Anda di halaman 1dari 17

TUGAS TERSTRUKTUR

EKOFISIOLOGI DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN TANAMAN

(Respon Tanaman terhadap Cekaman Patogen)

Oleh :
Zulfa Rahmadita Nur Azizah
(A2A019004)

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stres pada tanaman atau yang sering disebut sebagai cekaman merupakan
faktor lingkungan baik itu biotik maupun abiotik yang dapat menurunkan
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Cekaman patogen pada tanaman
dapat menyebabkan terjadinya gangguan fisiologi yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Patogen yang menginfeksi tanaman
dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Penyakit adalah proses interaksi antara
tumbuhan dengan patogen yang dipengaruhi oleh lingkungan dan mengakibatkan
gangguan atau penyimpangan fisiologi serta struktur tumbuhan. Penyakit
tumbuhan akan muncul bila terjadi kontak dan terjadi interaksi antara dua
komponen yaitu tumbuhan dan patogen. Untuk mendukung perkembangan
penyakit maka harus adanya interaksi tiga komponen yaitu patogen yang virulen,
tanaman yang rentan dan lingkungan yang mendukung.
Budidaya kakao (Theobroma cacao) menghadapi banyak kendala, antara
lain serangan organisme pengganggu yang dapat menurunkan produksi tanaman.
Penyakit penting kakao baik di Indonesia maupun negara produsen lain adalah
busuk buah (blackpod) yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora Butl.
Kerugian akibat penyakit ini berbeda antar daerah atau negara. Pada umumnya
besarnya kerugian akibat penyakit ini mencapai 20-30% dan kematian tanaman
10% pertahun (ICCO, 2013).
Tanaman cabai (Capsicum spp.) merupakan salah satu komoditas sayuran
penting yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Upaya peningkatan produksi
cabai tidak selalu berjalan lancar, banyak mengalami hambatan dan kendala.
Salah satu penghambat yang dapat menurunkan produksi tanaman cabai adalah
gangguan penyakit layu yang disebabkan oleh serangan jamur Fusarium
oxysporum f.sp capsici. Spesies jamur Fusarium oxysporum merugikan para
petani karena serangan jamur menyebabkan tanaman mengalami layu patologis
yang berakhir dengan kematian (Selly et al., 2015).
Sebagaian besar patogen tidak dapat menyerang kebanyakan tanaman dan
mereka memiliki serangan inang yang terbatas. Lingkungan dan kondisi yang
mendukung pengembangan patogen, perlawanan serta kerentanan dari tanaman
untuk patogen tertentu tergatung pada dua faktor yang saling terkait yaitu
persyaratan subtrat dari patogen dan respon tanaman terhadap patogen. Dengan
adanya cekaman dari patogen tersebut perlu diketahui pertahanan yang dilakukan
oleh tanaman untuk mempertahankan hidupnya dalam merespon infeksi yang
menyebabkan tanaman menjadi sakit.

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui mekanisme penyerangan patogen penyebab busuk buah


kakao dan layu fusarium cabai.
2. Untuk mengetahui respon tanaman kakao dan cabai pada kondisi cekaman
patogen.
3. Untuk mengetahui pengelolaan tanaman kakao dan cabai terhadap kondisi
cemakan patogen.
II. MEKANISME PENYERANGAN PATOGEN

A. Busuk Buah Kakao


Jamur Phytoptora palmivora merupakan patogen tular tanah (soil-
bornepathogens) yang merupakan kelompok mikroorganisme yang sebagian besar
siklus hidupnya berada di dalam tanah dan memiliki kemampuan untuk
menyerang semua organ atau bagian tanaman seperti akar, daun, batang, ranting,
batalan bunga dan buah pada semua tingkatan umur, tetapi serangan pada buah
yang paling merugikan (Opeke dan Gorenz, 1974).
Penyerangan Phytoptora palmivora pada buah kakao yaitu pada fase
pembungaan sampai pembentukan buah. Tanaman kakao yang belum berbuah,
jamur bertahan di dalam tanah. Selama daur hidupnya, P. palmivora
menghasilkan beberapa inokulum yang berperan dalam perkembangan penyakit
pada kakao yaitu miselium, sporangium, oospora dan klamidospora (Rubiyo dan
Amariya, 2013). Jamur ini juga membentuk spora yang berbentuk bulat
berdinding tebal, berwarna kecoklatan dengan diameter 20-28µm (Alberida et al,
2010). Perkembangan busuk buah dipengaruhi oleh kelembaban udara, yaitu 80-
95% selama 2-4 jam yang mendukung infeksi spora kembara P. palmivora.
(Thorold, 1975). Kondisi yang lembab dapat mengahsilkan 4 juga sporangia yang
disebarkan melalui hujan, semut, serangga, tikus, kelelawar, maupun peralatan
pemangkasan yang terkontaminasi (ICCO, 2013).

(ICCO, 2013) (Rubiyo dan Amariya, 2013)

Proses infeksi patogen diawali dengan penetrasi P. palmivora pada buah


kakao. Yaitu beberapa saat setelah patogen berkontak dengan air, spora kembara
mulai dibebaskan, mengkista dan kemudian menghasilkan buluh kecambah.
Penetrasi buluh kecambah melaui mulut kulit. Bintik nekrotik kehitaman terlihat
antara 24-36 jam setelah infeksi pada tempat inokulasi (Rubiyo dan Amariya,
2013). Buah yang telah terinfeksi patogen akan berwarna coklat kehitaman pada
permukaannya, menjadi busuk basah dan selanjutnya dapat menyebar menutupi
permukaan buah. Bagian buah yang menghitam akan muncul lapisan berwarna
putih bertepung yang merupakan spora jamur sekunder dan terdapat juga
sporangium Phytoptora (Fajri et al, 2017). Miselium yang berwarna putih dan
mengandung sporangium akan menutupi seluruh permukaan buah pada
kelembaban yang mendukung. Awalnya bercak pada buah berukuran kecil seperti
spot-spot yang kotor, tebal dan terdapat pada setiap fase perkembangan buah,
bercak berkembang dengan cepat menutupi jaringan internal dan seluruh
permukaan buah, termasuk biji. Keadan ini dapat menyebabkan kehilangan hasil
dan rendahnya kualitas buah.

B. Layu Fusarium Cabai

Cendawan Fusarium oxysporum masuk ke dalam tanaman cabai dan


menyerang pada bagian akar menuju pembuluh xilem dan mengganggu transport
air sehingga stomata daun menutup dan menyebabkan tanaman layu. Saat
tanaman kekurangan air dan unsur hara karena jaringan xylem terganggu
menyebabkan stomata pada daun akan menutup untuk mengurangi terjadinya
penguapan, sehingga kandungan air masih dapat terjaga dalam tanaman walaupun
jumlahnya sedikit. Dalam pembuluh xilem Fusarium oxysporum membebaskan
polyfenol yang diubah menjadi quinon dan mengalami polimerasi menjadi
melamin sehingga batang tanaman menjadi berwarna sawo matang (coklat).
Racun yang dikeluarkan oleh cendawan tersebut menyebabkan tanaman cepat
kehilangan air dan akhirnya terjadi kelayuan (Faizah et al., 2012).
Kerusakan batang tersebut disebabkan sistem transportasi yang terdapat
pada jaringan xilem dan sistem translokasi yang terdapat pada jaringan floem
terhambat. Terhambatnya sistem tersebut mengakibatkan kebutuhan air dan hara
tidak tercukupi. Air diperlukan tanaman untuk proses transpirasi dan fotosintesis.
Proses fotosintesis menghasilkan produk berupa glukosa (C6H12O6), jika proses
fotosintesis terganggu maka akan memengaruhi proses respirasi tanaman. Selain
itu hasil dari proses fotosintesis dan respirasi yang berupa ATP dapat
memengaruhi pertumbuhan buah (hasil produksi) dan tinggi tanaman (Agrios,
1996).
Gejala-gejala yang terlihat pada tanaman cabai seperti pada batang
diakibatkan karena terganggunya proses fotosintesis. Menurut Agrios (1996) pada
tanaman yang terserang oleh patogen proses fotosintesisnya terganggu karena
patogen mensekresi zat toksin, Fusarium oxysporum mensekresi zat toksin berupa
asam fusaric, dan asam dehidrofusaric yang mampu menghambat proses
fotosintesis dan menyebabkan tanaman menjadi layu akibat kehilangan air.
Toksin-toksin tersebut akan mengubah permeabilitas membran plasma dari sel
tanaman inang sehingga mengakibatkan tanaman yang terinfeksi lebih cepat
kehilangan air daripada tanaman yang sehat. Menurut Agrios (1996) pada
tanaman yang terserang oleh patogen proses fotosintesisnya terganggu karena
adanya zat toksin berupa asam fusaric, asam dehidrofusaric yang mampu
menghambat proses fotosintesis sehingga tanaman cabai tidak mampu
menghasilkan glukosa sebagai hasil fotosintesis secara maksimal dan
menyebabkan tanaman tersebut mengalami nekrosis.
Cendawan mengadakan infeksi pada akar terutama melalui luka-luka. Saat
luka telah menutup, patogen berkembang sebentar dalam jaringan parenkim, lalu
menetap dan berkembang dalam berkas pembuluh. Penularan penyakit melalui
bibit terinfeksi, pemindahan bibit, angin, air, tanah terinfestasi, permukaan air
drainase, pembubunan, luka karena serangga, alat pertanian, dan lain-lain (Booth,
1985). Maria et al. (2004) menerangkan bahwa inokulum patogen dapat masuk
melalui akar dengan penetrasi langsung atau melalui luka. Klamidospora dapat
berkecambah bila ada rangsangan eksudat akar yang mengandung gula dan asam
amino, juga dapat dirangsang dengan penambahan residu tanaman ke dalam tanah
(Sastrahidayat, 1986). Ujung akar atau bagian permukaan rizoma yang luka
merupakan daerah awal utama dari infeksi (Ploetz, 2003).
III. RESPON TANAMAN PADA KONDISI CEKAMAN PATOGEN

A. Busuk Buah Kakao

1. Adaptasi
Mekanisme ketahanan struktural dapat berupa morfologi dan anatomi.
Parasit P. palmivora dapat melakukan penetrasi kedalam jaringan buah rentan
maupun tahan. Diperkirakan ketahanan terhadap jamur ini terletak pada beberapa
lapisan sel parenkima dibawah epidermis (Tarjot, 1972). Lignifikasi dinding sel
merupakan suatu pertahanan tanaman terhadap penetrasi patogen. Pada dinding
sel, lignin terdapat dalam lamela tengah, dinding sel primer dan sekunder (Akai
dan Fukutomi, 1980) Penggabungan lignin ke dalam dinding sel tanaman
memberikan kekuatan mekanik dan memungkinkan dinding sel lebih tahan
terhadap degradasi enzim patogen (Goodwin dan Mercer, 1990). Dinding sel yang
terligifikasi merupakan penghalang yang dapat mencegah pergerakan hara
sehingga patogen dapat mengalami kelaparan. Prekusor lignin berpengaruh toksis
terhadap patogen.
Peningkatan kandungan lignin ini dapat menghambat penetrasi dan invasi
patogen secara fisik, memblokir penyebaran toksin dan enzim yang dikeluarkan
oleh patogen, serta menghambat pasokan nutrisi yang dibutuhkan patogen (He,
Hsiang, & Wolyn, 2002). Perubahan dinding sel setelah infeksi dapat
meningkatkan ketahanan, dengan menghentikan patogen secara langsung atau
memperlambat proses penetrasi sehingga tanaman dapat mengaktifkan
mekanisme pertahanan selanjutnya. Ketahanan kakao dipengaruhi oleh kedalaman
dan lebar alur primer permukaan buah. Kedua ciri ini menentukan kondisi habitat
mikro permukaan buah kakao yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan
pra penetrasi (perkecambahan dan pertumbuhan buluh kecambah) inokulum
patogen (Rubiyo dan Amaria, 2013).
2. Toleransi
Mekanisme ketahanan biokimia tanaman dihubungkan dengan produksi
senyawa antimikroba tanaman dari jalur metabolisme sekunder. Ketahanan aktif
disebut fitoaleksin, sedangkan pada ketahanan pasif disebut fitoantisipin. Sintesis
fitoaleksin terjadi dalam sel-sel sehat sebagai tanggapan terhadap bahan yang
merembes dari sel mati. Serangan patogen dapat meningkatkan respirasi jaringan
tanaman yang tahan. Aktifasi sistem pertahanan tanaman yang memerlukan energi
dari prekusorbagi biosintesis senyawa yang berperan langsung (antimikroba)
maupun tidak langsung (sebagai prekusor ketahanan struktural). Metabolisme
sekunder yang terkait erat dengan peningkatan respirasi tersebut adalah biosintesis
senyawa fenolat (Agros, 2005). Biosintesis senyawa fenolat pada tumbuhan
memerlukan prekusor asam amino aromatik berasal dari jalur shikimat, melonat,
dan mevalonat. Umumnya jalur shikamat terdapat pada tumbuhan akan
mendapatkan pasokan karbohidrat dari glikolisis dan pentosafosfat (Goodman at
al., 1986).
Senyawa fenolat dalam jaringan tumbuhan dihubungkan dengan ketahanan
terhadap penyakit. Senyawa fenolat dapat pula berperan tidak langsung dalam
ketahanan, yaitu sebagai komponen lignin dan esterfenol yang membentuk ikatan-
lintas (cross-linking) sehingga memperkuat dinding sel, adanya lignin dapat
ditunjukkan dengan adanya senyawa asam siringat. Klon kakao tahan mempunyai
kandungan senyawa fenolat yang lebih tinggi baik dalam kondisi sehat maupun
yang sakit. Namum, kandungan dalam buah sehat belum dapat berperan sebagi
preformat inhibitor, seperti yang ditunjukan dengan gejala busuk buah pada
tanaman kakao. Secara komulatif senyawa fenolat dapat membatasi
perkembangan busuk buah pada klon kakao yang tahan (Rubiyo dan Amaria,
2013).
Jalur asetat malonat dibentuk dari bahan dasar asetil koenzim A, yang
tersusun dari 2 atom karbon. Asetil koenzim A bereaksi melalui reaksi kondensasi
membentuk unit-unit yang lebih besar dengan jumlah atom karbon kelipatan 2,
yang disebut poli-beta-keto atau poliketida.

Jalur mevalonat terjadi di sitosol dan mitokondiria. Pada jalur mevalonat,


prekusor awalnya adalah asetil Co-A (Nes & Zhou, 2001). Jalur shikimat
merupakan jalur alternatif pembentukan senyawa aromatik khususnya asam amino
aromatik L-fenilalanin, L-tirosin dan L-triptofan (Gleason and Chollet, 2012). L-
fenilalanin dan L-tirosin merupakan unit pembangun dari senyawa-senyawa
kelompok fenilpropan dan poliketida aromatik (termasuk flavonoid). Bersama L-
triptofan, kedua asam amino tersebut juga merupakan unit pembangun dari
kelompok senyawa alkaloid.
3. Rentan
Tanaman yang mengalami cekaman patogen akan struktral dan biokimia
untuk memberikan respon terhadap serangan yang dapat merusak tanaman.
Tanaman memiliki batasan tertentu dalam keadaan cekaman patogen, jika
tanaman tidak mampu merespon pertahanan dari patogen maka tanaman tersebut
akan mengalami kematian.
B. Layu Fusarium Cabai

1. Adaptasi
Ketahanan terhadap suatu penyakit pada berbagai varietas tanaman tidak
akan sama. Ketahanan terhadap suatu penyakit dikendalikan oleh gen-gen
ketahanan yang terekspresikan kedalam morfologi tanaman yang akan
mendukung terjadinya mekanisme ketahanan terhadap penyakit tersebut.
Ketahanan dapat terjadi karena kemampuan tanaman untuk membentuk srtuktur-
struktur tertentu seperti pembentukan jaringan dengan sel-sel yang berdinding
gabus segera setelah patogen memasuki jaringan tanaman atau adanya produksi
bahan-bahan toksik didalam jaringan yang cukup banyak sebelum atau sesudah
patogen memasuki jaringan menyebabkan penyakit. Salah satu penyebab gen
ketahanan tidak muncul adalah karena gen ketahanan itu dikendalikan oleh
beberapa gen minor dan bersifat kuantitatif yang dipengaruhi oleh lingkungan
(Wiratama et al., 2013).

2. Toleransi
Mekanisme ketahanan terhadap cendawan melibatkan pembentukan
senyawa-senyawa metabolit sekunder seperti enzim peroksidase dan asam
salisilat. Infeksi jamur dapat menginduksi peroksidase, enzim ini mengkatalisis
reaksi oksidasi senyawa fenolik menjadi senyawa kuinon dengan menghasilkan
H2O2 yang toksik bagi patogen (Rita et al., 2015). Menurut Silva et al. (2006)
terjadi peningkatan aktivitas peroksidase pada dinding sel, lamella tengah,
sitoplasma, kloroplas, dan retikulum endoplasma. Ketahanan secara biokimia
dapat menggunakan racun murni yang terdapat pada cendawan Fusarium
oxysporum yaitu asam salisilat (Selly, 2015). Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Faizah et al. (2012), yang menyatakan bahwa asam salisilat
merupakan signal penting dalam ketahanan tanaman, yang digunakan sebagai
senyawa pengimbas ketahanan tanaman terhadap penyakit layu Fusarium. Asam
salisilat merupakan salah satu sinyal transduksi yang berakhir dengan systemic
acquired resistance (SAR) serta menginduksi pembentukan pathogenesis related
(PR) protein dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen
(Pieterse, 1999).
Asam silsilat berperan penting dalam aktivasi gen-gen yang mengendalikan
ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen dengan menginduksi protein yang
terhubung dengan tengan patogenesis yang berhubungan dengan anti patogen.
Tanaman yang terinfeksi kemudian mengaktifkan gen-gen yang berperan dalam
ketahanan (PR gen). Selain itu, setelah terjadi infeksi patogen juga akan terjadi
ketahanan melalui SAR yang menyebabkan reaksi hipersensitif (Kristiana et al.,
2017).
4. Rentan
Cendawan Fusarium oxysporum menginfeksi semua varietas pada bagian
batang sehingga terjadi kerusakan di bagian batang dan menyebabkan bagian di
bawah batang (akar) tidak mendapatkan hasil fotosintesis. Selanjutnya, bagian
bawah batang yang terinfeksi tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dan
menyebabkan keseluruhan tumbuhan menjadi sakit, layu dan akhirnya mati
(kering). Selain itu proses fotosintesis juga memengaruhi hasil produksi, dimana
ketika proses fotosintesis terganggu maka glukosa sebagai penyusun utama buah
juga tidak dihasilkan secara maksimal. Produksi buah juga dipengaruhi oleh masa
inkubasi, cendawan Fusarium oxysporum dapat menginkubasi tanaman cabai
merah ketika fase generatif maupun vegetatif (Selly, 2015).
IV. PENGELOLAAN TANAMAN PADA CEKAMAN PATOGEN

Pengelolaan pada tanaman kakao pada cekaman patogen Phytoptora


palmivora dan patogen Fusarium oxysporum pada tanaman cabai perlu dilakukan
penanganan dengan baik agar pertumbuhan patogen tidak semakin banyak yang
dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman budidaya. Pengelolaan yang dapat
dilakukan yaitu :
1. Kultur teknis
Tindakan membuang/memusnahkan buah sakit dan buah kering pada kakao
dan mecabut tanaman cabai yang sakit sebagai tindakan sanitasi reguler akan
mengurangi jumlah inokulum yang tersedia. Sanitasi tanaman yang sait perlu
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran patogen ke tanaman yang sehat.
Pemangkasan tanaman kakao secara tepat akan dapat memperbaiki sirkulasi udara
dan cahaya matahari di daerah sekitar tajuk tanaman, dapat mengurangi
kelembaban yang terlalu tinggi sehingga tercipta kondisi yang kurang sesuai
untuk perkembangan penyakit, dapat merangsang pembentukkan cabang-cabang
buah yang baru, dan dapat mengurangi efek kompetisi terhadap cadangan
makanan. Terdapat empat model pemangkasan pada tanaman durian dan kakao,
yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan tunas air, pemangkasan sanitasi, dan
pemangkasan struktural (Konam, Namaliu, Daniel & Guest, 2009).
Gulma dapat membantu penyebaran atau menjadi inang bagi hama dan
penyakit tertentu termasuk patogen Phytoptora palmivora dan Fusarium
oxysporum, serta dapat mengganggu kegiatan pemanenan buah, pemangkasan,
dan kegiatan-kegiatan kebun lainnya. Gulma dapat dihilangkan secara
manual/mekanis atau dengan menggunakan anti gulma nabati dari sekitar pangkal
batang atau pada seluruh blok pertanaman. Gulma di bawah pohon kakao dan
cabai akan menjadi pesaing dalam hal pemanfaatan unsur hara, sinar matahari, air,
dan ruang/tempat tumbuh.
2. Agen hayati
Beberapa cendawan Trichoderma harzianum, Treicoderma virens dan
Pennicilium purpurescens pada umunya digunakan untuk mengendalikan
penyakit tular tanah. Trichoderma dapat digunakan sebagai agen pengendalian
Phytoptora palmivora (Sunarwati, 2010). Tricoderma mempunyai sifat penting
sebagai pengendali hayati atau dapat tumbuh cepat di berbaga substrat dan
mempunyai kemampuan kompetisi yang baik dalam hal mendapatkan makanan
dan ruang tumbuh. Kemampuan Tricoderma dalam menghambat pertumbuhan
cendawan patogen sering dikaitkan dengan kemampuannya dalam menghasilkan
enzim kitinase. Enzim ini menyebabkan kerusakan sel cendawan patogen yang
akhirnya dapat menyebabkan kematian sel. Pada tanaman resisten, inokulasi
dengan agens hayati penginduksi ketahanan tanaman dapat mengaktifkan secara
cepat berbagai mekanisme resistensi tanaman, di antaranya akumulasi fitoaleksin,
dan peningkatan aktivitas beberapa jenis enzim penginduksi seperti ß-1,4-
glukosidase, chitinase dan ß-1-3-glukanase.
Pengelolaan tanaman dengan menggunakan fungisida nabati dapat
dilakukan dengan pemberian jamur endofit untuk penghambatan pertumbuhan
patogen. Jamur endofit terhadap P. Palmivora sangat bervariasi yang disebabkan
oleh perbedaan mekanisme dari masing-masing isolat. Menurut Arnold et al.
(2003), mekanisme penghambatan pertumbuhan patogen oleh jamur endofit dapat
dengan memarasit patogen secara langsung, memproduksi antibiotik, kompetisi
ruang dan nutrisi, produksi enzim, dan menginduksi respons ketahanan tanaman.
Mekanisme penghambatan pertumbuhan P. Palmivora oleh jamur endofit secara
antibiosis dicirikan oleh zona bening di sekitar pertemuan jamur endofit dengan
patogen. Mekanisme antibiosis dapat berupa produksi antibiotik atau sekresi
enzim litik (Arnold et al., 2003). Jamur endofit akan memarasit hifa patogen
dengan cara seperti memutar, menembus hifa patogen, dan mensekresi enzim
lipase untuk merusak dinding sel patogen.
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Cekaman patogen pada tanaman dapat menyebabkan tanaman memberikan


respon pertahanan secara struktural maupun biokimia yang tujuannya untuk
melindungi dan membatasi perkembangan patogen yang dapat menyebabkan
tanaman menjadi sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Academic Press. California.

Akai dan Fukutomi, 1980. Preformed Internal Physical Defenses. p 80-93 in: J.A
Bailey & B.J Deverall (Eds). Dynamic of Host Defence. Academic Press.
Sydney.

Alberida, H., D.Sunarwati, R. Yoza, 2010. Isolasi dan Karakterisasi Phytopthora


palmivora Penyebab Penyakit Busuk Akar dan Batang pada Durian. Jurnal
Sainstek. 11(1) : 1-6.

Arnold, A.E., Mejia, L.C., Kyllo, D., Rojas, E.I., Maynard, Z., Robbins, N., &
Herre, E.A. 2003. Fungal endophytes limit pathogen damage in a tropical
tree. PNAS, 100, 15649–15654

Booth S. 1985. The Genus Fusarium. The Lavenham Press Ltd. England.

Faizah R, Sujiprihati S, Syukur M, Hidayat SH. 2012. Ketahanan Biokimia


Tanaman Cabai terhadap Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting
Kuning. J Fitopatol Indones. 8(5): 138-144.

Fajri S. Aminullah, J. Panggeso dan Rosmini, 2017. Uji Ketahanan Beberapa


Klon Kakao (Theobromae cacao L.) terhadap Penyakit Busuk Buah
(Phytophthorah palmivora Butl). e-J. Agrotekbis 5 (4) : 458 - 465,

Gleason, F and Chollet, R. 2012. Plant Biochemistry. Massachusetts: Jones &


Bartlett Learning.

Goodman RN, Kiraly Z, & Wood KR.1986. The Biochemistry and Physiology
of Plant Disease.University of Missouri Press, Columbia

Goodwin, T.W. and E.I. Mercer. 1990. Introduction of Plant Biochemistry.


Oxford. New York. Beijing. Frankfurt. Sao Paulo. Sydney. Tokyo.

He CY, Hsiang T, & Wolyn DJ. 2002. Induction of Systemic Disease Resistance
and Pathogen Defence Responses in Asparagus officinalis Inoculated with
Pathogenic Strains of Fusarium oxysporum. Plant Pathology 51:225-230

ICCO [International Cocoa Organization]. 2013. Pest and Disease.


https://www.icco.org/about-us/international-cocoa-agreements/cat_view/68-
icco-workshops-and-seminars/80-pests-and-pathogens-africa-accra-april-
2013.html.[Spetember 2019].

Konam J., Namaliu Y., Daniel R., & Guest, D.I. 2009. Pengelolaan hama dan
penyakit terpadu untuk produksi kakao berkelanjutan: Panduan Pelatihan
untuk Petani dan Penyuluh (p. 36). Monograf ACIAR No. 131a.

Kristiana S.W, B.T Rahardjo, dan T. Himawan, 2017. Pengaruh Rizobakteri


dalam Meningkatkan Kandungan Asam Salisilat dan Total Fenol Tanaman
Terhadap Penekanan Nematoda Puru Akar. Buletin Tanaman Tembakau,
Serat & Minyak Industri 9(2) :53–62

Nes, W.D. andZhou, W. 2001. Terpenoids: Higher. Encyclopedia of Life


Sciences. Nature Publishing Group. Retrieved from http://rubisco.ugr.es

Opeke, L.K. & A.M. Gorenz. 1974. Phytophthora Pod Rot: Symtoms and
Economic Importance. in P.H. Gregory (Eds.). Phytophthora Disease of
Cocoa: 117-124. Longman. London

Pieterse, C.M.J., & Van Loon, C. 1999. Salicylic Acid-Independent Plant defence
Pathway. Elsevier Science 4(2) : 52-58.

Ploetz, R.C. 2003. Diseases of Tropical Fruit Crops.


http://www.eppo.org/QUARANTINE/bacteria/Erwinia_chrysanthemi/ERW
ICH_ds.pd.. CABI Publishing. Wallingford

Rita H., E. Taufiq, dan B. Martono. 2015. Ketahanan Pohon Induk Kopi Liberika
terhadap Penyakit Karat Daun (Hemileia vastatrix B. et Br.) di Kepulauan
Meranti. J. TIDP 2(1), 35–42

Rubiyo dan Amaria D. 2013.Ketahanan Tanaman Kakao Terhadap Penyakit


busuk Buah (Phytophthora palmivora Bult.). Balai Penelitian Tanaman
Industri dan Penyegar 12 : 25-36.

Sastrahidayat, I.R. 1998. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional. Surabaya.

Selly ATW, Yuliani, YS Rahayu. 2015. Uji Ketahanan Lima Varietas Tanaman
Cabai Merah (Capsicum annuum) terhadap Penyakit Tular Tanah (Fusarium
oxysporum f.sp capsici). LenteraBio. 4(3) :155–160.

Silva, M.C., Varzea, V., Guimaraes, L.G., Azinheira, H.G., Fernandez, D., &
Petitot, A.S., Nicole. (2006). Coffee resistance to the main diseases: Leaf
rust and coffee berry disease. Braz. J. Physiol., 18(1), 119–147.

Sunarwati, D. dan R. Yoza. 2010. Kemampuan Trichoderma dan Penicillium


dalam Menghambat Pertumbuhan Cendawan Penyebab Penyakit
Busuk Akar Durian (Phytophthora palmivora) Secara In Vitro. Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika. Seminar Nasional Program
dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara. Solok, 10 Nopember
2010. 176-189.

Tarjot, M. 1972. Etude anatomie de la carbosse de cacaoyer en relation avec


Lattaque du Phytopthora palmivora. Proc. IV Int. Cacao Research Conf. P.
379-397.

Thorold, C.A. 1975. Disease of Cocoa. Clarendon Press, Oxford. 423p.

Wiratama, I.D.M.P., I.P. Sudiarta, I.M. Sukewijaya, K. Sumiartha, M.P. Utama.


2013. Kajian Ketahanan Beberapa Galur dan Varietas Cabai Terhadap
Serangan Antraknosa di Desa Abang Songan Kecamatan Kintamani
Kabupaten Bangli. E-jurnal Agroekoteknologi Tropika. 2 (2):71-81.

Anda mungkin juga menyukai