Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan masalah

kesehatan yang penting untuk menjadi perhatian wanita di seluruh dunia.

Menurut data dari GLOBOCAN International Agency of Reset on Cencer

(IARC) pada tahun 2012, kanker serviks dengan jumlah kasus 527.624 (7,9%)

adalah jenis kanker yang menduduki peringkat keempat paling umum

ditemukan pada wanita di dunia setelah kanker payudara 1.671.149 kasus

(25,1%), kanker colon 614.304 kasus (9,2%) dan kanker paru-paru 583.100

kasus (8,8%) (WHO, 2013).

Sesuai dengan hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2012 kanker

serviks merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia,

yaitu sebesar 0,8% dengan estimasi jumlah penderita kanker serviks

terbanyak yaitu pada Provinsi Jawa Timur sebanyak 21.313 orang (21,6%)

dan Jawa Tengah sebanyak 19.734 orang (19,9%) (Pusat Data dan Informasi

Departemen Kesehatan RI, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO) (2013), pada tahun 2012

angka kematian kanker serviks sebanyak 265.672 orang (7,5%), dimana 70%

kasus berasal dari Negara berkembang. Angka kematian akibat kanker serviks

di Indonesia sebesar 9.498 orang (10,3%). (GLOBOCAN (IARC), 2012).


Tingginya angka kematian pasien kanker serviks dikarenakan keterlambatan

diagnosis dan pengobatan. Pasien kanker serviks pada umumnya baru

mengetahui kondisinya ketika sudah memasuki stadium lanjut dimana sel

kanker telah menyebar ke organ lain di dalam tubuh. Inilah penyebab

pengobatan yang dilakukan menjadi semakin sulit (WHO, 2006).

Menurut World Health Organization (2006), kematian akibat kanker

serviks di Negara berkembang diproyeksikan meningkat hampir 25% selama

10 tahun ke depan apabila tidak ada perhatian segera untuk program skrining

dan pengobatan (WHO, 2006). Mengingat tingginya prevalensi kanker

serviks pada wanita di Indonesia maka perlu dilakukan tindakan pencegahan

dan deteksi dini yang dilakukan oleh penyedia pelayanan kesehatan.

Kasus kanker yang dapat diketahui pada stadium awal atau karsinoma in

situ dimana pada stadium ini sel abnormal hanya ditemukan pada permukaan

serviks, kondisi ini dapat diobati dengan tingkat kesembuhan hamper 100%.

Sedangkan ketahanan hidup 5 tahun (survival live) pasien kanker serviks pada

stadium I kurang lebih 80%, stadium II 42 - 70%, stadium III 26 – 42% dan

Stadium IV antara 0 - 12% (Rahayu, 2015).

Metode screening kanker serviks dengan pemeriksaan Inspeksi Visual

Asam Asetat (IVA) adalah salah satu metode deteksi dini kanker serviks yang

memungkinkan untuk tersedia pada pelayanan kesehatan primer karena

praktis serta tingkat sensitifitas tinggi yaitu dengan sensitifitas pemeriksaan

rata – rata sebesar 77% (range antara 56-94%) dan spesifisitas rata – rata 86%

(antara 74-94%) signifikan. Screening kanker serviks dengan frekuensi 5


tahun sekali dapat menurunkan kasus kanker leher rahim sampai 83,6%

(WHO, 2006). Selain itu tes IVA juga dapat dilakukan dengan biaya murah

dan cepat dalam identifikasi pra kanker. Tes IVA dilakukan dengan cara

mengoleskan cairan asam asetat 3-5% pada permukaan serviks, apabila

terdapat epitel abnormal maka akan muncul bercak putih acetowhite atau IVA

positif (Rasjidi, 2009).

Menurut profil kesehatan Indonesia tahun (2016) program pemeriksaan

IVA sebagai metode pencegahan kanker serviks di Indonesia sudah ada sejak

tahun 2007 dengan target Wanita Usia Subur (WUS) usia 30-50 tahun. Sejak

dilaksanakan program tes IVA di Indonesia dari tahun 2007 - 2016 baru

mencapai 5,15% WUS yang telah melakukan tes IVA. Jumlah tersebut masih

sangat jauh dari target capaian pada tahun 2019 yaitu mencapai 50%

(Kementrian Kesehatan, 2015).

Jumlah WUS yang melakukan pemeriksaan IVA di Jawa tengah Tahun

2016 yang dilaporkan sebanyak 56.337 WUS atau 1,27% dari perempuan usia

30-50 tahun. Jumlah tersebut masih sangat jauh dari target yang telah

ditetapkan yaitu sebesar 10%. Jumlah WUS di Jawa Tengah yang melakukan

tes IVA diketahui bahwa sebanyak 3.946 (7,01%) WUS memiliki hasil

pemeriksaan IVA positif. Jumlah tersebut cukup tinggi melampaui ambang

batas yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 3%. Kabupaten

Sukoharjo menempati empat tertinggi positif IVA yaitu sebesar 19.35%,

Tegal 22,48%, Temanggung 23,71% dan Grobogan 22,48% (DINKES

JATENG, 2016).
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo pemeriksaan

IVA di Kabupaten Sukoharjo mulai ada pada tahun 2016 dan dari 12

puskesmas hanya 2 puskesmas yang tidak terdapat pelayanan pemeriksaan

IVA. Dengan jumlah tenaga ahli 10 orang dan 12 bidan yang berkompeten

dalam pemeriksaan IVA. Sesuai data rekapitulasi kunjungan tes IVA

Kabupaten Sukoharjo tahun (2016), dari 10 puskesmas yang menyediakan

pemeriksaan IVA diketahui bahwa puskesmas kecamatan Sukoharjo

memiliki kunjungan IVA terendah yaitu sejumlah 47 (3,34%) WUS. Jumlah

tersebut masih jauh dari target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten Sukoharjo yaitu sebesar 10%.

Berdasarkan Survey pendahuluan yang dilakukan pada tanggal di

Puskesmas Kecamatan Sukoharjo melalui wawancara dengan 10 WUS

diketahui bahwa hanya 1 orang saja yang pernah melakukan tes IVA dan 9

orang sisanya mengaku belum pernah melakukan. Rata-rata alasan mereka

belum melakukan tes IVA yaitu karena takut mengetahui hasil, kurang

pengetahuan tentang tes IVA dan malu. Alasan-alasan tersebut sesuai dengan

pernyataan yang diberikan oleh pemegang program IVA di Puskesmas

Kecamatan Sukoharjo dimana faktor yang menjadi hambatan WUS

melakukan pemeriksaan IVA adalah ketekutan apabila mengetahui hasil yang

tidak diinginkan setelah melakukan tes IVA dan rasa malu untuk melakukan

pemeriksaan karena organ intimnya dilihat oleh orang lain.

Berdasarkan teori Health Belief Model alasan seseorang akan mengambil

tindakan pencegahan suatu penyakit adalah dari keseriusan yang dirasakan


(perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility),

manfaat yang dirasakan (perceived benefits), hambatan yang dirasakan

(perceived barrier), isyarat untuk bertindak (cues to action) dan kepercayaan

diri (self efficacy) (Karen Glanz, 2008).

Mengingat tingginya angka IVA positif di Kabupaten Sukoharjo serta

masih rendahnya perilaku WUS untuk melakukan pemeriksaan IVA, maka

peneliti tertarik melakukan penelitian analisis hubungan perilaku Wanita Usia

Subur (WUS) dalam melakukan pemeriksaan IVA berdasarkan teori Health

Belief Model di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Sukoharjo.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah :

1. Adakah hubungan antara persepsi kerentanan (Perceived Suceptibillity)

dengan perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan tes IVA di

Puskesmas Kecamatan Sukoharjo?

2. Adakah hubungan antara persepsi keseriusan (Perceived Seriouseness)

dengan perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan tes IVA di

Puskesmas Kecamatan Sukoharjo?

3. Adakah hubungan antara persepsi keuntungan/manfaat (Perceived

Benefits) dengan perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan tes IVA

di Puskesmas Kecamatan Sukoharjo?


4. Adakah hubungan antara persepsi hambatan (Perceived Barriers) dengan

perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan tes IVA di Puskesmas

Kecamatan Sukoharjo?

5. Adakah hubungan antara pendorong bertindak (Cues to Action) dengan

perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan tes IVA di Puskesmas

Kecamatan Sukoharjo?

6. Adakah hubungan antara kepercayaan diri (Self-efficacy) dengan perilaku

Wanita Usia Subur (WUS) melakukan tes IVA di Puskesmas Kecamatan

Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisis perilaku Wanita Usia Subur (WUS) dalam melakukan tes

IVA berdasarkan teori Health Belief Model di wilayah kerja Puskesmas

Kecamatan Sukoharjo.

2. Tujuan khusus

a. Menganalisis hubungan antara persepsi kerentanan (Perceived

Suceptibillity) dengan perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan

tes IVA di Puskesmas Kecamatan Sukoharjo

b. Menganalisis hubungan antara persepsi keseriusan (Perceived

Seriouseness) dengan perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan

tes IVA di Puskesmas Kecamatan Sukoharjo


c. Menganalisis hubungan antara persepsi keuntungan/manfaat

(Perceived Benefits) dengan perilaku Wanita Usia Subur (WUS)

melakukan tes IVA di Puskesmas Kecamatan Sukoharjo

d. Menganalisis hubungan antara persepsi hambatan (Perceived

Barriers) dengan perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan tes

IVA di Puskesmas Kecamatan Sukoharjo

e. Menganalisis hubungan antara pendorong bertindak (Cues to Action)

dengan perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan tes IVA di

Puskesmas Kecamatan Sukoharjo

f. Menganalisis hubungan antara kepercayaan diri (Self-efficacy) dengan

perilaku Wanita Usia Subur (WUS) melakukan tes IVA di Puskesmas

Kecamatan Sukoharjo

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keyakinan tentang deteksi

dini kanker serviks dan motivasi serta meningkatkan niat untuk

melakukan deteksi dini kanker serviks.

2. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan dan informasi terkait faktor-faktor yang

mempengaruhi pemanfaatan test IVA sebagai pencegahan kanker serviks

oleh masyarakat.
3. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

kesehatan, khususnya bidang kesehatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai