I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecombrang merupakan salah satu tanaman endemik yang banyak tumbuh liar di hutan
Indonesia, terutama daerah Jawa dan Sumatra.Tanaman ini memiliki nama latin Etlingera
elatior berasal dari genus Etlingera dan famili Zingiberaceae. Tanaman kecombrang
merupakan jenis tanaman pisang-pisangan yang mirip dengan tanaman lengkuas atau laos.
Bagian tumbuhan kecombrang yang sering dimanfaatkan adalah bunga dan buah digunakan
sebagai bahan sayuran seperti pecel atau lalapan, sedangkan bagian tumbuhan lainnya belum
dimanfaatkan secara optimal yaitu daun, akar, rimpang dan batang, dalam penelitian Jaffar
(2007) bagian tanaman kecombrang yang belum dimanfaatkan dengan baik memiliki
kandungan minyak atsiri.
Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama essential oil dihasilkan oleh tanaman
bersifat mudah menguap pada suhu kamar tidak mengalami dekomposisi, mempunyai rasa
getir (pungent taste), beraroma wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Kandungan
minyak atsiri dalam tanaman kecombrang memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,
dari segi manfaatnya minyak atsiri kecombrang memiliki fungsi sebagai antibakteri, radikal
bebas, dan aktivitas penolak (repellent) nyamuk dan lain-lain. Hasil studi lain menunjukkan
bahwa tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang tergolong berat
yaitu kanker dan tumor (Habsah, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Jaffar (2007)
tanaman kecombrang memiliki kandungan minyak atsiri dengan kadar berbeda, yaitu pada
daun sebesar 0,0735%, bunga sebesar 0,0334%, batang sebesar 0,0029% dan rimpang sebesar
0,0021%, sehinga dari penelitian tersebut bagian tumbuhan kecombrang yang memiliki
potensi besar untuk dioptimalkan pengolahannya menjadi minyak atsiri adalah bagian daun.
Komponen utama minyak atsiri pada daun β-farnesen (27,9%), β-pinen (19,7%) dan
kariofilen (15,36%), namun rendemen minyak atsiri pada daun masih tergolong sedikit
sehingga perlu adanya perlakuan untuk memaksimalkan minyak atsiri yang dihasilkan.
Beberapa perlakuan yang dilakukan terhadap bahan baku dengan tujuan untuk meningkatkan
produksi minyak atsiri antara lain pengeringan, pengecilan ukuran, pelayuan, dan fermentasi.
Proses ekstraksi minyak atsiri daun kecombrang dengan melakukan pengeringan
langsung belum sempurna karena minyak atsiri daun kecombrang masih terikat pada jaringan
daun, oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk menghancurkan jaringan daun
kecombrang agar jumlah minyak atsiri yang dapat diisolasi semakin optimal. Fermentasi
1
merupakan salah satu metode untuk menghancurkan jaringan daun. Raharjo dan Retnowati
(2012) proses fermentasi dapat mendegredasi komponen dinding sel jaringan pada daun nilam
sehingga hasil rendemen yang diperoleh selama proses destilasi lebih banyak. Proses
fermentasi biasanya memerlukan bantuan mikroorganisme sebagai sumber enzim, baik
mikroorganisme alami maupun yang ditambahkan, mikroba yang biasa ditambahkan pada
proses fermentasi tanaman penghasil minyak atsiri yaitu jenis mikroba selulolitik.
Mikroorganisme selulolitik dapat berupa jamur, bakteri, actinomycetes maupun protozoa
contohya jamur Rhizopus oryzae, menurut Meuthia dan Fitriana (2015) dalam mengisolasi
minyak nilam dengan fermentasi jamur Rhizopus oryzae 1% mendapatkan rendemen minyak
nilam terbesar yaitu 1,50%. Meningkatnya rendemen dalam penelitian tersebut disebabkan
peran jamur Rhizopus oryzae yang menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasi
selulosa, selulosa merupakan komponen paling banyak menyusun biomasa tumbuhan,
terutama pada dinding sel tumbuhan, kandungan selulosa pada tumbuhan diperkirakan dalam
jangka 35-50% dari berat kering tumbuhan (Lynd, 2002 ), namun dalam upaya meningkatkan
rendemen minyak atsiri terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan proses
fermentasi yaitu suhu, ph, jumlah inokulum dan waktu fermentasi, beberapa penelitian yang
terkait dengan lama fermentasi yaitu penelitian yang dilakukan Slamet (2019) mengisolasi
minyak nilam dengan fermentasi jamur Rhizopus oligosporus dan mendapatkan waktu
fermentasi terbaik selama 2 hari dengan hasil rendemen sebesar 0,98%. Laurita dan Herawati
(2016) mengisolasi minyak atsiri kulit jeruk menggunakan ragi tempe dan mendapatkan
waktu fermentasi terbaik selama 6 hari dengan hasil rendemen sebesar 0,42%. Khasanah
(2015) mengisolasi minyak atsiri daun kayu manis menggunakan ragi tempe dan
mendapatkan waktu fermentasi terbaik 4 hari dengan rendemen 0,10% dan 0,12%. Terdapat
variasi lama waktu fermentasi terbaik dari beberapa penelitian hal dapat disebabkan oleh
karakteristik bahan baku yang difermentasi dan jumlah inokulum mikroorganisme yang
digunakan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, variasi perlakuan pendahuluan pada bahan baku
dapat mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia minyak atsiri yang dihasilkan, sehingga
perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh variasi perlakuan pendahuluan yaitu lama
fermentasi dan jumlah inokulum pada daun kecombrang terhadap mutu minyak atsiri,
sehingga mendapatkan lama fermentasi yang tepat untuk menghasilkan minyak atsiri dengan
rendemen tertinggi dan mutu fisik minyak atsiri yang baik.
2
2. Mendapatkan pengaruh lama fermentasi dan jumlah inokulum yang digunakan terhadap
karakteristik fisik dan kimia minyak atsiri daun kecombrang.
3
Tabel 5. Tabel perlakuan
Lama Fermentasi Jumlah Inokulum (W)
(K)
2,5 % (W1) 5% (W2) 7,5% (W3)
4
2.4.2.2 Pengukuran pH
Pengukuran pH bertujuan untuk mengatahui pH selama proses fermentasi berlangsung,
dengan tujuan memastikan pH yang baik untuk pertumbuhan Rhizopus oryzae dengan cara
masukan kertas indikator universal kedalam wadah yang berisi bahan baku yang difermentasi,
kemudian kertas diangkat dan cocokan warna kertas universal yang dihasilkan dengan
ketentuan warna pH yang berlaku, pengukuran pH dilakukan bersamaan dengan
pengukuran suhu setiap satu hari sekali.
volume minyak
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = volume bahan sebelum didestilasi × 100 %
2.5.1.2 Warna
Analisa warna dalam penelitian ini dilakukan secara visual dengan menggunakan
indra penglihatan (mata) secara langsung, berdasarkan prosedur kerja pada pengujian tahap
minyak nilam (SNI 06-2385-2006), tuangkan 5 ml sampel minyak atsiri kemudian masukan
kedalam tabung reaksi, hindari adanya gelembung udara. Sandarkan tabung reaksi berisi
minyak atsiri pada kertas atau karton berwarna putih. Amati warnanya dengan mata langsung,
jarak antara mata dengan sampel ± 3 cm kemudian cocokan warna dengan buku munsell color
chart.
2.5.1.3 Aroma
Pengujian terhadap aroma secara langsung dilakukan dengan menggunakan indra
penciuman (hidung). Berdasarkan prosedur kerja pada pengujian terhadap minyak nilam (SNI
06-2385-2006). Tuangkan sampel minyak atsiri sebanyak ± 5 ml kedalam gelas piala,
miringkan gelas piala agar membentuk sudut ± 60o mengarah kesamping kiri atau kanan
hidung dengan jarak ± 10 cm. Kipas-kipaskan kertas atau karton ke gelas piala yang berisi
sampel minyak atsiri sambil dicium aroma sampel dengan hidung.
5
lebih kecil dari 1 atau (n ≥ 1). Jadi cara mengukur indeks bias yaitu masukan satu tetes
minyak, diukur di refraktometer dan dicatat suhunya.
Prosedur analisa indeks bias (SNI-06-2385-2006)
1. Refraktometer disterilisasi memekai alkohol 70 %
2. Sampel minyak atsiri diteteskan ke dalam lubang uji.
3. Indeks bias dari minyak atsiri akan tertera oleh refraktometer
Menurut Novalny (2006) menyatakan bahwa bobot jenis suatu minyak akan dipengaruhi oleh
komponen penyusun minyak tersebut. Semakin tinggi komponen yang terkandung di dalam minyak
maka semakin tinggi pula bobot jenis yang diperoleh. Guenther (1987) menyatakan bahwa nilai
bobot jenis minyak atsiri pada umumnya berkisar antara 0.696 -1.188,
6
70% setetes demi setetes. Setelah setiap penambahan dikocok sampai diperoleh suatu larutan
yang bening.
2.6.3 Fermentasi
Daun kecombrang yang sudah mengalami peroses pengecilan ukuran dilakukan
fermentasi. Fermentasi yang digunakan fermentasi padat (solid state fermentation) dengan
bantuan mikroorganisme Rizopus oryzae, masukan 2.5 kg daun kecombrang kedalam setiap
wadah dan dilakukan sesuai perlakuan, diberikan air sedikit dengan tujuan untuk menjaga
kondisi bahan baku agar lembab (perbandingan air dan daun adalah 1:10)
DAFTAR PUSTAKA
7
Emonocot. 2010. Etlingeraelatior(jack )R.M.Sm.http://emonocot.org/taxon/urn:kew.org:wcs:
taxon:244696. Diakses pada tanggal 20 februari.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Diterjemahkan oleh: S. Ketaren. Jakarta: UI
Press.507.
Habsah, M., A.M. Ali, N.H. Lajis, M.A. Sukari, Y.H. Yap, H. Kikuzaki, and N.Nakatani.
2005. Antitumor Promoting and Cytotoxic Constituents of Etlingera Elatior. Malaysian
J. Med. Sci. 12: 6-12.
Jaafar, F.M., C.P. Osman, N.H. Ismail, and K. Awang. 2007. Analysis of Essential Oils of
Leaves, Stems, Flowers and Rhizomes of Etlingera Elatior (Jack) R.M. S. Malaysian J.
Anal. Sci. 11: 269-273.
Ketaren, S. 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Balai Pustaka. Jakarta. 427.
Kurniawan, 2012.
Khasanah, L.U., R. Utami, B.K. Ananditho, A.E. Nugraheni. 2015. Pengaruh Perlakuan
Pendahuluan Fermentasi Padat dan Fermentasi Cair Terhadap Rendemen dan
Karakteristik Mutu Minyak Atsiri Daun Kayu Manis.AGRITECH. 34: 36-42.
Laurita, L., M.M. Herawati. 2016. Pengaruh Fermentasi Padat Terhadap Karakteristik Mutu
Fisik dan Hasil Rendemen Minya Atsiri Limbah Kulit Jeruk Manis (Citrus Sinensis Var.
Baby Pacitan). Proc. konser karya ilmia. 2: 43-50
Lynd, L.R., P.J. Weimer, W.H. VanZyl and I.S. Pretorius. 2002. Microbial Cellulose
Utilization: Fundamentals and Biotechnology. Microbiol. Mol. Biol. Rev.66:506-577.
Novalny . 2006.
Raharjo, S.J., R. Retnowati. 2012. Yield Increasing of Patchouli Oils of Result Steam
Distillation of Patchouli Leaf of Dewaxing, Fermentation, and Drying Process. J. Basic
Sci. Tech. 1 :12-18.
Slamet ., Ulyarti, S.L.Rahmi. 2019. Pengaruh Lama Fermentasi Daun Nilam Menggunakan
Ragi Tempe Terhadap Rendemen dan Mutu Fisik Minyak Nilam (Pogostemon Cablin
Benth). J. Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Universitas Syiah Kuala: Jambi.
Sudarmadji. S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta. 160.
Sukardi., Y. Qordhowi, M. H. Pulungan and A. F. Mulyadi. 2014. Penerapan Perlakuan Awal
PEF (Pulsed Electric Field) pada Destilasi Minyak Atsiri Daun Jeruk Purut (Citrus
hystrix D. C) di Balai Latihan Transmigrasi Pekanbaru Sebagai Bahan Aktif Minyak
Gosok. Jurnal Pengolahan Hasil Pertanian. 4:1-24
Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 06-2385-2006 .Minyak nilam. Jakarta.
Syarif, R. A., F. Sari, dan A. R. Ahmad. 2000. Rimpang kecombrang (Etlingera Elatorjack)
Sebagai Sumber Fenolik. J. Fitofarmaka Indonesia 2(2) : 102 – 106.
Tampubolon, O.T., S. Suhatsyah, dan S. Sastrapradja. 1983. Penelitian Pendahuluan
Kandungan Kimia Kecombrang (Nicolaia Speciosa Horan) dalam Risalah Simposium
Penelitian Tumbuhan Obat . Fakultas Farmasi UGM. DIY. Hal: 451-459
Zulnely (2003)
8
LAMPIRAN. Diagram Alir Tahap penelitian minyak atsiri daun kecombrang
Mulai
Daun
kecombrang
Pebersihan dari
kotoran
Pengeringan
suhu kamar
Pengecilan
ukuran ± 1cm
Fermentasi padat
Starter dan
air sesuai perlakuan
Destilasi Uap-Air
selama ± 4 jam
Minyak atsiri
1. Pemeriksaan
Pendahuluan
2. Warna dan Aroma
3. Bobot jenis
4. Penetapan indek bias
5. kelarutan dalam alcohol
6. penetapan bilangan asam
Selsai
9
1