Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN I (ANAK)

“ Teori Perkembangan Sigmund Freud“

Dosen Pembimbing : Junierissa Marpaung, M.PSi


Kelompok 6 :

1. Nur Ardilla (XXXXX)


2. Fitria Ramadani (XXXXX)
3. Hafizh (XXXXX)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU KEPULAUAN
BATAM
2019/2020
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 4
2.1 LATAR BELAKANG ........................................................................................................................ 4
1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................... 4
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 5
2.1 Biografi Sigmund Freud ..................................................................................................................... 5
2.2 Dasar Teori Perkembangan Sigmund Freud ( Psikoanalisis ) ............................................................. 5
2.3 Struktur Kepribadian ........................................................................................................................... 5
2.3.1 Tingkat Kehidupan Mental .......................................................................................................... 5
2.3.2 Wilayah Pikiran ........................................................................................................................... 6
2.4 Dinamika Kepribadian ........................................................................................................................ 7
2.4.1 Insting Sebagai Sebagai Psikis ..................................................................................................... 8
2.4.2 Jenis-Jenis Insting ........................................................................................................................ 8
2.4.3 Kecemasan ................................................................................................................................... 9
2.4.4 Mekanisme Pertahanan Ego ....................................................................................................... 10
2.5 Perkembangan Kepribadian .............................................................................................................. 12
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................................... 14
3.2 Saran ................................................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 15
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas psikologi
perkembangan.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu serta menambah wawasan
tentang “Teori Perkembangan Menurut Sigmund Freud.” Ucapan terima kasih kami haturkan
kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu,terutama pertolongan dari Tuhan Yang
Maha Esa,sehingga makalah kami ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dengan segala kerendahan hati. Kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang
bersifat membangun,agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Kami menyadari masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Karena kesempurnaan sesungguhnya hanya
datangnya dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Batam, 16 november 2019


BAB I PENDAHULUAN

2.1 LATAR BELAKANG


Ruth berry (2001: 2) Psikoanalisa adalah sistem menyeluruh dalam psikologi yang
dikembangkan oleh freud secara berlahan ketika ia menangani orang yang mengalami neurosis
dan masalah mental lainnya. Teori Kepribadian Psikoanalisa merupakan salah satu aliran utama
dalam sejarah psikologi. Psikoanalisa adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat
tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis Psikoanalisa adalah aliran pertama
dari tiga aliran utama psikologi. Yang kedua adalah behaviorisme, sedangkan yang ketiga adalah
psikologi eksistensialhumanistik. Menurut Freud, lapisan kesadaran jiwa itu kecil, dan analisis
terhadapnya tidak dapat menerangkan masalah tingkah laku seluruhnya. Freud juga berpendapat
bahwa energi jiwa itu terdapat didalam ketidaksadaran, yang berupa insting-insting atau dorongan
dorongan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Biografi Sigmund Freud
2. Dasar Teori Perkembangan Sigmund Freud ( Psikoanalisis )
3. Struktur Kepribadian
4. Dinamika Kepribadian
5. Perkembangan Kepribadian

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN


Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai teori psikoanalisis
Sigmund Freud, biografi Sigmund Freud, struktur kepribadian, dinamika kepribadian serta
perkembangan kepribadian menurut Sigmun Freud. Selain itu tim penulis mengharapkan dengan
adanya makalah ini maka pembaca akan lebih memahami tentang apa yang ditulis dalam makalah
ini.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Biografi Sigmund Freud


Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 mei 1856 dan meninggal di London,
23 september 1939 berasal dari keluarga Yahudi. Mempunyai seorang isteri bernama Martha
Barneys dan mempunyai 6 orang anak, seorang putrinya, Anna Freud menjadi penganut
freudinamisme.

Sigmund Freud masuk Fakultas Kedokteran Universitas Wina pada tahun 1873-1881,
spesialisasi dokter ahli syaraf dan penyakit jiwa (psikiatri). Pada tahun 1894 Freud belajar terapi
histeri pada Jean Caharcot di Paris. Tahun 1895 ia kembali ke Wina bekerja sama dengan Dr.
Joseph Breuer, dengan metode asosiasi bebas. Tahun 1895 Freud bersama Breuer menulis tentang
kasus-kasus histeri. Tahun 1902 ia membentuk kelompok psikologi di Wina. Tahun 1908 Freud
diundang oleh George Stanley Hall ke USA dan memberi ceramah-ceramah pada pertemuan-
pertemuan Dies Natalis Universitas Clark. Freud menjadi terkenal di seluruh dunia. Tahun 1909
Freud digabungi oleh Alfred Adler dan Carl Gustav Jung. Tahun 1923 Freud kena penyakit kanker
rahang dan pernah dioperasi sampai 30 kali. Tahun 1928 Nazi berkuasa di Austria, Freud
menyingkir ke Inggris dan meninggal dunia di London 1939.

2.2 Dasar Teori Perkembangan Sigmund Freud ( Psikoanalisis )


Sumbangan Freud dalam teori psikologi kepribadian substansial sekaligus di antara teori
kepribadian substansial sekaligus kontroversial. Teori Psikoanalisis menjadi teori yang paling
komprehensif di antara teori kepribadian lainnya, namun juga mendapat tanggapan yang banyak
baik tanggapan positif maupun negatif. Peran penting dari ketidaksadaran beserta insting-insting
seks dan agresi yang ada di dalamnya dalam pengaturan tingkah laku, menjadi karya/temuan
monumental Freud. Sistematik yang dipakai Freud dalam mendiskripsi kepribadian menjadi tiga
pokok yaitu : struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian.

2.3 Struktur Kepribadian


Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar, prasadar, dan
tak sadar. Pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego dan
superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama tetapi melengkapi/menyempurnakan
gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya.

2.3.1 Tingkat Kehidupan Mental


1. Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu.
Menurut Freud hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi,
perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran (consciousness).
2. Prasadar (Preconscious)

Prasadar disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran
yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh
perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke
daerah prasadar.
3. Taksadar (Unconscious)
Taksadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut
Freud merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan
bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik.
Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalam-
pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran
dipindah ke daerah tak sadar.

2.3.2 Wilayah Pikiran


1. Id (Das Es)

Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian
akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang
diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah tak
sadar, mewakili subjektivitas yang tidak pernah sisadari sepanjang usia. Id berhubungan
erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk
mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.

Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha


memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Plesure principle diproses dengan
dua cara :
a. Tindak Refleks (Refleks Actions)

Adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata dipakai
untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan.
b. Proses Primer (Primery Process)

Adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau


menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang
lapar membayangkan makanan atau puting ibunya.

Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu


dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau
membedakan benar-benar salah, tidak tahu moral. Alasan inilah yang kemudian membuat
id memunculkan ego.
2. Ego (Das Ich)

Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego
beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle) usaha memperoleh kepuasan yang
dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai
ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.

Ego adalah eksekutif atau pelaksana dari kepribadian, yang memiliki dua tugas
utama ; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang
akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan
bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya
minimal. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak
memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
3. Superego (Das Ueber Ich)

Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi
memakai prinsip idealistik (edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan
prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tak punya
sumber energinya sendiri. Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu hal penting
– superego tak punya kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan
kesempurnaan pun menjadi tidak realistis.

Prinsip idealistik mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience) dan ego
ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini secara jelas tetapi secara umum, suara hati lahir
dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan
mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan ego ideal
berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan
mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan.

Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan


keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Ada tiga fungsi
superego ; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan
moralistik, (2) merintangi impuls id terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan
dengan standar nilai masyarakat, (3) mengejar kesempurnaan.

2.4 Dinamika Kepribadian


Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi
kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional untuk
menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia. Bagi Freud, manusia
termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini
diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.
2.4.1 Insting Sebagai Sebagai Psikis
Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut
pemuasan misalnya insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai
kekurangan nutrisi, dan secara psikologis dalam bentuk keinginan makan. Hasrat, atau
motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan
enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan enerji yang tersedia untuk
menggerakkan proses kepribadian. Enerji insting dapat dijelaskan dari sumber (source),
tujuan (aim), obyek (object) dan daya dorong (impetus) yang dimilikinya :

1. Sumber insting
Kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus
menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan mengganggu keseimbangan sehingga
memunculkan insting lapar.

2. Tujuan insting
Menghilangakan rangsangan kejasmanian, sehingga ketidakenakan yang timbul
karena adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi dapat ditiadakan.
Misalnya, tujuan insting lapar (makan) ialah menghilangkan keadaan kekurangan makan,
dengan cara makan.

3. Obyek insting
Segala aktivitas yang menjadi perantara keinginan dan terpenuhinya keinginan itu.
Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi termasuk pula cara-cara memenuhi
kebutuhan yang timbul karena isnting itu. Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya
makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli makanan dan menyajikan
makanan itu.

4. Pendorong atau penggerak insting


Kekuatan insting itu, yang tergantung kepada intensitas (besar-kecilnya)
kebutuhan. Misalnya, makin lapar orang (sampai batas tertentu) penggerak insting
makannya makin besar.

2.4.2 Jenis-Jenis Insting


1. Insting Hidup (Life Instinct)

Insting hidup disebut juga Eros adalah dorongan yang menjamin survival dan
reproduksi, seperti lapar,haus dan seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup itu
disebut “libido”. Walaupun Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk insting
hidup, namun dalam kenyataannya yang paling diutamakan adalah insting seksual
(terutama pada masa-masa permulaan,sampai kira-kira tahun 1920). Dalam pada itu
sebenarnya insting seksual bukanlah hanya untuk satu insting saja, melainkan sekumpulan
insting-insting, karena ada bermacam-macam kebutuhan jasmaniah yang menimbulkan
keinginan-keinginan erotis.
2. Insting Mati (Death Instinct)

Insting mati disebut juga insting-insting merusak (destruktif). Insting ini


berfungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting hidup, karenanya tidak begitu
dikenal. Akan tetapi adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang
itu pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan bahwa
“Tujuan semua hidup adalah mati” (1920). Suatu derivatif insting mati yang terpenting
adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah pengrusakan diri yang diubah dengan obyek
subtitusi.

Insting hidup dan insting mati dapat saling bercampur, saling menetralkan. Makan
misalnya merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat
dipuaskan dengan menggigit, menguyah dan menelan makanan.

2.4.3 Kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian.
Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tak
terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan
adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu
bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu
terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah
menjadi cemas atau takut. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan
ego karena memberi sinyal ada bahaya di depan mata.
Kecemasan akan timbul manakala orang tidak siap menghadapi ancaman. Hanya
ego yang bisa memproduksi atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego,
maupun dunia luar terkait dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan: realistis, neurotis dan
moral. Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan neurosis,
sedangkan ketergantungan ego pada superego memunculkan kecemasan moral, dan
ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan kecemasan realistis.
1. Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)
Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini menjadi asal
muasal timbulnya kecemasan neurotis dan kecemasan moral.
2. Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)
Adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau figur
penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang
diyakininya bakal menuai hukuman. Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang tua
belum tentu mengetahui pelanggaran yang dilakukannya, dan misalnya orang tua
mengetahui juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi, hukuman dan figur pemberi
hukuman dalam kecemasan neurotis bersifat khayalan.
3. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)

Adalah kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul ketika orang melanggar standar nilai
orang tua. Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak mirip, tetapi memiliki
perbedaan prinsip yakni : tingkat kontrol ego pada kecemasan moral orang tetap rasional
dalam memikirkan masalahnya sedang pada kecemasan neurotis orang dalam keadaan
distres – terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berfikir jelas.

2.4.4 Mekanisme Pertahanan Ego


Freud mengartikan mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism) sebagai
strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-
dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar
kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.

Menurut Freud mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan
banyak macamnya, adapun mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari
ada tujuh macam, yaitu :
1. Identifikasi (Identification)

Cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan


diri dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya.
Diri orang lain diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu mencapai
tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat mana yang membuat tokoh itu sukses
sehingga orang harus mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum menemukan mana
yang ternyata membantu meredakan tegangan. Apabila yang ditiru sesuatu yang positif
disebut Introyeksi.
Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan, yaitu :
a. Merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah hilang.
b. Untuk mengatasi rasa takut.

c. Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan khayalan


mental dengan kenyataan.
2. Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)

Manakala obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak dapt dicapai karena
ada rintangan dari luar (sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu direpres
kembali ke ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan
enerji dari obyek satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan obyek yang dapat mereduksi
tegangan.

Proses mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi


antara tuntutan insting id dengan realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi. Ada
tiga macam reaksi kompromi, yaitu :

a. Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi,
diterima masyarakat sebagai kultural kreatif.

b. Subtitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih
mirip dengan kepuasan aslinya.
c. Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan. Gagal
memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang lain.
3. Represi (Repression)
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan segala
sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari
kesadaran.
4. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan
tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan frustasi
dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap
perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju, karena merasa puas dan aman
ditahap itu.
Frustasi, kecemasa dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap
perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap perkembangan
yang terdahulu, dimana dia merasa puas disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif.
Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang
yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi.
Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi
5. Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi
kecemasan realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang mengancam
dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek
eksternal kepada diri orang itu sendiri.
6. Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat
positif orang lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru gaya
tingkahlaku bintang film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan harga
diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga dengan
dirinya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang terkait
dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi atas
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.
7. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan
kecemasan dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam kesadaran, misalnya
benci diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul
masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan pengganti
reaksi formasi : bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi formasi. Biasanya
reaksi formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif.
2.5 Perkembangan Kepribadian
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantil (0-
5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang paling
menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal,
dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan biologis,
sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual infantil. Perkembangan insting seks berarti
perubahan kateksis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih
menjadi pusat kepuasan seksual (erogenus zone)

1. Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)


Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama dari
kehidupan individu. Pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka adalah
mulut, yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau air. Stimulasi
atau perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi merupakan tingkah laku yang
menimbulkan kesenangan atau kepuasan.

2. Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)


Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase
ini, fokus dari energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau
kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau
menahan faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-
aturan kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni latihan mengenai
bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang kotorannya.

3. Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)


Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni suatu
fase ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat kelamin.
Pada fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri, dan mempermainkannya
dengan maksud memperoleh kepuasan. Pada fase ini masturbasi menimbulkan kenikmatan
yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang
tuanya yang mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan
terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus complex, yang diikuti
fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan). Oedipus
complex adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta
permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya (ingin
memiliki perhatian lebih dari ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya anak
perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan ibunya.

4. Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)


Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode peredaan
impuls seksual. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak adanya
daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi, fase laten lebih
sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase ini
anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan
kepuasan non seksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan
teman sebaya. Dan pada fase ini anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dan lebih
mudah dididik dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).

5. Fase Genital
Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem
endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual
sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda seksual primer. Pada fase
ini kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai kepuasan dari
perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain diingkan hanya karena
memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase ini, impuls
seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti : berpartisipasi dalam kegiatan kelompok,
menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsep psikoanalisis yang relevan dan sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia.
Konsep ini masih digunakan sebagai acuan dalam mengatasi gangguan kejiwaan (neurotik).
Psikoanalisis menggunakan metode menganalisis dan mengeluarkan faktor-faktor dalam alam
bawah sadar seseorang. Dengan menggunakan prinsip yang dipakainya yaitu mencari dahulu
faktor-faktor yang menyebabkan neurose melalui teknik-teknik evaluasi kepribadian.

3.2 Saran
Dalam pembentukan suatu kepribadian sangat penting pengaruh peran dalam keluarga
terutama orang tua. Sehingga sejak dini dibentuk, diajarkan dan dibiasakan berkepribadian yang
baik. Keluarga memberi teladan, sikap, tingkah laku, berkomunikasi yang baik dengan tetangga
serta lingkungan masyarakat. Mari kita pelajari tentang keperibadian diri, agar kita dapat bersikap
baik, sopan, dan tidak bersikap kasar terhadap orang lain. Dengan mempelajari kepribadian diri
kita dapat mengubah diri kita menjadi orang yang professional.
DAFTAR PUSTAKA

Diterjemahkan dan di-resume dari:


Salkind, Neil J. (2004). An Introduction to Theories of Human Development.
Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publications. International Education and Publisher.

Breman, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suryabrata, S. 2000. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Bertens, K. 2006. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai