Anda di halaman 1dari 6

Nama : Diah Pujilestari (16102055)

Novi Chyntya Sinaga (16102056)

Olivia Queen Arini S (16102057)

Tiurlina Fikri Amelia (16102059)

Ana Riana (16102071)

TUGAS SPPM

Dalam kaitannya dengan pengukuran kinerja dan sistem kontrol, Simons


(2000)memperkenalkan suatu model yang terintegrasi yang dinamakan Levers of Control.
Levers of Control merupakan suatu kerangka yang dicetuskan oleh Simons (2000) yang
bertujuanagar para manajer dapat mendiagnosa organisasi atau perusahaan untuk menetapkan
kapandan bagaimana mengaplikasikan levers tersebut pada lingkungan yang berbeda-beda
dalamrangka pencapaian tujuan dan strategi organisasi tersebut.

Belief system merupakan sistem formal yang digunakan oleh top manajer untuk
mendefinisikan, mengkomunikasikan dan memperkuat nilai dasar, tujuan dan arahan
bagiperusahaan. Dalam praktiknya belief system ini dibuat dalam suatu dokumen formal
sepertipaham/kepercayaan, misi, serta pernyataan tujuan perusahaan. Boundary system
merupakan sistem formal yang digunakan oleh top manajer untuk membuat batasan dan aturan
yang harus dipatuhi. Pada praktiknya boundary system ini tercermin melalui business conduct
,sistem perencanaan strategi dan prosedur operasional perusahaan. Diagnostic control system
merupakan sistem feedback formal yang digunakan untuk memonitor hasil perusahaan dan
deviasi yang timbul atas pengukuran kinerja. Interactive control system merupakan sistem
formal yang digunakan oleh top manajer untuk secara personal dan reguler mengikutsertakan
bawahan dalam kegiatan pengambilan keputusan. Berikut gambar model Levers of Control:
Dua sistem yang pertama yaitu belief system dan interactive control system bersama-
sama memotivasi individu dalam organisasi untuk secara kreatif melakukan pencarian dan
memperluas ruang bagi pencarian peluang. Kedua sistem ini menciptakan motivasi intrinsic
dengan cara menyediakan lingkungan informasi yang positif yang mendorong proses
pembelajaran dan pertukaran informasi. Oleh karena itu, kedua sistem ini kemudian disebut
sebagai sistem positif “the yang of Chinese philosophy.”Selanjutnya yaitu dua system lainnya,
boundary systems dan diagnostic control systems digunakan untuk membatasi perilaku
pencarian peluang dan mengalokasikan keterbatasan perhatian individu dalam organisasi.
Kedua sistem ini didasarkan pada motivasi ekstrinsik dengan cara menyediakan tujuan secara
eksplisit, sistem penghargaan berdasarkan perhitungan tertentu, dan kejelasan batasan untuk
pencarian peluang. Oleh karena itu kedua sistem ini disebut sebagai system negatif “the yin of
Chinese philosophy”.

KASUS PERUSAHAAN EASTMAN KODAK

1. Profil Perusahaan Eastman Kodak


Eastman Kodak Company merupakan sebuah perusahaan multinasional yang berbasis
di Rochester, New York. Didirikan oleh George Eastman dan Henry Strong. Perusahaan ini
menghasilkan berbagai macam produk kamera, fotografi, pencetak, dan lain-lain. Pada tahun
1888, Kodak dilahirkan sebagai “brand”. Kamera portabel pertama diperkenalkan dan
menandai kelahiran fotografi snapshot.
Dengan visi membawa fotografi ke lebih banyak orang dengan harga serendah
mungkin, Kodak mengembangkan Folding Pocket Camera pada tahun 1898. Ini adalah ayah
dari kamera roll film modern. Kemudian Kodak mengeluarkan Kodakolor Film, kamera,
proyektor dan menjualnya dengan harga terjangkau. Pada tahun 1963, Kodak memperkenalkan
Kamera Instamatic. Ini revolusi fotografi amatir dan menjadi hits besar karena ini terjangkau
dan mudah digunakan. Selanjutnya Kodak mulai mempelajari potensi komputer dan membuat
terobosan besar di tahun 1975, saat salah satu insinyur yaitu Steve Sasson, menemukan kamera
digital.
Memasuki abad ke-21, perusahaan ini mulai mengalami kemunduran dan pada 19
Januari 2012, perusahaan ini resmi mengajukan permohonan mendapat perlindungan
kepailitan. Ini berawal, sejak ditemukannya teknologi digital fotografi, fotografi film mulai
ditinggalkan dan berdampak terhadap merosotnya kinerja Kodak.

2. Penjabaran kasus
Kasus bangkrutnya perusahaan fotografi Eastman Kodak Corporation memang sudah
menjadi rahasia umum. Berita ini sudah mulai menyebar diseluruh media selama awal tahun
2012 lalu. Perusahaan Eastman Corporation atau yang biasa dikenal dengan sebutan Kodak,
dulu dikenal sebagai salah satu perusahaan peralatan fotografi terkemuka di dunia. Kini, Kodak
jatuh bangkrut setelah gagal beradaptasi dengan kemajuan teknologi di tengah populernya
kamera digital dan ponsel pintar berfitur kamera.
Menurut kantor berita Reuters, Kodak mengajukan perlindungan pailit ke Pengadilan
di Kota New York pada 19 Januari 2012. Di Amerika Serikat, perusahaan yang jatuh bangkrut
berhak mengajukan perlindungan pailit ke pengadilan, sesuai peraturan yang berlaku agar tidak
sampai dilikuidasi. Selanjutnya pengadilan akan menentukan apakah perusahaan yang
bangkrut ini, sesuai kesepakatan dengan pihak-pihak kreditur, bisa diselamatkan melalui
penjualan aset atau restrukturisasi korporat. Dewan Direktur dan seluruh tim senior manajemen
yakin bahwa itu merupakan langkah yang benar untuk masa depan Kodak. Untuk bertahan,
Kodak mengungkapkan telah mendapat pinjaman berjangka 18 bulan dari Citigroup sebesar
US$950 juta.
Didirikan 130 tahun lalu, perusahaan Amerika itu pernah merajai industri peralatan
fotografi seperti penjualan kamera dan film. Bahkan Kodak pula yang memperkenalkan
teknologi kamera digital. Namun, tanpa disadari teknologi itulah yang lambat laun
menghantam bisnis Kodak, yang selama dekade 1980an hingga 1990an sudah merasa nyaman
sebagai pemain nomor satu industri fotografi. Konsumen kini sudah meninggalkan pemakaian
film yang menjadi bisnis inti Kodak dan sejumlah kompetitor mengembangkan produk kamera
digital. Apalagi kini muncul teknologi ponsel pintar, yang dilengkapi dengan kamera
beresolusi tinggi.
Sejak 1888, George Eastman menciptakan sebuah mesin yang menangkap gambar pada
pelat kaca besar. Tak puas dengan terobosan itu, dia melanjutkan untuk mengembangkan film
roll dan kemudian kamera Brownie. Selanjutnya pada tahun 1960, Kodak mulai mempelajari
potensi komputer dan membuat terobosan besar di tahun 1975 yaitu saat salah satu insinyur,
Steve Sasson, menemukan kamera digital.
Namun, Kodak tak segera peka terhadap potensi pasar tersebut dan tak fokus pada high-
end kamera bagi pasar niche. Para eksekutif juga takut mengorbankan penjualan film yang
merupakan produk inti mereka.
Selain itu, penyebab kebangkrutan Kodak karena perusahaan tersebut melewatkan
peluang bisnis. Di Consumer Electronics Show di Las Vegas tahunan pada 2011 lalu, Perez
dan Kodak memperkenalkan dua kamera baru yang diyakini bisa terhubung secara nirkabel
dengan printer dan posting foto ke Facebook. Namun beberapa pengulas gadget mengatakan
kamera baru tidak bisa terhubung ke web tanpa membonceng pada smartphone atau koneksi
Wi-Fi. Analis mengatakan Kodak bisa menjadi sebuah kelompok media sosial jika telah
berhasil meyakinkan konsumen untuk menggunakan layanan online untuk menyimpan,
berbagi, dan mengedit foto-foto mereka. Tapi sebaliknya, Kodak terlalu berfokus pada
perangkat dan kalah dalam pertempuran online untuk jaringan sosial seperti Facebook.
Dalam beberapa tahun terakhir, pendapatan Kodak pun terus menurun tajam. Dulu
mempekerjakan lebih dari 60.000 orang di mancanegara, Kodak kini hanya memiliki sekitar
7.000 pekerja. Nilai pasarnya pun kini tenggelam hingga di bawah US$ 150 juta dari
sebelumnya, sekitar 15 tahun lalu, senilai US$ 31 miliar. Dalam beberapa tahun terakhir,
pimpinan perusahaan gagal memulihkan keuntungan tahunan. Kas yang terus terkuras
membuat Kodak kesulitan memenuhi kewajibannya terhadap karyawan dan pensiunannya.
Kemudian Pemimpin Kodak, Antonio Perez mengajukan perlindungan kebangkrutan
lewat proses pailit, yang akan memungkinkan Kodak untuk terus bekerja memaksimalkan aset
teknologinya. Manajemen Kodak sempat menyatakan akan fokus ke industri percetakan dan
produk konsumen lain. Perusahaan yang berusia lebih dari 130 tahun itu mengaku telah
mendapatkan pinjaman dari Citigroup senilai US$ 950 juta, untuk kurun waktu 18 bulan.
Pinjaman dan perlindungan pailit AS memberi kesempatan kepada Kodak untuk menemukan
pembeli 1.100 paten teknologi produk fotografinya. Hal ini menjadi kunci untuk dapat terus
merestrukturisasi dan membayar ribuan karyawannya.
3. Analisis
Di dalam lingkungan industri, setiap perusahaan seharusnya selalu dapat menyesuaikan
diri dengan perkembangan yang sedang terjadi dipasar. Setiap orang dalam perusahaan harus
dapat mengembangkan potensi perusahaan, dan melakukan observasi secara berkelanjutan
untuk mencapai hasil yang terbaik bagi perusahaannya.
Hal ini yang tidak dilakukan oleh perusahaan Eastman Kodak Corporation. Kodak
seharusnya dapat mengembangkan potensi yang ada. Terlebih sebenarnya pelopor pertama
kamera digital adalah perusahaan Kodak. Pastinya sumber daya manusia yang ada didalamnya
juga memiliki kapasitas yang memadai apabila dilatih dan dimaksimalkan potensinya untuk
dapat menciptakan produk-produk baru yang memiliki tingkat inovasi lebih tinggi dalam hal
menghadapi perubahan teknologi yang sedang berkembang.
Tetapi perusahaan ini terlalu puas dengan apa yang diraih pada masa kejayaannya yaitu
abad ke 20 sehingga membuat Kodak berdiam diri dan tidak mengembangkan potensi
produknya. "Status quo membunuh Kodak”. Berdiam diri di era yang terus bergerak tak akan
membuat perusahaan berjalan dengan baik. Baik perusahaan besar maupun kecil harus tetap
bergerak maju beberapa langkah kedepan, begitupun dengan perusahaan Kodak. Akibatnya
perusahaan ini terlambat mengantisipasi trend kamera digital yang sekarang sedang
berkembang di pasar sehingga berada dalam kondisi sesulit ini.
Dengan kerugian atau penurunan penjualan produknya, Kodak seharusnya dapat belajar
dari pengalaman dan mencoba untuk berinovasi lebih baik dengan mengeluarkan berbagai
produk yang dapat membuatnya bangkit dari keterpurukan. Namun perusahaan ini memang
belum memiliki kemampuan “Learning Organization”. Dia tidak dapat menganalisis
keberhasilan atau kegagalan dari dikeluarkannya suatu sistem atau produk baru. Ini terbukti
dengan biarpun perusahaan ini mencoba mengeluarkan produk kamera digital namun produk
ini tidak booming dipasaran karena dinilai masih kurang memenuhi permintaan atau selera
konsumen yang selalu berubah mengikuti perkembangan teknologi.
Dalam hal ini Kodak mengalami kegagalan dalam hal produksi, penjualan, inovasi,
serta persaingan yang mengakibatkan Kodak tidak mampu bertahan dan bersaing. Akibat dari
hal tersebut Kodak mengalami kebangkrutan atau pailit karena pendapatan yang terus menerus
menerun. Dengan ini mengakibatkan Kodak memiliki banyak hutang.
4. Solusi
Berdasarkan 4 Layers of control, seharusnya Kodak menerapkan dua sistem yang
pertama yaitu belief system dan interactive control system yang mana dari dua sitem tersebut
bersama-sama memotivasi individu dalam organisasi untuk secara kreatif melakukan pencarian
dan memperluas ruang bagi pencarian peluang. Kedua sistem ini menciptakan motivasi
intrinsic dengan cara menyediakan lingkungan informasi yang positif yang mendorong proses
pembelajaran dan pertukaran informasi. Dengan mendorong proses pembelajaran dan
pertukaran informasi Kodak akan mungkin bisa lebih lama untuk bertahan dengan ini Kodak
akan mendapatkan inovasi yang menarik agar diminati oleh konsumen.
Hal yang harus dilakukan Kodak juga adalah menerapkan dua system lainnya, yaitu
boundary systems dan diagnostic control systems digunakan untuk membatasi perilaku
pencarian peluang dan mengalokasikan keterbatasan perhatian individu dalam organisasi.
Kedua sistem ini didasarkan pada motivasi ekstrinsik dengan cara menyediakan tujuan secara
eksplisit, sistem penghargaan berdasarkan perhitungan tertentu, dan kejelasan batasan untuk
pencarian peluang. Dengan hal tersebut Kodak dapat melihat lagi peluang apa saja yang
dimiliki olehnya sehingga Kodak mampu bertahan dalam persaingan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai