Anda di halaman 1dari 4

APEELDORN

(HUKUM ADALAH KEKUASAAN)


Tugas Mata Kuliah Politik Hukum
Dosen Pengampu : Dr. H. Yana Sahyana, SH.,MH
Disusun Oleh : Nanang Permana

Keadilan adalah yang berfaedah bagi kelompok/orang yang kuat

Adil tidak harus sama rata, tetapi sesuai dengan porsinya. Adil bermakna suatu sikap
yang terbebas dari diskriminasi ketidakjujuran. Memang menegakkan keadilan itu tidak
semudah membalikkan telapak tangan.

Dalam cita-cita bangsa yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar I945 alinea ke-2
yang berbunyi “Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakya Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.
Keadilan juga dijabarkan dalam Pancasila, sila ke-5 yaitu “Keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia”. Tetapi pada kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang ada dalam cita-cita
bangsa dan dasar Negara Indonesia. Kesejahteraan diberbagai bidang hanya dirasakan oleh
kalangan elite bangsa, itu menunjukkan bahwa adanya ketidakadilan di Indonesia.
Ketidakadilan dapat menimbulkan dampak-dampak yang cukup krusial bagi masyarakat
maupun negara. Dalam pembahasan kali ini, penulis akan membahas mengenai dampak
ketidakadilan, antara lain, berdirinya kelompok separatis, adanya disintegrasi, dan
ketidakpercayaan terhadap hukum.

Dampak ketidakadilan yang pertama adalah berdirinya kelompok separatis.


Separatisme merupakan suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dan memisahkan suatu
wilayah atau kelompok manusia dari satu sama lain. Ada yang beranggapan bahwa
separatisme merupakan satu-satunya cara untuk mencapai kemerdekaan. Gerakan
separatisme biasanya berbasis nasionalisme atau religius. Separatisme bisa terjadi Karena
kurangnya kekuatan politis dan ekonomi suatu kelompok, selain kurangnya kekuatan politis
dan ekonomi bisa juga disebabkan oleh ketidakadilan rezim yang sedang berkuasa kepada
suatu kelompok tertentu. Pemberontakkan itu dilakukan karena mereka merasa tidak ada
keadilan dalam berbagai hal, terutama dalam masalah ekonomi. Pertumbuhan ekonomi di
Indonesia tumbuh dan berkembang hanya terpusat pada satu titik, tidak ada pemerataan yang
begitu signifikan. Gerakan separatisme sudah ada sejak lama di Indonesia, ada tiga provinsi
dimana gerakan separatis sering muncul, yaitu Papua (Organisasi Papua Merdeka), Maluku
(Republik Maluki Selatan), dan Aceh (Gerakan Aceh Merdeka).

Dampak ketidakadilan yang kedua adalah disintegrasi. Disintegrasi merupakan


keadaan tidak bersatu padu, masalah disintegrasi tampaknya bukan karena masalah sukuisme
dan regionalisme yang semakin menguat, akan tetapi lebih disebabkan karena ketidakadilan
politik, ekonomi dan sosial. Di daerah yang bergejolak seperti Aceh, dan Papua secara
politik, ekonomi, dan sosial bersifat marginal. Dalam aspek ekonomi misalnya, daerah

1
tersebut memiliki sumber daya alam yang kaya, tetapi banyak dikuras oleh pemerintah pusat.
Sementara itu dalam kehidupan sosial, pengembangan pendidikan dan kesehatan jauh dari
yang diharapkan. Maka dari itu mereka belum merasa merdeka meskipun mereka hidup
dalam negara yang merdeka.

Dampak ketidakadilan yang ketiga adalah pudarnya kepercayaan terhadap hukum.


Pudarnya kepercayaan terhadap hukum seringkali disebabkan karena peraturan hukum yang
ada sebagian besar merasa lebih berorientasi pada kepentingan penguasa daripada
kepentingan mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Berbagai upaya penegakkan hukum
juga tampak masih lemah. Penegakkan hukum di Indonesia dewasa ini dirasa tidakmemihak
kepada rakyat. Misalnya berbagai kasus korupsi belum tampak ditangani secara serius.
Bahkan berbagai pengadilan kasus korupsi divonis bebas. Hukum tidak mempunyai
ketegasan dalam menangani masalah-masalah yang sesunggunya sangat serius sehingga
menjadi berlarut-larut, sehingga mengakibatkan turunnya kewibawaan hukum dimata
masyarakat.

Dari pemaparan diatas, nampaknya akibat dari ketidakadilan menimbulkan dampak


yang sangat signifikan bagi kemajuan dan persatuan bangsa. “keadilan bagi seluruh bangsa
Indonesia” nampaknya menjadi kunci utama untuk mencapai persatuan. Oleh karena itu
sebisa mungkin ketidakadilan walaupun tidak bisa dihindarkan, tetapi sedikitnya bisa
diminimalisir. Untuk mewujudkan keadilan memang bisa dibilang sangat sulit, karena
keadilan memiliki perpektif yang berbeda-beda pada setiap lapisan masyarakat. Walau sangat
sulit untuk diwujudkan setidaknya kita harus tetap memiliki progres untuk menciptakan
keadilan di negara ini.

Konstitusi suatu negara bukanlah Undang-Undang Dasar Tertulis, melainkan


hubungan kekuasaan yang nyata dalam negara

Sebenarnya. konstitusi (constitution) berbeda dengan Undang-Undang Dasar


(Grundgezets), dikarenakan suatu kekhilafan dalam pandangan orang mengenai konstitusi
pada negara-negara modern sehingga pengertian konstitusi itu kemudian disamakan dengan
Undang-Undang Dasar. Kekhilafan ini disebabkan oleh pengaruh faham kodifikasi yang
menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis, demi mencapai kesatuan hukum,
kesederhanaan hukum dan kepastian hukum. Begitu besar pengaruh faham kodifikasi,
sehingga setiap peraturan hukum karena penting itu harus ditulis, dan konstitusi yang ditulis
itu adalah Undang-Undang Dasar.

Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu :

1) Konstitusi tertulis dan


2) Konstitusi tak tertulis.

Hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang


Dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang
dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
2
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis
adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-
lembaga kenegaraan dan semua hak asasi manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga
tersebar di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua
seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi
manusia rakyat Inggris. Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai
dokumen atau hanya hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk
dalam kategori negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.

Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan


berdasarkan jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu
dibentuklah lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan
terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.

Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam
konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannyaStaatsrecht over Zee.
Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :

1) Pemerintahan (bestuur)
2) Perundang-undangan
3) Kepolisian
4) Pengadilan.

Van Vollenhoven menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu
dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan
kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal
berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk melaksanakan hukum.

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia


mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi
jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan Pemeriksa Keuangan
untuk memeriksa keuangan negara serta menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.

Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat


disimpulkan bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya
terbagi atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lembaga
tersendiri yaitu:

1) Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)


2) Kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3) Kekuasaan kehakiman (yudikatif)
4) Kekuasaan kepolisian
5) Kekuasaan kejaksaan
6) Kekuasaan memeriksa keuangan negara

3
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang
memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus
memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan
semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga
perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem
penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi otoriter
karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.

Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan


suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan
negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan
aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan mengenai
perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat sedemikian rupa
sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan
keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang
belaka.

Hukum Berdasarkan atas Penaklukan yang lemah oleh yang kuat

Kelompok yang terkecil daripada manusia dalam keadaan alamiah itu adalah keluarga
yang terdiri dari seorang ibu dan anak-anaknya. kalau dalam keluarga kecil itu si ibu
merupakan kepala keluarga, maka dalam faktanya si ibu itu menguasai kelompok tersebut,
dan apabila si ayah ada maka yang berkuasa adalah si ayah karena memiliki keunggulan dan
kelebihan, terlebih menang dalam hal jasmani, maka dialah yang berkuasa.

Jadi kesimpulannya, menurut teori kekuatan yang berkuasa adalah yang paling kuat
dan yang dimaksud dengan kekuatan disini adalah kuat secara jasmani atau fisik. kemudian
apabila keluarga tersebut berkembang menjadi sebuah masyarakat dan negara, maka bekas-
bekas kekuasaan asal tadi masih terbawa untuk tetap berkuasa di dalam masyarakat atau
negara. Adapun perkembangan keluarga menjadi negara dapat melalui beberapa fase seperti
peperangan, dimana yang kalah menggabungkan diri kepada yang menang, maka dapat
dikatakan bahwa asal mula kekuasaan adalah karena adanya keunggulan kekuatan dari pada
orang yang satu terhadap yang lainnya.

Atau bisa dikatakan yang berlaku adalah hukum rimba, siapa yang kuat maka dialah
yang menang, dimana negara adalah merupakan alat dari golongan yang kuat untuk menindas
golongan yang lemah. Dalam sejarah kita mencatat beberapa tokoh yang menganut teori ini
seperti jenggis khan, napoleon, mussolini dan hitler, hanya saja keunggulan kekuatan disini
bukan hanya terletak pada faktor fisik saja melainkan faktor-faktor lain juga seperti sistem
persenjataan, sistem politik, kebudayaan dan ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai