Ika Syantik
Ika Syantik
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam era globalisasi, tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena pekerja,
pengunjung, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin mendapatkan
perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai dampak
proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan
prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.
Dengan berkembangnya konsep kesehatan pekerja (Workers’ Health)
diharapkan dapat memberikan pengertian yang lebih luas dari kesehatan kerja
(Occupational Health), maka tidak hanya masalah kesehatan yang berkaitan
pekerjaan, tapi juga masalah kesehatan umum yang mempengaruhi produktivitas
kerja.
Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselanggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai
resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan
paling sedikit 10 orang. Jika memperlihatkan isi dari pasal di atas maka jelaslah
bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam criteria tempat kerja dengan
berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak
hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS tetapi juga pasien dan
pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan
upaya-upaya K3 di Rumah Sakit.
Potensi bahaya di RS selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi kondisi dan situasi di Rumah Sakit, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan ynag berhubungan dengan instalasi
listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang
berbahaya,gas-gas anastesi, gangguan psikososial, dan ergonomic. Semua potensi
bahaya tersebut diatas jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
di RS, para pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan RS.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan
terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekrja di industry lain. Kasus
yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus
dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS, yaitu sprains, strains :
52%; confusion, crushing, bruising: 11%; cuts, laceration, punctures: 10,8%;
fractures: 5,6%; multiple injuries: 2,1%; thermal burns; 2% scratches, abrasions:
1,9%; infections:1,3%; dermatitis: 1,2%; dan lain-lain: 12,4% (US Department of
Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics 1983).
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia
(SDM) Rumah Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar
Rumah Sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan
kecelakaan kerja, baik sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan
maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak
memenuhi standar.
Di dunia Internasional, program K3 telah lama diterapkan di berbagai
sektor industri (akhir abad 18), kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan K3RS
tertinggal dikarenakan fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Fokus pada
kualitas pelayanan bagi pasien, tenaga profesi di bidang K3 masih terbatas,
organisasi kesehatan yang dianggap pasti telah melindungi diri dalam bekerja.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang
harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau
oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain
dituntut mampu memberikan pelayanan dan pengobatan yang bermutu, Rumah
Sakit juga dituntut harus melaksanakan dan mengembangkan program K3 di
Rumah Sakit (K3RS) seperti yang tercantum dalam buku Standar Pelayanan
Rumah Sakit dan terdapat dalam instrumen akreditasi Rumah Sakit.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya
pasal 165 : ”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya
kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan
bagi tenaga kerja”. Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di
Rumah Sakit mempunyai kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya.
Salah satunya adalah melalui upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja.
Rumah Sakit harus menjamin kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien,
penyedia layanan atau pekerja maupun masyarakat sekitar dari berbagai potensi
bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu, Rumah Sakit dituntut untuk
melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dilaksanakan
secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya Penyakit Akibat
Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit dapat
dihindari.
Pelayanan radiologi sebagai bagian yang terintergrasi dari pelayanan
kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari amanat Undang-Undang
Dasar 1945 dimana kesehatan adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bertolak dari hal
tersebut serta makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, maka pelayanan radiologi sudah selayaknya memberikan pelayanan
yang berkualitas.
Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostic
khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan, mulai dari
sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik
swasta, maupun sarana pelayanan kesehatan yang berskala besar seperti rumah
sakit kelas A. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi
dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan yang
menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Dengan berkembangnya waktu,
radiologi diagnostik juga telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik dari
peralatan maupun metodanya.
Agar penyelenggaraan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) lebih
efektif, efisien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen K3 baik bagi pengelola
maupun karyawan sehingga pada era globalisasi sangat diharapkan kontribusi
mereka dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan tercermin
dengan meningkatnya profesionalisme, kemandirian, etos kerja dan produktivitas
kerja. Untuk mendukung itu semua diperlukan tenaga kerja dan lingkungan kerja
yang sehat, selamat, nyaman dan menjamin peningkatan produktivitas kerja.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk memantau factor bahaya lingkungan kerja dengan metode
Walk-through Survey terhadap petugas di Unit Radiologi Rumah Sakit
Ibnu Sina Makassar.
Tujuan Khusus
1. Untuk memantau faktor Fisik di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
2. Untuk memantau faktor Kimia di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
3. Untuk memantau faktor Biologi di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
4. Untuk memantau faktor Ergonomi di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
5. Untuk memantau faktor Psikososial di lingkungan kerja Unit Radiologi
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar.
BAB II
PEMBAHASAN
d. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di lingkungan kerja para
petugas yang dapat menyebabkan stress antara lain:
a)
Pekerjaan seringkali bersifat emergensi dan menyangkut
kepuasan seseorang. Untuk itu para petugas kasirdituntut
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan
kewibawaan dan keramahtamahan.
b)
Pekerjaan yang sangat monoton.
c)
Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan
bawahan atau sesama teman kerja.
d)
Beban mental karena menjadi penanggung jawab atas sektor
pelayanan dan penerimaan uang.
C. Faktor Ergonomi
Istilah ergonomi pertama kali digunakan oleh sekelompok ilmuwan inggris
pada tahun 1950, yang berasal dari dua kata Yunani, yaitu ergon dan nomos.
Ergon berarti kerja sedangkan nomos berarti humum atau aturan. Secara
keseluruha ergonomic berarti hukum atau aturan yang berkaitan dengan kerja.
Ergonomi merupakan ilmu berupaya untuk menyerasikan mesin dan
pekerja, tanpa menganggap pekerja harus menyesuaikan diri dengan mesin dan
lingkungan. Dalam hal ini, pengukuran keselarasan pekerjaan dengan pekerja
meliputi pemeriksaan sejumlah faktor yaitu: pekerja, mesin, dan lingkungan.
International Labour Organization (ILO) mendefinisikan ergonomi
sebagai penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk
mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum
dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan. Permasalahan
yang berkaitan dengan faktor ergonomi umumnya disebabkan oleh adanya ketidak
sesuaian antara pekerja dan lingkungan kerja secara menyeluruh termasuk
peralatan kerja.
Dasar pokok keilmuan dari ergonomi adalah :
1. Anatomi : yaitu ilmu urai yang mencakup ukuran tubuh (antropometri) dan
juga mempelajari aplikasi kekuatan yang termasuk biomekanik.
2. Faal : yaitu faal kerja yang mempelajari pemakaian energi, ilmu faal
lingkungan yang mempelajari lingkungan terhadap fungsi tubuh.
3. Psikologis : yang meliputi ilmu tingkah laku yang dapat memperngaruhi
keterampilan, motivasi, latihan, usaha dan lain-lain.
Apabila dalam menyelesaikan pekerjaan orang tidak memerlukan
peralatan, bukan berati ergonomi tidak berlaku. Dalam hal ini ergonomi dapat
berlaku yakni bagaimana mengatur cara atau metode kerja sehingga meskipun
hanya dengan menggunakan anggota tubuh saja pekerjaan itu dapat terselesaikan
dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan.
Tujuan penggunaan ergonomi dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Mendapatkan derajat kesehatan tenaga kerja yang tinggi dengan
produktivitas kerja yang maksimal.
2. Mendapatkan derajat kesehatan lingkungan yang optimal
3. Memperoleh lingkungan kerja dan penggunaan alat-alat yang nyaman, tidak
membosankan, mengurangi kelelahan, mengurangi bahaya dan
meningkatkan keselamatan kerja seoptimal mungkin.
4. Dapat mengurangi beban kerja
1. Tempat kerja
Bagaimana anda mengatur elemen atau komponen tempat kerja anda
sehingga sesuai dengan kebutuhan merupakan faktor paling penting untuk
mendapatkan kondisi kerja yang nyaman. Luangkan waktu beberapa menit
sebelum anda berkerja, pikirkan dan tentukan bagaimana layout dan posisi
terbaik perangkat kerja anda (komputer, telepon, dan lain-lain). Bagaimana
tempat kerja anda dapat dimanfaatkan secara efektif. Langkah ini akan
dapat menghemat waktu dan tenaga anda dalam menyelesaikan pekerjaan.
Pastikan bahwa:
a) Cukup tempat di meja anda untuk menata posisi yang paling nyaman
untuk monitor, keyboard, dan lain-lain
b) Atur meja anda dengan mempertimbangkan bagaimana perangkat itu
akan digunakan. Perangkat yang paling sering digunakan ditempatkan di
posisi yang paling mudah dijangkau.
c) Atur pencahayaan ruang kerja anda secara optimal, cahaya yang terlalu
kuat mengakibatkan tampilan monitor tidak tajam, cahaya rendah
potensi menyebabkan gangguan pada mata anda. Hindari lampu yang
menyorot langsung ke monitor karena akan memunculkan pantulan di
layar. Usahakan posisi sejajar terhadap jendela,jangan berhadapan atau
membelakangi.
2. Postur Kerja
Postur adalah posisi relative bagian tubuh tertentu pada saat bekerja yang
ditentukan oleh ukuran tubuh, desain area kerja dan task requirements serta
ukuran peralatan/benda lainnya yang digunakan saat bekerja. Postur dan
pergerakan memegang peranan yang penting dalam ergonomi. Salah satu
gangguan otot rangka adalah postur janggal (awkward posture).
3. Meja
Tinggi permukaan meja yang sesuai dapat mengurangi tekanan pada tulang
belakang, otot leher dan otot bahu, serta meningkatkan kenyamanan pada
waktu bekerja. Meja yang dapat diatur ketinggiannya sangat dianjurkan
untuk pekerjaan, duduk atau menggunakan monitor. Ukuran meja yang tidak
bisa diatur ketinggiannya berukuran 51-66 cm dari lantai. Meja harus
memiliki ruangan yang kosong di bawahnya untuk memberikan ruang
pergerakan yang leluasa pada kedua kaki saat bekerja pada posisi duduk.
Tinggi meja disesuaikan dengan sudut pinggang pada 90 derajat ketika
tangan berada di atas keyboard.
4. Kursi
Kursi salah satu komponen penting di tempat kerja anda. Kursi yang
baik akan mampu memberikan postur dan sirkulasi yang baik dan akan
membantu menghindari ketidaknyamanan. Pilih kursi yang nyaman, dapat
diatur, dan memiliki penyangga punggung.
Aturlah kursi sebagai berikut sehingga paha anda dalam posisi
horisontal dan punggung bagian bawah atau pinggang anda terdukung.
Tanpa ini, punggung dan pinggang anda berpotensi mendapatkan gangguan.
Bila kursi kurang dapat diatur, bagian bawah punggung dapat dibantu
dengan diberi bantal. Telapak kaki anda harus dapat menumpu secara rata di
lantai ketika duduk dan ketika menggunakan keyboard. Apabila tidak dapat
maka kursi anda mungkin terlalu tinggi dan anda dapat manfaatkan
penyangga kaki. Kadang-kadang ubahlah posisi duduk anda selama bekerja
karena duduk dalam posisi tetap dalam jangka lama akan mempercepat
ketidaknyamanan.
5. Keyboard
Sebagai perangkat input, perangkat ini mutlak diperlukan dan selalu kita
pegang ketika kita bekerja dengan komputer. Untuk pemakaian yang
nyaman usahakan dalam posisi sebagai berikut:
a) Posisikan keyboard sehingga lengan anda dalam posisi
relaks dan nyaman, dan lengan bagian depan dalam
posisi horisontal
b) Pundak anda dalam posisi relaks tidak tegang dan
terangkat ke atas.
c) Pergelangan tangan harus lurus, tidak menekuk ke atas
atau kebawah.
d) Ketika mengetik tangan harus ikut bergeser kekiri
kanan sehingga jari tidak dipaksa meraih tombol-
tombol yang dimaksud.
e) Jangan memukul tombol, tekan tombol secara halus
sehingga tangan dan jari anda tetap relaks.
f) Perimbangkan untuk memanfaatkan keyboard
ergonomik yang dirancang untuk dapat diatur sesuai
ukuran jari dan posisi lengan.
6. Layar Monitor
Akhir-akhir ini banyak dijual kaca filter untuk layar monitor yang
dipromosikan sebagai filter radiasi yang keluar dari komputer. Menurut hasil
penelitian yang penulis lakukan, untuk operator komputer yang bekerja 8 jam
per hari terus menerus, ternyata radiasi yang keluar dari komputer (khususnya
sinar-X) sangat rendah yaitu sekitar 0,01739 m Rem per tahun. Harga tersebut
jauh lebih rendah dari pada radiasi yang berasal dari sinar kosmis dan dari
radiasi bumi (terresterial radiation) yang berkisar 145 m Rem per tahun.
Sedangkan laju dosis radiasi yang diizinkan untuk masyarakat umum adalah
500 m Rem per tahun. (20 Oleh karena itu operator komputer yang bekerja 8
jam per hari, tetap aman terhadap kemungkinan terkena bahaya radiasi yang
mungkin timbul dari tabung layar monitor. Sehingga kaca filter yang dijual di
pasaran lebih sesuai sebagai filter kesilauan (glare) dari cahaya layar komputer,
bukan sebagai filter radiasi.
Untuk mengurangi keluhan pada mata, saran berikut ini akan sangat
berrnanfaat bagi pengguna komputer dalam menata ruang kerja yang nyaman,
yaitu:
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Prinsip dasar dalam uji tak merusak ini adalah bahwa radiasi akan
menembus benda yang diperiksa, namun karena adanya cacat dalam bahan
maka banyaknya radiasi yang diserap oleh bagian-bagian pada bahan tidak
bahan seperti ini, maka radiasi dapat dimanfaatkan untuk memeriksa cacat
yang ada di dalam bahan. Rongga maupun retak sekecil apapun dapat
pekerja.
melalukan survey radiasi sesuai prosedur. Setiap selesai satu ekspos maka
survey radiasi harus dilakukan untuk memastikan posisi sumber telah berada
B. SARAN
atau negara. Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan kerja harus dikelola
secara maksimal bukan saja oleh manajemen perusahaan tetapi juga dari
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI (2009).Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 tentang “Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RepublikIindonesia nomor :
1087/MENKES/SK/VIII/2010 “Standar Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja Di Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Tahun 2010.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1014/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Standar Pelayanan Radiologi
Diagnostik Di Sarana Pelayanan Kesehatan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia
5. U.S Department of Labor Occupational Safety and Hazard Administration.
Job Hazard Analysis. 2002. [cited on April 10th 2012] [online]. Available
from : http://www.osha.gov/Publications/osha3071.pdf
LAMPIRAN
CHECK LIST KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
INSTALASI RADIOLOGI RS IBNU SINA
1. Faktor Fisik
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Pencahayaan ;
- Apakah ada pencahayaan
cukup terang
- Apakah warna cahaya lampu
yang sesuai
- Apakah warna dinding ruangan
yang terang
2. Apakah ada sumber bising
3. Apakah ada sumber getaran
4. Apakah ada sumber radiasi
5. Apakah terdapat sumber listrik
dengan kekuatan tinggi ?
2. Faktor Kimia
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Bahan Kimia yang ada mempunyai
label dan nama produk serta tanda-
tanda bahaya yang dapat ditimbulkan
2. Tenaga kerja pernah mengikuti
pelatihan/training mengenai
penggunaan bahan kimia
3. Apakah dalam penggunaan bahan
kimia tenaga kerja menggunakan APD
3. Faktor Biologi
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Tersedia tempat sampah
2. Menggunakan APD saat bekerja Tidak
semua
3. Tersedia desinfektan untuk cuci tangan
4. Faktor Ergonomi
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Apakah ada posisi kerja yang
menimbulkan kelelahan ?
2. Apakah Anda diharuskan mengangkat
barang yang berat ?
3. Apakah terdapat barang atau peralatan
yang disimpan di tempat yang sulit
dijangkau ?
4. Apakah ruangan kerja diatur dengan
baik sehingga pekerja dapat bergerak
dengan mudah dan leluasa?
5. Apakah ada petugas yang telah
mengikuti pelatihan tentang ergonomic
(keserasian dalam bekerja) ?
6. Apakah peralatan yang digunakan
memerlukan skill khusus ?
7. Apakah peralatan yang digunakan
memerlukan posisi khusus agar dapat
dioperasikan?
5. Kesehatan Kerja
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Tersedia Kotak P3K
2. Diadakan Pemeriksaan Kesehatan
Berkala
3. Terdapat Penyakit yang disebabkan
oleh Pekerjaan
4. Ada Pelatihan Rencana Tanggap
Gawat darurat Medis (MERP), seperti
; BTCLS, BHD
5. Jumlah pegawai yang telah mengikuti
MERP
6. Lingkungan
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Apakah suhu ruangan memungkinkan
untuk bekerja dengan nyaman ?
2. Apakah ventilasi ruangan cukup
memadai ?
3. Apakah kelembapan ruangan baik?
4. Apakah lantai ruangan tempat kerja
licin sehingga pekerja mudah terpleset
?
5. Apakah ruangan kerja cukup luas ?
6. Apakah alat ventilasi dan pendingin
ruangan berfungsi dengan baik ?
7. Apakah ruang kerja dianggap bersih ?
8. Apakah terdapat pintu darurat yang
mudah diakses ?
7. Psikososial
No. PERIHAL YA TIDAK KET
1. Apakah pekerja harus menggunakan
konsentrasi penuh dalam jangka
waktu yang panjang ?
2. Apakah terdapat jadwal kerja yang
bergilir (pembagian shift kerja) ?
3. Apakah pembagian shift kerja sudah
baik ?
4. Apakah terdapat jadwal istirahat bagi
pekerja?
5. Apakah pekerja dituntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan
cepat ?
6. Apakah ada pekerjaan yang bersifat
emergensi?
7. Apakah ada interaksi sosial antara
sesama pekerja ?
8. Apakah terdapat hubungan yang baik
dengan pihak manajemen rumah sakit
?