Critical Appraisal Nursing Conceptual Mo
Critical Appraisal Nursing Conceptual Mo
Koordinator Mata Kuliah: Dr. Asti Melani Astari, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Mat
Mata Kuliah Sains Keperawatan
Oleh:
Serly Sani Mahoklory, S.Kep., Ns
NIM. 166070300111029
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Tujuan
Untuk menganalisis pengembangan teori Myra E. Levine dalam aplikasi asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit sel sabit
1.3 Manfaat
Dengan adanya resume jurnal dari aplikasi teori Myra E. Levine tersebut,
kita dapat mengetahui bagaimana aplikasi dari teori Levine dalam asuhan
keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
professional khususnya dibidang keperawatan serta pengembangan-
pengembangan teori Levine pada ilmu keperawatan, sehingga dapat menjadi
suatu motivasi dan acuan bagi perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.
2
BAB 2
RESUME JURNAL
3
6. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain retrospektif
untuk data abstraksi dalam menilai nyeri SCD pada manajemen praktek
keperawatan, dengan pre-test dan post-test pra-eksperimental desain
digunakan untuk menilai perbedaan dalam pengetahuan, sikap dan pola
latihan perawat yang dilaporkan setelah pendidikan berkelanjutan.
7. Hasil Penelitian :
1) Untuk praktik manajemen nyeri, diperoleh hasil kunjungan pasien di
instalasi gawat darurat sebanyak 44 dengan keluhan nyeri penyakit sel
sabit 18 pasien. Sebagian besar (98%) kunjungan pasien di instalasi gawat
darurat memiliki skala nyeri awal diatas 7 dengan rata-rata (SD = 1,26)
yang berarti bahwa waktu kunjungan pasien dengan proses evaluasi medis
adalah 32,2 menit dengan median 23,5 menit dan jarak dari 4,0 – 187,0
menit. Sehingga waktu dari kunjungan pasien untuk menerima opioid
pertama adalah 67,5 (SD = 48,10) menit dengan jaraj waktu 6 – 258 menit.
Terdapat 8 pasien (18,6%) menerima dosis analgesic dalam waktu 30
menit setelah registrasi, 7 pasien (16,2%) menerima pengobatan 45 mnit
setelah registrasi dan 8 pasien (18,6%) lainnya mendapat pelayanan 60
menit setelah registrasi. Hal ini mempengaruhi proses pengobatan yang
disebakan dari keterlambatan waktu tanggap tenaga kesehatan terhadap
kunjungan pasien di instalasi gawat darurat.
2) Score nyeri dan manajemen nyeri setelah pemeberian awal analgesic yaitu
menggunakan skala nyeri 1-10 sebagian besar (93%) digunakan untuk
menilai nyeri sedangkan yang menggunakan penilaian berdasarkan face
scale (7%) dari jumlah kunjungan pasien. Waktu pemberian dosis opioid
kedua 5-203 menit dengan arat-rata 56,9 menit (SD = 42,59). Korelasi
antara waktu kunjungan pasien dengan pelayanan kesehatan yaitu 43
kunjungan pasien memiliki korelasi antara waktu dan review evaluasi
medis dalam mengelola dosis opioid pertama (r = 0,87 p<0,01) yang berate
bahwa pasien memiliki waktu tunggu lebih lama saat dilakukan penilaian
nyeri dan pengobatannya.
4
3) Kuesioner pendidikan dengan sampel pra dan pasca sarjana yaitu 20 (67%0
perawat dari 30 perawat di instalasi gawat darurat menyelesaikan kuesioner
pendidikan pra dan 16 (53%) perawat untuk kuesioner pengetahuan, pola
dan sikap. Perawat (41,1%) yang menyelesesaikan pra kuesioner bergelar
master dalam keperawatan, dan (29,4%) perawat bergelar sarjana
keperawatan menyelesaikan pasca kuesioner. Lima puluh (50%) dari
perawat bekerja fulltime dan seluruh perawat dhift diwakili dua kali,
kecuali perawat shift malam yang tidak menyelesaikan pos kuesioner.
Lima puluh empat perawat dari berbagai departemen kesehatan, termasuk
18 perawat di instalasi gawat darurat, berpartisipasi menghadiri sesi
pendidikan SCD. Mean skor untuk pre kuesioner (n = 20) adalah 22,3 (SD
= 6.50) dan mean untuk post kuesioner (n = 16) adalah 30,9 (SD = 4.57).
Pengujian dilakukan pada data kuesioner pra dan pasca karena ukuran
sampel yang kecil dan tanpa distribusi normal. Sebuah Peringkat Wilcoxon
Signed Tes dilakukan untuk membandingkan pre dan skor posttest. Ada
statistik perbedaan yang signifikan antara pre (M = 22.3, SD = 6.50) dan
pasca (M = 30.9, SD = skor 4,57) tes (Z = - 3,4, p = 0,001). Pemahaman
perawat dinilai lebih tinggi pada pertanyaan mengenai kesalahpahaman
umum tentang penyakit sel sabit dan patofisiologi serta konsep dan empat
prinsip konservasi. Skor membaik berkisar 26-40%.
5
BAB 3
PEMBAHASAN
6
Sebagai salah satu upaya dari emergency department untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit sel sabit, maka disediakan
layanan pengobatan khusus mengatasi nyeri secara berkesinambungan melalui
suatu system kesehatan yang kompleks. Salah satu program berkelanjutan dari
perawatan berkualitas yang di kemukakan Odesina, (2009) adalah penerapan
prinsip-prinsip konservasi dari teori Myra E. Levine, melalui sebuah sistem
pendekatan secara luas dalam pelaksanaan manajemen nyeri SCD berdasarkan
bukti yang akan memfasilitasi hasil pengobatan pasien dengan tujuan kondisi
pasien membaik, dapat mengurangi waktu lama tinggal, perbaikan kesehatan
kualitas terkait hidup dan umur panjang.
Penerapan prinsip-prinsip konservasi teori Levine, digunakan sebagai
pedoman pendidikan keperawatan pada manajemen nyeri akut dan kronis pasien
dengan penyakit sel sabit di emergency department sebagai upaya
mempertahankan fungsi organ kesehatan. Intervensi keperawatan berdasarkan
empat prinsip konservasi teori Levine berorientasi pada tingkat kesulitan yang
dihadapi oleh orang dewasa penderita SCD. Adapun intervensi keperawatan
yang disusun berdasarkan prinsip konservasi yang dikembangakan oleh Levine
adalah (1) Konservasi energy atau keseimbangan energy, sehingga pasien dapat
mengeluarkan sedikit energy untuk menghindari kelelahan. Perawat dapat
memberikan edukasi pada pasien untuk istirahat yang cukup, dukungan serta
bantuan untuk pasien melalui kebutuhan nutrisi yang terpenuhi dalam
meningkatkan metabolisme. (2) Konservasi struktural integritas dengan menjaga
integritas kulit, mencegah kerusakan fisik dan mengedukasi penyembuhan untuk
mengembalikan integritas kulit. Perawat dapat memberikan intervensi perawatan
kulit dan luka yang tepat, oksigen tambahan jika diperlukan, menjamin posisi
pasien yang nyaman, serta pemenuhan kebutuhan akan gizi, sebagai suplemen
tubuh, karena pasien dengan SCD rentan terhadap borok pada kaki. (3)
Konservasi integritas pribadi mempertahankan kemampuan individu yang
berkiatan dengan kesadaran diri, perawatan diri, rasa hormat, tekad dan
pengakuan. Perawat menilai keluhan yang disampaikan pasien saat terjadi nyeri,
dan menggabungkan manajemen nyeri dirumah untuk rencana perawatan,
7
dengan tujuan menghilangkan stigma terkait dengan penggunaan opioid, serta
pengembangan rencana perawatan. (4) Konservasi sosial integritas, dengan
mempertahankan keberadaan masyarakat individu dan milik keluarga, kelompok
agama, politik, serta etnis atau bangsa. Perawat memberikan dukungan sosial,
yang diterapkan berdasarkan kegiatan organisasi pasien, maupun menjadi
fasilitator dalam pengambilan keputusan saat yang tepat, dengan
mempertimbangkan, rasa hormat, dan mengakui perbedaan budaya dan praktek-
praktek spiritual yang dapat mempengaruhi pasien pilihan pengobatan.
Berdasarkan aplikasi Grand teori dari Myra E. Levine: The Conservation
Model, yang oleh Odesina, (2009) dikembangakan menjadi teori sickle cell pain
management menekankan pada pembatasan penggunaan energy berlebihan,
meningkatkan cadangan enery tubuh dan menjaga keseimbangan kondisi pasien
SCD yaitu dengan cara menurunkan intensitas nyeri akut atau kronis, penyebab
terjadinya vaskularisasi vaskuler dan agregasi trombosit yang berdampak pada
kurangnya vaskularisasi dan suplay oksigen ke jarigan tubuh sehingga tubuh
menjadi lemas dan lemah. Apliksi teori Levine konservasi model ini
dimaksudkan untuk menurunkan kebutuhan konsumsi oksigen yang berlebihan
dan meningkatkan vasodilatasi vaskuler sehingga peredaran darah menjadi
lancar dan nyeri berkurang yang dapat meningkatkan angka keberhasilan
pengobatan serta kelangsungan hidup pasien dengan penyakit sel sabit di
emergency department.
Dengan demikian diharapkan peran perawat di emergency department
dalam mengatasi pasien dengan penyeakit sel sabit dapat terus berkembangan
secara kualitas dalam professionalisme profesi keperawatan.
8
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Nyeri adalah pengalaman universal atau respon tubuh yang dialami
seseorang sebagai dampak dari suatu penyakit. Nyeri akut atau kronis yang
ditimbulkan dari penyakit sel sabit menyebabkan pasien bergantung pada
manajemen nyeri pelayanan kesehatan di emergency departemen, sehingga
ketepatan waktu dan keefektifan penanganan menjadi hal penting dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan teori
keperawatan dari Myra E. Levine : The Concervation Model dalam mengatasi
penggunaan energy berlebihan, meningkatkan cadangan enery tubuh dan
menjaga keseimbangan kondisi pasien SCD yaitu dengan cara menurunkan
intensitas nyeri akut atau kronis yang dapat meningkatkan kebutuhan energy
pasien tersebut.
4.2 Saran
Untuk para review jurnal selanjutnya dapat melihat dan menganalisis
lebih spesifik dari prinsip proses keperawatan teori Myra E. Levine yang dimulai
dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R. (2014). Nursing Theorist and Their Work. Ed.8. USA: Elsevier.
Lattimer, L., Haywood, C., Lanzkron, S., Ratanawongsa, N., Bediako, S. M., &
Beach, M. C. (2010). Problematic Hospital Experiences among Adult Patients
with Sickle Cell Disease. J Health Care Poor Underserved, 21(4), 1114-1123.
doi: 10.1353/hpu.2010.0940
Tanabe, P., Thornton, V. L., Martinovich, Z., Todd, K. H., Wun, T., & Lyons, J. S.
(2013). The Emergency Department Sickle Cell Assessment of Needs and
Strengths (ED-SCANS): Reliability and Validity. Adv Emerg Nurs J, 35(2),
143-153. doi: 10.1097/TME.0b013e31828ecbd5
Vijenthira, A., Stinson, J., Friedman, J., Palozzi, L., Taddio, A., Scolnik, D., . . .
Campbell, F. (2012). Benchmarking pain outcomes for children with sickle
cell disease hospitalized in a tertiary referral pediatric hospital. Pain Res
Manag, 17(4), 291-296.
10