BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
metode yang efisien untuk mendegradasi secara lengkap senyawa organik dalam
fase cair dan gas. beberapa aplikasi komersial, termasuk pemurnian air, unit
pembersih udara, pelapis antimikroba dan kaca self-cleaning. Jumlah paten yang
menggunakan sumber sinar dari lampu UV karena energi celah pita dari TiO2
cukup besar (3,2 eV) sehingga bila menggunakan sinar matahari kurang efisien
matahari).
Pendekatan yang paling menjanjikan untuk penggunaan TiO2 pada daerah sinar
tampak adalah dengan modifikasi struktur kimia dari fotokatalis TiO2 sehingga
fotokatalis TiO2 melibatkan pengantar (doping) dari logam dan spesies bukan
mudah didapat serta relatif murah sehingga cukup potensial digunakan sebagai
sumber nitrogen untuk pembuatan TiO2 -dopan-N yang diharapkan aktif pada
daerah sinar tampak dan efisien menggunakan sinar matahari sebagai sumber
cahaya.
tersebut terutama dari proses pencelupan dimana mengandung zat warna azo
Senyawaan azo ini diketahui nonbiodegradable dalam kondisi aerobik dan akan
tereduksi menjadi produk antara yang lebih berbahaya pada kondisi anaerobic.
Pewarna azo
TiO merupakan katalis yang paling stabil mempunyai sifat inert yang baik
secara biologis maupun secara kimia, stabil terhadap korosi, merupakan oksidator
kuat. TiO2 telah digunakan untuk degradasi beberapa senyawa organik seperti
pestisida dan zat warna. Titanium oksida ini termasuk senyawa semikonduktor
yang stabil dan bertindak sebagai katalis untuk degradasi senyawa organik dengan
di atas, maka sangat menarik merekayasa struktural dan porositas TiO dan
merata serta ukuran yang relatif kecil. Sehingga luas permukaan TiO2 relatif
warna, sehingga semakin banyak polutan yang ada di lingkungan yang dapat
terdegradasi.
terhadap zat warna yang menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Pada
penelitian kali ini, dilakukan salah satu upaya dan metode untuk mendegradasi
merupakan oksida logam transisi yang secara kimia bersifat inert, tidak mahal
serta stabil secara kimia (tidak mengalami fotokorosi dan korosi kimiawi) hampir
dalam semua pelarut kecuali larutan yang sangat asam atau mengandung florida
(Brown et al., 1992). Selain itu, TiO2 mudah didapatkan, bersifat semikonduktor
dan non toksik. Nanostruktur TiO2 sering digunakan dalam aplikasi solar sel,
proses pemakaian baterai sehingga berpotensi sebagai material anoda baterai ion-
4
yang rendah. Polianilin (PAni) adalah salah satu polimer konduktif yang
serbaguna karena memiliki stabilitas termal dan kimiawi yang baik serta memliki
sifat konduktivitas yang tinggi. Kombinasi polianilin (Pani) dengan bahan organik
atau anorganik lain dapat menghasilkan bahan fungsional baru yang tidak hanya
meningkatkan sifat mekanik tetapi juga sifat lain tergantung material yang
seperti baterai (Ghanbari et al., 2006). PAni banyak digunakan sebagai elektroda
katalitik maupun komposit pada suatu material elektroda (Bejbouji et al., 2010).
Berdasarkan sifat ketiga bahan tersebut diatas, maka sangat menarik untuk
mengkombinasi material graphene yang disintesis dari grafit, TiO2 dan PAni yang
pengelupasan mikromekanik (Tang dan Hu, 2012), deposisi uap kimia (CVD)
dan reduksi graphene oksida (RGO) (Li dkk., 2008). Graphene yang dihasilkan
monolayer yang baik. Namun metode ini kompleks dan hanya dapat menghasilkan
sejumlah kecil graphene, sehingga tidak cocok untuk produksi massal dan aplikasi.
Metode yang paling cocok untuk produksi graphene skala besar saat ini adalah
reduksi kimia dari graphene oksida. Jadi graphene yang digunakan sebagai
bahan elektroda ion lithium sebagian besar adalah dengan reduksi graphene oksida
5
yang digunakan oleh para peneliti, karena kesederhanaan dan beban peralatan
yang lebih rendah (Fan dkk., 2008). Metode kimiawi yang terkenal dalam proses
sintesis graphene oksida sebelum direduksi adalah metode hummers. Metode ini
melibatkan beberapa asam kuat seperti H2SO4, HNO3, HCl, dan KMnO4
dalam jumlah besar. Proses ini dalam skala industri tidak ramah terhadap
ultrasonik atau dengan pemanasan pada suhu tinggi. Pada penelitian ini modifikasi
melibatkan gelombang ultrasonik dapat dilihat pada (Junaidi dan Susanti, 2014).
Ide dasar penelitian ini merujuk pada Huang et al (2015). Mereka telah
karena itu, menarik untuk melakukan penelitian ini sebagai terobosan baru, dengan
berbeda dari penelitian ini dengan Huang et al (2015) adalah akan dibuat
lapisan dengan 2 metode utama yaitu teknik Penyemprotan pada substrat, dan
XRD, FTIR, dan SEM serta pengujian dengan voltametri sklik dan uji
6
konduktvitas listrik bahan. Material yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan
dapat diaplikasikan sebagai bahan elektroda baterai Li-ion dengan performa yang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ringan, kuat, tahan korosi (termasuk tahan terhadap air laut dan chlorine
listrik, sifat logam yang kuat, ringan dan memiliki kerapatan yang rendah.
Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan
brukit. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa yang umum dan merupakan fasa
disintesis dari mineral ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher,
tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor sehingga menghasilkan
umumnya stabil pada ukuran partikel kurang dari 11nm, fasa brookite
8
stabil pada ukuran 11-35 nm, dan fasa rutile stabil pada ukuran diatas 35
nm (Septina dkk, 2007). Hanya rutil dan anatase yang cukup stabil
Gambar 4. Struktur TiO2 fasa anatase dan rutile (Satoh et al., 2013)
B. Komposit
sebagai fasa dalam komposit yang mempunyai bagian atau fraksi volume terbesar
disusun dari dua atom atau lebih yang terletak pada molekul tunggal dan kisi
merupakan material yang disusun dari dua fase atau senyawa. Makrostruktur
merupakan material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun makro
9
yang berbeda dalam bentuk dan komposisi yang tidak larut satu sama lain
(Roylance, 2000).
penyusun dan dapat ditentukan secara teoritis dengan pendekatan metode rule of
komposit, begitu pula bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan
C. Elektroda
bagian atau media non-logam dari sebuah sirkuit (seperti semikonduktor, elektrolit
atau vakum). Hal ini diungkapkan oleh ilmuan Michael Faraday dari bahasa
Yunani yaitu elektron berarti amber, dan hodos berarti sebuah cara. Elektroda
dalam sel elekrokimia dapat disebut sabagai anoda atau katoda, kata ini juga
yang baik, potensial yang terbentuk disekitar elektoda harus rendah, tidak mudah
bereaksi dengan metal yang lain, tidak membentuk campuran yang dapat
tahan korosi dalam zat pelarut, stabil, kuat dan tidak mudak terkikis serta
harganya murah. Ada dua jenis elekroda yaitu anoda dan katoda :
10
1. Anoda
akan dilepas oleh elektroda ini. Pada sel elektrolisis, sumber eksternal
2. Katoda
pada sel galvanik. Ion bermuatan positif mengalir ke elektroda ini untuk
elektron dari reaksi reduksi. Oleh karena itu, potensial elektroda standar
sering juga disebut potensial reduksi standar. Potensial ini relatif karena
Nilai potensial elektroda standar dinyatakan dalam satuan Volt (V). Untuk
(Hiskia,1992).
D. Zat Warna
seperti bahan tekstil, makanan maupun obat-obatan. Salah satu proses penting
zat warna yang bertujuan untuk memperindah bahan tekstil teryata membawa
dampak bagi kelestarian lingkungan. Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas
proses aerob. Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh
dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna
dengan serat.
zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah
senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Pada
tabel 2.1. dapat dilihat beberapa nama gugus kromofor dan memberi daya ikat
terhadap serat yang diwarnainya. Gugus auksokrom terdiri dari dua golongan,
yaitu:
12
Golongan anion : -S03H; -OH; -COOH seperti -0; -S02; dan lain-lain
Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna
alam dan zat warna sintetik. Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan
pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya
sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-zat pembantu
supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif. Kemudian Henneck membagi zat
warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, yakni zat warna
monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat warna poligenatik
bahan, misalnya didalam pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan
yang terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya
Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sistetis yang cukup penting.
Lebih dari 50% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat
warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan
dengan gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning,
merah, jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang
sangat terbatas. Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses
aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat warna
asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang , bejana dan lain-lain.
Dari uraian di alas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai
kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan
dipakai bergantung pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan
diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan
lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia Jenis yang paling banyak digunakan
saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna dispersi. Hal ini disebabkan produksi
bahan tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan
poliakrilat. Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya
dapat dicelup dengan zat warna dispersi. Demikian juga untuk zat warna reaktif
Dalam daftar "Color Index" golongan zat warna yang terbesar jumlahnya
adalah zat warna azo, dan dari zat warna yang berkromofor azo ini yang paling
banyak adalah zat warna reaktif zat warna reaktif ini banyak digunakan dalam
proses pencelupan bahan tekstil. Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan
sistem azo dan antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil. Daya serap terhadap
serat tidak besar. Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah
lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi
dengan serat kain. Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka
Disamping terjadinya reaksi antara zat warna dengan serat membentuk ikatan
primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo ester atau eter, molekul air pun dapat
juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan
komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan
primer dan sekunder yang keduanya mampu mengadakan reaksi dengan zat warna
reaktif. Tetapi kecepatan reaktif alkohol primer jauh lebih tinggi daripada alkohol
penyerapan unsur positif pada zat warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada
selulosa yang terionisasi. Agar dapat bereaksi zat warna memerlukan penambahan
15
alkali yang berguna untuk mengatur suasana yang cocok untuk bereaksi,
Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses
pewarnaan mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-
sisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam.
Warna selain mengganggu keindahan, mungkin juga bersifat racun dan sukar
warna azo telah dilaporkan (Seshadri dkk., 1994; Carliell dkk. 1995; Kenapp dan
Newby, 1995 ; Nigam dkk. 1996; Oxspring dkk. 1996). Zat warna azo ini banyak
digunakan dalam industri tekstil, makanan, obat-obatan dan kosmetika. Pada tahun
1990 di negara Amerika Serikat penjualan zat warna azo menduduki nomor teratas
metabolism hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo. Zat
warna azo yang masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora
yang berada di dalam saluran pencernaan pada kandisi anaerobik. Ikatan azo yang
direduksi ini menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu turunan amino azo
azo dikatalisa aleh enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi aza
aleh mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari
untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar untuk
terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH dan Biomassa. Pada
Bhattacharya dkk (1990), menggunakan zat warna Acid Orange 10, yaitu
zat warna mono azo yang larut dalam air. Penghilangan warna dilakukan secara
anaerobikaerobik pada skala lab; diperoleh penurunan warna pada system anaerobic
sebesar 30-50% dan aerobik 1-18%. Kemudian pada tahun 1992 Zaoyan dkk
hasil penurunan COD 75-80%, warna 72-78%, PVA 80-85% dan BOD 95%
dengan waktu tinggal cairan 7-8 jam (anaerbik) dan 4,4 - 5 jam (aerobik). Haug
17
dkk; (1992), mengadakan perlakuan yang sama untuk merombak zat warna Acid
Red 27,4 Hydrokxy azobenzene-4-sulphonic acid, Acid Yellow 23, Acid Yellow
aminosalicylate (5AS). Laju reduksi azo juga akan meningkat dengan penambahan
glukosa ke dalam media sebagai sumber karbon tambahan. Setelah 3 hari inkubasi
di bawah kondisi anaerobik pada temperature 37°C diperoleh persen penurunan zat
zat warna yaitu zat warna Acid Orange 7, Acid Orange 8, Acid Orange 10 dan Acid
fluidisasi untuk kesempurnaan pemutusan ikatan zat warna. Reaktor ini berfungsi
Hasil reduksi masing-masing zat warna dengan waktu tinggal cairan (HRT)
bervariasi 1-24 jam diperoleh persen penurunan warna sebagai berikut : Acid
Orange 7 (90%), Acid Orange 10 (1782%), Acid Orange 8 (98%), dan Acid Red 14
(86,3%).
18
Ikatan zat warna azo dapat direduksi oleh mikroorganisme anaerobik yang
berperanan panting dalam pemutusan ikatan. Meyer, (1981); Haug dkk., (1991) dan
Carliell dkk., (1994) telah meneliti dan melaporkan mekanisme perombakan zat
warna secara anaerob. Khan dkk., (1983) yang dilaporkan oleh Kremer (1989)
menyimpulkan bahwa reduksi azo secara enzimatis dikatalisa oleh suatu enzim
yang disebut azo reduktase. Enzim ini sensitif terhadap oksigen, sehingga aktivitas
maksimum diperoleh pada kondisi anaerobik. Hasil penelitian ini masih kurang
campuran zat. Ternyata secara umum digunakan hasil penelitian yang dilaporkan
oleh Gingel dan Walker (1971), Larsen dkk. (1976), Wuhrmann dkk. (1980), dan
Haug dkk. (1991). Mereka mengatakan bahwa reduksi azo terjadi bersama dengan
terbentuknya flavin yang tereduksi secara enzimatik, tetapi transfer elektron akhir
oksidator. Elektron yang dilepas oleh nukleotida yang mengalami oksidasi akan
diterima oleh campuran azo (aseptor electron akhir) melalui FAD (Flavin Adenin
Mekanisme reduksi azo oleh enzim dan NADPH yang dilaporkan oleh
Gambar 2.2. Degradasi Zat Warna C.I Reactive Red 141 yang diusulkan
oleh Carliell dkk (1995)
Mekanisme perombakan zat warna yang dilaporkan oleh Gingel dan Walker (1971)
dengan penambahan flavin yang dapat larut ke preparasi sel bebas S. faecalis
meningkatkan laju reduksi azo. Ini berarti laju reduksi campuran azo sebanding
dengan laju generasi dari FMN tereduksi. Flavin yang tereduksi berperan sebagai
Zat warna azo bertindak sebagai elektron aseptor akhir bila tidak ada oksigen
yang hadir di dalam media. Selanjutnya laju reduksi azo akan ditentukan oleh laju
Haug dkk (1991) mengatakan bahwa reduksi azo peka terhadap jumlah
sumber karbon yang tersedia dalam sistem, sehingga katabolisme dari substrat ini
dikontrol dari kemampuan dari karbon tambahan yang hadir dalam sistem. Dubin
dan Wright (1975) melaporkan bahwa kinetika reduksi azo untuk reduksi yang
terjadi di luar sel, dan sistem bebas sel adalah orde nol, sedangkan menurut Larsen
(1976) Whurmann dkk (1980), dan Kremer (1989) kinetika reduksi azo di dalam
sel adalah orde satu. Agar reduksi azo dapat mengikuti kinetika di atas maka
electron acceptor) harus dihilangkan terlebih dahulu dari media. Jika pada media
masih terdapat elektron aseptor selain zat warna maka laju reduksi azo akan
terhambat dan warna tidak dapat hilang. Dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan, secara umum masih dititik beratkan pada pengolahan air limbah
sintetik, belum dilakukan terhadap limbah cair industri. Hal yang sama juga akan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2019. Yang
feti03-tio2/ti untuk degradasi zat warna reactive yellow 105 sampel dilakukan
B. Jenis Penelitian
kimia sintesis.
Alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini dapat
Peralatan Penelitian
- Gelas ukur
- Corong
- Spatula
- Pipet tetes
- Alat sentrifugal
22
- Pengaduk ultrasonic
- Pemanas/furnace
- Lampu UV
- Gas Chromatography
- Tabung Argon
- Tabung Nitrogen
3. Bahan Penelitian
- Air demineralisasi
- Larutan NH
- Gas nitrogen
- Cu (NO3)23H2O 2O (prekursor)
- Air distilasi
- Gliserol
- Metanol
23
D. Prosedur Penelitian
Fe ke TiO lebih dulu dilanjutkan dengan dopan TI, dicurigai sebagian Fe terlepas
kembali (Anny, 2010). Karena itu, dilakukan Fabrikasi FeTI03-TIO2/TI lebih dulu
metode PAD (Photo Assisted Deposition). Hasil yang diperoleh kemudian didopan
Reaktor yang akan digunakan adalah reaktor pyrex yang dilengkapi dengan
magnetic stirrer dan hotplate. Reaktor berada di dalam kotak uji yang dilengkapi
dengan fitting lampu yang merupakan tempat penyangga lampu yang digunakan
sebagai sumber foton, baik lampu UV ataupun lampu sinar tampak (sesuai
terlebih dahulu purging pada udara dalam kotak uji agar oksigen yang terkandung
pada sistem uji hilang. Purging dilakukan dengan mensirkulasikan gas Argon
dengan tekanan 35 Torr. Adapun tujuan dilakukan purging adalah membuang gas
oksigen agar tidak terjadi reaksi balik menjadi H2O antara O2 dan H2 yang
terbentuk.
campuran air dan gliserol sebanyak 500 ml dengan konsentrasi gliserol 10%. Ke
24
dalamnya dimasukkan katalis yang telah dipreparasi dengan divariasikan jenis dan
loading-nya. Wadah tempat uji diletakkan di atas hot plate agar bisa diatur dan
divariasikan suhunya selain juga agar dapat diaduk dengan magnetic stirrer untuk
meningkatkan kinetika reaksi. Setelah itu, lampu sinar tampak dinyalakan sehingga
gas diambil setiap selang waktu 1 jam kemudian komposisi tersebut dianalisa
3. Rancangan Percobaan
terhadap kinerja reaktor dalam memproduksi hidrogen dari campuran gliserol dan
air. Pada percobaan ini, akan dilihat pengaruh empat parameter dalam
menghasilkan hidrogen dari gliserol dan air. Keempat parameter itu adalah: metode
sintesis, jenis dopan logam, loading dopan logam dan komposisi campuran
gliserol-air.
E. Variabel Penelitian
- Variasi loading dopan (Cu dan Ni) dalam fotokatalis, yaitu sebesar 0%, 1%, 3%,
5%, 10% , 20% dari berat N-TiO, adapun variabel terikat dari variasi ini adalah
- Variasi jenis dopan (Pt, Cu, Ni) dalam fotokatalis TiO . Adapun variabel terikat
- Variasi konsentrasi gliserol dalam sistem campuran gliserol dan air dengan
besar persentase gliserol 0%, 10%, 20% dan 50%. Adapun variabel terikat dari
variasi konsentrasi gliserol ini adalah jumlah mol hidrogen yang terbentuk.
26
DAFTAR PUSTAKA
Adhytiawan, AA. dan Susanti D.(2013). Pengaruh Variasi waktu tahan
hidrotermal terhadap sifat kapasitif superkapasitor material
graphen. Jurnal Teknik Pomits.Vol.2.no.1:2337-3539.
Annafi, M., 2009, Studi Biodegrasdasi Poliblend antara Polistirena-
Kitosan Menggunakan Lumpur Aktif, Skiripsi. Jurusan Kimia ITB.
Bandung.
Ansari R. and Keivani M.B. 2006. Polyaniline Conducting
Electroactive Polymers: Thermal and Environmental Stability
Studies. Journal of Chemistry. 202-217.Abdullah, M., dan
Khairurrijal, 2009, Karakterisasi Nanomaterial, Jurnal Nanosains
dan Nanoteknologi, Vol. 2 (1):
1979-0880.
Apriliani, R., 2009, Studi penggunaan Kurkumin sebagai Modifier
elektroda pasta Karbon untuk Analisis Timbal (II) Secara Stripping
Voltammetry, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Atabaki, MM and Kovacevic, R. (2013). Electron Mater Lett 2:133-153.
Bird, T., 1993, Kimia Fisik untuk Universitas. PT. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Bolotin KI, Sikes KJ, Jiang Z, Klima M, Fudenberg G, Hone J, Kim P,
Stormer HI. (2008). Solid State Commun. 146, 351-355.
Brown, G N., Birks, J. W. and Koval, 1992, Development and
Characterization of a Titanium-Dioxide Based Semiconductor
Photoelectrochemical Detector, Anal. Chem, 64, 427-434.
Chao Zhou et al., 2014. Graphene’s cousin: the present and future of
graphane.DOI:10.1186/1556-276X-9-26.
Chaudhuri dan D Sarma . 2006. BF3-Doped Polyaniline: A Novel
Conducting Polymer. Journal of Phisics. 135-139.
Dey RS, Hajra S, Sahu RK, Raj RC, Panigrahi MK. (2012). A rapid room
temperature chemical route for the synthesis of graphene: metal-
mediated reduction of graphene oxide. Chem. Comm. 48(12):
1787-1789.
27
Dogra, S., 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, Universitas indonesia: jakarta.
Ellingson, R., and Heben, M. (2011). Sheet Resistance:
Measurement and Significance. University of Toledo: PHYS 4580,
PHYS 6/7280.
Fan, X., Peng, W., Li, Y., Li, X., Wang, SS., Zhang, S., Zhang, F.
(2008). Adv Mater 20:4490-4493.
Faust B., 1998. Modern Chemicals Techniques, Royal Society of
Chemistry. London.
Fitriani, L., 2012, Studi Reaksi Reduksi CO2 dengan Metode
Elektrokimia Menggunakan Elektroda Cu, Skripsi, Universitas
Indonesia, Depok. Geim AK, Novoselov KS: The Rise Of
Graphene, nat mater 2007,6: 183.
Ghanbari, K., Mousavi, M. F., Shamsipur, M. (2006). Preparation of
polyaniline nanofibers and their use as a cathode of aqueous
rechargeable batteries, Electrochimica Acta, 52, 1514 – 1522.
Ghani, SA., Heah Chen Y. 2010. Development of Carbon white-
Carbon Black-Polyaniline Composite As a Conductive Polymer.
Journal Physical Science.
Gosser, D.K., 1993, Cyclic Voltammetry Simulation and Analysis of
Reaction mechsnisms, VCH Publisher Inc.
House, V. E. and Ross, F., 2007, “Anode‟r‟ way” – Why the anode yields
better result, Altair nanotechnologies, (Altairnano) Inc.
Huang J ., 2006. Syntheses and Applications of Conducting Polymer
Polyaniline Nanofibers. Pure Appl. Chem.15–27
Huang,H.,Gan, M.et al. 2015. Fabrication of polyaniline/ graphene/
titania nanotube arrays nanocomposite and their application in
supercapasitors. Journal of Alloys and Compounds 630, 214-221.
Hubber, T., Saville, P., and Edwards, D., 2003. Investigations into the
Polyaniline and Polypyrrole Families of Conducting Polymers for
Application as Radar Absorbing Materials, DRDC Atlantic TM
2003-005, Defence R&D Canada.
Ilhami,L.N. dan Susanti D.(2014).”Pengaruh Variasi Kadar Zn Dan
Temperatur Hydrotermal Terhadap Struktur Dan Nilai Konduktivitas
Elektrik Material Graphene”. Jurnal Teknik Pomits.Vol.3.no.2:2337-
3539.
Jagadale, T. C., Takale, S. P., Sonawabne, R. S, 2008, N-Doped TiO2
nanoparticle based visible ligh photocatalyst by by modiied peroxide
sol-gel method, J. Phys. Chem. C, 112(37), 14595-14602.
Junaidi, M dan susanti, D. (2014). Pengaruh variasi waktu ultrasonikasi
dan waktu tahan hydrotermal terhadap struktur dan konduktivitas
listrik material graphene. Jurnal Teknik Pomits.Vol.3.no.1.
Kartawidjaja. M., Abdurrochman, A., Rumeksa, E., 2008, Prosiding
seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008, Lampung,
Universitas Lampung: 105-115.
Kosova, N.V., Osintsev, D.I., Uvarov, N.F., and Devyatkina. Et., 2005,
Lithium Titanium Phosphate as Cathode, anode, and Electrolyte for
Lithium Rechargeable Batteries, Chemistry for Subtainable
Development, Vol. 13:4271-4274.
Koudriachova, M. V., Harrison, N. M. and de leeuw, S., 2001, Effect Of
Diffusion On Lithium Intercalation In Tithanium Diokside, Physical
review letters, volume 85, No. 7.
Kroschwitz, J., 1990, Polymer Characterization and Analysis, John
Wiley andSons, Inc.,Canada.
Lee, Changhoon., Choi, Hanshin., Lee, Changhee., Kim, Hyungjun.
(2003).Photocatalytic Properties Of Nano-Structured Tio
Plasma Sprayed Coating, Elsevier: Surface and Coatings
Technology, 173 (2003) 192–200.
29
Schmidt, H., and Mennig, M., 2000, Wet Coating Technologies for Glass,
INM, Institu fur Neue Materialien, saarbrucken, Germany.
Shao G, Lu Y, Wu F, Yang C, Zeng F, Wu Q. (2012). Graphene
oxide: the mechanisms of oxidation and exfoliation. J. Mater. Sci.
47(10): 4400-4409.
Stoller, M. D., Park, S. J., Zhu, Y. W., An, J. H., Ruoff, R. S. Graphene-
BasedUltracapacitors. Nano Lett. 2008, 8, 3498– 3502. Tang, B and
Hu, G. (2012). J Power Source. 220:95-98.
Taufantri,. Yudha, Irdhawati., Ida, A.R., Asih, Astiti. 2016. Sintesis dan
Karakterisasi Grafena dengan Metode Reduksi Grafit Oksida
Menggunakan Pereduksi Zn. Jurnal Kimia VALENSI: Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia, 2(1), 17-23.
Wang, J., 2000, Analitycal Electrochemistry, 2nd Ed., Wiley-VCH:
New York. Warren, 8.E., 1969. X-Ray Diffraction, Addittion-
wesley pub: Messach$ssetfs.
Whang, C.M., Yeo, C.S., and Kim, Y.H., 2001, ”Preparation and
characterization of Sol-Gel derived SiO2-TiO2-PDMS Composite
Films”, Bull. Korean Chem. Soc., 22, 12.
Yulianto, A., 2007, Fasa Oksida Besi untuk sintsis Serbuk Magnet Ferit,
Jurnal sains Materi Indonesia. Vol.8 (3): 39-41.
Zhou, Q., Zhang, M.C., Shuang, C. D., Li, Z. Q., Li, A. M, 2014,
Preaparation of A Novel Magnetic Powder Resin for the Rapid
Removal of Tetracycline in the Aquatic Environmen, China
Chemistry Letters, 23, 745-748.
33