Laporan Kasus Stroke-2
Laporan Kasus Stroke-2
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke, yang menyerang kelompok usia di atas
40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah
dan perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah
otak serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun
degeneratif, atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, arteriosklerosis, hipertensi
dan diabetes mellitus. Karena itu penyebab stroke sangat kompleks.
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan
muncul secara klinis jika aliran darah ke otak turun sampai ketingkat melampaui batas
toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (threshold of brain
function activity).1
Keadaan ini menyebabkan sindrom klinik yang disebut stroke. Gejala klinik
tergantung lokalisasi daerah yang mengalami iskemia, misalnya bila mengenai daerah pusat
penglihatan maka akan timbul gangguan ketajaman penglihatan atau gangguan lapangan
pandang.
Dua pertiga depan dari kedua belahan otak dan struktur subkortikal mendapat darah
dari sepasang arteri karotis interna, sedangkan 1/3 bagian belakang yang meliputi serebelum,
korteks oksipital bagian posterior dan batang otak, memperoleh darah dari sepasang arteri
vertebralis (arteri basilaris). Jumlah aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow) biasanya
dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak
(cerebral perfusion pressure = CPP) dan resistensi serebrovaskuler (cerebrovascular
resistance = CVR).2
1
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
BAB II
IDENTITAS PASIEN
Nama : Aziz
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 49 tahun
Alamat : langsa
Pekerjaan : wiraswasta
Status : Menikah
Agama : Islam
No RM : 0-62-2137
Tanggal Masuk : 13/08/2017
Pasien datang dengan kelemahan setengah badan kanan saat bangun tidur yang
dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala(+), sakit lutut(+) dan
pasien mengeluhkan nyeri ulu hati(+) dan pasien memiliki riwayat trauma(+).
Pasien juga sudah konsul ke prektek dokter spesialis saraf dan dianjurkan untuk rawat
inap agar di periksa lebih lanjut. Tidak ada penuruan kesadaran. Pasien berbicara seperti
biasa, pasien dapat mengunyah, mengangkat alis kanan, dan mengkerutkan dahi. Pasien juga
mengeluhkan Mual dan saat serangan sakit kepala, muntah(+), demam (-), gangguan BAB
dan BAK (-). Riwayat lumpuh, riwayat kejang , penurunan daya ingat dan perubahan perilaku
disangkal. Riwayat konsumsi makanan: pasien sering mengkonsumsi makanan yang
bersantan dan berlemak, os mengaku memiliki kebiasaan merokok.
2
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Riwayat Psikososial : Pasien menyatakan bahwa dulu pasien perokok aktif, dan jarang
berolahraga
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- TD :150/80mmhg
- Nadi :71 x/menit, reguler, isi cukup
-Pernapasan :20 x/menit, reguler
- Suhu :36,60C
BB : 80 kg
TB : 175 cm
Mulut
3
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Torax :
o Inspeksi :
o Palpasi :
o Auskultasi :Vesikuler + / +, ronkhi -/- , wheezing -/- , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel
Palpasi
Ballotement :-/-
Perkusi : Timpani
Ekstremitas :
4
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Edema : Negatif
Akral hangat
Sianosis : Negatif
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos mentis
Orientasi
Daya pembau N N
5
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Daya penglihatan N N
Pengenalan warna N N
Ptosis - -
Gerak mata ke :
Medial
+ +
Atas + +
+ +
Bawah
6
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Diplopia - -
Diplopia - -
7
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Menggigit + +
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka :
Atas + + (menurun)
Tengah + +(menurun)
Bawah + +(menurun)
8
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
9
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Bersuara pelo
Menelan + +
Memalingkan kepala + +
Sikap bahu + +
Mengangkat bahu + +
10
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Artikulasi Terganggu
tremor lidah - -
menjulurkan lidah + +
kekuatan lidah + +
fasikulasi lidah - -
MOTORIK
Kekuatan Otot 5 4 (Hemiparase sinistra)
5 4
Atropi : - -
- -
Klonus
Kaki : -/-
Patella : -/-
11
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Sensorik
Nyeri : Ektremitas Atas : hemihipalgesia sinistra
Ekstremitas Bawah : hemihipalgesia sinistra
Raba : Ektremitas Atas : hipestesia sinistra
Ekstremitas Bawah : hipestesia sinistra
Suhu : tidak dilakukan
Fungsi Vegetatif
Miksi : baik
Defekasi : baik
Keringat : baik
Fungsi luhur
MMSE : tidak dilakukan
RESUME PASIEN
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital
- TD : 150/80mmhg
- Nadi :71x/menit, reguler, isi cukup
-Pernapasan :20x/menit, reguler
12
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
- Suhu :36,6 0C
Status neurologis :
- N.V sensibilitas sinistra kurang dari dextra
- Kekuatan otot pada ekstremitas sinistra lebih lemah dibandingkan dengan ekstremitas
dextra
DIAGNOSA
Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra, hipertensi
PENATALAKSANAAN
Airway
Bebaskan jalan nafas; jika diperlukan pasang gudel; kepala dan tubuh dalam
posisi 30º dengan bahu pada sisi lemah diganjal dengan bantal.
Breathing
Circulation
Fisioterapi
Medikamentosa
Asering 16 gtt/ i
Inj. Citicolin 500 mg amp / 12 j
Inj. Ranitidin amp / 12 j
HCT 2 x 1
13
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Meloxicam 2 x 7,5 mg
Diazepam 2 x 2 mg
Valsartan 1 x 80 mg (pagi)
Farmasal 1 x 1
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
14
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
BAB III
PEMBAHASAN
15
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Arteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah dipercabangkan didaerah
bifurkasio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani dan akan
beranastomisis dengan arteri maksilaris interna, salah satu cabang ACE.
Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan a. ophtalmika untuk n. optikus dan retina
kemudian akhirnya bercabang menjadi a cerebri anterior dan a. cerebri media. Keduanya
bertanggungjawab memvaskularisasi lobus frontalis, parietal, dan sebagian temporal. Arteri
ini sebelum bercabang menjadi a. cerebri anterior dan a. cerebri media akan bercabang
menjadi a. choroid anterior (AChA). AChA mempunyai fungsi memvaskularisasi pleksus
choroid, juga memberikan cabangnya ke globus pallidus, hipokampus anterior, uncus kapsula
interna bagian posterior serta mesensefalon bagian anterior. AChA ini akan beranastomisis
dengan a. choroid posterior (cabang dari a. cerebri posterior).
16
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
infark lakuner karena tidak adanya anastomosis fungsional antara arteri-arteri perforasi yang
berdekatan.
Di daerah fissure lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang menjadi
devisi superior dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai ke lobus frontal dan
lobus parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai ke lobus temporal. Bagian terakhir
dari a. cerebri media atau arteri-arteri perforantes medullaris akan dipercabangkan di
permukaan hemisfer cerebri, yang akan memvaskularisasi substansia alba subkortek.
17
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
18
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Gambar 2 dan 3
DEFINISI STROKE
Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan
fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupagangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik),
19
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarachnoid (PSA).2,3
Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak
penyebab lain yang mungkin menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak
seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis
fokal.2
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di Negara maju, setelah
penyakit jantung dan kanker, insidensi tahunan adalah 2 / 1000 populasi. Mayoritas stroke
adalah infark cerebral.
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama
kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan
kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik
mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama.
Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20
kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih
sering terjadi pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan
juga pada populasi tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang jepang .
Di Indonesia,penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%),yang
disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007,
prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia
dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua
(3,8 per 1.000 penduduk) (Depkes, 2009).
KLASIFIKASI STROKE
20
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
21
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan). Pada stroke
iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah
menyumbat suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak
dan merusaknya. 4,5
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya
kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area
tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan
mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.2
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang
menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena
setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
22
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan
sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai
tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel.
Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir.
Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan
karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara
klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering
tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh
darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri
serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris.
Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-
arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus
venosus.
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic
attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang
mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit
neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau
dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.
Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas
merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA
akan mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang
telah terjadi selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau
23
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke
minor atau reversible ischemic neurological defisit (RIND).2,5
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang
berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam
aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai
daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik berasal
darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris
atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung
mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA
sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini
dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya
mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah
yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat
lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral,
yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan
penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).
Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam
aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
24
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok
itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.
Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat
stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang
lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar
untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi)
dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat
terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai
oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus,
maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard
(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita
ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat
mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan
mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya
gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak
ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait
dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak
25
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba
juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam
darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin
banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang
dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku
dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
FISIOLOGI OTAK
Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan
dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi
otak/cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi serebrovaskular/cerebrovascular
resistance (CVR).6,11 Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9
cc/100 gram otak/menit. Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan
berikut:6,8 = = − Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood
pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure (ICP),
sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah
otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak.
6,11
Ambang batas aliran darah otak ada tiga, yaitu:11
a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf
masih utuh.4
26
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100 gram/menit, yang
bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti. Ini berarti sebagian
struktur intrasel telah berada dalam proses disintegrasi.
c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah15 cc/100 gram/menit.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:9,11
a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat
oleh trombus/embolus.
b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat akan
menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan
oksigenasi otak menurun.
c. Tekanan darah sistemikyangmemegang peranan tekanan perfusi otak.
AUTOREGULASI OTAK
Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk mempertahankan aliran
darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan
fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah 50 – 150 mmHg pada penderita normotensi.
Pembuluh darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan
dilatasi bila terjadi penurunan.10 Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap
konstan. Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200 mmHg dan
tekanan diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskemia, 200
mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik. Respon
autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan
melalui peranan dari sistem saraf otonom.11
METABOLISME OTAK
27
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
gram otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan
otak sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan.11
PATOGENESIS
Ada dua bentuk CVA bleeding
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
28
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
29
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh
informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara
sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat dipahami.
Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya
serangan stroke. Secara umum gejala stroke antara lain adalah:4,5
30
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung
neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:
31
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
33
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang dari
arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media,
talamus media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit
neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis basiler
mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons.
Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal,
adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang
reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan
penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di
mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan emboli
yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon,
talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor
(gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku
(terutama disorientasi) abnormal tanpa gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis
inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini dapat
disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah,
hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan cegukan.
Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari
kaudal pons dan menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan
pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan
sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik
nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai
dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi
34
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus
kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.
Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral
disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral
terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak
lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi
melibatkan kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral
batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang
ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila
nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis
ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus
14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4
macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni,
hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.
DIAGNOSIS STROKE
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang
spesifik:7,8
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang
tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan
perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedangkan
pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2)
akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri atau
komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
neurologic, dan pemeriksaan penunjang.
35
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
DASAR DIAGNOSA
Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul
sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau
sewaktu istirahat.
Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya
penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung. Dicatat obat-obat yang sedang
dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit lainnya.
Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma, dilakukan
pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis tersebut harus
memperoleh informasi tentang berikut ini:
1. Karakteristik gejala dan tanda:
Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?
Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan apakah
seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris,
hilangnya kemampuan motorik atau visual) atau positif (misalnya
menyebabkan sentakan tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat
tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
Apakah onsetnya mendadak?
Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul, ataukah
progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara fungsi
normal dan abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri dada.
36
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan.
Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina,
infark miokard, intermittent claudicatio, atau arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?
Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus obat
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-obatan
rekreasional seperti amfetamin).
PEMERIKSAAN FISIK
Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika
kesadaran menurun, tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow agar pemantauan
selanjutnya lebih mudah. Jika pasien tidak dapat berespon terhadap stimulasi verbal, harus
mencoba membangkitkan respon stimulasi taktil dengan cara mengguncang hingga mencubit,
menekan kuku, dan mencubit dada, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat
kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah
fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia.
Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang disampaikan maka
menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan mengingat nama objek atau
kata), kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang sulit dengan gagap semuanya
menunjukkan dugaan afasia. Ketidakmampuan untuk memperhatikan stimuli pada satu sisi
lapang pandang atau tubuh menunjukkan neglect syndrome. Temuan tunggal berupa
ketidakmampuan pasien untuk menentukan atau mengidentifikasi tangan kirinya sendiri
adalah bukti kuat untuk kejadian disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan
pemantauan pasien berupa:
37
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara berbicara
dan memeriksa mulut
Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus, kekuatan
gerakan jari tangan atau jari kaki
Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi
sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat level gangguan sensibilitas
pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis, sesuai
dermatomnya)
Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke tangan
pemeriksa
Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat, yang kiri
normal)
Refleks patologis (Babinski, Chaddock).7,8
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan kimia darah lengkap:
o Gula darah sewaktu
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat
mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali
turun.
o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT, SGPT,
CPK, dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total lipid)
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):
o Waktu protrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma
38
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
39
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
PENATALAKSAAN
Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak
meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid;
hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan
otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan
analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit.
Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu,
menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien
yang dapat dilakukan keluarga.2,3
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan
antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid
atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150
mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar
gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv
sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
40
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2
kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan
obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8
jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik
masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥
110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika
kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan
hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:
Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut, harus
disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan kardiologik
maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak dan sel-sel neuron
harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak mrmpunyai “anaerob glycolysis”
sehingga “survival time” hanya beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama
(mendekati 60’) pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan intervensi medic
dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan menyelamatkan neuron-neuron di
daerah penumbra serta merestorasikan fungsi neurologic yang hilang.
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:
41
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke,
kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan
perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan ibat-obat yang dapat menghancurkan emboli atau
thrombus pada pembuluh darah.
Terapi trombolisis
Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA (recombinant –
tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut baik i.v maupun intra
arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan
ini, terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan
irreversible pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.
1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut.
Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Obat ini
diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan
thrombus baru. Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi
dan mencegah/memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan. Uji
klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan
menurunkan mortalitas penderita stroke akut.
Terapi neuroprotektif
Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian
sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-onat ini berperan dalam menginhibisi dan
mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat “ischemic cascade”. Termasuk
dalam kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium, produksi berlebih radikal bebas,
disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi
mikrosirkulasi. Proses “delayed neuronal injury” ini berkembang penuh setelah 24-72 jam
dan dapat berlangsung sampai 10 hari.
42
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.
43
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
PENCEGAHAN STROKE
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok
risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan adalah:
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.
44
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
BAB IV
KESIMPULAN
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupagangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler.
Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke.
Penanganan stroke dibagi beberapa tahap, yaitu tahap promotif, tahan prevensi
primer, dan tahap prevensi sekunder. Dalam tahap promotif dilakukan pencegahan timbulnya
faktor resiko stroke dengan cara melakukan gaya hidup sehat pada individu sehat yang belum
mempunyai faktor resiko. Tahap prevensi primer dilakukan untuk mengendalikan faktor
resiko yang telah terjadi dengan dukungan gaya hidup sehat pada individu yang telah
mempunyai faktor resiko agar tidak terjadi TIA/Stroke dapat sembuh dalam kurun kurang
dari 24 jam. Tahap prevensi sekunder dilakukan terapi medikamentosa seperti antikoagulan
atau antiplatelet, bila perlu dilakuna tindakan bedah seperti Tromboektomi dan Angioplasti +
Stenting. Setelah keadaan membaik dapat didukung dengan gaya hidup sehat dan
mengendalikan faktor resiko secara teratur agar dapat mencegah stroke berulang.
Stroke non hemoragik akibat trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada
tempat tertentu di otak melalui proses stenosis sehingga terjadi kaskade molekular yang
bersifat multi fisiologi. Keseluruhan mekanisme patofisiologi dari stroke bersifat kompleks
dan hasil akhir dari kaskade iskemia adalah kematian neuronal dan diikuti oleh hilangnya
fungsi normal dari neuron yang terkena. Daerah penumbra inilah yang menjadi sasaran terapi
pada penderita dengan stroke. Faktor kecepatan dan ketepatan dalam mendiagnosis dan
45
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
46
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2009.
2. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
3. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia
Press, 2009.
4. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
Accessed on 10th January 2012.
5. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006: 233-271.
6. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-1633.
7. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri Ketiga.
Jakarta, 2004.
8. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
9. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2009. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2009.
10. 1. Truelsen, T. Begg, S. Mathers, C. The Global Burden of Cerebrovascular Disease. 2000.
Burden of Diseases. World Health Organization. 2000. Tersedia di:
http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke.pdf (Akses: 8
November 2012)
11. 2. Hinkle, JL. Guanci, MM. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39 (5): 285-
293, 310
12. 3.Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of Localization.
Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16
13. 4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 8 Dari 1000 Orang Indonesia Terkena
Stroke.2011. Tersedia di: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1703-8-dari-
1000-orang-di-indonesia-terkena-stroke.html (Akses: 8 November 2012)
14. Trent MW, John T, Sung CT, Christopher GS, Sthepen MT. Pathophysiology, treatment, animal
and cellular models of human ischemic stroke. Molecular Neurodegeneration.2011;6:11
15. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan Metabolisme Otak.
Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2006. Hlm: 801-808
47
Juli 10, 2017 [LAPORAN KASUS STROKE]
16. 12.Janice L, Hinkle, Mary MK. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39:285-
293, 310
17. 13.Jan, S. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J Med.2005;352:1791-8
18. 14.Stoll, G. Kleinschnitz, C. Nieswandt, B. Molecular Mechanisms of Thrombus Formation in
Ischemic Stroke: Novel Insights and Targets for Treatment. The American Society
ofHematology. Blood. 2008; 112(9): 3555-3562
48