Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU DENGAN MASALAH

KEPERAWATAN PERUBAHAN CITRA TUBUH DI WILAYAH


KERJA RSUD DR HARYOTO LUMAJANG
2019

PROPOSAL

Oleh :

Yuniar Wiranti

NIM. 172303101014

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER PRODI D3 FALKULTAS
KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG
2019
BAB 2. TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori

2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman


Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M.
tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa
menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than
Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.
(Infodatin,2018)

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang


dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit,
tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal
TBC. ( Chandra, 2012)

2.2 Etiologi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Mycobacterium tuberculosis
termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-
glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat
khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak
secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium
tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang
gelap dan lembab. (Depkes RI, 2005)

Dalam jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul
berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit. Sumber
penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui
perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman. (Depkes RI, 2005)

Kemungkinan untuk terinfeksi TB, tergantung pada :

1. Kepadatan droplet nuclei yang infeksius per volume udara


2. Lamanya kontak dengan droplet nuklei tsb
3. Kedekatan dengan penderita TB Risiko terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor risiko
external, terutama adalah faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat &
kumuh.

Sedangkan risiko menjadi sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh
penderita sendiri yg disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita
seperti kurang gizi, infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain
sebagainya. (Depkes RI, 2005)

2.3 Klasifikasi

a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:

1) Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. (Kemenkes,2011)
2.4 Tanda Gejala
1. Gejala utama pasien TBC paru yaitu
a. batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih.
b. Batuk dapat diikuti darah
c. batuk darah sesak nafas
d. badan lemas
e. nafsu makan menurun
f. berat badan menurun
g. malaise
h. berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik
i. demam meriang lebih dari satu bulan. (Infodatin,2018)

2. Gejala Khusus

Gejala Khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya :

a. TB kulit atau skrofuloderma

b. TB tulang dan sendi, meliputi :


Tulang punggung (spondilitis) : gibbus
Tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul Tulang lutut: pincang
dan atau bengkak

c. TB otak dan saraf


Meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun.

d. Gejala mata
Conjunctivitis phlyctenularis
Tuburkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)
(Depkes RI, 2005)

2.5 Patofisiologi
Proses infeksi penyakit tuberkulosis dibagi menjadi dua yaitu infeksi primer dan infeksi
sekunder. Infeksi primer adalah waktu pertama kali terinfeksi TB. Kuman TB yang
dibatukkan / dibersinkan aan menghasilkan droplet nuklei dalam udara,sifat kuman TB dalam
udara,sifat kuman TB dalam udara bebas bertahan 1-2 bergantung pada sinar ultaviolet/sinar
rberbulan bulan. Oleh karena sifat kuman TB ini tidak tahan terhadap sinar ultraviolet maka
penularan lebih sering terjadi pada malam hari. Kuman TB terhisap orang sehat, kemudian
menempel pada saluran nafas dan jaringan jika ukuran kurang dari 5 cm maka neutrofil dan
makrofag akan bekerja dalam hitungan jam untuk memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut.Kuman TB ini tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18-
24 jam pad suhu yang optimal, dan berkembang biak pada tekanan oksigen 140 mmH²O di
paru. Kuman TB yang berada dalam makrofag akan mengalami proliferasi, pada akhirnya
proliferasi ini akan menyebabkan lisis makrofag. Makrofag tersebut kemudian bermigrasi
kedalam aliran limfatik dan mempresentasikan antigen M.tuberculosis pada limfosit T.
Limfosit T CD4 merupakan sel yang memainkanperan penting dalam respons imun,
sedangakan Limfosit T CD8 memiliki peranan penting dalam proteksi terhadap TB. Peran
limfosit T CD4 menstimulasi pembentukan fagolisosom pada makrofag yang terinfeksi dan
memaparkan kumanpada lingkungan yang sangat asam, selan itu juga limfosit T CD4
menghasilkan dinitrogen oksida yang mampu meyebabkan destruktif oksidasi pada bagian
bagian kuman, mulai dari dinding sel hingga DNA.Selain menstimulasi makrofag untuk
membunuh kuman TB, sel 10 limfosit T CD4 juga merancang pembentukan granuloma dan
nekrosis kaseosa.Granuloma terbentuk bila penderita memiliki respon imun yang baik
walaupun sebagian kecil mikobakterium hidup dalam granuloma dan menetap ditubuh
manusia dalam jangka wktu yang lama.Granuloma membatasi penyebaran dan multiplikasi
kuman dengan membentuk jaringan fibrosis yang mengelilingi granuloma (fokus primer).
Focus primer yang mengalami kalsifikasi bersama pembesaran nodus limfa disebut kompleks
Gohn. Lesi ini dapat sembuh sama sekali tanpa cacat, dapat berkomplikasi dan menyebar,dan
dapat sembuh dan meninggalkan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik,kalsifikasi dihilus
dan lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5 mm, 10% diantaranya dapat terjadi reaktivitasi
lagi karena kuman yang dormant yang merupakan cikal bakal TB sekunder (Yasmara et al.,
2016)

Pathway TB Paru (Dikutip dari Muttaqin Arif, 2008)

Invasi bakteri tuberculosis via inhalasi

Sembuh
2.6Penyebaran
Pemeriksaan Penunjang
bakteri
secara bronkogen,
limfigen, dan hematogen
Infeksi primer

Edema trakeal, Sembuh dengan focus Ghon


Batuk produktif,batuk Penurunan jaringan efektif
Peningkatan produksi Intake
darah, paru, atelektasis,
Komplikasi TB paru: Reaksinutrisi kurang,
sistemis:
secret,sesak napas,
Pecahnya kerusakan
Reaksi infeksi/inflamasi, membrane
membentuk dan tubuh
kavitasanoreksia, makindengan
kurus,
penurunan kemampuan Bakteri Sesak
muncul
Efusi napas,
beberapa
pleura, Sembuh
mual, muntah,
Infeksi pasca-primer
pembuluh darah napas merusak Bakteri
alveolar dormant
kapiler
parenkim paru kurangnya informasi
batuk efektif penggunaan
tahun otot bantu
kemudian
pneumothoraks demam danfibrotik
kelemahan
 Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas Pola napas tak efektif  Kurang
dan Gangguan pengetahuan
pertukaran gas

2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Darah
Pada saat tuberculosisi baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yangsedikit meninggi dengan diferensiasi pergeseran ke kiri. Jumlah limfoist masih di
bawah normal.Laju endap darah mulai meningkat, Bila penyakit mulai sembuh jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi.Laju endap darah
menurun kearah normal lagi.
b. Sputum Pemeriksaan

Sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis


tuberculosisi sudah dipastikan.Disamping itu pemeriksaan sputum jga dapat memberika
11 antibiotik spectrum luas (misalnya kontrimoksasol atau amoksilin) selama 1-2
minggu.Bila tidak ada perbaikan gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi
pemeriksaan SPS.

1) Hasil pemeriksaan SPS positif didiagnosa TBC BTA positif.


2) Hasil SPS negatif, lakukan pemeriksaan Rontgen thoraks:
a) Hasil mendukung TBC, penderita TBC BTA (-) rontgent (+).
b) Hasil tidak mendukung TBC bukan penderita TBC.

Tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
sewaktu pagi sewaktu (SPS):

1) S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang berkunjung


pertama kali. Pada saat pulang, suspekmembawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pada pagi hari kedua.
2) P (pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segerasetelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepadapetugas.
3) S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada harikedua,saat menyerahkan dahak pagi.
Hasil dianggap positif apabila 2 sampel dari 3 sampel positif bakteri tersebut.

c. Tes Tuberculin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diganosis
tuberculosisi terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai cara Mantoux yakni
dengan menyuntikkan 0,1cc tuberculin P.P.D (putified protein derivative) intrakutan
berkekuatan 5 T.U (intermediate strength). Hasil tes mantoux ini dibagi dalam:

1) Indurasi 0-5mm (diameternya) : matoux negative = golongan no sensitivity.


Disini peranan antibody humoral paling menonjol.

2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan golongan low grade sensitivity. Disini


peranan antybody humoral maasih lebih menonjol.

3) Indurasi 10-15 mm : mantoux positif = golongan normal sensitivity. Disini


peranan kedua antybody seimbang.
4) Indurasi lebih dari 16 mm; mantoux positif kuat = golongan hyper-sensitivity.
Disini peranan antybody selular paling menonjol.

d. Foto Thoraks

Foto thoraks PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiologi


standar. Jenis pemeriksaan radilogy lain hanya atas indikasi Top foto, oblik,
tomogram dan lain-lain.

Karakteristik radiologi yang menunjang diagnostik antara lalin:

1) Bayangan lesi radiologi yang terletak di lapangan atas paru.

2) Bayangan yang berawan (patchy) atau berbecak (noduler)

3) Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru.

4) Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah berapa minggu.

5) Bayangan bilier.

2.7 Penatalaksanaan

Menurut Zain (2001) membagi penatalaksaanan tuberkulosis paru menjadi 3 yaitu: pencegahan,
pengobatan dan penemuan penderita

A. Pencegahan
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita
tuberculosis paru BTA positif. Pemerikasaan meliputi tes tuberculin, klis da radiologi. Bila
tes tuberkulin Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens
antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan mendatang. Bila masih negative, di
berikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberculin dan diberikan
kemoprofilaksi.
2) Mass chest X-ray yaitu pemeriksaan masaal terdapat kelompok – kelompok populasi tertentu
misalnya : karyawan rumah sakit, penghuni rumah tahanan dan siswa – siswi pesantren.
3) Vaksinasi BCG
4) Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampisin (RIF), streptomisin (SM),
etambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA). Mycobakterium Tuberkulosis yang resisten
terhadap obat-obatan terus menjadi isu yang berkembang di seluruh dunia.
5)
B. Pengobatan
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus-kasus tuberkulosis paru yang baru
didiagnosa adalah regimen pengobatan beragam, termasuk INH,RIF, dan PZA selama 4 bulan,
dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan). (Brunner &
Suddarth, 2002)
Resimen pengobatan saat ini (DOTS)
1) Kategori I
Pasien tuberkulosis paru dengan sputum BTA positif dan kasus baru, TB paru lainnya dalam
keadaan TB berat, seperti meningitis, tuberkulosis, miliaris, perikarditis, peritonitis, pleuritis
massif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologik, sputum BTA negatif tetapi
kelainan paru luas. Pengobatan fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari
selama dua bulan obat H, R, Z dan S atau E. Sputum BTA positif setelah dua bulan
diharapkan menjadi negative, dan kemudian dilanjutkan ke fase lanjutan 4HR atau 6HE.
Apabila sputum BTA tetap positif setelah dua bulan, fase intensif diperpanjang dengan 4
minggu lagi, tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak. (Amin & Bahar, 2007)
2) Kategori II
Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase inisial terdiri
dari 2HRZES/1HRZE, yaitu R dengan H, apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan
bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial
dengan 4 obat dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih positif,
semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan lakukan kultur sputum untuk uji kepekaan. Obat
dilanjutkan memakai resimen fase lanjutan, yaitu 5H3R3E atau 5HRE. (Amin & Bahar,
2007)
3) Kategori III
Pasien TB paru dengan sputum BTA negative tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus
ekstra-pulmonal (selain dari kategori I). pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2
H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan 2HR atau H3R3. (Amin & Bahar, 2007)
4) Kategori IV
Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda, sputumnya harus
dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberi H saja (WHO) atau sesuai
rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB). (Amin & Bahar,
2007)

Efek Samping Obat Antituberkulosis (OAT) menurut Mansjoer Arif Tahun 2009.
1) Isoniazid (INH)
(1) Neuritis perifer : Tanda-tanda; kejang, kesemutan, stupor, sempoyongan. Dan untuk
pencegahan harus diberi suplemen vitamin B6.
(2) Ikterus : Harus dimonitor fungsi hati minimal 1x/bulan, terutama bila terdapat tanda-
tanda hepatitis.
(3) Hipersensitivitas : Demam, erupsi kulit, anemia, trombositopenia dan gejala-gejala
arthritis pada beberapa sendi.
(4) Lain-lain : Mulut kering, nyeri epigastrik, tinnitus dan retensio urin.

2) Rifampisin
(1) Ikterus : Masalah yang paling menonjol dan dapat menyebabkan kematian. Hepatitis
jarang terjadi pada pasien dengan fungsi hati normal, tetapi penyakit-penyakit hati
kronik, alkoholisme, dan usia lanjut dapat menaikkan insidennya.
(2) Flu-like syndrome : Tanda-tanda; demam, menggigil, artralgia, anemia dan syok.
(3) Sindrom redman : Terdapat kerusakan hati yang berat, warna merah terang pada urin.
(4) Lain-lain : Nyeri epigastrik.

3) Etambutol
(1) Neuritis optic : Penurunan ketajaman penglihatan.
(2) Gout (Pirai)
(3) Lain-lain : Gatal-gatal, nyeri sendi, nyeri epigastrik dan malaise.

4) Pirazinamid
(1) Gangguan hati
(2) Lain-lain : Artralgia, anoreksia, mual-muntah, disuria dan demam.

5) Streptomisin
(1) Reaksi terpenting disebabkan oleh hipersensitivitas.
(2) Mempengaruhi saraf otak kedelapan, dapat menimbulkan gangguan vesikuler seperti
sempoyongan, vertigo dan tuli.
(3) Dapat menurunkan fungsi ginjal.

C. Penemuan penderita
1) Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
2) Individu immunosupresif (Lansia).
3) Setiap individu yang tinggal di institusi/ daerah perumahan substandard kumuh.
4) Petugas kesehatan.
Resiko untuk tertular tuberculosis juga tergantrung pada banyaknya organism yang terdapat
pada udara. (Brunner & Suddarth, 2002)

2.8 Komplikasi
Infeksi awal menyebabkan beberapa gejala dan biasanya tidak disadri hingga
pemeriksaan tuberkulin menjadi positif atau terklasifikasi terlihat sinar-X dada. Manifestasi
perkembangan primer atau TB reaktif reaktif sering kali terjadi secara tiba-tiba dan awalnya
tidak spesifik. Keletihan, penurunan berat badan, anoreksia, 17 demam derajat rendah di
waktu sore, dan keringat malam umum terjadi. Terjadi batuk kering, kemudian menjadi
produktif dengan sputum purulen dan/atau sputum berwarna darah. Sering kali pada tahap ini
pasien mencari bantuan medis. Empiema tuberkulosis dan fistula bronkopleura adalah
komlikasi TB pulmonal yang paling serius. Ketika lesi TB ruptur, basili dapat megontaminasi
ruang pleura. Ruptur juga dapat memungkinkan udara masuk ke ruang pleura dari paru,
menyebabkan pneumotoraks (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2015).

B. Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan


2.2.1.1 Keluhan utama (Muttaqin, arif. 2008
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator, yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan
demam. Pada sejumlah klien gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-
kadang asimptomatik. Keluhan yang sering menyebabkan klien TB paru meminta tolong
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
2.2.1.1.1 Keluhan Respiratori
1) Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat non produktif/produktif atau
sputum bercampur darah. (Muttaqin Arif, 2008)
2) Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan utama
klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut klien pada darah
yang keluar dari jalan napas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang keluar
atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah. (Muttaqin Arif, 2008)
3) Sesak napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang
menyertai seperti efusi pleura, pneumothorak, anemia, dan lain-lain. (Muttaqin Arif, 2008)
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan.gejala ini timbul apabila sistem
persyarafan di pleura terkena TB. (Muttaqin Arif, 2008)

2.2.1.1.2 Keluhan Sistemis


1) Demam,
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul, dan semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas
serangan semakin pendek. (Muttaqin Arif, 2008)
2) Keluhan sistem lain
keluhan yang biasa timbul adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan
malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu-bulan.
Akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan sesak napas. (Muttaqin Arif, 2008)
2.2.1.2 Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini untuk mendukung keluhan utama. Klien TB paru sering menderita batuk
darah. Adanya batuk darah menimbulkan kecemasan pada diri klien karena batuk darah sering
dianggap sebagai suatu tanda dari beratnya penyakit yang diidapnya. Kondisi seperti ini
seharusnya tidak terjadi jika perawat memberikan pelayanan keperawatan yang baik pada klien
dengan memberi penjelasan tentang kondisi yang sedang terjadi pada dirinya. (Muttaqin Arif,
2008)

2.2.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain,
pembesaran getah bening dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih
relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjadi di
masa lalu. Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul.sering kali
klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat. Kaji lebih dalam tentang seberapa
jauh tentang penurunan berat badan dalam enam bulan terakhir. Penurunan berat badan pada
klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya
anoreksia dan mual yang sering disebabkan karena meminum OAT. (Muttaqin Arif, 2008)

2.2.1.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah
penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan
di dalam rumah. (Muttaqin Arif, 2008)
2.2.1.5 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemeriksaan fisik umum per
sistem dari obervasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breating), B2 (blodd),
B3 (brain), B4 (bladder), B5 (bowel), dan B6 (bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B1
dengan pemeriksaan menyeluruh sistem pernapasan. (Muttaqin Arif, 2008)
2.2.1.6 Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang
dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang
kesadaran klien yang terdiri atas komposmentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau
koma. Sseorang perawat perlu mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi
fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran
GCS bila kedaran klien menurun yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak
napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti
hipertensi. (Muttaqin Arif, 2008)
2.2.1.6.1 B1 (Breathing)
Pemeriksaan pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
1.) Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan
TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk
dada antero-posterior dibandingkan proposri diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB
paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat ketidaksimetrisan rongga dada,
pelebaran intercosta space (ICS) pada sisi yang sakit.
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasannya tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi
yang melibatkan kerukasan luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami
sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.
2.) Palpasi
Palpasi trakea. Adanya pergeseran trakea menunjukkan meskipun tidak spesifik penyakit
dari atas lobus paru. Pada TB paru yang disertai efusi pleura massif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trakea kea rah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thorak anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada
saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara
bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran
dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam
gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi dada
disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus pada klien dengan TB paru biasanya
ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi pleura massif, sehingga hamtaran suara
menurun karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga
pleura.
3.) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang
sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks,
maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang mendorong
posisi paru ke sisi yang sehat.
4.) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang
sakit, penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah
mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien
berbiacara disebut sebagai resonan vocal. Klien dengan TB paru yang disertai komplikasi
seperti efusi pleura dan pneumothotaks akan didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi
yang sakit.
2.2.1.6.2 B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi :
1) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
2) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
3) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura massif
mendorong ke sisi sehat
4) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan.
2.2.1.6.3 B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan wajah meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan
adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe massif dan kronis, dan skelra ikterik
pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
2.2.1.6.4 B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena minum OAT terutama
rifampisin.
2.2.1.6.5 B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan.
2.2.1.6.6 B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga tak teratur.
2.2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
2.2.1.7.1 Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan
pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran khusus
mengenai TB paru awal, kecuali lokasi di lobus bawah dan biasanya berada di sekitar hilus.
Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya
bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas
ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses eksudatif, yang akan tampak lebih jelas
dengan pemberian kontras, sebagaimana gambaran dari penyakit fibrotik kronis. Tidak jarang
kelainan ini tampak kurang jelas di bagian atas maupun bawah, memanjang di daerah klavikula
atau bagian lengan atas, dan selanjutnya tidak mendapatkan perhatian kecuali dilakukan
pemeriksaan rontgen yang lebih teliti. (Muttaqin Arif, 2008)
2.2.1.7.2 Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit tuberkulosis diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan
yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media,
perbedaan antara kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik,perbedaan kepekaan terhadap
binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen
Mycobacterium. Bahan pemeriksaan untuk isolasi Mycobacterium tuberculosis
berupa :
1) Sputum klien. Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit
didapatkan sputum dikumpulkan selama 24 jam.
2) Urine. Urine yang diambil adalah urine pertama di pagi hari atau urine yang dikumpulkan
selama 12-24 jam. Jika klien menggunakan kateter maka urine yang tertampung di dalam urin
bag dapat diambil.
3) Cairan kumbah lambung. Umumnya bahan pemeriksaan ini digunakan anak-anak atau klien
tidak dapat mengeluarkan sputum. Bahan pemeriksaan diambil pagi hari sebelum sarapan.
4) Bahan-bahan lain. Misalnya pus, cairan serebrospinal (sumsum tulang belakang), cairan
pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorok. (Muttaqin Arif, 2008)

2.2.2 Diagnosis Keperawatan


2.2.2.1 Menurut Marilynn E. Doenges tahun 2000 diagnosa yang muncul pada pasien TB paru
adalah sebagai berikut :
2.2.2.1.1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang
kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakeal ditandai dengan frekuensi
pernapasan, irama dan kedalam tak normal, bunyi napas tak normal (ronkhi dan mengi) dan
dispnea.
2.2.2.1.2 Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan malnutrisi/kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan pathogen yang ditandai dengan adanya tanda-tanda dan gejala-
gejala untuk membuat diagnosa aktual.
2.2.2.1.3 Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan
membrane alveolar-kapiler yang ditandai dengan adanya tanda-tanda dan gejala-gejala membuat
diagnosa aktual.
2.2.2.1.4 Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan keletihan,
anoreksia,, disppnea, peningkatan metabolisme tubuh yang ditandai dengan berat badan di bawah
10%-20% ideal untuk berat tubuh, melaporkan kurang tertarik pada makanan, gangguan sensasi
pengecap.
2.2.2.1.5 Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit yang ditandai dengan permintaan
informasi, menunjukkan atau memperlihatkan perasaan terancam, dan kurang atau
memperlihatkan perasaan terancam.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan yang dapat diaplikasikan menurut Marilynn E. Doenges tahun 2000 dan
(Judith M. Wilkinson, 2011) adalah sebagai berikut :
2.2.3.1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mucus, yang
kental, hemoptisis, kelemahan,upaya batuk buruk, edema trakeal.
2.2.3.1.1 Definisi
Ketidak mampuan untuk membersihkan secret atau obstruksi saluran napas guna
mempertahankan jalan napas yang bersih (Judith M. Wilkinson, 2011: 37).
2.2.3.1.2 Batasan karakteristik
1) Subjektif: Dispnea
2) Objektif
(1) Suara napas tambahan (misalnya, rale, crackle,ronki,dan mengi)
(2) Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
(3) Batuk tidak ada atau tidak efektif
(4) Sianosis
(5) Kesulitan untuk berbicara
(6) Penurunan suara napas
(7) Ortopnea
(8) Gelisah
(9) Sputum berlebihan
(10) Mata terbelalak
3) Faktor yang berhubungan
1) Lingkungan; merokok, menghirup asap rokok, dan perokok pasif
2) Obstruksi jalan napas; spasme jalan napas, retensi secret, mukus bnding berlebih, adanya
jalan napas buatan, terdapan benda asing dijalan napas, sekret di bronki dan eksudat di
alveoli
3) Fisiologis; disfungsi neuro muscular, hyperplasia, dinding brongkial, PPOK,
infeksi,asma,jalan napas alergik(trauma).
(Judith M. Wilkinson, 2011: 38).

2.2.3.1.3 Kriteria hasil :


Klien mampu melakukan batuk efektif, pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa
menggunakan otot bantu pernapasan. Bunyi napas normal, Rh -/-, dan pergerakan pernapasan
normal.
2.2.3.1.4 Intervensi menurut Marilynn E. Doenges:
1) Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot
bantu napas).
Rasional: penurunan bunyi napas menunjukkan atelektasis, ronkhi menunjukkan akumulasi
sekret dan ketidakefktifan pengeluaran sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan
penggunaan otot bantu pernapasan dan meningkatkan kerja pernapasan.
2) Kaji kemampuan mengeluarkan sekret, catat karakter, volume sputum, dan adanya
hemoptisis.
Rasional : pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi yang
tidak adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan (kavitasi) paru atau luka bronchial dan
memerlukan intervensi lebih lanjut.
3) Berikan posisi fowler/semifowler tinggi dan bantu klien berlatih napas dalam dan batuk
efektif.
Rasional : Posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya napas.
Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan
napas besar untuk dikeluarkan.
4) Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan.
Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan
pembersihan jalan napas.
5) Bersihkan sekret dari mulut dan trachea, bila perlu lakukan pengisapan (Suction).
Rasional : mencegah obstrusksi dan aspirasi. Pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu
mengeluarkan sekret.
6) Agen mukolitik.
Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
7) Bronkodilator.
Rasional : Bronkodilator meningkatkan diameter lumen percabangan trakeobronkial sehingga
menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
8) Kortikosteroid :
Rasional : Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.

2.2.3.1.5 Intervensi Judith M. Wilkinson, 2011 yaitu:


1) Manajemen jalan nafas : memfasilitasi kepatenan jalan nafas
2) Penghisapan jalan nafas : mengeluarkan secret dari jalan nafas dengan memasukkan sebuah
kateter penghisap kedalam jalan nafas oral dan atau trakea
3) Kewaspadaan aspirasi : mencegah dan meminimalkan faktor resiko aspirasi
4) Peningkatan batuk meningkatkan inhalasi dalam pad pasien yang memiliki riwayat keturunan
mengalami tekanan intratoraksik dan pompresi parenkim paru yang mendasari untuk
pengarahan tenaga dalam menghembuskan udara.
5) Pengaturan posisi: mengubah posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara sengaja untuk
memfasilitasi kesejahteraan fisiologis dan psikologis.
6) Pemantauan pernafasan: mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk memastikan
kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas adekuat.
7) Bantuan ventilasi: meningkatkan pola nafas spontan yang optimal, yang memaksimalkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida.
2.2.3.2 Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan malnutrisi/kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan pathogen.
2.2.3.2.1 Kriteria Hasil :
Menunjukkan tehknik/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang
aman.
2.2.3.2.2 Intervensi :
1) Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota keluarga, sahabat/teman.
Rasional : Orang-orang yang terpajan ini perlu terapi obat untuk mencegah
penyebaran/terjadinya infeksi.
2) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan menghindari meludah.
Rasional : Perilaku yang diperlukan untuk mencegah infeksi.
3) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara.
Rasional : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial
sehubungan dengan penyakit menular.
4) Awasi suhu sesuai indikasi.
Rasional : Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
5) Tekankan pentingnya untuk tidak menghentikan terapi obat.
Rasional : Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya
rongga atau penyakit luas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
6) Kolaborasi untuk pemberian obat antiinfeksi sesuai indikasi (OAT)
Rasional : Kombinasi agen infeksi digunakan serta mengatasi infeksi pada paru.
2.2.3.3 Risiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar-kapiler.
2.2.3.3.1 Kriteria Hasil :
1) Melaporkan tak adanya/penurunan dispnea.
2) Klien menunjukkan tidak adanya gejala distres pernapasan.
3) Menunjukkan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat dengan gas arteri dalam
rentang normal.
2.2.3.3.2 Intervensi:
1) Kaji dispnea, takipnea, bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan, ekspansi thoraks, dan
kelemahan.
Rasional : TB paru mengakibatklan efek luas pada paru dari bagian kecil bronkhopneumonia
sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis, efusi pleura, dan fibrosis yang luas. Efeknya
terhadap pernapasan bervarisai dari gejala ringan, dispnea berat, sampai distres pernapasan.
2) Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis, dan perubahan warna kulit, termasuk
membran mukosa dan kuku.
Rasional : Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu
oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
3) Tunjukkan dan dukungpernapasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien dengan
fibrosis dan kerusakan parenkim paru.
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk mencegah kolaps/penyempitan jalan
napas sehingga membantu menyebarkan udara melalui paru dan mengurangi napas pendek.
4) Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari
sesuai kebutuhan pasien.
Rasional : Menurunkan konsumsi kadar oksigen selama periode penurunan pernapasan dan
dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Kolaborasi pemeriksaan BGA.
Rasional : Penurunan kadar O2 (PO2) dan/atau saturasi dan peningkatan PCO2 menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi.
6) Pemberian oksigen sesuai kebutuhan tambahan.
Rasional : Terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat penurunan
ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.
7) Pemberian kortikosteroid.
Rasional : Kortikosteroid berguna dengan keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.
2.2.3.4 Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan keletihan,
anoreksia atau dispnea dan peningkatan metabolisme tubuh.
2.2.3.4.1 Kriteria Hasil :
1) Menunjukkan berat badan meningkat.
2) Pernyataan motivasi kuat memenuhi kebutuhan nutrisinya/melakukan perilaku untuk
meningkatkan atau mempertahankan berat yang tepat.
2.2.3.4.2 Intervensi :
1) Kaji status klien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan, integritas mukosa
oral, kemampuan menelan, riwayat mual/mutah, dan diare.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan pilihan
intervensi yang tepat.
2) Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi).
Rasional : Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake gizi.
3) Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodic (sekali seminggu).
Rasional : Berguna untuk mengukur keefektifan intake gizi dan dukungan cairan.
4) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta sebelum dan
sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.
Rasional : Menurunkan rasa tak enak karena sisa makan, sisa sputum atau obat pada
pengobatan sistem pernapasan yang dapat merangsang pusat muntah.
5) Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam posisi sering tapi kecil.
Rasional : Memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar serta menurunkan
iritasi saluran cerna.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.
Rasional : Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup untuk memenuhi
peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan status hipermetabolik klien.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium khususnya BUN, protein serum, dan albumin.
Rasional : Menilai kemajuan diet dan membantu perencanaan intervensi selanjutnya.
8) Kolaborasi dengan pemberian multivitamin.
Rasional : Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder
dari peningkatan laju metabolisme umum.
2.2.3.5 Kurang informasi dan pengetahuan mengenai kondisi,aturan pengobatan, proses
penyakit, dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
2.2.3.5.1 Kriteria Hasil :
1) Menyatakan pemahaman proses penyakit.
2) Melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan
resiko pengaktifan TB ulang.
2.2.3.5.2 Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umun,
pengetahuan klien sebelumnya,dan suasana yang tepat).
Rasional : Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional, dan
lingkungan yang kondusif.
2) Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan alasan mengapa
obat TB berlangsung dalam waktu lama.
Rasional : Meningkatkan partisipasi klien dalam program pengobatan dan mencegah putus
obat karena membaiknya kondisi fisik klien sebelum jadwal terapi selesai.
3) Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi penyakit
(hemoptisis, demam, nyeri dada, kesulitan bernapas, kehilangan pendengaran, dan vertigo).
Rasional : Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang
memerlukan evaluasi lanjut.
4) Tekankan pentingnya mempertahankan intake nutrisi yang mengandung protein dan kalori
yang tinggi serta intake cairan yang cukup setiap hari.
Rasional : Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik
tubuh. Pendidikan kesehatan tentang hal itu akan meningkatkan kemandirian klien dalam
perawatan penyakitnya.
5) Dorong untuk tidak merokok
Rasional: Meskipun merokok tidakmerangsang berulangnya TB, tetapi meningkatkan
disfungsi pernapasan/bronkhitis.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan
klien. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada klien dan
berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan dalam rencana yang sudah dibuat diatas di
antaranya :

2.2.4.1 Pengaturan posisi


Pengaturan posisi pada pasien yang mengalami TB paru bisa dilakukan semi fowler maupun high
fowler
2.2.4.2 Bantuan ventilasi
pada pasien dengan keluhan sesak dapat di beriakan bantuan oksigen dengan menggunakan nasal
kanul atau masker.

2.2.4.3 Penghisapan jalan nafas


Penghisapan Ini dapat di lakukan dengan keadaan pasien penurunan kesadaran dan terdapat
penumpukan sekret.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam mengumpulkan,
mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan status kesehatan klien dengan kriteria hasil
yang diinginkan, serta menilai derajat pencapaian hasil klien. (Kenney. J, 2009)

Evaluasi keperawatan pada pasien TB paru diharapkan pasien terbebas dari gejala
distres pernapasan, adanya penurunan dispnea, pasien dapat mempertahankan jalan napas klien
serta dapat mengeluarkan secret tanpa basntuan, pasien dapat menunjukkan berat badan yang
meningkat dan pasien dapat merubah pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum,
(Judith,Wilkinsons, 2013)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan
prosedur penelitian. Rancangan penelitian deskriptif bertujuan untuk menerangkan atau
menggambarkan masalah penelitian berdasarkan karakteristik tempat, waktu, umir, jenis
kelamin, sosial, ekonomi, pekerjaan, status perkawinan, gaya hidup yang terjadi pada
lingkungan individu atau masyarakat di suatu daerah tertentu (Hidayat, 2008). Studi
kasus ini adalah studi untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan perubahan citra
tubuh pada klien TBC di wilayah kerja RSUD Dr Haryoto Lumajang.

3.2 Definisi Operasional


Asuhan keperawatan klien yang mengalami TBC dengan masalah perubahan citra tubuh,
perlu dijelaskan secara rinci tentang istilah tersebut yang meliputi :
1. Pengkajian keperawatan
adalah mengkaji kemampuan klien untuk mengintegrasikan perubahan citra tubuh secara
efektif. Pengkajian citra tubuh meliputi perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi,
keterbatasan, makna dan obyek yang sering berhubungan dengan tubuh.

2. Diagnosa keperawatan
adalah diagnose aktual yang perubahan citra tubuh adalah gangguang citra tubuh
berhubungan dengan proses penyakit dan proses terapi penyakit.

3.Intervensi keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan pada gangguan citra


tubuh yang meliputi ciptakan hubungan saling percaya, diskusikan dengan klien tentangg
tubuhnya saat ini, dahulu, dan citra tubuh yang diinginkan, berikan penyuluhan tentang
penyakit TBC & perubahan citra tubuh, diskusikan dengan klien tentangg respon yang
saat ini diambil, anjarkan klien aktif beriteraksi dengan orang lain & ikut kegiatan di
masyarakat, libatkan keluarga dalam memberikan semangat pada klien menghadapi
perubahan pada tubuhnya serta aktif di dalm masyarakat, ajarkan cara meningkatkan citra
tubuh yang terganggu, dan beri pujian terhadap keberhasilan klien melakukan interaksi
dan berespon positif terhadap perubahan tubuhnya.

4.Implementasi keperawatan

adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi menciptakan
hubungan saling percaya dengan meminta klien untuk mengungkapkan perasaannya,
mendiskusikan bersama klien tentangg tubuhnya saat ini, dahulu, dan citra tubuh yang
diinginkan, memberikan penyuluhan tentangg penyakit TBC & perubahan citra tubuh
pada klien dan keluarga, mendiskusikan dengan klien tentangg respon yang saat ini
diambil negatif/positif, anjurkan klien aktif beriteraksi dengan orang lain & ikut kegiatan
di masyarakat, melibatkan keluarga dalam memberikan semangat pada klien menghadapi
perubahan pada tubuhnya serta aktif di dalm masyarakat, mengajarkan cara
meningkatkan citra tubuh yang terganggu, seperti menggunakan jilbab, syal, baju yang
menutupi bagian tubuh yang terganggu, juga bisa dengan kosmetik agar klien tidak
tampak pucat., dan 31 memberikan pujian terhadap setiap keberhasilan klien melakukan
interaksi dan berespon positif terhadap perubahan tubuhnya.
5.Evaluasi keperawatan
yang perlu dievaluasi meliputi citra tubuh positif/meningkat, mampu mendeskripsikan
perubahan tubuh. bisa menyesuikan diri dengan status kesehatannya, mampu
mempertahankan interaksi sosial sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Klien TBC
adalah klien yang menderita penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru,
dengan agen infeksius utama Mycobacterium Tuberculosis.

2.3 Partisipan
Pada penelitian ini, klien yang akan diberikan asuhan keperawatan terdiri dari dua orang
klien TBC yang mengalami masalah perubahan citra tubuh dengan rentang usia 20 – 35
tahun.

2.4 Lokasi dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kedungkandang Kota Malang pada
keluarga yang mana sasarannya adalah klien TBC yang berada dalam keluarga tersebut.
Waktu pelaksanaan penelitian ini pada Bulan Juni - Juli 2017 selama ± 2 minggu, dengan
6 kali pertemuan pada masing-masing pasien.

2.5 Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk mengumpulkan data. Prosedur
pengumpulan data sebagai berikut :

1. Setelah persetujuan proposal, peneliti mengurus surat ijin dari institusi yang kemudian
diserahkan kepada Badan Kesatuan Bangsa, Politik Kota Malang setelah itu mendapat
surat untuk ke Dinas Pendidikan. Dari Dinas Pendidikan mendapat surat untuk menuju ke
Puskesmas Kedungkandang Kota Malang.

2. Kemudian memilih subjek penelitian yang disesuaikan dengan kriteria. 3. Memberikan


penjelasan kepada subjek penelitian tentang tujuan, teknik pelaksanaan, kerahasiaan data,
manfaat dari penelitian yang dilakukan kepada subjek penelitian.

4. Setelah mendapat penjelasan penelitian, subjek menyetujui penelitian, peneliti


memperoleh informed consent dari subjek penelitian sebagai bukti persetujuan sebagai
subjek penelitian.
5. Dilakukan pengkajian keperawatan citra tubuh meliputi perubahan ukuran, bentuk,
struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan obyek yang sering berhubungan dengan tubuh
sesuai format pengkajian.

6. Lalu merumuskan diagnosa keperawatan yang susuai dengan perubahan citra tubuh.
Diagnose keperawatan aktual perubahan citra tubuh adalah gangguang citra tubuh
berhubungan dengan proses penyakit dan proses terapi penyakit.

7. Kemudian merumuskan intervensi keperawatan pada perubahan citra tubuh yang


sesuai dengan teori. Rencana tindakan keperawatan pada 33 gangguan citra tubuh yang
meliputi membina hubungan saling percaya dengan klien, menggali persepsi klien
tentang citra tubuhnya, menggali penggunaan sumber koping klien, menjelaskan tentang
prognosis penyakit, pengobatan, perawatan, dan penyebab perubahan tubuh pada klien
dan keluarga, mengajak keluarga dalam berpartisipasi memberikan dukungan kepada
klien dan memotivasi klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam
aktivitas sosial dan keluarga.

8. Selanjutnya melakukan implementasi keperawatan berdasarkan rencana keperawatan


yang telah disusun. Implementasi keperawatan yang meliputi mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaannya, mendiskusikan persepsi klien tentang citra tubuhnya
dahulu dan saat ini, perasaan, dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini, memberikan
pendidikan kesehatan tentang prognosis penyakit, pengobatan, perawatan, dan penyebab
perubahan tubuh, mengidentifikasi penggunaan sumber koping klien, membandingkan
respon koping adaptif dan maladaptive, mengajak keluarga dalam berpartisipasi
memberikan dukungan/motivasi kepada klien, memotivasi klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam aktivitas sosial dan keluarga. Dan memberi pujian
terhadap keberhasilan klien dalam melakukan interaksi .

9.Yang terakhir melakukan evaluasi keperawatan kepada klien, hal-hal yang perlu
dievaluasi meliputi citra tubuh positif/meningkat, mampu mendeskripsikan perubahan
tubuh. bisa menyesuikan diri dengan status kesehatannya, mampu mempertahankan
interaksi sosial sesuai dengan kriteria hasil dari rencana keperawatan

2.6 Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/informasi yang
diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Disamping integritas
peneliti (karena peneliti menjadi instrumen utama), uji keabsahan data dilakukan dengan :

a. Memperpanjang waktu pengamatan asuhan keperawatan jika selama 2 minggu belum


ada perubahan dari klien.
b. Diperlukan sumber informasi tambahan dari keluarga dan tetangga klien tentang
masalah yang dialami klien, sehingga tindakan yang dilakukan tepat sesuai dengan
kebutuhan klien dan kenyamanan

2.7 Analisa Data


`Analisis data dilakukan sejak peneliti dilapangan sewaktu pengumpulan data
sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data dilakukan dengan cara
mengemukakan fakta, selanjutnya membendingkan teori yang ada dan selanjutnya
dituangkan dalam opini pembahasan. Tehnik analisis digunakan dengan cara observasi
oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya
diinterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan
rekomendasi dalam intervensi tersebut .
Urutan dalam analisis adalah :

a. Pengumpulan data Data dikumpulkan dari hasil pengkajian sampai evaluasi. Hasil
ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkip (catatan
terstruktur). Data yang 35 dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis,
perencanaan, tindakan dan evaluasi

b. Mereduksi data Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan
dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data subyektif dan
obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan
nilai normal.

c. Penyajian data Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel. Kerahasiaan dari klien
dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari klien.

d. Kesimpulan Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan
dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, judith M. (2013). Buku Saku Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi


NIC, Kriteria hasil NOC. Alih bahasa Esty Wahyuningsih. Edisi 16. Jakarta : EGC.

Somantri, Irman. (2008). Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Indah, M. (2018). Infodatin. Infodatin .

Indonesia, K. K. (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis. Jakarta: EGC.

Ri, D. K. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberculosis. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai