Anda di halaman 1dari 33

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit gangguan

metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin

atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara

efektif (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Menurut American Diabetes

Asosiation (ADA) (2017), Diabetes melitus merupakan salah satu

kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena

gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Keadaan

hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan

jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

Menurut kriteria diagnostik PERKENI (2011), seseorang

dikatakan menderita diabetes melitus jika memiliki kadar gula darah

puasa > 126 mg/dl dan pada tes gula darah sewaktu > 200 mg/dl.

Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat

setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Organisasi profesi yang berhubungan dengan DM seperti

American Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis DM

9
berdasarkan penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi

yang sama di Indonesia menggunakan klasifikasi dengan dasar yang

sama seperti klasifikasi yang dibuat oleh organisasi yang lainnya

(Perkeni, 2015).

Klasifikasi DM berdasarkan etiologi menurut PERKENI (2015)

adalah sebagai berikut :

1) Diabetes melitus tipe 1

DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel beta di

pankreas. kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin

yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta

antara lain autoimun dan idiopatik.

2) Diabetes melitus tipe 2

Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah

resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak

dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula

darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi

secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan sangat mungkin untuk

menjadi defisiensi insulin absolut.

3) Diabetes melitus tipe lain

Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat

disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja

insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat,

10
zat kimia, infeksi kelainan imunologi dan sindrom genetik lain

yang berkaitan dengan DM.

4) Diabetes melitus Gestasional

Diabetes Melitus tipe ini merupakan DM yang berkembang

selama masa kehamilan dan menjadi salah satu faktor risiko

berkembangnya diabetes pada ibu setelah melahirkan. Bayi yang

dilahirkan cenderung akan mengalami obesitas serta berpeluang

mengalami penyakit DM pada usia dewasa (Rumahorbo, 2014).

2.1.3 Etiologi

Menurut Rendy & Margaret (2012) penyebab diabetes mellitus

dikelompokkan menjadi 2 :

1) Diabetes Mellitus tergantung insulin(IDDM)

a) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri

tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetik

kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini

ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA

(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan

kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi

dan proses imunlainnya.

b) Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon

autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi

11
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi

terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah

sebagai jaringanasing.

c) Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,

sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau

toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat

menimbulkan destuksi sel βpancreas.

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga

disebut Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan

adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah).

Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus

IDDM.Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi

virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan

streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya

mempunyai peranan dalam terjadinya DM.

Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau

langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi

insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibodi

sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga

dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini.

2) Diabetes Melitus tidak tergantung insulin(NIDDM)

Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak

memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan

12
peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah

satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien

NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak

insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat

pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh

atau saat jumlah reseptor insulin. menurun atau mengalami

gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat

keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan

utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal.

Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah

raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka

sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang

ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan,

lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari

berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40

tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah.

2.1.4 Patofisiologi

Diabetes melitus yang merupakan penyakit dengan gangguan pada

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena insulin tidak dapat

bekerja secara optimal, jumlah insulin yang tidak memenuhi

kebutuhan atau keduanya. Gangguan metabolisme tersebut dapat

terjadi karena 3 hal yaitu pertama karena kerusakan pada sel-sel beta

pankreas karena pengaruh dari luar seperti zat kimia, virus dan

bakteri. Penyebab yang kedua adalah penurunan reseptor gula pada

13
kelenjar pankreas dan yang ketiga karena kerusakan reseptor insulin di

jaringan perifer (Fatimah, 2015).

Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk

mengatur kadar gula darah dalam tubuh. Kadar gula darah yang tinggi

akan menstimulasi sel beta pankreas untuk mengsekresi insulin

(Hanum, 2013). Sel beta pankreas yang tidak berfungsi secara optimal

sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insulin menjadi penyebab

kadar gula darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel beta pankreas

sangat banyak seperti contoh penyakit autoimun dan idiopatik

(NIDDK, 2014).

Gangguan respons metabolik terhadap kerja insulin disebut dengan

resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan

reseptor, pre reseptor dan post reseptor sehingga dibutuhkan insulin

yang lebih banyak dari biasanya untuk mempertahankan kadar gula

darah agar tetap normal. Sensitivitas insulin untuk menurunkan gula

darah dengan cara menstimulasi pemakaian gula di jaringan otot dan

lemak serta menekan produksi gula oleh hati menurun. Penurunan

sensitivitas tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga

kadar gula dalam darah tinggi (Prabawati, 2012).

Kadar gula darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses

filtrasi yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini

mengakibatkan gula dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria)

sehingga terjadi diuresis osmotik yang ditandai dengan pengeluaran

14
urin yang berlebihan (poliuria). Banyaknya cairan yang keluar

menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia). Gula yang hilang melalui

urin dan resistensi insulin menyebabkan kurangnya gula yang akan

diubah menjadi energi sehingga menimbulkan rasa lapar yang

meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan energi.

Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada

kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Hanum, 2013).

2.1.5 Faktor Resiko

Faktor risiko DM tipe 2 dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu

faktor risiko sosiodemografi, perilaku dan gaya hidup dan keadaan

klinis dan mental (Irawan, 2010). Faktor risiko sosiodemografi

diabetes melitus tipe 2 adalah umur, jenis kelamin, pendidikan dan

pekerjaan. Aktifitas fisik, konsumsi sayur dan buah, asap rokok dan

alkoholisme termasuk ke dalam faktor risiko pola hidup pada diabetes

melitus tipe 2. Indeks massa tubuh, lingkar perut, tekanan darah, kadar

kolesterol dan stress adalah faktor risiko kondisi klinis dan mental

diabetes melitus tipe 2. Selain itu, ada juga faktor risiko riwayat

kesehatan keluarga terutama riwayat diabetes melitus (Fitriyani,

2012). Faktor-faktor risiko penyakit DM tipe 2 menurut garnita

(2016) antara lain sebagai berikut :

1) Riwayat DM keluarga / Genetik

DM tipe 2 sangat dipengaruhi oleh faktor genetik. Seorang

anak memiliki risiko 15 % menderita DM tipe 2 jika kedua salah

15
satu dari kedua orang tuanya menderita DM tipe 2. Anak dengan

kedua orang tua menderita DM tipe 2 mempunyai risiko 75 %

untuk menderita DM tipe 2 dan anak dengan ibu menderita DM

tipe 2 mempunyai risiko 10-30 % lebih besar daripada anak

dengan ayah menderita DM tipe 2 (Garnita, 2016).

2) Berat lahir

Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram atau

keadaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko

lebih tinggi menderita DM tipe 2 pada saat dewasa. Hal ini terjadi

karena bayi dengan BBLR mempunyai risiko menderita gangguan

fungsi pankreas sehingga produksi insulin terganggu (Garnita,

2016).

Stress adalah perasaan yang dihasilkan dari pengalaman atau

pistiwa tertentu. Sakit, cedera dan masalah dalam kehidupan

dapat memicu terjadinya stress. Tubuh secara alami akan

merespon dengan banyak mengeluarkan hormon untuk mengatasi

stress. Hormon-hormon tersebut membuat banyak energi (gula

dan lemak) tersimpan d dalami sel. Insulin tidak membiarkan

energi ekstra ke dalam sel sehingga gula menumpuk di dalam

darah (Garnita, 2016).

16
3) Umur

Umur yang semakin bertambah akan berbanding lurus dengan

peningkatan risiko menderita penyakit diabetes melitus karena

jumlah sel beta pankreas yang produktif memproduksi insulin

akan berkurang. Hal ini terjadi terutama pada umur yang lebih

dari 45 tahun (Garnita, 2016).

4) Jenis kelamin

Wanita lebih memiliki potensi untu menderita diabetes

melitus daripada pria karena adanya perbedaan anatomi dan

fisiologi. Secara fisik wanita memiliki peluang untuk mempunyai

indeks massa tubuh di atas normal. Selain itu, adanya menopouse

pada wanita dapat mengakibatkan pendistribusian lemak tubuh

tidak merata dan cenderung terakumulasi (Garnita, 2016).

5) Pendidikan

Pendidikan yang tinggi akan membuat seseorang

mempunyai pengetahuan yang baik khususnya tentang diabetes

melitus (Garnita, 2016).

6) Pekerjaan

Pekerjaan yang lebih cenderung tidak melakukan aktifitas

fisik dalam pekerjaan tersebut dapat meningkatkan risiko

menderita diabetes melitus (Garnita, 2016).

17
7) Penghasilan

Penghasilan yang rendah akan membatasi seseorang untuk

mengetahui dan mencari informasi tentang diabetes melitus.

Semakin rendah penghasilan, maka akan semakin tinggi risiko

menderita diabetes melitus tipe 2 (Garnita, 2016).

8) Pola makan

Ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan

kejadian diabetes melitus tipe 2. Pola makan yang jelek atau

buruk merupakan faktor risiko yang paling berperan dalam

kejadian diabetes melitus tipe 2. Pengaturan diet yang sehat dan

teratur sangat perlu diperhatikan terutama pada wanita. Pola

makan yang buruk dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan

obesitas yang kemudian dapat menyebabkan diabetes melitus tipe

2 (Garnita, 2016).

9) Aktivitas fisik

Perilaku hidup sehat dapat dilakukan dengan melakukan

aktivitas fisik yang teratur. Manfaat dari aktivitas fisik sangat

banyak dan yang paling utama adalah mengatur berat badan dan

memperkuat sistem dan kerja jantung. Aktivitas fisik atau

olahraga dapat mencegah munculnya penyakit diabetes melitus

tipe 2. Sebaliknya, jika tidak melakukan aktivitas fisik maka

risiko untuk menderita penyakit diabetes melitus tipe 2 akan

semakin tinggi (Garnita, 2016).

18
10) Merokok

Terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan

merokok dengan kejadian diabetes melitus tipe 2. Kebiasaan

merokok merupakan faktor risiko diabetes melitus tipe 2 karena

memungkinkan untuk terjadinya resistensi insulin. Kebiasaan

merokok juga telah terbukti dapat menurunkan metabolisme gula

yang kemudian menimbulkan diabetes melitus tipe 2. Pola makan

yang buruk seperti terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat,

lemak dan protein dan tidak melakukan aktivitas fisik merupakan

faktor risiko dari obesitas. Obesitas merupakan faktor risiko yang

berperan penting dalam diabetes melitus tipe 2 karena obesitas

dapat menyebabkan terjadinya resitensi insulin di jaringan otot

dan adipose. Semakin tinggi angka obesitas maka akan semakin

tinggi risiko untuk menderita diabetes melitus tipe 2 (Garnita,

2012). Seseorang yang mempunyai faktor risiko diabetes melitus

mempunyai potensi lebih besar menderita diabetes melitus

dibandingkan dengan yang tidak mempunyai faktor risiko (IDAI,

2015). Obesitas juga telah diketahui berhubungan dengan

terjadinya kerusakan pankreas sehingga pankreas tidak berfungsi

secara optimal. Hal ini dapat memicu terjadinya defisiensi insulin

dan kadar gula dalam darah tinggi (Nurcahyadi, 2013)

19
2.1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dijumpai pada pasien Diabetes Melitus yaitu

(Riyadi dan Sukarmin, 2011) :

1) Poliuria ( peningkatan pengeluaran urin )

2) Polidipsi ( peningkatan rasa haus ) akibat volume urin yang

sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi

ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel akan

berdifusi keluar sel mengikutin penurunan gradien konsentrasi ke

plasma yang hipertonik ( sangat pekat ). Dehidrasi intrasel

merangsang pengeluaran ADH (Antidiuretik Hormone ) dan

menimbulkan haus.

3) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada

pasien diabetes lama,katabolisme protein di otot dan

ketidakmampuan sebagian sel untuk menggunakan gula sebagai

energi.

4) Polifagia ( peningkatan rasa lapar )

5) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai

bahan Pemebentukan antibodi, peningkatan konsentrasi gula

disekresi mukus,gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran

darah pada penderita diabetesn kronik.

6) Kelainan kulit : gatal - gatal, bisul

Kelainan kulit berupa gatal - gatal, biasanya terjadi didaerah

ginjal. Lipatan kulit seperti diketiak dan dibawah payudara.

Biasanya akibat tumbuh jamur.

20
2.1.7 Komplikasi

Komplikasi dari diabetes mellitus menurut Smeltzer et al, (2013)

dan Tanto et al, (2014) diklasifikasikan menjadi komplikasi akut dan

komplikasi kronik. Komplikasi akut terjadi karena intoleransi gula

yang berlangsung dalam jangka waktu pendek yang mencakup:

1) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah keadaan dimana gula dalam darah mengalami

penurunan dibawah 50 sampai 60 mg/dL disertai dengan gejala

pusing,gemetar, lemas, pandangan kabur, keringat dingin, serta

penurunan kesadaran.

2) Ketoasidosis Diabetes(KAD)

3) KAD adalah suatu keadaan yang ditandai dengan asidosis

metabolic akibat pembentukan keton yangberlebih.

4) Sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemik(SNHH)

Suatu keadaan koma dimana terjadi ganagguan metabolisme yang

menyebabkan kadar gula dalam darah sangat tinggi, menyebabkan

dehidrasi hipertonik tanpa disertai ketosis serum.

Komplikasi kronik menurut Smeltzer et al, (2013) biasanya terjadi pada

pasien yang menderita diabetes mellitus lebih dari 10 – 15 tahun.

Komplikasinya mencakup:

1) Penyakit makrovaskular (Pembuluh darah besar): biasanya penyakit

ini memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan

pembuluh darahotak.

21
2) Penyakit mikrovaskular (Pembuluh darah kecil): biasanya penyakit

ini memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol

kadar gula darah untuk menunda atau mencegah komplikasi

mikrovaskular maupun makrovaskular.

3) Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom

yang mengakibatkan beberapa masalah, seperti impotensi dan

ulkuskaki.

2.1.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba

menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya

untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan

terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa

darah normal (Padila, 2012). Menurut Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia (PERKENI) (2011), terdapat 4 pilar penatalaksanaan DM,

yaitu edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan intervensi

farmakologis.

1. Edukasi

Menurut Tarwoto (2012), hal penting yang perlu diberikan

pada pasien DM adalah :

1) Penyakit DM yang meliputi pengertian, tanda dan gejala,

penyebab, patofisiologi, dan tes diagnostic.

2) Diet dan penanganan diet pada pasien DM

3) Aktivitas sehari-hari termasuk aktivitas dan olahraga

4) Pencegahan terhadap penyakit DM

22
5) Pemberian obat-obatan DM dan cara injeksi insulin

6) Cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara mandiri.

2. Terapi Nutrisi Medis

Diet untuk penderita diabetes adalah menu yang sehat dan

seimbang (healthy and balanced diet) artinya komposisi

karbohidrat, lemak dan proteinnya dalm jumlah yang sesuai dengan

keadaan kesehatan pasien DM. Pasien diabetes sebenarnya boleh

menikmati semua makanan yang disenangi, tetapi perlu

disesuaikan dengan kebutuhan tubuh agar semua sistem organ

tubuh bisa berfungsi dengan baik. Jadi, pengaturan diet diabetes

harus mencakup tiga unsur (3J) , yaitu Jam makan, Jumlah

makanan, dan Jenis makanannya (Tandra, 2013).

3. Latihan Jasmani

Olahraga bagi penderita diabetes adalah olahraga

aerobic.Yang dimaksud dengan olahraga aerobic adalah olahraga

yang berirama teratur.Aerobik adalah aktivitas yang memakai

oksigen secara teratur sehingga tidak membebani jantung dan paru.

Olahraga ini melatih nafas paru dan denyut jantung dengan cara

mengangkut oksigen dari paru ke jantung, terus ke pembuluh

darah, dan selanjutnya ke otot untuk aktivitas. Jenis olahraga yang

termasuk aerobic adalah jalan, joging, sepeda, dansa aerobic,

senam, renang.Olahraga bagi pasien diabetes tidak perlu berjam-

jam, melainkan cukup secara rutin dilakukan 30 menit sehari

selama 5-7 hari dalam seminggu.Mulailah dengan 10 menit pe hari,

23
kemudian tiap minggu ditingkatkan 5 menit sampai akhirnya

mencapai 30 menit. Lakukan juga peregangan (stretching) dan

olahraga kekuatan otot (strengthening) beberapa menit ( Tandra,

2013).

4. Intervensi Farmakologis

Pada diabetes tipe 1, pasien mutlak memerlukan suntikan

insulin setiap hari.Sementara itu pada penderita diabetes tipe 2,

kadang dengan diet dan berolahraga saja sudah cukup untuk

mengendalikan gula darah.Akan tetapi, umumnya pasien juga perlu

minum obat anti diabetes (OAD) secara oral atau tablet.Pada

keadaan tertentu pasien diabetes tipe 2 masih memerlukan suntikan

insulin atau bahkan perlu kombinasi suntikan insulin dan

tablet.Pada pasien diabetes tipe 2, pada permulaan pengobatan

biasanya cukup memakai satu jenis OAD.Akan tetapi, untuk lebih

efektif menurunkan gula darah, kadang diperlukan lebih dari satu

macam OAD (Tandra, 2013). Adapun pengobatan yang dilakukan

oleh penderita DM antara lain :

a. Terapi Farmakologi

1. Insulin

Insulin adalah hormone yang dihasilkan dari sel ᵝpankreas

dalam merspon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang

terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A

terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam

amino. Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan

24
luas dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin

adalah membantu transport glukosa dari darah kedalam sel.

Macam-macam sediaan Insulin :

- Insulin kerja singkat

Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya

baru sesudah setengah jam (Injeksi Subkutan), contoh :

Actrapid, Velosulin, Humulin Regular.

- Insulin kerja panjang (long-acting)

Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya

larutnya dicairan jaringan dan menghambat resopsinya dari

tempat injeksi kedalam darah. Metode yang digunakan adalah

mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau

mengubah bentuk fisiknya, contoh : Monotard Human.

- Insulin kerja sedang (medium-acting)

Sediaaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan

dengan mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama

kerja berlainan, contoh : Mixtard 30 HM (Tjay dan Rahardja,

2008). Secara keseluruhan sebanyak 20-30% pasien Dm tipe

2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan

kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat

dikendalikan kadar glukosa darah dengan kombinasi

metformin dan sulfonylurea, langkah selanjutnya yang

mungkin diberikan adalah insulin (Waspadji, 2010).

2. Obat Antidiabetik Oral

25
Obat-obatan antidiabetik oral ditunjukkan untuk membantu

penanganan pasien diabetes mellitus tipe 2.Farmakoterapi

antidiebetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu

jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat (Ditjen Bina

Farmasi dan Alkes, 2008).

- Golongan Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin

dikelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-

sel ᵝ Langerhans pankreas masih dapat berproduksi

penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah

pemberian senyawa-senyawa sulfonylurea disebabkan oleh

perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat

golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru

dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah

mengalami ketoasidosis sebelumnya (Ditjen Bina farmasi dan

Alkes, 2008).

- Sulfonilurea generasi pertama

Tolbutamid diabsorbsi dengan baik tetapi cepat

dimetabolisme dalam hati.Masa kerjanya relative singkat,

dengan waktu paruh eliminasi 4-5 jam (Katzung,

2008).Dalam darah tolbutamid terikat protein plasma.Di

dalam hati obat ini diubah menjadi karboksitolbutamid dan

dieksresi melalui ginjal (Handoko dan Suharto, 2008).

Asektoheksamid dalam tubuh cepat sekali mengalami

26
biotransformasi, masa paruh plasma 0,5 – 2 jam. Tetapi

dalam tubuh obat ini diubah menjadi I-hidroksilheksamid

yang ternyata lebih kuat efek hipoglikemianya daripada

asetoheksamid sendiri.Selain itu I-hidroksilheksamid juga

memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang kira-kira 4-5

jam.Klorpropamid cepat diserap oleh usus, 70-80%

dimetabolisme di dalam hati dan metabolitnya cepat

diekskresi melalui ginjal. Dalam darah terikat albumin, masa

paru kira-kira 36 jam sehingga efeknya masih terlihat

beberapa hari setelah pengobatan dihentikan. Tolazamid

diserap lebih lambat diusus daripada sulfonylurea lainnya dan

efeknya pada glukosa darah tidak segera tampak dalam

bebrapa jam setelah pemberian. Waktu paruhnya sekitar 7

jam (Katzung, 2008).

- Sulfonilurea generasi kedua

Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-

kira 100 kali lebih kuat daripada tolbutamida.Sering kali

ampuh dimana obat-obat lain tidak efektif lagi, risiko

hipoglikemia juga lebih besar dan sering terjadi. Pola

kerjanya berlain dengan sulfonylurea yang lain yaitu dengan

single-dosepagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin

pada setiap pemasukan glukosa (selama makan) (Tjay dan

Rahardja, 2008). Obat ini dimetabolisme di hati, hanya 21%

metabolit diekskresi melalui urin dan sisanya diekskresi

27
melalui empedu dan ginjal. Glipizid memiliki waktu paruh 2-

4 jam, 90% glipizid dimetabolisme dalam hati menjadi

produk yang aktif dan 10% diekskresikan tanpa perubahan

melalui ginjal (Katzung,2008). Glimepiride dapat mencapai

penurunan glukosa darah dengan dosis paling rendah dari

semua senyawa sulfonilurea. Dosis tunggal besar 1 mg

terbukti efektif dan dosis harian maksimal yang dianjurkan

adalah 8 mg. Glimepiride mempunyai waktu paru 5 jam dan

dimetabolisme secara lengkap oleh hati menjadi produk yang

tidak aktif (Katzung, 2008).

- Golongan Biguanida

Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin

menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap

kerja insulin pada tingkat selular dan menurunkan produksi

gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat

badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada

penderita yang overweight (Dijten Bina Farmasi dan Alkes,

2008).

- Golongan Tiazolidindion

Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis

yang luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin

dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot,

jaringan lemak dan hati, sebagi efeknya penyerapan glukosa

kedalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion

28
diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan

yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan

juga tidak menyebabkan kelelahan sel ᵝ pankreas .Contoh :

Pioglitazone, troglitazon.

- Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim

glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat

menurunkan hiperglikemia posprandrial. Obat ini bekerja di

lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga

tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh ; Acarbose

(Tjay dan Rahardja, 2008).

b. Terapi Non Farmakologi

1. Pengaturan Diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan

penatalaksanaan diabetes.Diet yang dianjurkan adalah

makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal

karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada

diabetes adalah :

1) Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa

darah mendekati kadar normal.

2) Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar

yang optimal.

3) Mencegah komplikasi akut dan kronik.

4) Meningkatkan kualitas hidup.

29
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes

mellitus, yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah

pencapaian hasil metabolis yang optimal dan pencegahan

serta perawatan komplikasi.

2. Pola Hidup sehat dengan menjaga waktu jam tidur

3. Olahraga

Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga

kadar gula darah tetap normal. Prinsipnya, tidak perlu

olahraga berat, olahraga ringan asal dilakukan secara teratur

akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa

contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan atau lari

pagi, bersepeda, berenang, dan adapun senam yang bisa

dilakukan dan berguna untuk penderita diabetes yaitu senam

kaki diabetes yang bisa mengontrol kadar gula darah.

2.2 Konsep Gula Darah

2.2.1 Pengertian

Gula darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk

dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di hati

dan otot rangka. Gula dalam darah disebut juga gula, yang berasal dari

dua sumber, yaitu dari makanan yang masuk dan hasil produksi hati.

Tubuh menyerap karbohidrat lewat usus, kemudian mengubahnya

menjadi sumber energi utama bagi sel tubuh di otot dan jaringan. Gula

merupakan produk akhir metabolisme karbohidrat dan sumber energi

utama mahluk hidup yang penggunaannya dikontrol dengan insulin.

30
Gula juga merupakan salah satu bahan makanan yang dapat digunakan

oleh otak, retina, epitel germinal gonad dalam jumlah yang cukup untuk

menyuplai jaringan tersebut secara optimal sesuai dengan energi yang

dibutuhkan (Budiman, 2013).

2.2.2 Klasifikasi Gula Darah

Menurut Budiman (2013) klasifikasi gula darah menjadi:

1) Gula darah normal: 70-150 mg/dl

2) Gula darah rendah : < 200 mg/dl

3) Gula darah sedang : 200-300 mg/dl

4) Gula darah tinggi : > 300 mg/dl

Kadar gula darah sewaktu

Bukan DM Belum pasti DM DM

Plasma Vena < 110 110-199 > 200

Darah Kapiler < 90 90-199 >200

Kadar gula darah puasa

Bukan DM Belum pasti DM DM

Plasma Vena < 110 110-125 > 126

Darah Kapiler < 90 90-109 >110

31
2.2.3 Faktor yang mempengaruhi Kenaikan dan Penurunan Kadar Gula

Darah

Menurut Budiman (2013), kenaikan dan penurunan kadar gula


darah dipengaruhi oleh:

1) Kenaikan kadar gula darah dipengaruhi oleh:

a. Penyerapan gula dari saluran hati

b. Produksi gula oleh hati

c. Melalui glikogenolisis glikogen simpanan

d. Melalui glukoneogenesisgula darah

2) Penurunan kadar gula darah dipengaruhi oleh:

Transport gula kedalam sel, digunakan untuk menghasilkan energi,


disimpan sebagai glikogen melalui glikogenesis, sebagai trigliserid.

2.2.4 Macam-macam Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Menurut Mahmudah (2010) jenis pemeriksaan darah adalah

1) Gula darah sewaktu

Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari

tanpa memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi

tubuh orang tersebut.

2) Gula darah puasa dan 2 jam setelah makan

Pemeriksaan gula darah puasa adalah pemeriksaan gula yang

dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan

pemeriksaan gula 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan yang

dilakukan 2 jam setelah makan.

32
2.3 Konsep Senam Kaki

2.3.1 Pengertian

Senam kaki merupakan latihan yang dilakukan bagi penderita DM

atau bukan penderita untuk mencegah terjadinya luka dan membantu

melncarkan peredaran darah bagian kaki (Soebagio, 2011). Perawat

sebagai salah satu tim kesehatan, selain berperan dalam memberikan

edukasi kesehatan juga dapat berperan dalam membimbing penderita

DM untuk melakukan senam kaki sampai dengan penderita dapat

melakukan senam kaki secara mandiri (Anggiyana & Atikah, 2010).

Gerakan-gerakan senam kaki ini dapat memperlancar peredaran darah

di kaki, memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot kaki dan

mempermudah gerakan sendi kaki. Dengan demikian kaki diharapkan

kaki penderita diabetes dapat terawat baik dan dapat meningkatkan

kualitas hidup penderita diabetes (Anneahira,2011).

2.3.2 Manfaat Senam Kaki Diabetes Mellitus

Manfaat senam kaki bagi para penderita diabetes mellitus antara

lain (Setyoadi & Kushariadi 2011):

1. Memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil kaki, dan

mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki.

2. Meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha.

3. Mengatasi pergerakan sendi.

4. Menurunkan kadar gula darah

33
Pada saat seseorang melakukan senam kaki pada tubuh akan terjadi

peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif dan

terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi,

metabolisme, dan susunan saraf otot. Dimana glukosa yang di

simpan dalam otot dan hati sebagai glikogen, glikogen cepat diakses

untuk dipergunakan sebagai sumber energi pada latihan senam kaki

terutama pada beberapa permulaan senam dimulai. Setelah

melakukan senam kaki 10 menit, akan terjadi peningkatan glukosa

15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit akan meningkat

sampai 35 kali. (Devi, 2018)

2.3.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Senam Kaki Diabetes Mellitus

1. Indikasi Senam Kaki Diabetes Mellitus Tipe 2 :

1) Diberikan kepada penderita diabetes mellitus tipe 2

2) Sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosis menderita diabetes

tipe 2 sebagai tindakan pencegahan dini.

(Setyoadi &Kushariadi, 2011).

2. Kontra Indikasi Senam Kaki Diabetes Mellitus Tipe 2 :

1) Pasien yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti

dispneu dan nyeri dada.

2) Pasien yang mengalami depresi, khawatir dan cemas.

(Setyoadi & Kushariadi, 2011).

34
2.3.4 Tehnik Senam Kaki Diabetes Mellitus

Menurut Yunir (2010), sebelum melakukan latihan olahraga

terlebih dahulu ada hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:

1. Pemanasan

Kegiatan ini dilakukan sebelum memulai aktivitas sebenarnya,

dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem imun seperti

meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi sehingga

mencapai intersitas latihan. Pemanasan perlu juga dilakukan untuk

menghindari cidera latihan. Pemanasan dilakukan cukup selama 5-

10 menit (Devi, 2018).

35
36
2. Latihan Inti

Latihan ini diharapkan denyut nadi mencapai target Heart

Rate, agar mendapat manfaat latihan (Devi, 2018).

37
38
3. Pendinginan

Setelah melakukan latihan jasmani sebaiknya melakukan

pendinginan. Tahap ini dilakukan untuk menghindari penimbunan

39
asam laktat yang menyebabkan rasa nyeri pada otot setelah

melakukan latihan jasmani. Pendinginan dilakukan selama 5-10

menit hingga denyut nadi mendekati denyut nadi saat istirahat

(Devi, 2018).

4. Peregangan

Tahap ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot

yang masih teregang dan menjadikan lebih elastis. Tahap ini lebih

bermanfaat terutama bagi mereka yang usia lanjut (Devi, 2018).

40
2.4 Pengaruh Senam Kaki Diabetik Terhadap Perubahan Kadar Gula Dalam

Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2

Menurut Nurlinawati, Kamariyah, dan Yuliana (2018) berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa pada kelompok intervensi sebelum dilakukan

senam kaki dengan rata-rata kadar gula darah sebesar 208.64 mg/dl, kemudia

setelah dilakukan senam kaki terdapat 11 responden kelompok intervensi

yang menunjukkan perubahan kadar gula darah normal. Hal ini menunjukkan

adanya manfaat pemberian senam kaki terhadap perubahan kadar gula darah

pada responden yang mengalami masalah kadar gula darah.

Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan terapi yang peneliti lakukan,

penyebab responden mengalami penurunan kadar gula darh dikarenakan

responden fokus dan konsentrasi dalam mengikuti terapi yang diberikan oleh

peneliti, sehingga hal ini dapat mempengaruhi hasil senam kaki terhadap

kadar gula darah responden. Selain itu pada saat responden mengikuti terapi,

responden telah diberikan pembatasan makanan-makanan yang mengandung

karbohidrat tinggi (nasi, roti, buah-buahan yang banyak mengandung kadar

gula seperti mangga, jambu, rambutan) untuk mendukung penurunan kadar

gula darah responden yang diberikan oleh petugas puskesmas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok intervensi senam kaki

berpengaruh yang signifikan terhadap kadar gula darah pada responden

dengan nilai p-value = 0,027 (p < 0,05). Hasil uji terapi ini menunjukkan

bahwa senam kaki berpengaruh dalam penurunan kadar gula darah pada

responden.

41

Anda mungkin juga menyukai