Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam memutuskan suatu perkara, keputusan hakim tidak luput dari kesalahan,
kekhilafan, dan kekeliruan karena memang sejatinya hakim hanyalah manusia biasa yang tidak
luput dari kesalahan. Oleh sebab itu maka putusan hakim perlu dan dimungkinkan untuk
diperiksa ulang. Agar putusan tersebut dapat diperbaiki, dalam setiap putusan hakim terdapat
upaya hukum. Upaya hukum adalah usaha atau upaya untuk mencegah atau memperbaiki
kekeliruan atau kesalahan dalam suatu putusan.
Upaya hukum merupakan suatu usaha yang diberikan Undang-undang bagi seseorang
untuk melawan putusan hakim karena tidak puas dengan dengan putusan tersebut dank arena
putusan tersebut dianggap tidak adil, tidak sesuai dengan yang diinginkan maka seorang tersebut
dapat mengajukan Upaya Hukum.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Upaya Hukum Itu?


2. Bagaimana Upaya Hukum Biasa?
3. Bagaimana Upaya Hukum Luar Biasa?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Upaya Hukum


Yang dimaksud dengan upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntutan umum untuk
tidak menerima putusan pengadilan. Adapun maksud dari upaya hukum itu sendiri pada pokonya
adalah :
1. Untuk memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh instansi yang sebelumnya
2. Kesatuan dalam peradilan
Sedangkan berdasarkan ketentuan Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 12 KUHP
maka upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut hukum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang dapat berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan, peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh
undang-undang ini.1
Upaya hukum perlu dibedakan dari dasar hukum. Dasar hukum hakim secara ex offisio wajib
menambahkan (Ps. 178 ayat 1 HIR, 189 ayat 1 RbG) maka dalam upaya hukum pihak yang
bersangkutanlah yang tegas harus mengajukannya.
Upaya Hukum berupa :
1. Terhadap Putusan Pengadilan Negeri (Peradilan Tingkat Pertama) yaitu :
a. Perlawanan (Verset)
b. Banding (Revisi)
2. Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi ( Peradilan Tingkat Banding) dapat diajukan permohonan
Kasasi Pihak Ketiga dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum Oleh Jaksa Agung
3. Terhadap Putusan Pengadilan yang telah mempuyai kekuatan hukum tetap ( inkracht van
gewijsde) dapat diajukan Peninjauan Kembali.2
Dalam hukum acara, upaya hukum terdiri dari upaya hukum biasa dan upaya hukum luar
biasa. Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu

1 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, Bandung:Citra Aditya Bakti, 1996, hlm., 223.
2 Sudikno Mertokudumo, Hukum Acara Perdata , Yogyakarta: Liberty, 1999, hlm.,195.

2
yang ditentukan oleh undang-undang. Wewenang untuk menggunakannya hapus dengan
menerima putusan. Dengan memperoleh kekuatan hukum yang pasti suatu putusan tidak dapat
diubah. Suatu putusan memperoleh kekuatan hukum kekuatan hukum yang pasti apabila tidak
tersedia lagi upaya hukum biasa. Untuk putusan-putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang pasti ini tersedia upaya hukum luar biasa.3

B. Upaya Hukum Biasa


Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang
ditentukan oleh undang-undang. Upaya hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan putusan
untuk sementara upaya hukum biasa tersebut ialah perlawanan (verset), banding, dan kasasi.
Macam – Macam Upaya Hukum Biasa :
1. Perlawanan (Verset)
Merupakan upaya hukum terhadap putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat ( Ps.
125 ayat 3 jo. 129 HIR, 149 ayat 3 jo. 153 Rbg).4 Ketentuan pasal 148 KUHP apabila Penuntut
Umum keberatan maka PU dapat mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Tinggi yang
bersangkutan dalam waktu tuju hari setelah penetapan diterima. Kemudain perlawanan PU
disampaikan kepada ketua Pengadilan Negeri lalu dicatat dalam buku daftar Panitera dan dalam
waktu tuju hari Pengadilan Negeri wajib meneruskan perlawanan kepada Pengadilan Tinggi
yang bersangkutan ( Pasal 149 ayat 1 huruf a,b,c, dan d KUHP).
Kemudian setelagh Pengadilan Tinngi menerima berkas dalam tenggang 14 hari Pengadilan
Tinggi harus memutuskan “Penetapan” perlawanan tersebut yang dapat menguatkan atau
menolak perlawanan itu (Pasal 149 ayat 2 KUHP). Apabila Pengadilan Tinggi menguatkan
perlawanan dari Penuntu Umum maaka dengan surat penetapan Pengadilan Negeri diperintahkan
untuk menyidangkan perkara itu ( pasal 149 ayat 3 KUHP). Dalam praktek peradilan bentuk
penetapan Pengadilan Tinggi seperti ini menggunakan formulir model : 39/Pid/PT. Begitupun
sebaliknya jikalau Pengadilan Tinggi menguatkan pendapat Pengadilan Negeri maka Pengadilan
Tinggi mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada Pengadilan Negeri yang

3 Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandug : Alumni, 1992, hlm., 198.
4 Sudikno Mertokudumo Op. Cit, hlm., 196.

3
bersangkutan dan tembusan poenetapan Pengadilan Tinngi disapaikan ke Jaksa ( Pasal 149 ayat
4 dan 5 KUHP), dan untuk itu praktek mempergunakan formulir model : 40/Pid/PT.5
2. Banding
Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara perdata tidka menerima putusan Pengadilan
Negeri karena merasa hak-haknya terserang oleh adanya putusan itu atau menganggap putusan
itu kurang benar atau kurang adil, maka ia dapat mengajukan permohonan banding. Acara
banding dalam perkara pidana semula diatur dalam pasal 350-356 HIR yang kemudian dicabut
oleh S. 1932 No. 460 jo. 580, sehingga hanya tinggal ketentuan yang diatur dalam Rgb. Pasal
282 dst. Sekarang hal banding dalam perkara pidana diatur dalam KUHP pasal 67, 87, 233-243.
Bagi perkara perdata banding diatur oleh UU. 20/1947 untuk daerah Jawa dan Madura,
sedangkan untuk daerah luar itu ialah Rbg Pasal 199-205.
Yang dapat melakukan banding ialah yang bersangkutan ( Ps. 6 UU. 20/1947, 199 Rbg, 19
UU. 14/ 1970), demikan pula putusan MA tanggal 2 Desember 1975 yang menyatakan bahwa
permohonan banding hanya terbatas pada putusan Pengadilan Negeri yang merugikan pihak
yang naik Banding, maka karena keputusan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 28 Maret 1970
mengenai gugat dalam konvensi tidak merugikan bagi penggugat atau pembanding, pengadilan
negeri tidak berwenang meninajunya, permohonan banding harus diajukan kepada panitera
Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan, dalam 14 hari terhitung mulai dari pengumuman
putusan.
Pasal 9 UU 20/1947 menentukian bahwa yang dapat dimohonkan banding hanyalah putusan
akhir saja, putusan yang bukan putusan akhir dapat dimohonkan banding bersama-sama dengan
putusan akhir. Pengadilan Tinggi memeriksa perkara banding dengan majelis yang terdiri dari 3
orang hakim kecuali apabila Ketua Pengadilan Tinggi menentukan perkara-perkara yang
dibutuhkan hanya seorang hakim yang ditunuk olehnya.Dalam tingkat abnding hakim tidak
boleh mengabulkan lebih dari yang dituntut atau memutuskan hal-hal yang tidak dituntut.
3. Kasasi
Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan-pengadilan dari semua
lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan terkahir ( Ps. 29, 30, UU no. 14 Tahun 1985).
Dengan surat edaran no. EV/Ed/66/1979 tertanggal 22 Juni 1979 Menteri Agama
menginstruksikan agar:

5 Lilik Mulyadi, Op. Cit, hlm,.225-226.

4
a. Setiap permohonan kasasi ditampung, diproses seperlunya kemudian oeh panitera Pengadilan
Agama dikirimkan ke Mahkamah Agung.
b. Prosedur penerimaan dan penyampaian kasasi supaya diikuti SEMA 03/1973.
Permohonan kasasi dapat diajukan baik secara lisan maupun tertulis dalam tengang waktu 14
hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon
(Ps. 46 UU no. 14 Tahun 1985). Dalam meninjau alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam
permohonan kasasi dipakai sebagai dasar pasal 30 UU no.14 Tahun 1985, yaitu karena:
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
c. Lalai memnuhi syaratsyarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Pemeriksaan kasasi meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum, baik yang
meliputi bagian daripada susunan putusan yang merugikan pemohon kasasi maupun bagian yang
menguntungkan permohonan kasasi. Oleh karena itu pada tingkat kasasi tidak diperiksa ulang
duduk perkaranya.

C. Upaya Hukum Luar Biasa


Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan dari upaya hukum
biasa atau banding dan kasasi. Putusan pengadilan yang dimophon banding atau kasasi belum
merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap, dan dapat diajukan terhadap semua putusan
baik oleh pihak terdakwa maupun Penuntut Umum.
Upaya hukum luar biasa terdiri dari:
1. Peninjauan Kembali (PK)
Putusan yang dijatuhkan dalam tingkat terakhir dan putusan yang dijatuhkan diluar hadir
tergugat (verstek) dan yang tidak lagi terbuka kemungkinan untuk mengajukan perlawanan dapat
ditinjau kembali atas permohonan orang yang pernah menjadi salah satu pihak di dalam perkara
yang telah diputus dan dimintakan peninjauan kembali.
Permohonan PK dapat diajukan baik secara tertulis maupun lisan (pasal 71) oleh para pihak
sendiri (pasal 68 ayat 1) kepada MA melalui Ketau Pengadilan Negeri yang memutus perkara
dalam tingkat pertama. Permohonan PK tidak menghentikan proses pelaksanaan putusan

5
pengadilan dan dapat dicabut selama belum diputus serta hanya dapat diajukan hanya sekali
saja.
Selanjutnya dalam waktu 14 hari setelah Ketua Pengadilan Negeri yang memutuskan perkara
dalam tingkat pertam menerima pemohonan penijauan kembali maka panitera mengirimkan
salinan permohonan kepada pihak lawan. Adapun alasan-alasan peninjauan kembali adalah
(pasal 67) :
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang
diketahui setelah perkarannya diputus pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus
atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang
pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-
sebabnya
e. Apabila terjadi putusan yang bertentangan satu dengan yang lainnya
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata6
2. Perlawanan Pihak Ketiga (Denderverzet) Terhadap Sita Eksekutor
Perlawanan pihak ketiga terjadi bilamana dalam putusan pengadilan yang telah
merugikan kepentingan dari pada pihak ketiga, oleh karenanya pihak ketiga itu bisa mengajukan
perlawanan atas suatu putusan tersebut. Berdasarkan pasal 378 -384 Rv dan pasal 195 ayat 6 HIR
yang berbunyi “Perlawanan, termasuk perlawanan dari pihak ketika atas dasar hak milik sendiri
dari barang-barang yang telah disita itu, yang akan dilaksanakan juga mengenai semua
sengketa yang timbul karena upaya paksaan itu, diajukan kepada dan diadili oleh pengadilan
dalam daerah hukum mana tindakan-tindakan pelaksanaan dijalankan.”7

6. Sudikno Mertokudumo Op. Cit, hlm 201-208


7. Mochammad Dia’is, dan Koosmargono, Membaca dan Mengerti HIR, Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2011,hlm., 233

6
Dapat dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa oleh pada dasarnya suatu putusan
tersebut hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (antara pihak penggugat dan tergugat
tersebut) dan tidak mengikat kepada pihak ketiga (akan tetapi dalam hal ini hasil putusan tersebut
juga akan mengikat orang lain atau pihak ketiga, oleh karenanya dapat dikatakan luar
biasa).Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri yang telah memutus suatu perkara pada
tingkat pertama pengadilan.

7
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut hukum untuk tidak menerima putusan
pengadilan yang dapat berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan, peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur oleh
undang-undang ini berdasarkan ketentuan Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 Angka 12
KUHP.
Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu
yang ditentukan oleh undang-undang. Upaya hukum biasa bersifat menghentikan pelaksanaan
putusan untuk sementara upaya hukum biasa tersebut ialah perlawanan (verset), banding, dan
kasasi. Macam – Macam Upaya Hukum Biasa :
1. Perlawanan (Verset)
2. Banding
3. Kasasi
Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan dari upaya hukum
biasa atau banding dan kasasi.Putusan pengadilan yang dimophon banding atau kasasi belum
merupakan putusan yang berkekuatan hukum tetap, dan dapat diajukan terhadap semua putusan
baik oleh pihak terdakwa maupun Penuntut Umum.Upaya Hukum Luar Biasa terdiri dari :
1. Peninjauan Kembali (PK)
2. Perlawanan Pihak Ketiga (Denderverzet) Terhadap Sita Eksekutor

8
DAFTAR PUSTAKA

Lilik Mulyadi. Hukum Acara Pidana. Bandung:Citra Aditya Bakti.1996.

Mochammad Dia’is, dan Koosmargono. Membaca dan Mengerti HIR. Semarang: Badan

Penerbit Universitas Diponegoro. 2011.

Setiawan. Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung : Alumni, 1992.

Sudikno Mertokudumo. Hukum Acara Perdata . Yogyakarta: Liberty. 1999.

Anda mungkin juga menyukai