Oleh :
Zulfa Rahmadita Nur Azizah
(A2A019004)
A. Latar Belakang
Stres pada tanaman atau yang sering disebut sebagai cekaman merupakan
faktor lingkungan baik itu biotik maupun abiotik yang dapat menurunkan
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Cekaman patogen pada tanaman
dapat menyebabkan terjadinya gangguan fisiologi yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Patogen yang menginfeksi tanaman
dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Penyakit adalah proses interaksi antara
tumbuhan dengan patogen yang dipengaruhi oleh lingkungan dan mengakibatkan
gangguan atau penyimpangan fisiologi serta struktur tumbuhan. Penyakit
tumbuhan akan muncul bila terjadi kontak dan terjadi interaksi antara dua
komponen yaitu tumbuhan dan patogen. Untuk mendukung perkembangan
penyakit maka harus adanya interaksi tiga komponen yaitu patogen yang virulen,
tanaman yang rentan dan lingkungan yang mendukung.
Budidaya kakao (Theobroma cacao) menghadapi banyak kendala, antara
lain serangan organisme pengganggu yang dapat menurunkan produksi tanaman.
Penyakit penting kakao baik di Indonesia maupun negara produsen lain adalah
busuk buah (blackpod) yang disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora Butl.
Kerugian akibat penyakit ini berbeda antar daerah atau negara. Pada umumnya
besarnya kerugian akibat penyakit ini mencapai 20-30% dan kematian tanaman
10% pertahun (ICCO, 2013).
Tanaman cabai (Capsicum spp.) merupakan salah satu komoditas sayuran
penting yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Upaya peningkatan produksi
cabai tidak selalu berjalan lancar, banyak mengalami hambatan dan kendala.
Salah satu penghambat yang dapat menurunkan produksi tanaman cabai adalah
gangguan penyakit layu yang disebabkan oleh serangan jamur Fusarium
oxysporum f.sp capsici. Spesies jamur Fusarium oxysporum merugikan para
petani karena serangan jamur menyebabkan tanaman mengalami layu patologis
yang berakhir dengan kematian (Selly et al., 2015).
Sebagaian besar patogen tidak dapat menyerang kebanyakan tanaman dan
mereka memiliki serangan inang yang terbatas. Lingkungan dan kondisi yang
mendukung pengembangan patogen, perlawanan serta kerentanan dari tanaman
untuk patogen tertentu tergatung pada dua faktor yang saling terkait yaitu
persyaratan subtrat dari patogen dan respon tanaman terhadap patogen. Dengan
adanya cekaman dari patogen tersebut perlu diketahui pertahanan yang dilakukan
oleh tanaman untuk mempertahankan hidupnya dalam merespon infeksi yang
menyebabkan tanaman menjadi sakit.
B. Tujuan
1. Adaptasi
Mekanisme ketahanan struktural dapat berupa morfologi dan anatomi.
Parasit P. palmivora dapat melakukan penetrasi kedalam jaringan buah rentan
maupun tahan. Diperkirakan ketahanan terhadap jamur ini terletak pada beberapa
lapisan sel parenkima dibawah epidermis (Tarjot, 1972). Lignifikasi dinding sel
merupakan suatu pertahanan tanaman terhadap penetrasi patogen. Pada dinding
sel, lignin terdapat dalam lamela tengah, dinding sel primer dan sekunder (Akai
dan Fukutomi, 1980) Penggabungan lignin ke dalam dinding sel tanaman
memberikan kekuatan mekanik dan memungkinkan dinding sel lebih tahan
terhadap degradasi enzim patogen (Goodwin dan Mercer, 1990). Dinding sel yang
terligifikasi merupakan penghalang yang dapat mencegah pergerakan hara
sehingga patogen dapat mengalami kelaparan. Prekusor lignin berpengaruh toksis
terhadap patogen.
Peningkatan kandungan lignin ini dapat menghambat penetrasi dan invasi
patogen secara fisik, memblokir penyebaran toksin dan enzim yang dikeluarkan
oleh patogen, serta menghambat pasokan nutrisi yang dibutuhkan patogen (He,
Hsiang, & Wolyn, 2002). Perubahan dinding sel setelah infeksi dapat
meningkatkan ketahanan, dengan menghentikan patogen secara langsung atau
memperlambat proses penetrasi sehingga tanaman dapat mengaktifkan
mekanisme pertahanan selanjutnya. Ketahanan kakao dipengaruhi oleh kedalaman
dan lebar alur primer permukaan buah. Kedua ciri ini menentukan kondisi habitat
mikro permukaan buah kakao yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan
pra penetrasi (perkecambahan dan pertumbuhan buluh kecambah) inokulum
patogen (Rubiyo dan Amaria, 2013).
2. Toleransi
Mekanisme ketahanan biokimia tanaman dihubungkan dengan produksi
senyawa antimikroba tanaman dari jalur metabolisme sekunder. Ketahanan aktif
disebut fitoaleksin, sedangkan pada ketahanan pasif disebut fitoantisipin. Sintesis
fitoaleksin terjadi dalam sel-sel sehat sebagai tanggapan terhadap bahan yang
merembes dari sel mati. Serangan patogen dapat meningkatkan respirasi jaringan
tanaman yang tahan. Aktifasi sistem pertahanan tanaman yang memerlukan energi
dari prekusorbagi biosintesis senyawa yang berperan langsung (antimikroba)
maupun tidak langsung (sebagai prekusor ketahanan struktural). Metabolisme
sekunder yang terkait erat dengan peningkatan respirasi tersebut adalah biosintesis
senyawa fenolat (Agros, 2005). Biosintesis senyawa fenolat pada tumbuhan
memerlukan prekusor asam amino aromatik berasal dari jalur shikimat, melonat,
dan mevalonat. Umumnya jalur shikamat terdapat pada tumbuhan akan
mendapatkan pasokan karbohidrat dari glikolisis dan pentosafosfat (Goodman at
al., 1986).
Senyawa fenolat dalam jaringan tumbuhan dihubungkan dengan ketahanan
terhadap penyakit. Senyawa fenolat dapat pula berperan tidak langsung dalam
ketahanan, yaitu sebagai komponen lignin dan esterfenol yang membentuk ikatan-
lintas (cross-linking) sehingga memperkuat dinding sel, adanya lignin dapat
ditunjukkan dengan adanya senyawa asam siringat. Klon kakao tahan mempunyai
kandungan senyawa fenolat yang lebih tinggi baik dalam kondisi sehat maupun
yang sakit. Namum, kandungan dalam buah sehat belum dapat berperan sebagi
preformat inhibitor, seperti yang ditunjukan dengan gejala busuk buah pada
tanaman kakao. Secara komulatif senyawa fenolat dapat membatasi
perkembangan busuk buah pada klon kakao yang tahan (Rubiyo dan Amaria,
2013).
Jalur asetat malonat dibentuk dari bahan dasar asetil koenzim A, yang
tersusun dari 2 atom karbon. Asetil koenzim A bereaksi melalui reaksi kondensasi
membentuk unit-unit yang lebih besar dengan jumlah atom karbon kelipatan 2,
yang disebut poli-beta-keto atau poliketida.
1. Adaptasi
Ketahanan terhadap suatu penyakit pada berbagai varietas tanaman tidak
akan sama. Ketahanan terhadap suatu penyakit dikendalikan oleh gen-gen
ketahanan yang terekspresikan kedalam morfologi tanaman yang akan
mendukung terjadinya mekanisme ketahanan terhadap penyakit tersebut.
Ketahanan dapat terjadi karena kemampuan tanaman untuk membentuk srtuktur-
struktur tertentu seperti pembentukan jaringan dengan sel-sel yang berdinding
gabus segera setelah patogen memasuki jaringan tanaman atau adanya produksi
bahan-bahan toksik didalam jaringan yang cukup banyak sebelum atau sesudah
patogen memasuki jaringan menyebabkan penyakit. Salah satu penyebab gen
ketahanan tidak muncul adalah karena gen ketahanan itu dikendalikan oleh
beberapa gen minor dan bersifat kuantitatif yang dipengaruhi oleh lingkungan
(Wiratama et al., 2013).
2. Toleransi
Mekanisme ketahanan terhadap cendawan melibatkan pembentukan
senyawa-senyawa metabolit sekunder seperti enzim peroksidase dan asam
salisilat. Infeksi jamur dapat menginduksi peroksidase, enzim ini mengkatalisis
reaksi oksidasi senyawa fenolik menjadi senyawa kuinon dengan menghasilkan
H2O2 yang toksik bagi patogen (Rita et al., 2015). Menurut Silva et al. (2006)
terjadi peningkatan aktivitas peroksidase pada dinding sel, lamella tengah,
sitoplasma, kloroplas, dan retikulum endoplasma. Ketahanan secara biokimia
dapat menggunakan racun murni yang terdapat pada cendawan Fusarium
oxysporum yaitu asam salisilat (Selly, 2015). Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Faizah et al. (2012), yang menyatakan bahwa asam salisilat
merupakan signal penting dalam ketahanan tanaman, yang digunakan sebagai
senyawa pengimbas ketahanan tanaman terhadap penyakit layu Fusarium. Asam
salisilat merupakan salah satu sinyal transduksi yang berakhir dengan systemic
acquired resistance (SAR) serta menginduksi pembentukan pathogenesis related
(PR) protein dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen
(Pieterse, 1999).
Asam silsilat berperan penting dalam aktivasi gen-gen yang mengendalikan
ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen dengan menginduksi protein yang
terhubung dengan tengan patogenesis yang berhubungan dengan anti patogen.
Tanaman yang terinfeksi kemudian mengaktifkan gen-gen yang berperan dalam
ketahanan (PR gen). Selain itu, setelah terjadi infeksi patogen juga akan terjadi
ketahanan melalui SAR yang menyebabkan reaksi hipersensitif (Kristiana et al.,
2017).
4. Rentan
Cendawan Fusarium oxysporum menginfeksi semua varietas pada bagian
batang sehingga terjadi kerusakan di bagian batang dan menyebabkan bagian di
bawah batang (akar) tidak mendapatkan hasil fotosintesis. Selanjutnya, bagian
bawah batang yang terinfeksi tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsinya dan
menyebabkan keseluruhan tumbuhan menjadi sakit, layu dan akhirnya mati
(kering). Selain itu proses fotosintesis juga memengaruhi hasil produksi, dimana
ketika proses fotosintesis terganggu maka glukosa sebagai penyusun utama buah
juga tidak dihasilkan secara maksimal. Produksi buah juga dipengaruhi oleh masa
inkubasi, cendawan Fusarium oxysporum dapat menginkubasi tanaman cabai
merah ketika fase generatif maupun vegetatif (Selly, 2015).
IV. PENGELOLAAN TANAMAN PADA CEKAMAN PATOGEN
A. Kesimpulan
Agrios, G.N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Academic Press. California.
Akai dan Fukutomi, 1980. Preformed Internal Physical Defenses. p 80-93 in: J.A
Bailey & B.J Deverall (Eds). Dynamic of Host Defence. Academic Press.
Sydney.
Arnold, A.E., Mejia, L.C., Kyllo, D., Rojas, E.I., Maynard, Z., Robbins, N., &
Herre, E.A. 2003. Fungal endophytes limit pathogen damage in a tropical
tree. PNAS, 100, 15649–15654
Booth S. 1985. The Genus Fusarium. The Lavenham Press Ltd. England.
Goodman RN, Kiraly Z, & Wood KR.1986. The Biochemistry and Physiology
of Plant Disease.University of Missouri Press, Columbia
He CY, Hsiang T, & Wolyn DJ. 2002. Induction of Systemic Disease Resistance
and Pathogen Defence Responses in Asparagus officinalis Inoculated with
Pathogenic Strains of Fusarium oxysporum. Plant Pathology 51:225-230
Konam J., Namaliu Y., Daniel R., & Guest, D.I. 2009. Pengelolaan hama dan
penyakit terpadu untuk produksi kakao berkelanjutan: Panduan Pelatihan
untuk Petani dan Penyuluh (p. 36). Monograf ACIAR No. 131a.
Opeke, L.K. & A.M. Gorenz. 1974. Phytophthora Pod Rot: Symtoms and
Economic Importance. in P.H. Gregory (Eds.). Phytophthora Disease of
Cocoa: 117-124. Longman. London
Pieterse, C.M.J., & Van Loon, C. 1999. Salicylic Acid-Independent Plant defence
Pathway. Elsevier Science 4(2) : 52-58.
Rita H., E. Taufiq, dan B. Martono. 2015. Ketahanan Pohon Induk Kopi Liberika
terhadap Penyakit Karat Daun (Hemileia vastatrix B. et Br.) di Kepulauan
Meranti. J. TIDP 2(1), 35–42
Selly ATW, Yuliani, YS Rahayu. 2015. Uji Ketahanan Lima Varietas Tanaman
Cabai Merah (Capsicum annuum) terhadap Penyakit Tular Tanah (Fusarium
oxysporum f.sp capsici). LenteraBio. 4(3) :155–160.
Silva, M.C., Varzea, V., Guimaraes, L.G., Azinheira, H.G., Fernandez, D., &
Petitot, A.S., Nicole. (2006). Coffee resistance to the main diseases: Leaf
rust and coffee berry disease. Braz. J. Physiol., 18(1), 119–147.