b. Fisiologi Paru-paru
Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut. Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkhial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris.
Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kapiler, memisahkan
oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh
hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa ke dalam
arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan
oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.
3. Etiologi
Tuberculosis paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis
kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 0,3 – 0,6 um.
Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam sehingga disebut bakteri tahan asam. Sifat lain
kuman ini adalah aerob yaitu kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan O2 nya. Dalam hal ini tekanan O2 pada bagian apikal paru-paru lebih
tinggi dari bagian lain sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberculosis. (Soeparman, 1999)
Mereka yang paling beresiko tertular basil adalah mereka yang tinggal
berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif khususnya individu yang sistem
imunnya tidak adekuat. (Corwin, 2001)
5. Fatofisiologi
Mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi
percikan ludah (droplet), orang ke orang dan mengkolonisasi bronkiolus atau
alveolus. Apabila bakteri tuberculin dalam jumlah yang bermakna berhasil
menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan dan berhasil menempati
saluran napas bawah, maka pejamu akan melakukan respons imun dan peradangan
yang kuat. Karena respons yang hebat ini, akibat diperantarai oleh sel T, maka hanya
sekitar 5 % orang yang terpajan basil tersebut menderita tuberculosis aktif. Penderita
TBC yang bersifat menular bagi orang lain adalah mereka yang mengidap infeksi
tuberculosis aktif dan hanya pada masa infeksi aktif.
Basil mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah
mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respons imun adalah lebih untuk
mengepung dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respons selular
melibatkan sel T serta makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan
jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag basil tersebut. Tuberkel akhirnya
mengalami kalsifikasi dan disebut kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada
pemeriksaan sinar-x toraks. Sebelum ingesti bakteri selesai, bahan mengalami
perlunakan (perkijuan). Mikro-organisme hidup dapat memperoleh akses ke sistem
trakeobronkus dan menyebar melalui udara ke orang lain. Bahkan walaupun telah
dibungkus secara efektif, basil dapat bertahan hidup dalam tuberkel.
Apabila partikel infeksi terisap oleh orang sehat, akan menempel pada jalan
nafas atau paru-paru. Kuman menetap di jaringan paru akan bertumbuh dan
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk
ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan
membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai
suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar
cenderung tertahan di salurang hidung dan cabang besar bronkus. Basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan.
Kerusakan pada paru akibat infeksi adalah disebabkan oleh basil serta reaksi
imun dan peradangan yang hebat. Edema interstisium dan pembentukan jaringan
parut permanen di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan
karbondioksida sehingga pertukaran gas menurun. (Corwin, 2001)
Mycobacterium menetap/dormant
Resiko tinggi
Kurang informasi Imunitas tubuh menurun
Penyebaran kuman
Premonia Kecil/sarang
primer
Bronchus Pleura
Infiltrasi setengah
bagian paru
Iritasi
Menyebabkan
Sesak napas
infiltrasi pleura
Peradangan pada
bronkus
Terjadi gesekan inspirasi dan Distres
eksperasi pernapasan
Batuk Pembuluh
Malaise darah pecah
Tabel 1. Diagnosis TBC pada anak dengan sistem skoring (scoring system)
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas Laporan BTA (+)
keluarga, BTA
(-) atau tidak
tahu, BTA tidak
jelas
Uji tuberkulin Negatif Positif (> 10
mm, atau > 5
mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat Bawah garis Klinis gizi
badan/keadaan merah (KMS) buruk (Bb/U <
gizi (menurut atau BB/U < 60%)
KMS) 80%
Demam tanpa ≥ 2 minggu
sebab jelas
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesaran ≥ 1cm , jumlah
kelenjar limfe ≥ 1, tidak
leher. Axila, nyeri
inguinal
Pembengkakan Ada
tulang/sendi, pembengkakan
panggul, lutut,
palang
Poto rontgen Normal/tidak Kesan TB
thorak jelas
Ket : Anak didiagnosis TB jika jumlah scor ≥ 6, ( scor maksimal 13)
8. Komplikasi
a. Penyakit paru primer pogresif
Komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi jarang terjadi pada anak bila
fokus primer membesar dengan mantap dan terjadi pusat perkejuan yang besar.
Pencarian dapat menyebabkan pembentukan kaverna primer yang disertai dengan
sejumlah besar basili. Pembesaran fokus dapat melepaskan debris nekrotik
kedalam bronkus yang berdekatan, menyebabkan penyebaran intrapulmonal lebih
lanjut.
b. Efusi pleura
Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh, mula-mula
keluarnya basili kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau limfonodi.
c. Perikarditis
Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari
limponodi subkranial.
d. Meningitis
Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi primer yang
tidak diobati pada anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi
beberapa tahun setelah infeksi primer, bila robekan satu atau lebih tuberkel
subependimal menegeluarkan basil tuberkel kedalam ruang subarakhnoid.
e. Tuberkulosis Tulang
Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis cenderung
menyerang vetebra. Manifestasi klasik spondilitis tuberculosa berkembang
menjadi penyakit Pott, dimana penghancuran corpus vertebra menyebabkan
gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeletona adalah komplikasi tuberkulosis lambat
dan menjadi perwujudan yang jarang sejak terapi antituberkulosis tersedia.
9. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
1) Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali sehari per
oral, diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan.
2) INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif
ekstraseluler dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per
oral, lama pemberian 18-24 bulan.
3) Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-35
mg/kgBB/hari per oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan.
4) Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali
sehari selama 1 tahun.
5) Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkulosis yang
masih sensitif, diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15
mg/kgBB/hari. Kortikosteroid di berikan sebagai antiflogistik dan ajuvan
pada tuberkulosis milier, meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa,
penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberkulosis berat atau keadaan umum
yang buruk.
b. Non farmakologi
1) Melakukan postural drainase
2) Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak
3) pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar
tidak terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya
4) memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya
1) Masa pranatal
Masa mudigah / embrio : Konsepsi – 8 minggu
Masa janin / fetus : 9 minggu – lahir
2) Masa bayi
Masa neonatal : 0 – 28 hari
Masa neonatal dini : 0 – 7 hari
Masa neonatal lanjut : 8 – 28 hari
Masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun
Masa prasekolah : 1 – 6 tahun
3) Masa sekolah : 6 – 10/20 tahun
Masa praremaja : 6 – 10 tahun
Masa remaja
Masa remaja dini : Wanita, usia 8-13 tahun
Masa remaja lanjut : Wanita, usia 13-18 tahun dan Pria, usia 15-20
tahun
Menurut Sigmund Freud, periodesasi perkembangan dibagi 5 fase :
1) Fase oral (0-1 tahun)
Anak memperoleh kepuasan dan kenikmatan yang bersumber pada
mulutnya. Hubungan sosial lebih bersifat fisik, seperti makan atau minum susu.
Objek sosial terdekat adalah ibu, terutama saat menyusu.
2) Fase anal (1-3 tahun)
Pada fase ini pusat kenikmatannya terletak di anus, terutama saat buang air
besar. Inilah saat yang paling tepat untuk mengajarkan disiplin pada anak
termasuk toilet training.
3) Fase falik (3-5 tahun)
Anak memindahkan pust kenikmatannya pada daerah kelamin. Anak
mulai tertarik dengan perbedaan anatomis antara laki-laki dan perempuan.
Pada anak laki-laki kedekatan dengan ibunya menimbulkan gairah sexual
perasaan cinta yang disebut Oedipus Complex. Sedangkan pada anak
perempuan disebut Electra Complex.
4) Fase laten (5-12 tahun)
Ini adalah masa tenang, walau anak mengalami perkembangan pesat pada
aspek motorik dan kognitif.. Anak mencari figure ideal diantara orang dewasa
berjenis kelamin sama dengannya.
5) Fase genital (12 ke atas)
Alat-alat reproduksi sudah mulai masak, pusat kepuasannya berada pada
daerah kelamin. Energi psikis (libido) diarahkan untuk hubungan-hubungan
heteroseksual. Rasa cintanya pada anggota keluarga dialihkan pada orang lain
yang berlawan jenis.
Menurut Erik H. Erikson perkembangan anak dibagi dalam 8 tahap :
1) Masa oral-sensorik yaitu masa kepercayaan vs ketidakpercayaan.
Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau
1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan
mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk
hadirnya suatu ketidakpercayaan.
2) Masa anal-muskular yaitu kebebasan vs perasaan malu-malu atau ragu-
ragu.
Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini
biasanya disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai
3 atau 4 tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah
kemandirian (otonomi) sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-
ragu.
3) Masa genital-locomotor yaitu inisiatif vs rasa bersalah
Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage)
atau yang biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu
saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus
diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan
(inisiatif) tanpa banyak terlalu melakukan kesalahan.
4) Masa laten yaitu ada gairah vs rendah diri
Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar
antara umur 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap
ini ialah mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan
rasa rendah diri.
5) Masa remaja yaitu identitas vs kekaburan peran
Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat
masa puber dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. melalui tahap ini orang
harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengertiannya identitas pribadi
berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara seseorang terjun ke
tengah masyarakat.
6) Masa dewasa yaitu kemesraan vs keterasingan
yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Adalah
ingin mencapai kedekatan dengan orang lain dan berusaha menghindar dari
sikap menyendiri.
7) Masa dewasa muda yaitu generativitas vs kehampaan
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati
oleh orang-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. salah satu tugas
untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat
melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi).
8) Masa kematangan yaitu integritas ego vs kesedihan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang
diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Yang
menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya
menghilangkan putus asa dan kekecewaan.
e. Masa remaja
Timbul perasaan cemas : harus berpisah dengan teman sebayanya
Pembatasan aktivitas di RS : anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan
menjadi tergantung pada keluarga atau pertugas kesehatan.
Reaksi yang sering muncul : menolak perawatan atau tindakan yang
dilakukan, anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau
menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan.
Perasaan sakit : respon anak bertanya-tanya, menarik diri dari
lingkungannya / menolak kehadiran orang lain.
3) Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi anak
a. Perasaan cemas dan takut
Perasaan cemas dan takut : mendapat prosedur menyakitkan
Cemas paling tinggi : menunggu informasi tentang diagnosa penyakit
anaknya.
Takut muncul : takut kehilangan anak pada kondisi sakit terminal
Perilaku : sering bertanya/bertanya tentang hal yang sama secara berulang-
ulang pada orang yang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang dan marah.
b. Perasaan sedih
Muncul pada saat anak dalam kondisi terminal
Perilaku : isolasi, tidak mau didekati orang lain, tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan.
c. Perasaan frustasi
Putus asa dan frustasi : anak yang telah dirawat cukup lama dan tidak
mengalami perubahan, tidak adekuatnya dukungan psikologis.
Perilaku : tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, menginginkan
pulang paksa.
2. Kebutuhan Nutrisi
Respon gastrointestinal terhadap reaksi inflamasi terjadi mual dan anoreksia,
menyebabkan terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan.
3. Kebutuhan Aktifitas
Kelemahan fisik mengakibatkan terjadinya keterbatasan dalam beraktifitas.
4. Kebutuhan Rasa Aman
Kurangnya informasi mengakibatkan kurangnya pengetahuan keluarga tentang
pengelolaan penyakit TBC.
5. Pertumbuhan dan Perkembangan
Adanya mual dan anoreksia menyebabkan terjadinya penurunan status gizi, dan
penurunan imunitas yang mengakibatkan klien menjadi rentan terhadap infeksi,
sehingga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Selain identitas klien : nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis kelamin,
juga identitas orangtuanya yang meliputi : nama orangtua, pendidikan, dan
pekerjaan.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
a. Saat masuk Rumah Sakit
Keluhan utama penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
b. Saat pengkajian
Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi PQRST
(palliative, quantitatif, region, scale, timing)
c. Keluhan penyerta
Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala
klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti
: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula
2. Riwayat Kehamilan
a. Pre Natal
Prenatal : kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil.
b. Intra Natal
Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir, terjepit jalan lahir, bayi
menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom.
c. Post Natal
Kurang asupan nutrisi, bayi menderita penyakit infeksi, asfiksia, icterus.
3. Riwayat Masa Lalu
a. Penyakit waktu kecil
Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit
batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang
lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh?
Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah
berobat tapi tidak teratur?)
b. Pernah di rawat di Rumah Sakit
Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat
pasien dirawat dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti
apa.
c. Obat-obatan yang pernah digunakan
Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui,
agar kerja obat serta efek samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian
antibiotik dalam jangka panjang perlu diidentifikasi.
d. Tindakan (operasi)
Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian
apa, atas indikasi apa.
e. Alergi
Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau
makanan.
f. Kecelakaan
Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya,
apabila mengalami kecelakaan apakah langsung di beri tindakan, atau di
bawa berobat ke dokter atau hanya di diamkan saja.
g. Imunisasi
Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang
akan membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun-tahun lamanya.
Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif
Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi
tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau
serum yang telah mengandung zat anti. Atau anak tersebut
mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat
sering ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak
bergairah
2. Tanda-tanda vital : sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat
lama atau naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas
biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi.
3. Antropometri
Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut
b. Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil
d. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau
tidak, simetris tidak.
e. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh
f. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan
atau tidak, uji pendengaran anak
g. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
inguinal dan sub mandibula.
h. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering
sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru.
Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura.
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari.
Pada tahap dini sulit diketahui.
Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
i. Perut : kaji bentuk perut, bising usus
j. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada
kelemahan
k. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
l. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk,
skrotum sudah turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah.
5. Pemeriksaan tingkat perkembangan anak usia 18-24 bulan
Motorik
Berjalan tanpa ditopang, menaiki tangga/peralatan rumah tangga (seperti
kursi)
Sosial
Ingin bermain dengan anak-anak lain, meminta minum, mengenal gambar-
gambar binatang, mengenal beberapa bagian tubuhnya.
Bahasa
Telah menggunakan 20 kata-kata yang dapat dimengerti.
Manipulatif
Mencoret-coret, membali-balik halaman, bermain dengan balok-balok
bangunan secara konstruktif.
0-2 bulan : 50 s/d < 60 x/menit 3. Berikan pasien posisi semi atau 3. Semi fowler memudahkan pasien untuk
Hiperthermia Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam 1. Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal
berhubungan dengan keperawatan selama ......x24 jam, suhu fungsi tubuh ( adanya infeksi)
proses peradangan tubuh kembali normal, dengan kriteria 2. Berikan kompres hangat 2. merangsang pusat pengatur panas untuk
hasil : menurunkan produksi panas tubuh
Suhu tubuh 36-37,5 C o 3. Kolaborasi pemberian antipirektik 3. Kolaborasi pemberian antipirektik
Diagnosis
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Perubahan nurisi kurang setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Ukur dan catat berat badan pasein 1. BB menggambarkan status gizi pasien
dari kebutuhan tubuh selama ........x 24 jam, kebutuhan nutrisi 2. Sajikan makanan dalam porsi kecil 2. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit
berhubungan dengan terpenuhi, dengan kriteria hasil : tapi sering dan mencegah muntah
anoreksia Nafsu makan meningkat 3. Sajikan makanan yang dapat 3. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu
BB meningkat atau normal sesuai menimbulkan selera makan makan pasien
umur 4. Berikan makanan tinggi TKTP (tinggi 4. Protein mempengaruhi tekanan osmotik
kalori tinggi protein) pembuluh darah
5. Jelaskan kepada keluarga tentang 5. Meningkatkan pemahaman keluarga tentang
penyebab malnutrisi, kebutuhan penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk
nutrisi pemulihan, susunan menu dan pemulihan klien sehingga dapat meneruskan
pengolahan makanan sehat seimbang, upaya terapi diet yang telah diberikan selama
tunjukkan contoh jenis sumber hospitalisasi.
makanan ekonomis sesuai status
sosial ekonomi klien.
6. Laksanakan pemberian roboransia 6. Roborans, meningkatkan nafsu makan,
sesuai program terapi. proses absorbsi dan memenuhi defisit yang
menyertai keadaan malnutrisi.
Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kaji patologi penyakit dan potensial 1. Membantu klien/keluarga agar mau mengerti
penyebaran infeksi pada selama .........x24 jam, penyebaran penyebaran infeksi melalui droplet dan menerima terhadap terapi yang diberikan
diri sendiri maupun infeksi tidak terjadi, dengan kriteria untuk mencegah komplikasi.
orang lain berhubungan hasil : 2. Identifikasi orag lain yang beresiko 2. Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan
dengan virulensi kuman, Klien/keluarga dapat (anggota keluarga/teman) kerentanan terjadinya penyebaran
pertahanan primer tidak mengidentifikasi tindakan untuk
adekuat, kurang mencegah/menurunkan resiko 3. Anjurkan klien untuk batuk / bersin 3. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya
pengetahuan untuk infeksi. pada tisu dan menghindari meludah penularan infeksi.
menghindari pemajanan Klien/keluarga menunjukkan 4. Lakukan tindakan isolasi sebagai 4. Mencegah infeksi yang bersumber dari
pathogen. perubahan pola hidup untuk pencegahan susceptible host
meningkatkan lingkungan yang 5. Pertahankan teknik aseptic saat 5. Mencegah terjadinya cross infection
aman. melakukan tindakan perawatan
6. Beritahu klien dan keluarga tentang 6. Pengobatan tuntas sangat penting untuk
pentingnya pengobatan yang tuntas mencegah resistensi kuman terhadap abat
7. Kolaborasi pemberian obat anti 7. Untuk membunuh kuman TBC
tuberculosis
Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga 1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan
mengenai kondisi, selama .........x24 jam, pengetahuan keluarga pasien sampai mana
aturan tindakan dan klien/keluarga meningkat, dengan 2. Berikan pendidikan kesehatan 2. Agar keluarga pasien mengetahui dan tidak
pencegahan penyakit kriteria hasil : berkaitan dengan penyakit pasien cemas
berhubungan dengan Klien/keluarga memahami proses 3. Jelaskan setiap tindakan keperawatan 3. Untuk mengurangi kecemasan keluarga
kurang/tidak lengkap penyakit dan kebutuhan pengobatan yang akan dilakukan pasien
informasi yang ada. Klien/keluarga melakukan
perubahan pola hidup untuk
memperbaiki kesehatan
Diagnosis
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Perubahan proses Setelah dilakukan tindakan perawatan 1. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan 1. Dapat menurunkan stress
keluarga berhubungan selama .........x24 jam, terjadi orang tua untuk informasi dan
dengan hospitalisasi pengurangan ansietas keluarga, dengan dukungan
anak kriteria hasil : 2. Gali perasaan dan masalah seputar 2. Memudahkan dalam pemilihan intervensi
Kecemasan keluarga berkurang hospitalisasi dan penyakit anak
Secara verbal keluarga mengatakan 3. Berikan informasi seputar kesehatan 3. Untuk menurunkan ansietas yang dialami
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for
planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC;
1999.
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical-surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J.
Jakarta: Salemba Medika; 2001.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing.
8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000.
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001.