MEDIKO LEGAL
KELAS C
Kelompok 8
Disusun oleh :
2018
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapat kan
bantuan dari berbagai pihak sehiingga memperlancar pembuatan makalah
kami,untuk itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua yang terliat
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari bahwa sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kriik dari pembaca untuk
menyampaikan masukannya agar kami dapat memperbaiki makalah kami.
Akhir kata saya harapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun
pembaca.
Penyusun Makalah
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan .................................................................................................... 15
B. Saran .............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terikat pada etika
dan hukum, atau etika dan hukum kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan
masyarakat, perilaku petugas kesehatan harus tunduk pada etika profesi (kode etik
profesi) dan juga tunduk pada ketentuan hukum, peraturan dan perundang-
undangan yang berlaku. Apabila petugas kesehatan melanggar kode etik profesi,
maka akan memperoleh sanksi “etika” dari organisasi profesinya. Dan mungkin
juga apabia melanggar ketentuan peraturan atau perundang-undangan, juga akan
memperoleh sanksi hukum (pidana atau perdata).
Perkembangan ilmu dan tekhnologi kesehatan yang semakin maju telah membawa
manfaat yang besar untuk terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Perkembangan ini juga diikuti dengan perkembangan hukum di bidang kesehatan,
sehingga secara bersamaan, petugas kesehatan menghadapi masalah hukum terkait
dengan aktivitas, perilaku, sikap dan kemampuannya dalam menjalankan profesi
kesehatan.
iv
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
v
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
• Persetujuan pengobatan
Praktisi medis dituntut memberikan informasi pada pasien mereka agar pasien
mampu memahami :
- Konsekuensi yang dapat diperkirakan dan efek samping dari setiap terapi
atau intervensi yang diusulkan
- Praktisi medis memberi nasehat pada pilihan klinis terbaik dan alasan mereka
untuk opini profesional tersebut
• Rekam Medis
vi
Kerahasiaan adalah landasan hubungan dokter-pasien. Sebagai prinsip umum,
pasien memiliki hak mengharapkan praktisi medis tidak akan menyingkap
informasi yang didapat dari pasien dalam rangka hubungan dokter-pasien tanpa ijin
dari pasien.
c) Anggota keluarga
d) Ketika informasi klinis perlu dibagi diantara tim yang melakukan pengobatan
f) Kelahiran
g) Kematian
vii
q) Pengungkapan terhadap otoritas pemerintah
Praktisi medis yang diminta untuk memberikan laporan mungkin saja sebagai
seorang dokter biasa yang mengobati pasien, atau diminta sebagai ahli independen
untuk menilai pasien dan memberikan opini dan/atau rekomendasi tentang
permasalahan semisal kebugaran untuk kembali bekerja. Kunci permasalahannya
adalah bahwa laporan seperti itu ditulis sebagai permintaan pihak ketiga dan
biasanya dibayar oleh pihak tersebut.
Pihak ketiga yang mencari laporan mungkin saja perusahaan asuransi, pemberi
kerja pasien, otoritas menurut undang-undang, polisi, praktisi hukum, dan
pengadilan.
- Nama pasien
viii
- Penjelasan tambahan tentang bantuan terhadap pekerja dalam memperoleh
citu yang sesuai, khususnya jika terdapat pertentangan untuk kapan surat
keterangan dibuat dan tanggal pada sura keterangan.
Diagnosa tidak selalu dibutuhkan untuk surat keterangan. Praktisi medis memiliki
kewajiban untuk mengumpulkan dan membuat laporan informasi cukup
berdasarkan fakta melalui anamnesa dan pemeriksaan untuk dicatat dalam bentuk
apapun dalam surat keterangan. Surat keterangan harus tertanggal pada hari dimana
surat tersebut ditulis – tidak boleh dimundurkan dalam keadaan apapun.
• Memberikan Keterangan
Praktisi medis dapat dipanggil secara tertulis untuk tampil di pengadilan sebagai
saksi di hadapan hukum dan pengadilan dan juga dapat diminta untuk memberikan
keterangan. Ini berhubungan dengan pengobatan yang dilakukan oleh mereka,
penilaian yang dilakukan dan observasi yang mereka buat. Bukti tersebut dapat
berupa bukti fakta dan bukti pendapat.
• Memberi kesaksian
Ketika praktisi medis diminta untuk memberi kesaksian, para praktisi harus
menganggap dirinya bertindak dalam kapasitas sebagai praktisi medis dan
menerapkan kemampuan klinis mereka. Seorang praktisi seharusnya tidak
memberikan kesaksian jika dia menerima uang untuk kesaksian tersebut.
ix
Praktisi medis diminta untuk bersaksi atas berbagai dokumen hukum yang pasti.
Banyak pertimbangan garis besar dalam hubungan kesaksian yang bisa diterapkan
pada kesaksian dokumen lainnya.
C. PEMERIKSAAN MEDIKO-LEGAL
Tujuan Umum
• Melindungi pekerjaan
• Kewajiban umum
• Kealpaan medis
x
Pengaturan
Tujuan Pemeriksaan
Keadilan
Pendekatan
xi
• Mendorong untuk ditemani oleh keluarga atau teman
Perekaman
• Dictaphone
v Bukan perseorangan
• Catatan tertulis
• Rekaman pasien
v Tidak diijinkan
Anamnesa
• Memisahkan dengan jelas antara riwayat yang didapatkan dari laporan lain
dan yang diberikan oleh pasien
Pemeriksaan
xii
• Mencoba manuver yang menyebabkan rasa sakit terlebih dahulu dan
berhenti jika muncul rasa sakit
Kelemahan
Penulisan Laporan
• Tersusun
• Menolak jargon
xiii
• Perhatikan bahwa pasien tidak akan memperoleh kompensasi yang mereka
yakini bahwa mereka mungkin saja
v Marah
v Paranoid
• Takut penipuan
v Pertanyaan agresif
Keluhan
• Sering didapati
xiv
D. ASPEK MEDIKOLEGAL TENTANG TINDAKAN PEMBUKTIAN
PENYEBAB KEMATIAN
Kedokteran Forensik
Menurut Jaiing P. Modi pula, ilmu kedokteran forensik adalah cabang ilmu
kedokteran yang menggunakan prinsip-prinsip dan pengetahuan kedokteran untuk
membantu proses hukum, baik sipil maupun criminal
xv
Menurut Pasal 10 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M04.UM.01.06 tahun
1983 menyatakan, bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman disebut
Visum et Repertum. Dengan demikian, menurut KUHAP keterangan ahli yang
diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman atau dokterdan atau ahli lainnya disebut
Visum et Repertum.
Tugas seorang dokter dalam bidang ilmu kedokteran kehakiman adalah membantu
para petugas kepolisian, kejaksaan dan kehakiman dalam mengungkap suatu
perkara pidana yang berhubungan dengan perusakan tubuh, kesehatan dan nyawa
manusia, sehingga bekerjanya harus
Tidak dapat disangkal lagi bahwa tubuh manusia selalu berubahubah jadi
keadaannya tidak statis, misalnya pada suatu kasus perkara pidana ada orang yang
kena tusukan sehingga luka, lalu perkara ini diajukan ke sidang pengadilan, akan
tetapi sidangnya mungkin baru dilaksanakan beberapa bulan kemudian dan
sementara itu lukanya mungkin sudah sembuh atau semakin membusuk, keadaan
luka itu sudah lain daripada waktu penusukkan itu terjadi dan oleh karena itu
diperlukan suatu keterangan yaitu Visum Et Repertum yang menerangkan keadaan
luka pada saat atau tidak lama setelah peristiwa tersebut terjadi. Oleh sebab itu
pengiriman barang bukti harus dilakukan dengan cepat.
xvi
dapat mengganti sepenuhnya barang bukti yang telah diperiksa dengan memuat
semua kenyataan sehingga akhirnya daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan
yang tepat. Selain itu Visum Et Repertum dipakai pula sebagai dokumen dengan
nama ditanyakan pada dokter lain tentang barang bukti yang telah diperiksa apabila
yang bersangkutan (Jaksa, Hakim) tidak menyetujui hasil pemeriksaan tersebut.
Dari uraian tersebut diatas maka dapat ditarik simpulan bahwa tujuan Visum Et
Repertum ialah :
xvii
• Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara dibedah, jika ada keberatan
dari pihak keluarga korban, maka pihak polisi atau pemeriksa memberikan
penjelasan tentang pentingnya dilakukan bedah mayat
• Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka polisi perlu
melakukan pengamanan tempat dilakukannya bedah mayat
Syarat materiil dalam pembuatan Visum et Repertum adalah berkaitan dengan isi,
yaitu sesuai dengan kenyataan yang ada pada tubuh korban yang diperiksa, pada
saat diterimanya Surat Permintaan Visum et Repertum dari Penyidik.
1. Pelaku Tindak Pidana yang diduga menderita kelainan jiwa, yaitu berkaitan
dengan berlakunya ketentuan Pasal 44;
3. Kejahatan kesusilaan diatur dalam Pasal 284 sampai dengan 290, dan Pasal
292 sampai dengan 294;
xviii
4. Kejahatan terhadap nyawa, yaitu Pasal 338 sampai dengan 348;
6. Perbuatan alpa yang mengakibatkan mati atau luka orang lain, yaitu Pasal
359 dan 360.
Kendala internal merupakan faktor atau keadaan dari dalam yang membatasi,
menghalangi pencapaian sasaran. Dalam hal ini sasaran yang ingin dicapai adalah
pembuatan Visum Et Repertum atas korban Tindak Pidana Pembunuhan. Adapun
dalam pembuatan Visum Et Repertum terkadang menemui beberapa kendala yang
menyebabkan terhambatnya
xix
dibuat Visum Et Repertum, meliputi :
Hal ini bisa terjadi karena begitu mendapatkan laporan atau pengaduan, Penyidik
lebih fokus untuk mengumpulkan bukti-bukti berupa benda sehingga terkadang
terlambat untuk membuat surat pengantar kepada Dokter ahli untuk membuat Hasil
pemeriksaan atas korban tindak pidana, yang dituangkan dalam surat keterangan
atas hasil pemeriksaan atau biasa
disebut Visum Et Repertum. Apabila tidak ada permintaan secara tertulis oleh pihak
penyidik maka Dokter Ahli forensik atau Dokter ahli lain tidak akan melakukan
pemeriksaan atas jenazah korban tindak pidana pembunuhan, penganiayaan
ataupun perkosaan. Hal ini sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam pasal 133 KUHAP yang menyebutkan bahwa
permintaan atas Visum Et Repertum harus dibuat secara tertulis.
Keadaan seperti ini dapat mempengaruhi hasil Visum Et Repertum. Biasanya hasil
organ tubuh yang memberikan hasil positif pada pemeriksaan toksiologi sudah
mengalami pembusukan maka dapat mengakibatkan hasil menjadi negatif.
Sehingga mempengaruhi pembuatan Visum Et Repertum menjadi tidak lengkap,
dikarenakan Visum Et Repertum tidak dilakukan sesegera mungkin dan mayat
menjadi busuk.
xx
Kendala Eksternal adalah faktor atau keadaan dari luar yang menghalangi
pembuatan Visum Et Repertum. Kendala Eksternal dalam pembuatan Visum Et
Repertum meliputi :
1. Lokasi Rumah Sakit Umum Daerah yang sangat jauh, bisa jauh dari tempat
kejadian, ataupun dari kantor polisi tempat pengusutan perkara. Sehingga memakan
waktu lama dalam proses pembuatan Visum Et Repertum.
xxi
Berdasar konvensi medik dan system legal dari Negara-negara, secara umum ada 2
tipe autopsi yaitu :
✓ Menetapkan cara kematian dan waktu kematian yang penting dan mungkin
xxii
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Pelayanan mediko-legal perlu ditinjau ulang dalam konteks sistem kesehatan yang
luas. Kebijakan, program dan prosedur yang akan dihasilkan dalam kepedulian
yang lebih baik dapat selalu diimplementasikan tanpa sumber daya yang banyak,
namun sistem kesehatan yang harus lebih luas dan selalu mendukung
implementasinya.
xxiii
DAFTAR PUSTAKA
Bertens k. 2000, Etika. Seri Filsafat Atma Jaya 15. Jakarta : Penerbit pt Gramedia
Pustsaka Utama.
xxiv