporum, Trichophyton, dan Epidemophyton. Hingga kini dkenal
sekiar 41 spesies dermatofita, masing-masing 2 spesies Epidermophyton,
17 species Microsporum dan 21 spesies Trichophyton. Saat ini, juga telah
ditemukan bentuk sempurna (perfect stage) pada spesies dermatofita
tersebut. Adanya bentuk sempurna yang terbentuk oleh dua koloni yang
berlainan “jenis kelaminnya” ini menyebabkan dermatofita dapat
dimasukkan ke dalam famili Gymnoascaceae. Dari beberapa spesies
dermatofita, misalnya genus Nannizzia dan Arthroderma masing-masing
dihubungkan dengan genus Microsporum dan Trichophyton.
Untuk kepentingan klinis dan epidemiologis, dermatofita yang
menginfeksi manusia dibagi berdasarkan tempat hidupnya, yaitu geofilik
untuk jamur yang berasal dari tanah antara lain M. Gypseum golongan
zoofilik berasal dari hewan misalnya M. Canis, antropofilik khusus untuk
jamur yang bersumber dari manusia contohnya T. Rubrum.2
1.3 Klasifikasi
Dermatofitosis disebut juga dengan istilah infeksi “tinea” yang
dikelompokkan lebih lanjut berdasarkan lokasi infeksinya, yaitu :
a. Tinea Kapitis : dermatofitosis pada kulit kepala dan rambut kepala
b. Tinea Barbe : dermatofitosis pada dagu dan jenggot
c. Tinea Kruris : dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,
bokong, dan kadang- kadang sampai perut bagian bawah
d. Tinea Pedis et Manum : dermatofitosis pada kaki dan tangan
e. Tinea Unguium : dermatofitosis pada jari tangan dan kaki
f. Tinea Korporis : dermatofitosis pada bagian lain yang tidak
termasuk bentuk 5 diatas.2
Tinea Kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang
disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan
lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia, dan kadang-kadang terjadi
gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion.2
Gambaran Klinis
Gambaan klinis tinea kapitis tergantung dari etiologinya:
1. Grey patch ringworm
Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai
dengan papul merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar
dan membentuk bercak, yang menjadi pusat dan bersisik. Keluhan
penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu – abu dan
tidak berkilat lagi. Rambut mulai patah dan terlepas dari akarnya,
sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua
rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat
terbentuk alopesia setempat. Tempat – tempat ini terlihat sebagai grey
patch. 2

Gambar 1. Gambaran Gray patch ringworm


2. Kerion
Adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa
pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel
radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum canis
dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lehih sering
dilihat. Agak kurang bila penyebabnya Tricophyton tonsurans, dan
sedikit sekali bila penyebabnya adalah Tricophyton violaceum.
Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia
yang menetap. Jaringan parut yang menonjol kadang – kadang dapat
terbentuk.2

Gambar 2. Gambaran Kerion


3. Black Dot Ringworm
Terutama disebabkan oleh Tricophyton tonsurans dan
Tricophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya
menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum.
Rambut yang terkena infeksi patah tepat pada muara folikel, dan yang
tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang
hitam didalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black
dot. Ujung rambut yang patah, kalau tumbuh kadang – kadang masuk
ke bawah permukaan kulit. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit
untuk mendapat bahan biakan jamur.2

Gambar 3. Gambaran Black dot ringworm

Pemeriksaan Penunjang
Untuk menegakkan diagnosis tinea dibutuhkan uji diagnostik untuk
mengisolasi dan mengidentifikasi jamur. Gambaran klinis tinea berupa kelainan
kulit yang berbatas tegas disertai peradangan dengan bagian tepi lebih nyata
daripada bagian tengah.
1. Pemeriksaan elemen jamur
Spesimen kerokan kulit diambil dari daerah pinggir lesi yang meninggi
atau aktif. Hasil pemeriksaan mikroskopik secara langsung dengan KOH 10-20%
didapatkan hifa (dua garis lurus sejajar transparan, bercabang dua/dikotom dan
bersepta) dengan atau tanpa artrospora (deretan spora di ujung hifa) yang khas
pada infeksi dermatofita. Pemeriksaan mikroskopik langsung untuk
mengidentifikasi struktur jamur merupakan teknik yang cepat, sederhana,
terjangkau, dan telah digunakan secara luas sebagai teknik skrining awal. Teknik
ini hanya memiliki sensitivitas hingga 40% dan spesifisitas hingga 70%. Hasil
negatif palsu dapat terjadi hingga pada l5% kasus, bahkan bila secara klinis sangat
khas untuk dermatofitosis.3
2. Pemeriksaan Wood's lamp
Pemeriksaan dengan lampu Wood’s akan memberikan fluoresensi pada
tinea kapitis yaitu berwarna hijau kekuningan.4
3. Pemeriksaan kultur
Kultur jamur merupakan metode diagnostik yang lebih spesifik namun
membutuhkan waktu yang lebih lama dan memiliki sensitivitas yang rendah,
harga yang lebih mahal Pemeriksaan kultur tidak rutin dilakukan pada diagnosis
dermatofitosis. Biasanya digunakan hanya pada kasus yang berat dan tidak
berespon pada pengobatan sistemik. Kultur dilakukan untuk mengetahui golongan
ataupun spesies dari jamur penyebab tinea kapitis. Kultur perlu dilakukan untuk
menentukan spesiesnya karena semua spesies dermatofita tampak identik pada
sediaan langsung. Media biakan yang digunakan adalah agar dekstrosa
Sabourraud yang ditambah antibiotik, contohnya kloramfenikol, dan
sikloheksimid untuk menekan pertumbuhan jamur kontaminan/ saprofit
(contohnya jamur non-Candida albicans, Cryptococcus, Prototheca sp.,
P.werneckii, Scytalidium sp., Ochroconis gallopava), disimpan pada suhu kamar
25-30oC selama tujuh hari, maksimal selama empat pekan dan dibuang jika tidak
ada pertumbuhan. Untuk menentukan spesies penyebab dilakukan identifikasi
makroskopis dan mikroskopis. Secara makroskopis, tampak gambaran gross
koloni dengan tekstur, topografi dan pigmentasinya, sedangkan identifikasi
mikroskopi dibuat preparat dengan penambahan lactophenol cotton blue (LPCB)
dan diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 40 x. Gambaran
mikroskopis yang harus diperhatikan adalah morfologi hifa, pigmentasi dinding
sel jamur, dan karakteristik sporulasi (makronidia dan mikronidia).3
Diagnosa Banding
Bergantung variasi gambaran klinis, tinea kapitis kadang sulit dibedakan
dengan beberapa kelainan kulit yang lainnya seperti dermatitis seboroik dan
psoriasis. Untuk alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus
dengan lesi kulit yang tidak jelas penyebabnya.5
Dermatitis seboroik terlihat pada tempat predileksi yang mirip dengan
tinea kapitis yaitu, kulit kepala. Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain
dapat menyerupai tinea kapitis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat
predileksi, misalnya dikulit kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang telinga,
daerah nasolabial dan sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari
tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung.
Kulit kepala berambut juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan
lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis.
Tatalaksana
Penatalaksanaan tinea dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana umum dan
khusus. Tatalaksana khusus tinea juga dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana
topikal dan sistemik.
1. Tatalaksana Umum
Secara umum, tatalaksana tinea berupa edukasi untuk mencegah infeksi
berulang. Daerah yang terinfeksi dijaga agar tetap kering dan terhindar dari
sumber infeksi serta mencegah pemakaian peralatan mandi bersama. Pengurangan
keringat dan penguapan, seperti penggunaan pakaian yang menyerap keringat dan
longgar juga penting dalam pencegahan. Pencucian rutin pakaian, sprei, handuk
yang terkontaminasi dan penurunan berat badan pada seorang dengan obesitas
juga dapat dilakukan.6
2. Tatalaksana Khusus
Untuk lesi yang ringan dan tidak luas cukup diberikan terapi topikal saja.
Terapi sistemik diberikan untuk lesi yang lebih luas dan meradang, sering kambuh
dan tidak sembuh dengan obat topikal yang sudah adekuat.3
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : AP
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Alamat : Ampang pulai tarusan, Pesisir Selatan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Nama Ibu Kandung : Ny. R
Suku : Minang
Negeri Asal : Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 2 Desember 2019

II. ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki, berusia 4 tahun datang ke Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 2 Desember 2019,
dengan :
a. Keluhan Utama
Bercak putih disertai sisik putih halus di kepala sejak 1 bulan yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Awalnya 1 bulan yang lalu, bercak putih disertai sisik putih muncul
di kepala bagian belakang, lalu lama-kelamaan muncul di bagian
kepala yang lain.
- Bercak putih diserati sisik putih halus tersebut ditemukan semakin
meningkat lebih kurang 1 minggu ini.
- Pasien merasakan gatal
- Riwayat memelihara hewan berbulu rontok tidak ada.
- Riwayat sering main dengan tanah ada.
- Teman sepermainan ada yang memiliki bercak putih di kepala.
- Pasien mandi dua kali sehari.
- Riwayat penggunaan handuk bersama ada, pasien menggunakan
handuk ibunya.
c. Riwayat Pengobatan
- Pasien diobati dengan salep Pi Kang Shuang namun keluhan tidak
berkurang.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga/Riwayat Atopi/Alergi
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.
- Bersin pagi hari (-), asma (-), mata merah, gatal dan berair (-), alergi
makanan (-), alergi obat (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanan Darah : Dalam batas normal
Nadi : Dalam batas normal
Nafas : Dalam batas normal
Suhu : Afebris
Berat Badan : 13 Kg
Tinggi Badan : 155 cm
IMT : 20,5 kg/m2
Status Gizi : Normoweight
Pemeriksaan torak : Dalam batas normal
Pemeriksaan abdomen : Dalam batas normal
Pemeriksaan ekstremitas : Tidak ada kelainan
Status Dermatologikus
Lokasi : Kepala bagian atas, samping kiri, samping kanan,
belakang.
Distribusi : Terlokalisir
Bentuk : Bulat
Susunan : Anular
Batas : Tegas
Ukuran : Numular-plakat
Efloresensi : Plak/Bercak keputihan dengan skuama halus
Status Venerologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan
IV. RESUME
Seorang pasien laki-laki, berusia 4 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan
Kelamin RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 2 Desember 2019, dengan
keluhan timbul bercak putih disertai sisik putih halus di kepala sejak 1 bulan yang
lalu.
Awalnya 1 bulan yang lalu, bercak putih disertai sisik putih muncul di
kepala bagian belakang sebesar, lalu lama-kelamaan muncul di bagian kepala
yang lain. Bercak putih diserati sisik putih halus tersebut ditemukan semakin
meningkat lebih kurang 1 minggu ini. Pasien merasakan gatal, Pasien tidak
memiliki riwayat memelihara hewan berbulu rontok. Pasien sering main dengan
tanah. Teman sepermainan ada yang memiliki bercak putih di kepala. Pasien
mandi dua kali sehari. Pasien memiliki riwayat penggunaan handuk bersama
dengan ibunya. Pasien diobati dengan salep Pi Kang Shuang namun keluhan tidak
berkurang.
Dari pemeriksaaan dermatologikus ditemukan lesi di kepala, dengan
distribusi terlokalisir, bentuk bulat, susunan anular, batas tegas, ukuran numular-
plakat, dengan efloresensi plak/ bercak putih dengan skuama halus.
V. DIAGNOSIS KERJA
- Diagnosis Kerja : Tinea kapitis
- Diagnosis Banding : Tidak ditemukan diagnosis banding
VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN ANJURAN
a. Pemeriksaan Rutin
Mikologi (kerokan kulit + KOH 20%)
Ditemukan hifa berkelompok bersekat, bercabang, dan artrospora.
Wood’s Lamp
Ditemukan fluoresensi hijau kekuningan

b. Pemeriksaan Anjuran
Kultur dengan agar sabaroud
VII. DIAGNOSIS
Tinea kapitis
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Umum
- Menjelaskan tentang penyakit bahwa penyakitnya bisa menular
melalui kontak langsung baik dengan manusia maupun dengan
binatang
- Pengobatan oral cukup lama sampai 8 minggu jadi pasien harus
teratur minum obat.
- Sebaiknya rambut dipotong pendek.
- Hindari pemakaian topi atau helm yang tidak dicuci
- Hindari pemakaian minyak rambut.
b. Khusus
- Sistemik
Griseofulvin 25-5 mg/kgBB/hari selama 8 minggu
- Topikal
Ketokonazol shampoo 2%, 2 hari sekali selama 2-4 minggu
IX. PROGNOSIS
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanationam : Bonam
Quo ad Kosmetikum : Bonam
X. RESEP
dr. Gladys Olivua
Praktik Umum
SIP: 10061407
Hari:Senin-Jumat
Jam 16.00-18.00
Alamat: Jalan Jati V no. 2
No Telp 082174643521

Padang, 2 Desember 2019

R/ Griseofulvin tab 500 mg No. XIV


S1dd Tab I
R/ Ketokonazol shampoo 2% 10 mg tube No.II
Sue 2dd app loc dol

Pro : AP
Usia : 4 tahun
Alamat : Pesisir selatan
BAB III
DISKUSI

Telah dilaporkan kasus seorang pasien perempuan berumur 30 tahun


datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP. Dr. M. Djamil Padang pada
tanggal 29 November 2019 dengan diagnosis Tinea kruris.
Diagnosis pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa timbul bercak-bercak kemerahan
dan bersisik pada bokong kanan dan kiri yang disertai rasa gatal. Keluhan ini
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya muncul bercak merah dengan sisik
putih sebesar bagian bawah minuman botol pada bagian tengah bokong kiri.
Bercak tersebut lama kelamaan bertambah lebar dan meluas. Bercak-bercak
kemerahan tersebut dirasakan sangat gatal terutama jika pasien bekerja,
berkeringat, dan udara panas.
Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa pada tinea muncul gejala gatal.
Gejala gatal pada tinea biasanya muncul dalam waktu relatif lama, jarang muncul
gejala dalam waktu singkat. Hal ini bisa disebabkan oleh karena gejala dari
penyakit yang disebabkan oleh jamur adalah asimtomatis. Selain itu terdapat
bercak kecil berwarna merah yang makin lama makin besar yang mendukung
bahwa disini terdapat tepi lesi yang aktif.
Pasien sering menggunakan handuk milik suami dan anaknya. Suami pasien
juga memiliki keluhan yang sama, namun dengan ukuran yang lebih kecil. Faktor-
faktor yang dapat menyebabkan tinea pada pasien ini adalah higienitas.
Pemeriksaaan dermatologikus ditemukan lesi di daerah bokongkanan dan
ketiak kiri, dengan distribusi regional, bilateral, bentuk tidak khas, susunan
polisiklik, batas tegas, ukuran plakat dengan efloresensi makula eritema berbatas
tegas dengan pinggir aktif dan skuama putih halus diatasnya. Hal ini sesuai
dengan gambaran tinea, dimana tinea akan menyerang bagian tubuh yang
mengandung zat tanduk, sehingga akan memperluas lesi ke daerah yang sehat
yang masih memiliki zat tanduk yang utuh.
Pasien diberikan tatalaksana umum dan khusus. Tatalaksana umum pada
pasien ini berupa menjelaskan tentang penyakit bahwa penyakitnya bisa menular
melalui kontak langsung baik dengan manusia maupun dengan binatang. Pasien
dianjurkan mandi 2 kali sehari, mengganti pakaian bila berkeringat. Handuk
dicuci sekali seminggu, setelah pemakaian handuk dijemur dibawah sinar
matahari. Pakaian, handuk, dan sprei direndam dalam cairan Lysol selama 1 jam
kemudian dicuci
Seluruh badan harus dikeringkan setelah mandi dan diberikan krim anti
jamur, minum obat dan pakai krim teratur sesuai dengan aturan pakai obat,
memberitahukan kepada pasien bahwa pengobatan memerlukan waktu yang lama.
Tatalaksana khusus yang diberikan berupa griseofulvin 1x500mg dimakan pada
malam hari dan ketokonazol krim 2% 2 kali sehari setelah mandi pada lesi dan
dilebihkan 2 cm ke arah kulit yang sehat.
Prognosis pada pasien ini adalah quo ada sanationam bonam, quo ad vitam
bonam, quo ad kosmetikum bonam, quo ad functionam bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Verma S, Hefferman MP. 2008. Fitzpatrick's Dermattology in general


medicine, edisi ke-7. New York: McGraw Hill. p.1807-21.
2. Djuanda A, Hamzah M, Aisah. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin.
Ed 6. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. Mulyaningsih S. Tingkat kekambuhan tinea kapitis dengan pengobatan
krim ketokonasol 2% sesuai lesi klinis dibandingkan dengan sampai 3 cm
di luar batas lesi klinis (Laporan Penelitian). 2004. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
4. Schieke SM, Garg A. 2012. Fungal disease: superficial fungal infection.
In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K,
eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed: Volume 2.
New York: McGraw-Hill. p.2277-97
5. Goedadi MH, Suwito PS. Tinea korporis dan tinea kruris. In : Budimulja
U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors.
Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2004.p.31-4
6. Siswati AS, Ervianti E. Tinea korporis dan tinea kruris. Dalam. Bramono,
Kusmarinah, dkk. (Editor). Dermatomikosis Superfisialis. Edisi ke-2.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. Hal. 58-74

Anda mungkin juga menyukai