Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Induksi Anestesi

Induksi anestesi adalah suatu rangkaian proses transisi dari sadar penuh

sampai hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan

pembedahan. Induksi anestesi terdiri dari pemberian obat anestesi hipnosis secara

cepat melalui intravena. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak 30 – 60 detik

dan cepat turun karena proses redistribusi dari obat. Perubahan konsentrasi plasma

secara cepat mengakibatkan perubahan tingkat penekanan susunan saraf pusat.24,25

Pada tahun 1937, Guedel mempublikasikan penelitian klinis klasik kedalaman

anestesi berdasarkan pengamatan terhadap induksi inhalasi anestesi dengan eter,

yaitu :21,22

Stadium I : Analgesia

Stadium ini ditandai dengan pola nafas yang lambat, teratur dari

diafragma dan otot intercostal, masih terdapat refleks bulu mata.

Stadium II : Eksitasi, Deliruim

Selama stadium ini pasien mengalami eksitasi, tidak sadar, pola

nafas tidak teratur, pupil mulai dilatasi, masih terdapat refleks bulu

mata, terdapat resiko spasme laring, muntah sampai aritmia.

Universitas Sumatera Utara


Stadium III : Anestesi bedah

Terdapat 4 fase, yaitu:

Plana 1 : Mulai terdapat relaksasi otot somatik, pola nafas teratur,

gerak bola mata aktif

Plana 2 : Mulai dari bola mata berhenti sampai nafas torakal lemah

Plana 3 : Relaksasi sempurna otot – otot dinding perut, dengan

pernapasan diafragma, refleks bulu mata negatif

Plana 4 : Mulai nafas torakal berhenti sampai nafas diafragma

berhenti

Stadium IV :Intoksikasi (depresi berat pusat vasomotor dan respirasi di medula),

ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan nafas, pupil dilatasi

Pada praktek anestesi saat ini sangat sulit untuk menentukan ke-empat tahapan

tersebut secara khusus, karena mula kerja obat induksi baik intravena maupun

inhalasi yang relatif cepat dibandingkan dengan eter di samping pemakaian

pelumpuh otot atau opioid yang berpengaruh terhadap pola pernapasan dan penilaian

pupil saat induksi.22

Untuk kepentingan klinis terdapat beberapa tanda penilaian yang sering

digunakan sebagai acuan mengukur kedalaman anestesi saat induksi yang bertujuan

menghilangkan respon motorik terhadap noxious stimuli seperti hilangnya kontak

verbal, hilangnya refleks bulu mata, pemberian rangsangan nyeri saat jaw thrust atau

Universitas Sumatera Utara


dengan metode stimulasi saraf. Sedangkan pemberian rangsangan dengan

laringoskopi dan intubasi sangat berlebihan untuk dapat ditekan secara sempurna

pada susunan saraf pusat oleh obat induksi intravena. Untuk itu umumnya

diperlukan tambahan opioid intravena atau pemberian obat anestetik inhalasi nitrous

oksida.22

2.2 Propofol

Propofol, 2,6-di-isopropylphenol, diperkenalkan pada praktek klinis pada awal

tahun 1980-an. Saat ini propofol merupakan obat pilihan induksi dan sedasi anestesi

yang populer, berhubungan dengan waktu tidur yang cepat, waktu pulih yang cepat,

dan kejadian mual dan muntah paska bedah lebih sedikit.22,23

2.2.1 Struktur fisik dan kimia

Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua

ikatan kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas

yang rendah. Perubahan pada panjang rantai ikatan mengubah karakteristik dari

potensi, induksi dan pemulihan.3

Gambar 2.1 Rumus bangun propofol22

10

Universitas Sumatera Utara


Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi

dengan penyuntikan pada vena besar dan pemberian lidokain sebelum penyuntikan

propofol. Propofol tidak larut dalam air sehingga dibuat menjadi emulsi yang terdiri

dari 10% minyak kacang kedelai, 2,25% glyserol dan 1,2% lecithin, yang

merupakan komponen utama dari egg yolk phosphatide fraction.22,24

2.2.2 Propofol MCT/LCT

Propofol pertama kali diperkenalkan dengan konsentrasi 2 % dalam 16 %

kremofor EL, namun karena kromofor menyebabkan reaksi alergi dan nyeri yang

hebat, maka komposisi ini diperbaharui dalam formula lemak emulsi yang

mengandung 10 % Long-Chain Triglycerides (LCT) minyak kacang kedelai,

gliserol, dan lesitin telur. Tetapi, sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dalam

bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides

(MCT/LCT). Konsentrasi propofol bebas dalam MCT/LCT formula 26% - 40%

lebih rendah dibandingkan dengan LCT formula, atau 0,2% - 0,14% dari total

konsentrasi propofol (lihat tabel 2.1). Modifikasi pada propofol ini tidak

mempengaruhi farmakokinetik dan dinamik. pH propofol 6-8.5 dan pKa dalam air

adalah 11.23,25,226,28,29

Walaupun plasma konsentrasi trigliserida selama sedasi tidak ada perbedaan

antara kedua formula propofol, tetapi ada kecenderungan eleminasi setelah

pemberian formula MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT.26

11

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Distribusi propofol bebas dan total propofol26

2.2.3. Sediaan propofol

Sediaan propofol dipersiapkan secara asepsis untuk segera digunakan, sejak

emulsi larutan ini menyebabkan promosi profilerasi mikrobakterial yang cepat

setelah terkontaminasi bakteri.23,28

2.2.4 Mekanisme kerja

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid A

(GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi

yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui

interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam

susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABAA diaktifkan, maka konduksi klorida

12

Universitas Sumatera Utara


transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel

postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi melalui cara

mengikat subunit ß1, ß2, ß3 dari reseptor GABA yang bertanggung jawab terhadap

efek hipnotik, sedangkan interaksi dengan subunit α dan γ di area hipokampus dan

korteks prefrontal yang bertanggung jawab terhadap efek sedasi, selain itu propofol

juga menginhibisi reseptor NMDA, suatu subtipe dari reseptor glutamat yang

mempunyai efek eksitasi melalui modulasi kanal ion kalsium yang juga ikut

berperan terhadap sistem saraf pusat.3,23,25

2.2.5. Farmakokinetik

Pemberian propofol 1.5 – 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg IV

atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV secara cepat (<15 detik),

mengakibatkan ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di

dalam lemak menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental

(satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam

30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal

juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun

atau sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang

digunakan untuk induksi anestesi intravena yang cepat. Pengembalian kesadaran

yang lebih cepat dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (SSP) adalah salah

satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain

yang diberikan untuk tujuan yang sama.3,23,25

13

Universitas Sumatera Utara


Konsentrasi dalam darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis bolus

intravena, sementara peningkatan konsentrasi serebral propofol sangat lambat (T1/2 =

2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang diberikan.26

Bersihan propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan

bahwa ambilan jaringan (mungkin kedalam paru), sama baiknya dengan

metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam

mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada

manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat dan

luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam

glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi

cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di

glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol

terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga

aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan

tidak berubah dalam urine.3,23,25

2.2.6. Farmakodinamik

2.2.6.1 Sistem saraf pusat

Seperti barbiturat, propofol berikatan dengan reseptor GABAA tetapi juga

bekerja dengan mekanisme kerja yang melibatkan variasi reseptor protein yang

lain. Mempunyai efek serebral berupa sedasi. Propofol mengurangi laju

metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke otak (CBF), dan tekanan

14

Universitas Sumatera Utara


intrakranial (ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada pasien

dengan SOL (space occupying lesion) intrakranial tidak meningkatkan ICP.

Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah

sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak

dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan

berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan

midazolam.3,23,25

2.2.6.2 Sistem kardiovaskular

Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar

dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada

gangguan kardiovaskuler, penurunan tekanan darah ini berhubungan dengan

perubahan curah jantung dan resistensi vaskular sistemik. Hal ini berhubungan

dengan relaksasi otot polos vaskular yang dihasilkan oleh propofol karena adanya

hambatan aktivitas saraf simpatis vasokonstriktor. Efek inotropik negatif dari

propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium intraselular akibat hambatan

influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat propofol dapat

diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan

gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner.

Propofol mendepresi refleks baroreseptor kontrol denyut jantung. Bradikardi dan

asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, meskipun

telah diberikan profilaksis antikolinergik.3,23,25

15

Universitas Sumatera Utara


2.2.6.3. Sistem pernapasan

Efek propofol terhadap sistem pernapasan secara kualitas mirip seperti

barbiturat. Henti nafas bisa terjadi setelah induksi dengan propofol. Insiden dan

durasi henti nafas tergantung dosis, kecepatan pemberian dan penggunaan

premedikasi. Dosis induksi propofol menimbulkan 25 – 30% terjadinya henti

nafas. Pemberian dosis induksi 2,5 mg/kgBB IV, menurunkan laju nafas selama 2

menit, dan volume semenit menurun lebih dari 4 menit.23,25

2.3 Ketamin

Ketamin adalah derifat fensiklidin yang menghasilkan anestesi disosiatif yang

ditandai adanya disosiasi EEG antara sistem thalamokortikal dan sistem limbik,

yaitu efek ketamin berupa aktivitas eksitasi di talamus dan sistem limbik tidak

diikuti penyebaran aktivitas ke daerah korteks. Ketamin bersifat unik dan berbeda

dari anestesi induksi lain karena ia memiliki efek hipnotik, amnesia, analgesia yang

signifikan dan juga tidak menekan sistem kardiovaskular maupun pernapasan.

Namun ketamin memiliki efek psikologis yang mengkhawatirkan seperti golongan

pensiklidin lainnya.23,25

Ketamin merupakan senyawa yang larut dalam air dengan pKa 7,5 dan

tersedia dalam larutan cair yang bersifat sedikit asam (pH 3,5 – 5,5) dengan

konsentrasi 1%, 5% dan 10%. Molekul ketamin terdiri dari pusat silindris dan

memiliki 2 isomer yaitu isomer positif (S) dan isomer negatif (R) dimana isomer S

memiliki sifat anestesia dan analgesia yang lebih poten, metabolisme yang cepat,

16

Universitas Sumatera Utara


saliva lebih sedikit dan angka kejadian efek samping delirium saat pulih sadar lebih

rendah. Namun demikian dalam penggunaan klinis saat ini di Indonesia yang

tersedia adalah campuran rasemik dari kedua isomer dalam jumlah seimbang.2,23,24,25

R (-) ketamin S (+) ketamin

Gambar 2.2 Rumus bangun ketamin23

Ketamin tidak seperti anestetik intravena lainnya, ia tidak berinteraksi dengan

reseptor GABA tapi berinteraksi dengan reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA),

reseptor opioid, reseptor monoaminergik, reseptor muskarinik dan celah natrium.23

Tabel 2.2 Penggunaan dan dosis Ketamin25

OBAT PENGGUNAAN JALUR DOSIS


KETAMIN Induksi IV 0,5-2 mg/kgBB
IM 4-6 mg/kgBB
Pemeliharaan IV + N2O 50% 0,5-1 mg/kgBB/min
IV + N2O 50-70% 15-45 mcg/kgBB/min
IV 30-90 mcg/kgBB/min
Sedasi dan analgesi IV 0,2-0,8 mg/kgBB
IM 2-4 mg/kgBB

17

Universitas Sumatera Utara


Ketamin adalah analgesik poten pada dosis subanestetik, 0,2 – 0,4 mg/kgBB

IV. Efek anestesi dan analgesinya mungkin dimediasi oleh mekanisme yang

berbeda. Reseptor NMDA adalah suatu kanal ion yang bersifat eksitasi, ketamin

merupakan antagonis nonkompetitif pada sisi fensiklidin (PCP) dari reseptor

NMDA yang bekerja dengan cara menghambat terbukanya kanal ion kalsium,

sehingga menghambat pelepasan glutamat di presinap.25

2.3.1 Farmakokinetik

Penelitian farmakokinetik dari ketamin tidak sebanyak obat anestesi intravena

lainnya. Pemberian secara IV menimbulkan efek setelah 30 – 60 detik penyuntikan

dengan lama kerja 10 – 15 menit. Kadar plasma tertinggi dicapai pada 1 menit

setelah pemberian IV dan 5 menit setelah pemberian melalui IM. Masa kerja

ketamin Efek yang pernah diteliti yaitu setelah pemberian dosis anestesi (2 – 2,5

mg/kgBB IV), diikuti dosis subanestesi (0,25 mg/kgBB IV) dan setelah pemberian

terus – menerus (kadar dalam plasma ≈2,000 ng/ml). Tingginya kelarutan ketamin

dalam lemak terlihat dari relatif besarnya nilai volume distribusi, mendekati 3 l/kg.

Bersihan juga relatif besar, berkisar 890 – 1227 ml/menit dengan bersihan rerata

seluruh tubuh (1,4 l/menit) yang kira – kira sama dengan alirah darah hati. Ini

artinya perubahan jumlah aliran darah hati juga mempengaruhi bersihan ketamin.

Jadi, pemberian bersama obat lain yang mengurangi aliran darah hati, seperti

halotan, mengurangi bersihan ketamin.23,25

Ketamin dimetabolime oleh enzim mikrosomal hepar yang bertanggung jawab

terhadap detoksifikaasi obat. Jalur utamanya melibatkan N-demetilasi ketamin oleh

18

Universitas Sumatera Utara


enzim sitikrom P-450 untuk membentuk norketamin yang masih memiliki potensi

20-30% ketamin. Norketamin kemudian dihiroksilasi menjadi hidroksinorketamin.

Metabolit ini terkonjugasi dengan derivat glikoronida yang larut dalam air dan

kemudian diekskresi dalam urin.25

2.3.2 Farmakodinamik

2.3.2.1 Efek pada sistem saraf pusat

Efek ketamin pada sistem saraf pusat setelah penyuntikan intravena terjadi

setelah 1-5 menit. Anestesi yang dihasilkan disebut anestesi disosiatif yang berarti

pasien ‘terlepas’ dari lingkungan sekitarnya. Mata pasien dapat tetap terbuka dan

terjadi nystagmus. Efek samping yang dapat terjadi adalah pasien dapat timbul ilusi

visualisasi, proprioseptif dan pendengaran sehingga dapat terjadi disorientasi,

gelisah dan agitasi saat pulih sadar. Hal ini sering disebut ‘emergence delirium’.

Reaksi ini mungkin disebabkan karena depresi dari kolikulus inferior dan nukleus

genikulata medialis yang menyebabkan kesalahan interpretasi visual maupun

pendengaran. Hilangnya sensasi pada kulit dan muskuloskeletal menimbulkan

berkurangnya kemampuan untuk merasakan gravitasi yang kemudian

menimbulkan perasaan tubuh melayang di udara. Pemberian benzodiazepin sebagai

premedikasi sebelum induksi dengan ketamin atau memberikan lingkungan yang

tenang saat pulih sadar dapat membantu mengurangi efek samping ini.23,25

19

Universitas Sumatera Utara


2.3.2.2 Efek pada sistem kardiovaskular

Mekanisme efek kardiovaskular akibat pemberian ketamin sangat

kompleks. Stimulasi langsung pada SSP mengakibatkan meningkatnya sistem saraf

simpatis yang merupakan mekanisme utama dari efek kardiovaskular. Pada sistem

kardiovaskular, ketamin menyebabkan stimulasi yang menyerupai stimulasi syaraf

simpatis, sedangkan efek langsung berupa inotropik negatif biasanya tertutupi oleh

stimulasi simpatis pusat. Aktivasi dari sistem syaraf disebabkan karena adanya

depresi refleks baroseptor melalui efek ketamin pada reseptor NMDA di nukleus

traktus solitarius syaraf pusat. Peran ketamin dalam menghambat ambilan

norepineprin di post ganglionik syaraf simpatis dan peningkatan konsentrasi

katekolamin plasma dalam hubungan dengan efek stimulasi jantung belum

diketahui. Tekanan darah akan meningkat sekitar 25% dan laju nadi meningkat

20%. Pada sebagian besar pasien, peningkatan tekanan darah berlangsung selama

3-5 menit pertama dan kemudian kembali ke normal pada 10-20 menit setelah

penyuntikan ketamin. Pada pasien dengan penyakit kritis, kadang – kadang respon

terhadap ketamin berupa penurunan tekanan darah atau curah jantung. Hal ini

disebabkan karena cadangan katekolamin endogen sudah habis atau mekanisme

kompensasi sistem saraf simpatis yang sudah kelelahan.23

2.3.2.3 Efek pada sistem pernapasan

Ketamin tidak menurunkan ventilasi secara signifikan. Respon ventilasi

terhadap karbondioksida tetap dipertahankan selama anestesi dengan ketamin dan

PaCO2 tidak meningkat lebih dari 3 mmHg. Frekuensi pernapasan berkurang

20

Universitas Sumatera Utara


selama 2 – 3 menit setelah pemberian ketamin. Henti nafas dapat terjadi jika

pemberian obat secara cepat atau diberikan bersama dengan opioid. Refleks jalan

nafas atas tetap dipertahankan setelah pemberian ketamin. Meskipun refleks tadi

tetap ada, namun tidak dapat melindungi paru dari aspirasi. Sekresi kelenjar ludah

meningkat pada pemberian IM maupun IV, dan direkomendasikan pemberian

antisialagogue sebagai premedikasi.23

Ketamin memiliki efek bronchodilator sama seperti halotan atau enfluran.

Ketamin dosis kecil dapat digunakan sebagai terapi spasme bronkus di ruang

operasi dan rawat intensif.23

Penelitian terakhir menunjukkan adanya kegunaan klinis baru dari ketamin,

yaitu sebagai obat koinduksi propofol dengan dosis subanestesi yaitu 0,2 – 0,4

mg/kgBB IV, kombinasi ini menguntungkan dalam hal mempertahankan stabilitas

hemodinamik selama induksi dengan propofol melalui efek ketamin di sistem

kardiovaskular dan efek pengurangan dosis induksi propofol ketamin. Keuntungan

lain adalah penambahan efek analgesia oleh ketamin dan berkurangnya efek depresi

nafas. Hui dkk, melaporkan ketamin dosis subanestesi terbukti tidak menyebabkan

delirium saat pulih sadar walaupun tanpa pemberian benzodazepin sebelumnya.2,30

2.4 Midazolam

Benzodiazepin bekerja pada asam γ aminobutirat (GABA) yang merupakan

neurotransmiter utama disusunan saraf pusat. Benzodiazepin yang berikatan dengan

reseptor spesifik GABAA akan meningkatkan afinitas neurotransmiter inhibisi

21

Universitas Sumatera Utara


dengan reseptor GABA. Ikatan ini akan membuka kanal Cl- yang menyebabkan

meningkatnya konduksi ion Cl- sehingga menghasilkan hiperpolarisasi pada

membran sel pasca sinap dan saraf pasca sinap menjadi resisten untuk dirangsang.

Efek resistensi terhadap rangsangan ini diduga sebagai mekanisme efek ansiolitik,

sedasi dan antikonvulsi serta relaksasi otot pada benzodiazepin. Diduga bila 20%

reseptor GABA berikatan dengan benzodiazepin akan memberikan efek ansiolitik,

30 – 50% untuk sedasi dan akan tidak sadar bila lebih dari 60%.23,25

60 % reseptor GABAA terdapat pada ujung saraf post sinaps di sistem saraf

pusat (SSP). Karena anatomi distribusi reseptor ini, maka obat ini mempunyai efek

yang minimal di luar SSP. Sebaran terbanyak reseptor GABA ditemukan di korteks

serebri, diikuti penurunan jumlahnya di hipothalamus, serebelum, hipokampus,

medula oblongata dan medula spinalis.23

Reseptor GABAA merupakan makromolekul yang terdiri dari beberapa tempat

ikatan, ikatannya bukan hanya dengan benzodiazepin tetapi juga barbiturat, alkohol,

propofol dan etomidat. Obat – obat tersebut yang bekerja pada reseptor yang sama

dengan mekanisme yang berbeda – beda akan memberikan efek sinergik. Efek

sinergik ini akan meningkatkan efek inhibisi SSP masing – masing obat. Disamping

itu adanya efek amnesia yang cukup tinggi dengan angka kejadian >50%

menyebabkan midazolam juga sering digunakan secara intravena sebelum induksi

anestesi.23,25

Efek golongan benzodiazepin dapat terlihat pada EEG, seperti barbiturat yang

menurunnya aktifitas alpha dan meningkatnya aktifitas beta. Midazolam, tidak

22

Universitas Sumatera Utara


seperti golongan barbiturat dan propofol, tidak dapat menghasilkan EEG yang

isoelektris.23

Tabel 2.3 Penggunaan dan dosis golongan benzodiazepin3


OBAT PENGGUNAAN JALUR DOSIS (mg/kgBB)
DIAZEPAM Premedikasi Oral 0,2 - 0,5
Sedasi IV 0,04 – 0,2
MIDAZOLAM Premedikasi IM 0,07 – 0,15
Sedasi IV 0,01 – 0,1
Induksi IV 0,1 – 0,4
LORAZEPAM Premedikasi Oral 0,05

Seperti obat benzodiazepin lainnya, midazolam bekerja pada reseptor GABA.

Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin dengan cicin imidazol. Obat ini

tersedia sebagai garam yang larut dalam air dengan pH 3,5. Adanya cincin imidazol

membuat obat ini stabil dalam larutan dan metabolismenya cepat. Dalam pH

fisiologis di dalam darah, cincin imidazol tertutup dan membuat obat ini mempunyai

kelarutan yang tinggi dalam lemak. Kelarutan yang tinggi dalam lemak ini membuat

mula kerja midazolam cepat (30 – 60 detik) dengan waktu paruh eliminasi 2-3

jam.23,25

23

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3 Rumus bangun midazolam25

Dibandingkan diazepam, midazolam 2-3 kali lebih poten dan afinitasnya 2 kali

lebih besar. Efek amnesia pada midazolam lebih besar dari efek sedasinya. Jadi

pasien mungkin bangun saat pemberian midazolam, namun dia akan lupa beberapa

kejadian atau percakapan (instruksi setelah operasi) selama beberapa jam.23,25

2.4.1 Farmakokinetik

Midazolam dapat dengan cepat diabsorbsi dari saluran cerna dan cepat melalui

sawar darah otak. Durasi kerja yang singkat dari pemberian tunggal dikarenakan

kelarutan yang tinggi terhadap lemak, cepat berdistribusi kembali dari otak ke

jaringan melalui bersihan melalui hati.23

Waktu paruh midazolam 1 – 4 jam, lebih singkat dari diazepam. Waktu paruh

meningkat pada usia lanjut, dikarenakan menurunnya aliran darah hati dan

mungkin juga aktifitas enzim. Volume distribusi (Vd) dari midazolam dan

diazepam memiliki kesamaan karena kelarutan dalam lemak dan ikatan protein

yang tinggi. Sebagai contoh, pada orang gemuk, dosis induksi midazolam harus

24

Universitas Sumatera Utara


sesuai dengan berat badan sebenarnya dikarenakan meningkatnya timbunan obat

pada lemak. Namun, pemberian terus – menerus pada pasien gemuk harus

berdasarkan pada berat badan ideal, karena bersihan obat tidak tergantung berat

badan.23,25

2.4.2 Farmakodinamik

Seluruh golongan benzodiazepin memiliki efek hipnosis, sedasi, tenang, lupa,

anti kejang dan relaksasi otot secara sentral. Hingga sekarang belum diketahui

secara pasti mekanismenya. Namun itu muncul dari sub tipe reseptor yang berbeda.

Sebagai contoh ketenangan, anti kejang dan relaksasi otot dari reseptor GABAA

sub unit α1 dan γ sedangkan efek hipnotik dari reseptor lainnya.23,24,25

2.4.2.1 Efek pada sistem saraf pusat

Midazolam, seperti benzodiazepin lainnya, menghasilkan penurunan

kebutuhan oksigen untuk metabolisme otak (CMRO2) dan aliran darah otak

seperti barbiturat dan propofol. Pada orang sehat, pemberian midazolam 0,15

mg/kgBB IV, menghasilkan pasien tidur dan pengurangan aliran darah otak 34%.

Perubahan EEG mirip dengan diazepam seperti tidur ringan walaupun secara

klinis pasien sudah tertidur.23,24,25

25

Universitas Sumatera Utara


2.4.2.2 Efek pada sistem pernapasan

Benzodiazepin, seperti obat anestesi intravena lainnya, dapat menekan sistem

pernapasan. Efek depresi lebih besar pada midazolam dari diazepam dan

lorazepam. Henti nafas sementara terjadi setelah pemberian secara cepat dan

dosis besar (>0,15 mg/kgBB IV) terlebih jika bersama dengan opioid.23,24,25

2.4.2.3 Efek pada sistem kardiovaskular

Diantara golongan benzodiazepin, midazolam menyebabkan penurunan

tekanan darah terbesar, tapi dengan efek hipotensi yang minimal seperti pada

thiopental. Walaupun memiliki efek hipotensi, midazolam dosis tinggi 0,2

mg/kgBB IV aman dan efektif untuk induksi pada pasien dengan aorta stenosis.

Midazolam tidak mengurangi curah jantung, jadi penurunan tekanan darah

dikarenakan penurunan tahanan pembuluh darah sistemik.23,25

2.4.3 Penggunaan klinis

Midazolam adalah obat golongan benzodiazepin yang paling banyak

digunakan sebagai premedikasi terutama pada anak. Mula kerja yang cepat pada

midazolam, dengan efek puncak mencapai pada 2 – 3 menit setelah pemberian,

namun masa pulih sama dengan diazepam dikarenakan kedua obat memiliki

redistribusi plasma yang sama.3,23,25

Dosis midazolam 1 – 2,5 mg IV (mula kerja 30 - 60 detik, dengan efek

puncak 2 – 3 menit, lama kerja 15 – 80 menit) efektif sebagai sedasi saat

26

Universitas Sumatera Utara


anestesi regional. Dibanding diazepam, midazolam menghasilkan mula kerja

yang cepat, lebih amnesia dan cepat pulih sadar setelah operasi. Efek samping

terbesar pemberian midazolam adalah menekan sistem pernapasan dikarenakan

menurunnya ambang nafas, terlebih jika digabung dengan opioid.23,25

Tabel 2.4 Efek farmakodinamik obat anestesi intravena3,23,25


PROPOFOL KETAMIN MIDAZOLAM
Dosis induksi 1,5 – 2,5 1–2 0,1 – 0,3
(mg/kgBB)
Dosis 0,4 – 0,5 0,2 – 0,4 0,01 – 0,05
koinduksi
(mg/kgBB)
Tekanan Menurun Meningkat Tetap sampai
darah menurun
Nadi Tetap sampai Meningkat Meningkat
menurun sampai menurun
Tahanan Menurun Meningkat Tetap sampai
pembuluh menurun
sistemik
Ventilasi Menurun Tetap Tetap
Laju nafas Menurun Tetap Tetap
Aliran darah Menurun Meningkat Tetap
otak hingga tetap
Ketenangan Tidak Tidak Ya
Analgetik Tidak Ya Tidak
Mual dan Menurun Tetap Tetap hingga
muntah menurun

27

Universitas Sumatera Utara


2.5 KERANGKA TEORI

INDUKSI PROPOFOL
• INHIBISI NMDA
KETAMIN MIDAZOLAM
o Reseptor
• Antagonis reseptor • GABA
Glutamat
NMDA o Subunit α
• GABA
o Subunit α
o Subunit ß
o Subunit γ

(EYE LID REFLEKS (-))

• TOTAL DOSIS
• KECEPATAN
• KOINDUKSI
• USIA

• Henti nafas
• Penurunan
tekanan darah

28

Universitas Sumatera Utara


2.6 KERANGKA KONSEP

PENGURANGAN
Koinduksi DOSIS INDUKSI
Ketamin PROPOFOL

Induksi propofol
Pasien yang akan
menjalani (titrasi)
anestesi umum
hingga eye lid refleks (-)

Koinduksi PENGURANGAN
Midazolam DOSIS INDUKSI
PROPOFOL

Keterangan :

= Variabel Bebas

= Variabel Tergantung

29

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai