Tenaga kesehatan yang berkualifikasi harus berada di dalam kamar bedah selama
pemberin anestesia/analgesia bertujuan untuk memantau pasien, dan memberikan
antisipasi segara terhadap perubahan abnormal yang terjadi. Beberapa pemantauan yang
dapat dilakukan, yaitu:
1.Jalan nafas
Jalan nafas selama anestesia baik dengan teknik sungkup atau intubasi trakea harus
dipantau secara ketat, dan kontinyu untuk mempertahankan kebutuhan jalan nafas.
Sungkup muka (face mask) mengantar udara/gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem
anestesi ke jalan nafas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika
digunakan untuk bernafas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor, dan gas
masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung. Bentuk sungkup muka sangat beragam
tergantung usia, yaitu:
a. Ukuran 03 untuk bayi baru lahir.
Pada pola nafas spontan, pemantauan dilakukan dengan melihat gejala atau tanda, seperti
terdengar suara jalan nafas patologis, gerakan kantong reservoir terhenti atau menurun,
tampak gerakan dada paradoksal. Pada nafas kendali gejala atau tanda yang dapat dilihat,
yaitu tekanan inflasi terasa berat, tekanan positif inspirasi meningkat. General Endo Tracheal
Anesthesia (GETA) yang paling banyak digunakan dalam tindakan pembedahan. Penampang
melintang trakea bayi, anak kecil dibawah 5 tahun hampir bulat, digunakan tanpa kaf,
sedangkan dewasa seperti huruf D menggunakan dengan kaf supaya tidak bocor. Intubasi
trakea merupakan tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis,
sehingga ujung distalnya berada kira-kira pertengahan trakea antara pita suara, dan bifurkasio
trakea. Indikasi dari intubasi trakea, diantaranya menjaga patensi jalan nafas, mempermudah
ventilasi positif, oksigenasi, dan pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi. Perlunya
mengevaluasi tingkat kesulitan intubasi dengan melakukan pemeriksaan L-E-M-O-N, yaitu
L= Look, E= Evaluation, M= Mallampati, O= Obstruction, N= Neck mobility. Sedangkan
penggunaan laryngeal mask airway (LMA) juga sering untuk pembedahan, selain itu
penggunaan LMA tidak memerlukan neuromuscular blocker (NMB), dan memfasilitasi
ventilasi spontan kembali. Teknik menggunakan teknik LMA dapat meminimalkan risiko
aspirasi atau insulfasi lambung, terutama jika tekanan ventilasi positif telah direncanakan.
Ada atau tidak adanya insuflasi lambung harus dicatat dalam catatan anestesi setelah
melakukan auskultasi pada daerah epigastrium. Tahap yang lebih dalam dari anestesi
biasanya diperlukan sampai akhir prosedur untuk menumpulkan respon laringo-trakea.
2. Oksigenasi
Oksigenasi yang dilakukan bertujuan untuk memastikan kadar zat di dalam udara/gas
inspirasi, dan di dalam darah. Hal ini dilakukan terutama pada anestesia umum inhalasi dapat
dilakukan dengan 2 cara, yakni:
1. Memeriksa kadar oksigen gas inspirasi, dilakukan dengan mempergunakan
alat pulse oxymeter yang mempunyai alarm batas minimum, dan maksimum.
2. Oksigenasi darah, diperiksa secara klinis dengan melihat warna darah, luka
operasi, dan permukaan mukosa, secara kualitatif dengan alat oksimeter denyut,
dan pemeriksaan analisis gas darah.
3. Ventilasi
Ventilasi dapat dilakukan dengan diagnostik fisik yaitu dengan mengawasi gerakan naik
turunnya dada, kembang kempisnya kantong reservoir, atau dengarkan suara nafas
menggunakan auskultasi. Dapat juga dilakukan dengan memantau end tidal CO2 terutama
pada operasi lama, misalnya bedah kraniotomi. Pemantauan menggunakan sistem alarm pada
alat bantu nafas mekanik yang mampu mengeluarkan sinyal/tanda yang terdengar jika nilai
ambang tekanan dilampaui. Kesulitan ventilasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi
O-B-E-S-E, yaitu O= Overweight, B= Bearded, E= Eldery, S= Stridor, E= Edentulous.
4. Sirkulasi
Pemantauan fungsi sirkulasi dapat dilakukan dengan mengukur tekanan darah secara invasif,
EKG, dan disertai dengan oksimeter denyut. Pemantauan ini dilakukan pada pasien berisiko
tinggi pada anestesia atau bedah ekstensif, dan dilakukan secara kontinyu selama tindakan
berlangsung. Yang kedua pemantauan dapat dilakukan melihat dari produksi urin, ditampung,
dan diukur volumenya setiap jam terutama pada operasi besar, dan lama.
5. Suhu tubuh
Apabila dicurigai atau diperkirakan akan atau ada terjadi perubahan suhu tubuh, maka
suhu harus diukur secara kontinyu pada daerah sentral tubuh melalui esophagus atau
rectum dengan termometer khusus yang dihubungkan dengan alat pantau yang mampu
menayangkan secara kontinyu.
Edema Laring
Ini merupakan penyebab yang jarang dari obstruksi pernapasan pascaoperasi. Hal ini
dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi trakea traumatik atau pada pasien yang timbul
hematoma yang dapat menyebabkan obstruksi drainase vena. Hal ini biasanya dapat ditangani
dengan steroid dan oksigen lembab.
Hipokalsemia
Trauma yang tidak diinginkan pada glandula paratiroid dapat menyebabkan
hipokalsemia sementara. Hipokalsemia permanen jarang terjadi. Tanda-tanda hipokalsemia
mungkin termasuk kebingungan, bergetar dan tetani. Hal ini dapat diperoleh pada Trousseau
(kejang carpopedal dipicu oleh inflasi manset) atau tanda Chvostek (getaran wajah sewaktu
menekan kelenjar parotis). Pengganti Kalsium harus diterapkan segera karena hipokalsemia
dapat memicu laryngospasme, iritabilitas jantung, perpanjangan QT dan selanjutnya aritmia.
Tracheomalacia
Sumber :
1. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. PT
Indeks; 2017.
2. Jaffe RA, Samuel, Stanley L, Schmiesing, Clifford A, Golianu et al.
Anesthesiologist’s Manual of Surgical Procedures. Lippincott Williams &
Wilkins; 2009.