Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pembimbing :

Popy Siti Aisyah, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Oleh :

GINA AGUSTIANI

402019006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘ASIYIYAH
BANDUNG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

A. Definisi Apendisitis

Menurut Dapartemen Kesehatan RI, apendisitis merupakan salah satu

penyebab dari penyakit akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan

operasi gawat darurat pada abdomen. Di Indonesia sendiri apendisitis menempati

peringkat utama diantara kasus gawat darurat abdomen lainnya. Apendisitis

umumnya penyakit yang terjadi pada usia 20-an dengan penurunan setelah usia 30

tahun (Depkes, 2012).

Apendisistis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacaing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa

mengakibatkanperadangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk

mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wim, 2005).

B. Etiologi Appendisitis

Etiologi apendisitis hingga saat ini belum diketahui. Jumlah asupan makanan

berserat, obstruksi lumen, dan faktor genetik diduga berperan dalam proses

terjadinya penyakit. Sejumah penyakit infeksi dan parasit diketahui melibatkan

apendiks dan kadang-kadang dapat menyebabkan inflamasi apendiks.

Penelitian (Indri u, 2014), menyatakan resiko jenis kelamin pada pada kejadian

apendisitis terbanyak berjenis kelamin laki-laki dengan persentasi 72,2%

sedangkan berjenis kelamin perempuan hanya berjumlah 27,8%. Sedangkan

menurut (Nurhayati, 2011) mengatakan bahwa pola makan yang kurang serat
menyebabkan apendisitis, selain itu bahan makanan yang dikonsumsi dan cara

pengolahan serta waktu makan yang tidak teratur akan menyebabkan apendisitis,

kebiasaan pola makan yang kurang dalam mengkonsumsi serat yang berakibat

timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman,

sehingga terjadi peradangan pda apendiks.

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor

predisposisi yaitu :

1. Obstruksi lumen, pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid

b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks

c. Adanya benda asing seperti biji-bijian

d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

2. Infeksi dari colon yang paling sering adalah E.Coli dan Streptococus

3. Laki-laki lebih banyak dari wanita, dalam rentan usia 15-30 tahun (remaja

dewasa), ini disebabkan karena peningkatan jaringan limpoid pada masa

tersebut.

4. Tergantung pada apendiks

Klasifikasi Apendisitis menurut (Nurafif & Kusuma, 2015) :

1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan faktor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain hyperplasia
jaringan limfa, filkait (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris yang
dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit
(E.histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak pernah
kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskropik dan
mikroskropik (fibrosis menyeluruh didinding apendiks, sumbatan parsial atau
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lam dimukosa dan infiltasi
sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang stelah apendiktomi.
C. Tanda dan Gejala Appendisitis

1. Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah


2. Mual dan muntah
3. Anoreksia
4. Nyeri di perut kanan bawah
5. Demam diatas 37,5 oC
6. Timbul spasme otot
7. Nyeri tekan lepas

Pada kasus apendisitis akut klasik, gejaa awal adalah nyeri atau rasa tidak enak

disekitar umbilikus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari satu atau dua hari.

Dalam bebrapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai oleh

anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan disekitar titik

McBurney. Kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Biasanya

ditemukan demam ringan dan lekosit sedang. Apabila terjadi ruptur apendiks, tanda

perforasi dapat berupa nyeri, nyeri tekan dan spasme. Penyakit ini sering disertai

oleh hilangnya rasa nyeri secara dramatis untuk sementara (Price, 2006).
D. Patomekanisme Appendisitis

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan obstruksi lumen apendiks

oleh hyperplasia, folikel, benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan

sebelumnya atau neoplasma. Tekanan yang meningkat akan menghambat aliran

limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis, bakteri dan ulserasi mukosa. Pada

saat ini terjadi apendisitis akut local yang ditandai dengan nyeri pada epigastrum.

Bila sekresi mukus terus berlanjut tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi, edema bertambah dan bakteri akan menembus

dinding peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat

sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan ini disebut

apendisitis supraktif akut. Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding

apendiks yang diikuti dengan ganggren. Stadium ini disebut dengan apendisitis

gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis

perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang

disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses

atau menghilang (Mansjoer, 2001).


Pathway Apendisitis

Hiperplasis folikel limfoid, fekalit, benda asing,


cacing, tumor atau neoplasma.

Obstruksi lumen apendiks Akumulasi Bakteri

Menyumbat saluran mukosa Implamasi Resiko Infeksi

Hipoxia jaringan ↑ tekanan Intraluminal Mediator Kimia


apendic

Apendisitis
Ulcerasi Pirogen Endrogen keluar

Perforasi
Kronik Akut
Prostagladin

Akumulasi Sekret Sekresi mukus ↑


Obstruksi vena dan Sel point
perluasan peradangan. hipotalamus
Ketidakefektifan Terjadi Pembengkakan
bersihan jalan Aliran Artery terganggu (Infeksi, bakteri, ulserasi)
Demam
nafas

Nekrosis, Nyeri Akut


Hipertermi
ganggrene,perforasi

Gangguan rasa nyaman

Asupan makan ↓

Mual dan Muntah

Anoreksia

Ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
E. Komplikasi Appendisitis

Komplikasi utama pada apendisitis adalah sepsis yang dapat berkembang

menjadi : perforasi, abses, peritonitis. Perforasi secara umum terjadi sekitar 24 jam

setelah nyeri, gejala nyeri antara lain demam suhu 37,5º-38,5º C atau lebih tinggi,

penampilan toksik, meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan

bawah dengan peritonitis umum atau abses yang terlokaliasi ileus, demam, malaise,

dan leokositosis (Seymour & Schwartz, 2000).

Bedasarkan komplikasi apendisitis diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu

apendisitis sederhana (tidak dijumpai komplikasi ganggren, perforasi atau abses)

dan apendisitis komplikata (bila dijumpai satu atau lebih komplikasi ganggren,

perforasi atau abses) (DynaMed, 2013).

F. Prosedur Diagnostic Appendisitis

1. Pemeriksaan Pedriatic Appendicitis Score (PAS)

2. Pemeriksaan Labolatorium

a. Pemeriksaan darah lengkap

b. Pemeriksaan C-Ractive Protein

c. Kombinasi pemeriksaan Leukosit dan CRP

d. Pemeriksaan Tripel (Leukosit, Neutrofil dan CRP)

e. Marker Apendiks lainnya

f. Pemeriksaan Urinalis

3. Pemeriksaan Radiografi

4. Pemeriksaan Mikrobiologi

5. Pemeriksaan Histopatologi
G. Penatalaksanaan Medis Appendisitis

Pengobatan yang dianjurkan untuk apendisitis akut adalah apendektomi,

walaupun kadang-kadang dijumpai kesembuhan pada penderita apendisitis setelah

diberikan antibiotik bersamaan degan pengobatan infeksi saluran kemih atau infeksi

otitis media, pada masa mendatang dijumpai kekambuhan dengan tanda-tanda

apendisitis dan memerlukan tindakan apendektomi. Operasi apendektomi harus

dilakukan sesegera mungkin apabila sudah didiagnosis dengan apendisitis dengan

persiapan pre operatif dan resusitasi cairan yang adekuat (Sawin, 2004)

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakan.

Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta membatasi aktivitas fisik

sampai pembedahan dilakukan (Yayan, 2008)Analgetik dapat diberikan setelah

diagnosa ditegakan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)

dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendektomi

dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan

cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila

apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.

H. Penatalaksanaan Diet Pada Penderita Appendisitis

Pada penelitian (Handayani, 2015) responden dengan kategori jenis makanan

yang tidak cukup serat lebih banyak terdiagnosa apendisitis akut, oleh karena itu

untuk memenuhi beberapa fungsi tersebut dan untuk mencegah apendisitis dapat

dilakukan dengan makanan yang bergizi dan berserat tinggi.


Kategori serat :

1. Soluble Fiber

Soluble fiber meliputi pectin, gum, mucilage, dan beberapa hemicelluloses.

Pectin terutama ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran, seperti apel, jeruk dan

wortel. Bentuk lain soluble fiber/serat larut ditemukan pada gandum, padi dan

polong. Pengaruh serat larut dalam saluran cerna berhubungan dengan kemampuan

mereka untuk menahan air dan membentuk gumpalan/gel, serta berperan sebagai

substrat untuk fermentasi oleh bakteri yang berada di usus besar.

2. Insoluble Fiber

Insoluble fiber terutama terdiri dari cellulose dan hemicelluloses. Serat jenis

tersebut memberikan struktur pada sel tumbuhan dan ditemukan pada semua jenis

material tumbuhan. Sumber utama serat ini berada dalam padi, sereal dan biji-

bijian. Lignin adalah sebuah material noncarbohydrate juga termasuk dalam

determinan serat, yaitu merupakan komponen utama yang ada di pohon dan

memberikan struktur pada bagian batang tumbuhan. Serat ini memiliki bagian yang

sangat kecil sekali dalam konsumsi makanan keseharian (1g/hari) dan paling sering

ditemukan di kulit buah yang dapat dimakan dan biji-bijian. Serat tidak larut kurang

mampu menahan air. Serat ini penting untuk memperbesar massa feses (bulky

stools). Serat tidak larut umumnya sukar atau lambat difermentasi.


I. Rencana Asuhan Keperawatan Appendisitis

Diagnosa
No Tujuan Perawatan (Noc) Intervensi Keperawatan (NIC) Rasional Intervensi
Keperawatan

1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Agar berfokus untuk pengobatannya,

berhubungan dengan keperawatan Nyeri Akut dapat komprehensif yang meliputi lokasi, dan bisa mengetahui seberapa besar

Agen Cedera Fisik teratasi dengan kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, tingkat nyeri ang dirasakan klien.

- Klien mampu untuk intensitas dan pencetus nyeri. 2. Merupakan obat anti inflamasi yang

mengontrol nyeri 2. Pemberian Analgesik dan pastikan berfungsi untuk mengurangi rasa

- Klien merasa nyaman perawatan analgesik bagi pasien nyeri.

- Klien mampu bergerak bebas dilakukan dengan pemantauan yang 3. Agar pasien mampu mandiri dalam

tanpa rasa nyeri ketat menangani nyeri.

- Klien mampu tidur tanpa 3. Dorong pasien untuk memonitor 4. Pada relaksasi benson terjadi

gangguan nyeri dan menangani nyerinya penurunan konsumsi oksigen, Output

dengan tepat. CO2, frekuensinafas, dan kadar laktat


4. Pengaruh pemberian relaksasi benson sebagai indikasi penurun tingkat

terhadap skala nyeri (Rasubala, stres.

Kumaat, & Mulyadi, 2017). 5. Salah satu bentuk distraksi, yaitu

5. Pemberian terapi Seft untuk mengalihkan fokus klien kepada

mengurangi nyeri (Hakam, 2009). selain nyeri. Pada teknik seft dimana

6. Pemberian terapi Asmaul Husna seseorang menekan titik-titik tertentu

terhadap penurunan skala nyeri dan memasrahkan sakit yang sedang

(Wulandini, 2018) dialaminya.

6. Distraksi adalah memfokuskan

perhatian klien kepada selain nyeri,

salah satunya distraksi pendengaran

biasanya dilakukan dengan

mendengarkan Asmaul Husna.


2. Ketidak Seimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi 1. Untuk mengetahui kekurangan

Nutrisi Kurang dari keperawatan Ketidak pada klien nutrisi pada klien

Kebutuhan Seimbangan Nutrisi Kurang 2. Kaji penurunan nafsu makan pada 2. Agar dapat dilakukan intervensi

berhubungan dengan dari Kebutuhan dapat teratasi klien dalam pemberian makan pada

ketidak mampuan dengan kriteria hasil : 3. Beri obat sebelum makan klien

mengabsorbsi - Nafsu makan klien membaik/ (penghilang rasa sakit) 3. Untuk menghilangkan nyeri pada

nutrien keinginan untuk makan 4. Pastikan makanan disajikan dengan saat klien makan

- Eliminasi usus normal/ cara yang menarik dan pada suhu 4. Untuk meningkatkan selera

pembentukan dan yang paling cocok untuk konsumsi makan klien

pengeluaran fases normal secara optimal

- Tidak ada nyeri saat makan

3. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu sesering mungkin 1. Untuk mengetahui jika terjadi

berhubungan dengan keperawatan Hipertermi dapat 2. Berikan anti piretik peningkatan suhu diatas 37,5.

penyakit/ teratasi dengan kriteria hasil :


peningkatan laju - Termoregulasi klien dalam 3. Efektifitas pemberian kompres 2. Obat anti piretik menyebabkan

metabolisme rentang 36,5 – 37,5 hangat untuk menurunkan suhu hipotalamus untuk

- Tanda – tanda vital dalam tubuh (Purwanti, 2008) mengesampingkan peningkatan

rentang normal 4. Efektifitas pemberian kompres interleukin yang kerjanya

- Klien mampu mengenali hangat dan sponge bath (Zahroh & menginduksi suhu tubuh.

tanda dan gejala hipertermia Khasanah, 2017). 3. Pada kompres hangat akan

- Klien mampu memonitor memberikan sinyal ke

tanda dan gejala dari hipotalamus melalui sumsum

penyakit yang klien derita tulang belakang untuk

mengeluarkan keringat dan

vasodilatasi perifer, energi panas

dibuang melalui keringat

sehingga suhu tubuh menurun.


4. Degan sponge bath sinyal dikirim

ke hipotalamus posterior sehingga

kulit menjadi vasokontriksi, suhu

tubuh diserap pori-pori kulit dam

suhu tubuh menurun.

4. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah 1. Menghindari terjadinya penularan

keperawatan Resiko Infeksi tindakan keperawatan dari tangan, baik dari pasien

dapat teratasi dengan kriteria 2. Tingkatkan intake nutrisi ataupun luar pasien.

hasil : 3. Monitor tanda dan gejala infeksi 2. Dengan asupan nutrisi yang baik

- Tidak ada tanda dan gejala 4. Ajarkan cara menghindari infeksi dapat menjadikan sistem imun baik

infeksi dan itu dapat mencegah terjadinya

- Klien mampu untuk infeksi.

mencegah timbulnya infeksi 3. Agar dapat mendeteksi sebelum

terjadinya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas 4. Dapat mengurangi resiko terjadinya

normal infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, Dapartemen Kesehatan RI (2012). Penyakit Pada Abdomen. Jakarta.

DynaMed. (2013). Appendicitis. EBSCO Information Service.


Hakam, M. d. (2009). Intervensi SEFT untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien
kanker . Makara, Kesehatan.
Handayani, A. F. (2015).
Indri u, d. (2014). Hubungan Antara Nyeri, Kecemasan, Dan Lingkungan Dengan
Kualitas Tidur Pada Paien Post Operasi Apendisitis. Journal Preventif.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta: Media
AesculapiusFKUI.
Nurafif , A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuha Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis NANDA. Jogjakarta: Mediaction.
Nurhayati. (2011). Faktor Resiko Kejadian Apendisitis Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kab. Pangkep. Jurnal Pravventif .
Price, S. A. (2006). Patofosiologi konsep klinis proses - proses penyakit. Jakarta:
EGC.
Purwanti. (2008). Pengaruh kompres hangat terhadap perubahan suhu tubuh pada
pasien anak hipertermia di ruang rawat inap RSUD Dr.Moewardi Surakarta.
Berita Ilmu Keperawatan.
Rasubala, G. F., Kumaat, L. T., & Mulyadi. (2017). Pengaruh Tekhnik Relaksasi
Benson Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi di
RSUP.PROF.DR.R.D.KANDOU dan RS TK.III R.W.MONGISIDI Teling
Manado. e-Journal Keperawatan.
Sawin. (2004). Appendix and Meckel's Diverticulum. In : Principles and practice
ofpediatric surgery. Lippincot Wt and Wilkins.
Seymour, I., & Schwartz. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta :
EGC.
Wim, J. d. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Wulandini, P. d. (2018). Efektifitas Terapi Asmaul Husna Terhadap Penurunan
Skala Nyeri Pada Pasien Fraktur di RSUD Provinsi RIAU. Jurnal
Edurance.
Yayan, A. (2008). Apendisitis .
Zahroh, R., & Khasanah, N. (2017). Efektifitas Pemberian Air Hangat dan Sponge
Bath Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Gastroenteritis. Jurnal
Ners Lentera.

Anda mungkin juga menyukai