PROPOSAL
Oleh :
Yuniar Wiranti
NIM. 172303101014
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul
berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit. Sumber
penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui
perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman. (Depkes RI, 2005)
Sedangkan risiko menjadi sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh
penderita sendiri yg disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita
seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain
sebagainya. (Depkes RI, 2005)
2.3 Klasifikasi
1) Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. (Kemenkes,2011)
2.4 Tanda Gejala
1. Gejala utama pasien TBC paru yaitu
a. batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
b. Batuk dapat diikuti darah
c. batuk darah sesak nafas
d. badan lemas
e. nafsu makan menurun
f. berat badan menurun
g. malaise
h. berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik
i. demam meriang lebih dari satu bulan. (Infodatin,2018)
2. Gejala Khusus
d. Gejala mata
Conjunctivitis phlyctenularis
Tuburkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)
(Depkes RI, 2005)
2.5 Patofisiologi
Proses infeksi penyakit tuberkulosis dibagi menjadi dua yaitu infeksi primer dan infeksi
sekunder. Infeksi primer adalah waktu pertama kali terinfeksi TB. Kuman TB yang
dibatukkan / dibersinkan aan menghasilkan droplet nuklei dalam udara,sifat kuman TB dalam
udara,sifat kuman TB dalam udara bebas bertahan 1-2 bergantung pada sinar ultaviolet/sinar
rberbulan bulan. Oleh karena sifat kuman TB ini tidak tahan terhadap sinar ultraviolet maka
penularan lebih sering terjadi pada malam hari. Kuman TB terhisap orang sehat, kemudian
menempel pada saluran nafas dan jaringan jika ukuran kurang dari 5 cm maka neutrofil dan
makrofag akan bekerja dalam hitungan jam untuk memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut.Kuman TB ini tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18-
24 jam pad suhu yang optimal, dan berkembang biak pada tekanan oksigen 140 mmH²O di
paru. Kuman TB yang berada dalam makrofag akan mengalami proliferasi, pada akhirnya
proliferasi ini akan menyebabkan lisis makrofag. Makrofag tersebut kemudian bermigrasi
kedalam aliran limfatik dan mempresentasikan antigen M.tuberculosis pada limfosit T.
Limfosit T CD4 merupakan sel yang memainkanperan penting dalam respons imun,
sedangakan Limfosit T CD8 memiliki peranan penting dalam proteksi terhadap TB. Peran
limfosit T CD4 menstimulasi pembentukan fagolisosom pada makrofag yang terinfeksi dan
memaparkan kumanpada lingkungan yang sangat asam, selan itu juga limfosit T CD4
menghasilkan dinitrogen oksida yang mampu meyebabkan destruktif oksidasi pada bagian
bagian kuman, mulai dari dinding sel hingga DNA.Selain menstimulasi makrofag untuk
membunuh kuman TB, sel 10 limfosit T CD4 juga merancang pembentukan granuloma dan
nekrosis kaseosa.Granuloma terbentuk bila penderita memiliki respon imun yang baik
walaupun sebagian kecil mikobakterium hidup dalam granuloma dan menetap ditubuh
manusia dalam jangka wktu yang lama.Granuloma membatasi penyebaran dan multiplikasi
kuman dengan membentuk jaringan fibrosis yang mengelilingi granuloma (fokus primer).
Focus primer yang mengalami kalsifikasi bersama pembesaran nodus limfa disebut kompleks
Gohn. Lesi ini dapat sembuh sama sekali tanpa cacat, dapat berkomplikasi dan menyebar,dan
dapat sembuh dan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik,kalsifikasi dihilus
dan lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5 mm, 10% diantaranya dapat terjadi reaktivitasi
lagi karena kuman yang dormant yang merupakan cikal bakal TB sekunder (Yasmara et al.,
2016)
Sembuh
2.6Penyebaran
Pemeriksaan Penunjang
bakteri
secara bronkogen,
limfigen, dan hematogen
Infeksi primer
a. Darah
Pada saat tuberculosisi baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yangsedikit meninggi dengan diferensiasi pergeseran ke kiri. Jumlah limfoist masih di
bawah normal.Laju endap darah mulai meningkat, Bila penyakit mulai sembuh jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi.Laju endap darah
menurun kearah normal lagi.
b. Sputum Pemeriksaan
Tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
sewaktu pagi sewaktu (SPS):
c. Tes Tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diganosis
tuberculosisi terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai cara Mantoux yakni
dengan menyuntikkan 0,1cc tuberculin P.P.D (putified protein derivative) intrakutan
berkekuatan 5 T.U (intermediate strength). Hasil tes mantoux ini dibagi dalam:
d. Foto Thoraks
5) Bayangan bilier.
2.7 Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksaanan tuberkulosis paru menjadi 3 yaitu: pencegahan,
pengobatan dan penemuan penderita
A. Pencegahan
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita
tuberculosis paru BTA positif. Pemerikasaan meliputi tes tuberculin, klis da radiologi. Bila
tes tuberkulin Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens
antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan mendatang. Bila masih negative, di
berikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberculin dan diberikan
kemoprofilaksi.
2) Mass chest X-ray yaitu pemeriksaan masaal terdapat kelompok – kelompok populasi tertentu
misalnya : karyawan rumah sakit, penghuni rumah tahanan dan siswa – siswi pesantren.
3) Vaksinasi BCG
4) Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampisin (RIF), streptomisin (SM),
etambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA). Mycobakterium Tuberkulosis yang resisten
terhadap obat-obatan terus menjadi isu yang berkembang di seluruh dunia.
5)
B. Pengobatan
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus-kasus tuberkulosis paru yang baru
didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, termasuk INH,RIF, dan PZA selama 4 bulan,
dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan). (Brunner &
Suddarth, 2002)
Resimen pengobatan saat ini (DOTS)
1) Kategori I
Pasien tuberkulosis paru dengan sputum BTA positif dan kasus baru, TB paru lainnya dalam
keadaan TB berat, seperti meningitis, tuberkulosis, miliaris, perikarditis, peritonitis, pleuritis
massif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologik, sputum BTA negatif tetapi
kelainan paru luas. Pengobatan fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari
selama dua bulan obat H, R, Z dan S atau E. Sputum BTA positif setelah dua bulan
diharapkan menjadi negative, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 6HE.
Apabila sputum BTA tetap positif setelah dua bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4
minggu lagi, tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak. (Amin & Bahar, 2007)
2) Kategori II
Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase inisial terdiri
dari 2HRZES/1HRZE, yaitu R dengan H, apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan
bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial
dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih positif,
semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan lakukan kultur sputum untuk uji kepekaan. Obat
dilanjutkan memakai resimen fase lanjutan, yaitu 5H3R3E atau 5HRE. (Amin & Bahar,
2007)
3) Kategori III
Pasien TB paru dengan sputum BTA negative tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus
ekstra-pulmonal (selain dari kategori I). pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2
H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3. (Amin & Bahar, 2007)
4) Kategori IV
Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus
dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberi H saja (WHO) atau sesuai
rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB). (Amin & Bahar,
2007)
Efek Samping Obat Antituberkulosis (OAT) menurut Mansjoer Arif Tahun 2009.
1) Isoniazid (INH)
(1) Neuritis perifer : Tanda-tanda; kejang, kesemutan, stupor, sempoyongan. Dan untuk
pencegahan harus diberi suplemen vitamin B6.
(2) Ikterus : Harus dimonitor fungsi hati minimal 1x/bulan, terutama bila terdapat tanda-
tanda hepatitis.
(3) Hipersensitivitas : Demam, erupsi kulit, anemia, trombositopenia dan gejala-gejala
arthritis pada beberapa sendi.
(4) Lain-lain : Mulut kering, nyeri epigastrik, tinnitus dan retensio urin.
2) Rifampisin
(1) Ikterus : Masalah yang paling menonjol dan dapat menyebabkan kematian. Hepatitis
jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hati normal, tetapi penyakit-penyakit hati
kronik, alkoholisme, dan usia lanjut dapat menaikkan insidennya.
(2) Flu-like syndrome : Tanda-tanda; demam, menggigil, artralgia, anemia dan syok.
(3) Sindrom redman : Terdapat kerusakan hati yang berat, warna merah terang pada urin.
(4) Lain-lain : Nyeri epigastrik.
3) Etambutol
(1) Neuritis optic : Penurunan ketajaman penglihatan.
(2) Gout (Pirai)
(3) Lain-lain : Gatal-gatal, nyeri sendi, nyeri epigastrik dan malaise.
4) Pirazinamid
(1) Gangguan hati
(2) Lain-lain : Artralgia, anoreksia, mual-muntah, disuria dan demam.
5) Streptomisin
(1) Reaksi terpenting disebabkan oleh hipersensitivitas.
(2) Mempengaruhi saraf otak kedelapan, dapat menimbulkan gangguan vesikuler seperti
sempoyongan, vertigo dan tuli.
(3) Dapat menurunkan fungsi ginjal.
C. Penemuan penderita
1) Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2) Individu immunosupresif (Lansia).
3) Setiap individu yang tinggal di institusi/ daerah perumahan substandard kumuh.
4) Petugas kesehatan.
Resiko untuk tertular tuberculosis juga tergantrung pada banyaknya organism yang terdapat
pada udara. (Brunner & Suddarth, 2002)
2.8 Komplikasi
Infeksi awal menyebabkan beberapa gejala dan biasanya tidak disadri hingga
pemeriksaan tuberkulin menjadi positif atau terklasifikasi terlihat sinar-X dada. Manifestasi
perkembangan primer atau TB reaktif reaktif sering kali terjadi secara tiba-tiba dan awalnya
tidak spesifik. Keletihan, penurunan berat badan, anoreksia, 17 demam derajat rendah di
waktu sore, dan keringat malam umum terjadi. Terjadi batuk kering, kemudian menjadi
produktif dengan sputum purulen dan/atau sputum berwarna darah. Sering kali pada tahap ini
pasien mencari bantuan medis. Empiema tuberkulosis dan fistula bronkopleura adalah
komlikasi TB pulmonal yang paling serius. Ketika lesi TB ruptur, basili dapat megontaminasi
ruang pleura. Ruptur juga dapat memungkinkan udara masuk ke ruang pleura dari paru,
menyebabkan pneumotoraks (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2015).
Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam mengumpulkan,
mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan status kesehatan klien dengan kriteria hasil
yang diinginkan, serta menilai derajat pencapaian hasil klien. (Kenney. J, 2009)
Evaluasi keperawatan pada pasien TB paru diharapkan pasien terbebas dari gejala
distres pernapasan, adanya penurunan dispnea, pasien dapat mempertahankan jalan napas klien
serta dapat mengeluarkan secret tanpa basntuan, pasien dapat menunjukkan berat badan yang
meningkat dan pasien dapat merubah pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum,
(Judith,Wilkinsons, 2013)
2. Diagnosa keperawatan
adalah diagnose aktual yang perubahan citra tubuh adalah gangguang citra tubuh
berhubungan dengan proses penyakit dan proses terapi penyakit.
4.Implementasi keperawatan
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi menciptakan
hubungan saling percaya dengan meminta klien untuk mengungkapkan perasaannya,
mendiskusikan bersama klien tentangg tubuhnya saat ini, dahulu, dan citra tubuh yang
diinginkan, memberikan penyuluhan tentangg penyakit TBC & perubahan citra tubuh
pada klien dan keluarga, mendiskusikan dengan klien tentangg respon yang saat ini
diambil negatif/positif, anjurkan klien aktif beriteraksi dengan orang lain & ikut kegiatan
di masyarakat, melibatkan keluarga dalam memberikan semangat pada klien menghadapi
perubahan pada tubuhnya serta aktif di dalm masyarakat, mengajarkan cara
meningkatkan citra tubuh yang terganggu, seperti menggunakan jilbab, syal, baju yang
menutupi bagian tubuh yang terganggu, juga bisa dengan kosmetik agar klien tidak
tampak pucat., dan 31 memberikan pujian terhadap setiap keberhasilan klien melakukan
interaksi dan berespon positif terhadap perubahan tubuhnya.
5.Evaluasi keperawatan
yang perlu dievaluasi meliputi citra tubuh positif/meningkat, mampu mendeskripsikan
perubahan tubuh. bisa menyesuikan diri dengan status kesehatannya, mampu
mempertahankan interaksi sosial sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Klien TBC
adalah klien yang menderita penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru,
dengan agen infeksius utama Mycobacterium Tuberculosis.
2.3 Partisipan
Pada penelitian ini, klien yang akan diberikan asuhan keperawatan terdiri dari dua orang
klien TBC yang mengalami masalah perubahan citra tubuh dengan rentang usia 20 – 35
tahun.
1. Setelah persetujuan proposal, peneliti mengurus surat ijin dari institusi yang kemudian
diserahkan kepada Badan Kesatuan Bangsa, Politik Kota Malang setelah itu mendapat
surat untuk ke Dinas Pendidikan. Dari Dinas Pendidikan mendapat surat untuk menuju ke
Puskesmas Kedungkandang Kota Malang.
6. Lalu merumuskan diagnosa keperawatan yang susuai dengan perubahan citra tubuh.
Diagnose keperawatan aktual perubahan citra tubuh adalah gangguang citra tubuh
berhubungan dengan proses penyakit dan proses terapi penyakit.
9.Yang terakhir melakukan evaluasi keperawatan kepada klien, hal-hal yang perlu
dievaluasi meliputi citra tubuh positif/meningkat, mampu mendeskripsikan perubahan
tubuh. bisa menyesuikan diri dengan status kesehatannya, mampu mempertahankan
interaksi sosial sesuai dengan kriteria hasil dari rencana keperawatan
a. Pengumpulan data Data dikumpulkan dari hasil pengkajian sampai evaluasi. Hasil
ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkip (catatan
terstruktur). Data yang 35 dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan dan evaluasi
b. Mereduksi data Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan
dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data subyektif dan
obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan
nilai normal.
c. Penyajian data Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel. Kerahasiaan dari klien
dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari klien.
d. Kesimpulan Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan
dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika