Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena pekerja,
pengunjung, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan
perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak
proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan
prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.
Dengan berkembangnya konsep kesehatan pekerja (Workers’ Health)
diharapkan dapat memberikan pengertian yang lebih luas dari kesehatan kerja
(Occupational Health), maka tidak hanya masalah kesehatan yang berkaitan
pekerjaan, tapi juga masalah kesehatan umum yang mempengaruhi produktivitas
kerja.
Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselanggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan
paling sedikit 10 orang. Jika memperlihatkan isi dari pasal di atas maka jelaslah
bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam criteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS tetapi juga pasien dan
pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan
upaya-upaya K3 di Rumah Sakit.
Potensi bahaya di RS selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi kondisi dan situasi di Rumah Sakit, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan ynag berhubungan dengan instalasi
listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang
berbahaya,gas-gas anastesi, gangguan psikososial, dan ergonomic. Semua potensi
bahaya tersebut diatas jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
di RS, para pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan RS.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekrja di industry lain. Kasus
yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains :
52%; confusion, crushing, bruising: 11%; cuts, laceration, punctures: 10,8%;
fractures: 5,6%; multiple injuries: 2,1%; thermal burns; 2% scratches, abrasions:
1,9%; infections:1,3%; dermatitis: 1,2%; dan lain-lain: 12,4% (US Department of
Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics 1983).
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia
(SDM) Rumah Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar
Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan
kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan
maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak
memenuhi standar.
Di dunia Internasional, program K3 telah lama diterapkan di berbagai
sektor industri (akhir abad 18), kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan K3RS
tertinggal dikarenakan fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Fokus pada
kualitas pelayanan bagi pasien, tenaga profesi di bidang K3 masih terbatas,
organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah melindungi diri dalam bekerja.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain
dituntut mampu memberikan pelayanan dan pengobatan yang bermutu, Rumah
Sakit juga dituntut harus melaksanakan dan mengembangkan program K3 di
Rumah Sakit (K3RS) seperti yang tercantum dalam buku Standar Pelayanan
Rumah Sakit dan terdapat dalam instrumen akreditasi Rumah Sakit.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya
pasal 165 : ”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan
bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di
Rumah Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya.
Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja.
Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien,
penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi
bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk
melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan
secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat
Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat
dihindari.
Pelayanan radiologi sebagai bagian yang terintergrasi dari pelayanan
kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari amanat Undang-Undang
Dasar 1945 dimana kesehatan adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bertolak dari hal
tersebut serta makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, maka pelayanan radiologi sudah selayaknya memberikan pelayanan
yang berkualitas.
Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostic
khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan, mulai dari
sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik
swasta, maupun sarana pelayanan kesehatan yang berskala besar seperti rumah
sakit kelas A. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi
dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan yang
menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Dengan berkembangnya waktu,
radiologi diagnostik juga telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik dari
peralatan maupun metodanya.
Agar penyelenggaraan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) lebih
efektif, efisien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen K3 baik bagi pengelola
maupun karyawan sehingga pada era globalisasi sangat diharapkan kontribusi
mereka dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan tercermin
dengan meningkatnya profesionalisme, kemandirian, etos kerja dan produktivitas
kerja. Untuk mendukung itu semua diperlukan tenaga kerja dan lingkungan kerja
yang sehat, selamat, nyaman dan menjamin peningkatan produktivitas kerja.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk memantau factor bahaya lingkungan kerja dengan metode
Walk-through Survey terhadap petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit
Ibnu Sina Makassar.

Tujuan Khusus
1. Untuk memantau faktor Fisik di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
2. Untuk memantau faktor Kimia di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
3. Untuk memantau faktor Biologi di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
4. Untuk memantau faktor Ergonomi di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
5. Untuk memantau faktor Psikososial di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan kerja adalah ilmu yang mempelajari dua arah hubungan antara
pekerjaan dan kesehatan.4 Menurut International Labour Organisation dan World
Health Organisation Committee on Occupational Health pada tahun 1950, definisi
dari kesehatan kerja.
Keselamatan kerja merupakan suatu upaya untuk mempertahankan dan
meningkatkan derajat kesejahtaraan fisik, mental dan sosial yang setinggi-
tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan
diantara pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja
dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan,
penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang
diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan psikologi; dan diringkaskan
sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
jabatannya.
Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan pasal 23 mengenai
kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan
pada setiap tempat kerja, khususnya tempat yang memiliki resiko bahaya
kesehatan yang besar bagi pekerja agar pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya untuk memperoleh
produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga
kerja.
Kerja merupakan aplikasi kesehatan masyarakat di dalam suatu tempat
kerja (perusahaan, pabrik, kantor dan sebagainya) Dan yang menjadi pasien dari
kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan
tersebut. Kesehatan kerja bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat
dan produktif.
Tujuan akhir dari kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga
kerja yang sehat dan produktif. Untuk mencapai tujuan ini diperlukan suatu
prakondisi yang menguntungkan bagi masyarakat pekerja tersebut. Prakondisi
inilah yang disebut sebagai determinan kesehatan kerja yang meliputi beban kerja,
kapasitas kerja dan lingkungan kerja.

B. Prinsip Dasar Kesehatan Kerja


1. Ruang Lingkup Kesehatan Kerja
Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya
penyerasian antara pekerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya
baik secara fisik maupun psikis dalam hal cara/metoda kerja, proses
kerja dan kondisi kerja yang bertujuan untuk.
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
pekerja di semua lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik
secara fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
b. Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
c. Memberikan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh aktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
d. Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan
pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis
pekerjaannya.
2. Jenis Pelayanan Kesehatan Kerja
Pelayanan kesehatan kerja merupakan program pelayanan
paripurna yang terdiri dari: pelayanan promotif, pelayanan preventif,
pelayanan kuratif, pelayanan rehabilitatif yang dilaksanakan dlm suatu
sistim terpadu.
3. Aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a. Faktor Fisik, yang merupakan hazard lingkungan kerja berupa:
- Noise (kebisingan) dapat diartikan sebagai suara yag tidak
dikehendaki yaitu alam bentuk gelombang yang disalurkan melalui
benda padat,cair dan gas. Bunyi dapat didengar oleh telinga karena
adanya rangasangan getaran. Kualitas suara dapat ditentukan oleh
dua faktor yaitu, frekuensi dan intensitas suara. Kebisingan
ditempat kerja dapat muncul karena penggunaan peralatan produksi
yang mengeluarkan suara, seperti mesin-mesin produksi. Pengaruh
kebisingan terhadap karyawan yaitu berupa gangguan kenyamanan
dan kesehatan yang menimbulkan ketulian. Adapun jenis-jenis
kebisingan adalah:
 Kebisingan continue, kebisingan yang ditimbulkan
oleh mesin yang berbunyi terus-menerus seperti
generator dll
 Kebisingan intermitten, kebisingan yang ditimbulkan
oleh mesin yang tidak beroperasi secara terus-menerus
seperti gurinda dll
 Kebisingan impulsive, kebisingan yang ditimbulkan
oleh mesin atau peralatan yang penggunaannya terjadi
hentak-hentakan seperti mesin tumbuk dll.
- Fibrasi (getaran mekanik) terdapat benda yang menimbulkan
getaran dimana getaran tersebut berakibat timbulnya resonansi
pada alat-alat tubuh sehingga pengaruhnya bersifat mekanis.
Biasanya pengaruhnya disalurkan melalui lantai, tempat duduk
atau melalui alat tangan yang digunakan. Misalnya saat
mengendarai mobil atau traktor. Adapun pengaruh getaran
terhadap tubuh karyawan yaitu menimbulkan ketidaknyamanan,
kelelahan dan bahaya bagi kesehatan.11,12
- Radiasi, adalah hazard kesehatan dilingkungan tempat kerja dan
dibagi menjadi 2 golongan yaitu radiasi mengion dan radiasi yang
tidak mengion.
 Radiasi mengion, umumnya dapat ditemui ditempat kerja
karena penggunaan alat yang menggunakan bahan radiasi, atau
mempunyai inti yang tersusun dari proton dan neutron. Proton
mempunyai muatan positif dan neutron muatan negative.
Radiasi ini terbagi atas 5 jenis, radiasi sinar alfa, beta, gamma,
sinar X dan neutron.
 Radiasi tidak mengion, Sinar adalah murni energy disebut
sebagai energy elektromagnetik dan karena karakternya
berbagai jenis sinar mengacu pada karakteristik gelombang.
Energi sinar berkaitan dengan panjang gelombang dan panjang
gelombang yang lebih pendek maka energinya lebih tinggi.
Radiasi ini terdiri dari gelombang nikro (microwave), sinar
laser, sinar inframerah dan sinar ultraviolet.
Berbagai efek radiasi, yaitu sinar X dan gamma dapat
menimbulkan luka bakar pada jaringan yang terkena. Sinar
inframerah dapat menimbulkan katarak pada mata, sinar ultraviolet
dapat menimbulkan konjungtivitis, dan lain-lain
- Temperatur yang ekstrim, suhu ekstrim merupakan hazard
kesehatan ditempat kerja yang disebabkan karena suhu sangat
rendah dan ringgi, keadaan ini bisa disebabkan karena iklim yang
ada juga ditimbulkan karena dalam proses produksi memerlukan
temperature yang ekstrim. Untuk mengidentifikasi adanya
pengaruh temperature rendah maka dapat dilihat dari karyawan
yang bekerja di pabrik freezer, pengepalan daging dan pertanian
didekat kutub. Sedangkan temperature tinggi misalnya pada
pengecoran batubara, ruang pembakaran dan lain-lain yang
operasinya memerlukan suhu tinggi.
b. Faktor Kimia
Identifikasi hazards kimia dan identifikasi bahwa di dalam udara
tempat kerja terdapat hazards kimia, kita harus mengetahui bahan kimia
yang digunakan sebagai raw materials, hasil produksi, dan hasil
sampingannya (by-product). Informasi penting lainnya yang diperlukan
dapat diperoleh dari Material Safety Data Sheet (MSDS), yaitu yang harus
disuplai oleh pabrik atau importir bahan kimia tersebut.
Pembagian bahan kimia yang merupakan kontaminasi (pencemar)
udara dapat digolongkan menjadi :
a) Dust (Debu). Debu adalah partikel padat yang dihasilkan oleh
perlakuan, penghancuran, pengendaraan, ledakan, dan
pemecahan terhadap material organik dan anorganik. Debu yang
mempunyai ukuran 5-10 mikrometer akan tertahan pada saluran
pernapasan bagian atas. Partikel atau debu berukuran 3-5
mikrometer akan tertahan pada saluran pernapasan bagian
tengah, sedangkan debu yang berukuran 1-3 mikrometer akan
tertinggal pada permukaan alveoli paru-paru. Debu yang
berukuran kurang dari 0,1 mikrometer akan bergerak keluar
masuk alveoli.
b) Fumes (uap cair). Fumes adalah partikel yang terbentuk dari
kondensasi tahap gas, umumnya terjadi karena penguapan
setelah benda terlebur dan diameter kurang dari 1,0 mikrometer.
c) Smoke (asap). Asap terdiri dari unsur karbon atau partikel jelaga
yang ukurannya kurang dari 0,1 mikrometer. Dihasilkan dari
pembakaran tidak sempurna dari benda yang mengandung
karbon seperti batu bara dan minyak. Asap umumnya
mengandung titik-titik (droplets) partikel kering.
d) Mists (kabut). Kabut adalah titik-titik cairan halus (liquid
droplets) yang terbentuk dari kondensasi uap kembali menjadi
bentuk cair, atau pemecahan dari bentuk cair menjadi tingkat
terdepresi, seperti proses deburan air (spashing, forming,
pemecahan atom cairan/atomizing)
e) Gas adalah bentuk zat yang tidak mempunyai bangun tersendiri,
melainkan mengisi ruangan tertutup pada kondisi suhu dan
tekanan normal. Bentuknya dapat berubah menjadi cair pada
kondisi suhu dan tekanan yang tinggi.
f) Vaspor (uap) adalah bentuk penguapan dari benda yang dalam
keadaan normal dalam bentuk padat atau cair. Penguapan adalah
proses dari suatu bentuk cair ke bentuk uap bercampur dengan
udara sekitarnya.
Dengan mengetahui bentuk dan ukuran-ukuran bahan pencemaran
udara adalah penting dalam program kesehatan lingkungan kerja
(pengenalan, evaluasi, pengendalian hazards) dan juga dalam menentukan
pemilihan alat pelindung diri yang tepat.
Terdapat 3 cara dimana bahan kimia dapat masuk ke dalam tubuh
manusia, yaitu melalui:
1) Saluran pernapasan
Bahan kimia yang merupakan kontaminan udara dapat langsung terhirup melalui
alat pernapasan. Bahan kimia yang masuk melalui paru-paru dapat langsung
masuk ke dalam aliran darah, dan oleh darah tersebut terbawa ke seluruh tubuh.
2) Kulit juga merupakan pintu masuk bahan kimia ke dalam tubuh, yaitu
melalui cara absorbsi. Beberapa bahan kimia dapat terserap oleh lubang
rambut, terserap pada lemak dan minyak kulit seperti senyawa organik,
pestisida organopirospate. Bahan kimia yang terabsorbsi melalui kulit
tersebut dapat menimbulkan keracunan secara sistemik.
3) Saluran pencernaan
Di tempat kerja orang tidak sadar dan sengaja terminum atau termakan
bahan kimia beracun. Oleh karena itu pekerja tidak diperkenankan makan,
minum, atau merokok di tempat kerja. Sebelum makan dan minum
diharuskan mencuci tangan dengan bersih. Bahan kimia beracun yang
terserap melalui cairan alat pencernaan dapat masuk ke dalam darah
melalui sistem saluran pencernaan tersebut.
c. Faktor Biologi
Hazards biologis dapat berupa binatang, bakteri, jamur, dan virus.
Hazards biologis yang berupa binatang dapat dikenali atau diidentifikasi
dengan adanya kehidupan binatang yang dapat dilihat, seperti binatang
buas dan binatang penyebar penyakit (lalat, nyamuk, dan tikus). Akan
tetapi untuk jenis-jenis bakteri, jamur dan virus tidak mudah dilakukan
identifikasi terutama bagi kesehatan. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan observasi terhadap karyawan-karyawan yang sedang
menderita penyakit. Mikroorganisme yang berbahaya ditempat kerja
tergantung pada lingkungan tempat kerjanya. Di laboratorium, pekerja
yang bekerja di laboratorium mempunyai risiko yang sangat besar untuk
terinfeksi terutama jika laboratorium tersebut menangani organisme
pathogen atau bahan yang mengandung organisme pathogen.

d. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di lingkungan kerja para
petugas yang dapat menyebabkan stress antara lain:
a)
Pekerjaan seringkali bersifat emergensi dan menyangkut
kepuasan seseorang. Untuk itu para petugas kasirdituntut
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan
kewibawaan dan keramahtamahan.
b)
Pekerjaan yang sangat monoton.
c)
Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan
bawahan atau sesama teman kerja.
d)
Beban mental karena menjadi penanggung jawab atas sektor
pelayanan dan penerimaan uang.

C. Faktor Ergonomi
Istilah ergonomi pertama kali digunakan oleh sekelompok ilmuwan inggris
pada tahun 1950, yang berasal dari dua kata Yunani, yaitu ergon dan nomos.
Ergon berarti kerja sedangkan nomos berarti humum atau aturan. Secara
keseluruha ergonomic berarti hukum atau aturan yang berkaitan dengan kerja.
Ergonomi merupakan ilmu berupaya untuk menyerasikan mesin dan
pekerja, tanpa menganggap pekerja harus menyesuaikan diri dengan mesin dan
lingkungan. Dalam hal ini, pengukuran keselarasan pekerjaan dengan pekerja
meliputi pemeriksaan sejumlah faktor yaitu: pekerja, mesin, dan lingkungan.
International Labour Organization (ILO) mendefinisikan ergonomi
sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk
mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum
dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan. Permasalahan
yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidak
sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk
peralatan kerja.
Dasar pokok keilmuan dari ergonomi adalah :
1. Anatomi : yaitu ilmu urai yang mencakup ukuran tubuh (antropometri) dan
juga mempelajari aplikasi kekuatan yang termasuk biomekanik.
2. Faal : yaitu faal kerja yang mempelajari pemakaian energi, ilmu faal
lingkungan yang mempelajari lingkungan terhadap fungsi tubuh.
3. Psikologis : yang meliputi ilmu tingkah laku yang dapat memperngaruhi
keterampilan, motivasi, latihan, usaha dan lain-lain.
Apabila dalam menyelesaikan pekerjaan orang tidak memerlukan
peralatan, bukan berati ergonomi tidak berlaku. Dalam hal ini ergonomi dapat
berlaku yakni bagaimana mengatur cara atau metode kerja sehingga meskipun
hanya dengan menggunakan anggota tubuh saja pekerjaan itu dapat terselesaikan
dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan.
Tujuan penggunaan ergonomi dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Mendapatkan derajat kesehatan tenaga kerja yang tinggi dengan
produktivitas kerja yang maksimal.
2. Mendapatkan derajat kesehatan lingkungan yang optimal
3. Memperoleh lingkungan kerja dan penggunaan alat-alat yang nyaman, tidak
membosankan, mengurangi kelelahan, mengurangi bahaya dan
meningkatkan keselamatan kerja seoptimal mungkin.
4. Dapat mengurangi beban kerja

Dalam ergonomi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :


1. Bagaimana orang mengerjakan pekerjaannya
2. Bagaimana posisi dan gerakan tubuh yang digunakan ketika bekerja
3. Peralatan apa yang mereka gunakan
4. Apa efek dari faktor-faktor diatas bagi kesehatan dan kenyamanan pekerja
Ergonomi mengandung 3 unsur yaitu :
Antropometri yang mempelajari tentang ukuran tubuh manusia.
a) Biomekanikan yang mempelajari kerja hukum mekanika
dalam tubuh manusia.
b) Psikologi yang mempelajari aspek kejiwaan yang berkaitan
dengan rekayasa dan rancang bangun.
Antropometri berkaitan dengan ukuran tubuh manusia yang sangat
bervariasi. Data-data mengenai ukuran tubuh manusia penting untuk desain
ruang dan alat kerja. Ukuran tubuh manusia tergantung pada usia, jenis kelamin,
keturunan, status gizi dan kesehatan.16
Aplikasi atau penerapan ergonomi dalam Kesehatan dan Keselamatan Kerja
adalah sebagai berikut :

1. Tempat kerja
Bagaimana anda mengatur elemen atau komponen tempat kerja anda
sehingga sesuai dengan kebutuhan merupakan faktor paling penting untuk
mendapatkan kondisi kerja yang nyaman. Luangkan waktu beberapa menit
sebelum anda berkerja, pikirkan dan tentukan bagaimana layout dan posisi
terbaik perangkat kerja anda (komputer, telepon, dan lain-lain). Bagaimana
tempat kerja anda dapat dimanfaatkan secara efektif. Langkah ini akan
dapat menghemat waktu dan tenaga anda dalam menyelesaikan pekerjaan.
Pastikan bahwa:
a) Cukup tempat di meja anda untuk menata posisi yang paling nyaman
untuk monitor, keyboard, dan lain-lain
b) Atur meja anda dengan mempertimbangkan bagaimana perangkat itu
akan digunakan. Perangkat yang paling sering digunakan ditempatkan di
posisi yang paling mudah dijangkau.
c) Atur pencahayaan ruang kerja anda secara optimal, cahaya yang terlalu
kuat mengakibatkan tampilan monitor tidak tajam, cahaya rendah
potensi menyebabkan gangguan pada mata anda. Hindari lampu yang
menyorot langsung ke monitor karena akan memunculkan pantulan di
layar. Usahakan posisi sejajar terhadap jendela,jangan berhadapan atau
membelakangi.

2. Postur Kerja
Postur adalah posisi relative bagian tubuh tertentu pada saat bekerja yang
ditentukan oleh ukuran tubuh, desain area kerja dan task requirements serta
ukuran peralatan/benda lainnya yang digunakan saat bekerja. Postur dan
pergerakan memegang peranan yang penting dalam ergonomi. Salah satu
gangguan otot rangka adalah postur janggal (awkward posture).
3. Meja
Tinggi permukaan meja yang sesuai dapat mengurangi tekanan pada tulang
belakang, otot leher dan otot bahu, serta meningkatkan kenyamanan pada
waktu bekerja. Meja yang dapat diatur ketinggiannya sangat dianjurkan
untuk pekerjaan, duduk atau menggunakan monitor. Ukuran meja yang tidak
bisa diatur ketinggiannya berukuran 51-66 cm dari lantai. Meja harus
memiliki ruangan yang kosong di bawahnya untuk memberikan ruang
pergerakan yang leluasa pada kedua kaki saat bekerja pada posisi duduk.
Tinggi meja disesuaikan dengan sudut pinggang pada 90 derajat ketika
tangan berada di atas keyboard.
4. Kursi
Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja anda. Kursi yang
baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan
membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilih kursi yang nyaman, dapat
diatur, dan memiliki penyangga punggung.
Aturlah kursi sebagai berikut sehingga paha anda dalam posisi
horisontal dan punggung bagian bawah atau pinggang anda terdukung.
Tanpa ini, punggung dan pinggang anda berpotensi mendapatkan gangguan.
Bila kursi kurang dapat diatur, bagian bawah punggung dapat dibantu
dengan diberi bantal. Telapak kaki anda harus dapat menumpu secara rata di
lantai ketika duduk dan ketika menggunakan keyboard. Apabila tidak dapat
maka kursi anda mungkin terlalu tinggi dan anda dapat manfaatkan
penyangga kaki. Kadang-kadang ubahlah posisi duduk anda selama bekerja
karena duduk dalam posisi tetap dalam jangka lama akan mempercepat
ketidaknyamanan.

5. Keyboard
Sebagai perangkat input, perangkat ini mutlak diperlukan dan selalu kita
pegang ketika kita bekerja dengan komputer. Untuk pemakaian yang
nyaman usahakan dalam posisi sebagai berikut:
a) Posisikan keyboard sehingga lengan anda dalam posisi
relaks dan nyaman, dan lengan bagian depan dalam
posisi horisontal
b) Pundak anda dalam posisi relaks tidak tegang dan
terangkat ke atas.
c) Pergelangan tangan harus lurus, tidak menekuk ke atas
atau kebawah.
d) Ketika mengetik tangan harus ikut bergeser kekiri
kanan sehingga jari tidak dipaksa meraih tombol-
tombol yang dimaksud.
e) Jangan memukul tombol, tekan tombol secara halus
sehingga tangan dan jari anda tetap relaks.
f) Perimbangkan untuk memanfaatkan keyboard
ergonomik yang dirancang untuk dapat diatur sesuai
ukuran jari dan posisi lengan.

Agar operator tidak mengalami tekanan pada pergelangan tangan maka


untuk penggunaan keyboard pada computer, posisi kerja netral yang
dianjurkan adalah memenuhi prinsip 90-90-90, yang berarti 90 derajat sudut
siku, 90 derajat sudut lutut, 90 derajat sudut pinggang, dan 90 derajat sudut
pergelangan kaki.

6. Layar Monitor

Bekerja dengan komputer ternyata dapat mengalami penyakit akibat


kerja yang berasal dari layar monitor. Mata adalah organ tubuh yang paling
mudah mengalami penyakit akibat kerja, karena terlalu sering memfokuskan
bola mata ke layar monitor. Tampilan layar monitor yang terlalu terang dengan
warna yang ³panas² seperti warna merah, kuning, ungu, oranye akan lebih
mempercepat kelelahan pada mata. Selain dari itu, pantulan cahaya (silau) pada
layar monitor yang berasal dari sumber lain seperti jendela, lampu penerangan
dan lain sebagainya, akan menambah beban mata. Pencahayaan ruangan kerja
juga berpengaruh pada beban mata. Pemakaian layar monitor yang tidak
ergonomis dapat menyebabkan keluhan pada mata. Berdasarkan hasil
penelitian, 77 % para pemakai layar monitor akan mengalami keluhan pada
mata, mulai dari rasa pegal dan nyeri pada mata, mata merah, mata berair,
sampai pada iritasi mata bahkan kemungkinan katarak mata. Bila operator
komputer menggunakan soft lens (lensa mata), kelelahan mata akan lebih cepat
terasa, karena mata yang dalam keadaan memfokuskan ke layar monitor akan
jarang berkedip sehingga bola mata cepat menjadi kering dan ini menyebabkan
timbulnya gesekan antara lensa dan kelopak mata. Ruang berpendingin (AC)
akan lebih memperparah gesekan tersebut, karena udara ruangan ber AC akan
kering sehingga air mata akan ikut menguap.

Akhir-akhir ini banyak dijual kaca filter untuk layar monitor yang
dipromosikan sebagai filter radiasi yang keluar dari komputer. Menurut hasil
penelitian yang penulis lakukan, untuk operator komputer yang bekerja 8 jam
per hari terus menerus, ternyata radiasi yang keluar dari komputer (khususnya
sinar-X) sangat rendah yaitu sekitar 0,01739 m Rem per tahun. Harga tersebut
jauh lebih rendah dari pada radiasi yang berasal dari sinar kosmis dan dari
radiasi bumi (terresterial radiation) yang berkisar 145 m Rem per tahun.
Sedangkan laju dosis radiasi yang diizinkan untuk masyarakat umum adalah
500 m Rem per tahun. (20 Oleh karena itu operator komputer yang bekerja 8
jam per hari, tetap aman terhadap kemungkinan terkena bahaya radiasi yang
mungkin timbul dari tabung layar monitor. Sehingga kaca filter yang dijual di
pasaran lebih sesuai sebagai filter kesilauan (glare) dari cahaya layar komputer,
bukan sebagai filter radiasi.

Untuk mengurangi keluhan pada mata, saran berikut ini akan sangat
berrnanfaat bagi pengguna komputer dalam menata ruang kerja yang nyaman,
yaitu:

a) Letakkan layar monitor sedemikian rupa sehingga tidak ada


pantulan cahaya dari sumber cahaya lain seperti lampu
ruang kerja dan jendela yang dapat menyebabkan kesilauan
pada mata.
b) Agar mata dapat membaca dengan nyaman, letakkan layar
komputer lebih rendah dari garis horizontal mata dengan
membentuk sudut hurang lebih 30 derjat. Keadaan ini dapat
dicapai bila pusat layar monitor terlettak sekitar 25 cm dari
garis horizontal mata sehingga mata akan mengarah ke
bawah (ke layar monitor). Jarak layar monitor dengan mata
sekitar 40 cm. Posisi demikian akan sangat mengurangi
kelelahan pada mata.
c) Buatlah cahaya latar layar komputer dengan warna yang
dingin, misalnya putih keabu-abuan dengan warna huruf
yang kontras. Hindari penggunaan font huruf yang terlalu
kecil (kecuali terpaksa). Resolusi layar monitor sudah
barang tentu sangat berpengaruh terhadap ketajaman huruf
maupun gambar.
d) Agar mata tidak kering, sering-seringlah berkedip dan
sesekali pindahkan arah pandangan mata ke luar ruangan.
Bila perlu usaplah kelopak mata secara lembut (memijit
ringan bola mata).

BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

1. Prinsip dasar dalam uji tak merusak ini adalah bahwa radiasi akan

menembus benda yang diperiksa, namun karena adanya cacat dalam bahan

maka banyaknya radiasi yang diserap oleh bagian-bagian pada bahan tidak

sama. Dengan memanfaatkan sifat interaksi antara radiasi foton dengan

bahan seperti ini, maka radiasi dapat dimanfaatkan untuk memeriksa cacat

yang ada di dalam bahan. Rongga maupun retak sekecil apapun dapat

dideteksi dengan teknik radiografi ini.

2. Manajemen K3 merupakan sebuah proses yang khas, terdiri dari tindakan-

tindakan perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan yang

dilakukan untuk menentukan serta mencapai keselamatan dan kesehatan para

pekerja.

3. Kecelakaan radiasi kemungkinan besar tidak akan terjadi apabila pekerja

melalukan survey radiasi sesuai prosedur. Setiap selesai satu ekspos maka

survey radiasi harus dilakukan untuk memastikan posisi sumber telah berada

di dalam kamera radiografi atau masih berada di luar kamera radiografi.

B. SARAN

Keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting dalam pengelolaan

aplikasi yang berbasis iptek nuklir, khususnya pada industri radiografi.

Kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi suatu perusahaan

atau negara. Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola
secara maksimal bukan saja oleh manajemen perusahaan tetapi juga dari

unsur para pekerja.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI (2009).Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang “Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIindonesia nomor :
1087/MENKES/SK/VIII/2010 “Standar Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja Di Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Tahun 2010.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1014/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Standar Pelayanan Radiologi
Diagnostik Di Sarana Pelayanan Kesehatan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
5. U.S Department of Labor Occupational Safety and Hazard Administration.
Job Hazard Analysis. 2002. [cited on April 10th 2012] [online]. Available
from : http://www.osha.gov/Publications/osha3071.pdf

6. WorkSafe Act Australia. Office of Regulatory Services. Updated 02


March 2012. [cited on April 10th 2012] [online]. Available from :
http://www.worksafety.act.gov.au/page/view/1039#1.%20Identify%20the
%20Hazard
7. Health and Safety Programs. Canadian Centre for Occupational Health &
Safety. Date Modified: 2008-05-29 [cited on April 10th 2012] [online].
Available from : http://www.ccohs.ca/oshanswers/hsprograms/job-
haz.html?print
8. Roughton,J and Crutchfield,N (2008) "Job Hazard Analysis, A Guide for
Voluntary Compliance and Beyond," Butterworth-Heinemann. ISBN 978-
0-7506-8346-3

LAMPIRAN
CHECK LIST KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
INSTALASI RADIOLOGI RS IBNU SINA

1. Faktor Fisik
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Pencahayaan ;
- Apakah ada pencahayaan
cukup terang
- Apakah warna cahaya lampu
yang sesuai
- Apakah warna dinding ruangan
yang terang
2. Apakah ada sumber bising
3. Apakah ada sumber getaran
4. Apakah ada sumber radiasi
5. Apakah terdapat sumber listrik
dengan kekuatan tinggi ?

2. Faktor Kimia
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Bahan Kimia yang ada mempunyai
label dan nama produk serta tanda-
tanda bahaya yang dapat ditimbulkan
2. Tenaga kerja pernah mengikuti
pelatihan/training mengenai
penggunaan bahan kimia
3. Apakah dalam penggunaan bahan
kimia tenaga kerja menggunakan APD

4. Apakah ventilasi tempat penyimpanan


bahan kimia sudah cukup
5. Apakah seluruh bahan kimia disimpan
dan ditangani secara baik

3. Faktor Biologi
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Tersedia tempat sampah
2. Menggunakan APD saat bekerja Tidak
semua
3. Tersedia desinfektan untuk cuci tangan

4. Tersedia tempat cuci tangan/washtafel

4. Faktor Ergonomi
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Apakah ada posisi kerja yang
menimbulkan kelelahan ?
2. Apakah Anda diharuskan mengangkat
barang yang berat ?
3. Apakah terdapat barang atau peralatan
yang disimpan di tempat yang sulit
dijangkau ?
4. Apakah ruangan kerja diatur dengan
baik sehingga pekerja dapat bergerak
dengan mudah dan leluasa?
5. Apakah ada petugas yang telah
mengikuti pelatihan tentang ergonomic
(keserasian dalam bekerja) ?
6. Apakah peralatan yang digunakan
memerlukan skill khusus ?
7. Apakah peralatan yang digunakan
memerlukan posisi khusus agar dapat
dioperasikan?

5. Kesehatan Kerja
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Tersedia Kotak P3K
2. Diadakan Pemeriksaan Kesehatan
Berkala
3. Terdapat Penyakit yang disebabkan
oleh Pekerjaan
4. Ada Pelatihan Rencana Tanggap
Gawat darurat Medis (MERP), seperti
; BTCLS, BHD
5. Jumlah pegawai yang telah mengikuti
MERP

6. Lingkungan
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Apakah suhu ruangan memungkinkan
untuk bekerja dengan nyaman ?
2. Apakah ventilasi ruangan cukup
memadai ?
3. Apakah kelembapan ruangan baik?
4. Apakah lantai ruangan tempat kerja
licin sehingga pekerja mudah terpleset
?
5. Apakah ruangan kerja cukup luas ?
6. Apakah alat ventilasi dan pendingin
ruangan berfungsi dengan baik ?
7. Apakah ruang kerja dianggap bersih ?
8. Apakah terdapat pintu darurat yang
mudah diakses ?

7. Psikososial
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Apakah pekerja harus menggunakan
konsentrasi penuh dalam jangka
waktu yang panjang ?
2. Apakah terdapat jadwal kerja yang
bergilir (pembagian shift kerja) ?
3. Apakah pembagian shift kerja sudah
baik ?
4. Apakah terdapat jadwal istirahat bagi
pekerja?
5. Apakah pekerja dituntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan
cepat ?
6. Apakah ada pekerjaan yang bersifat
emergensi?
7. Apakah ada interaksi sosial antara
sesama pekerja ?
8. Apakah terdapat hubungan yang baik
dengan pihak manajemen rumah sakit
?

Anda mungkin juga menyukai