Anda di halaman 1dari 11

CRITICAL APPRAISAL

NURSING CONCEPTUAL MODELS


MYRA ESTRIN LEVINE (THE CONSERVATION MODEL)

Koordinator Mata Kuliah: Dr. Asti Melani Astari, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Mat
Mata Kuliah Sains Keperawatan

Oleh:
Serly Sani Mahoklory, S.Kep., Ns
NIM. 166070300111029

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

PEMINATAN GAWAT DARURAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan sebagai suatu profesi professional dengan bagian integral
dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu keperawatan berbentuk bio-
psiko-sosio dan spiritual secara komprehensif kepada individu, keluarga serta
masyarakat baik dalam keadaan sehat maupun sakit yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia. Peningkatan mutu pelayanan kesehatan sangat
didukung oleh pengembangan dari teori-teori keperawatan, dimana dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan berkualitas harus mengacu pada teori dan
model konsep keperawatan. Untuk itu diperlukan pemahaman mendalam dalam
proses penerapan teori keperawatan dari tingkat metha theory, grand theory,
middle theory dan practice theory.
Para ahli telah mengembangkan teori-teori keperawatan berdasarkan
tingkatan ilmu dan suatu fenomena bersifat aplikatif yang dapat memberikan
panduan dalam meningkatkan praktik professional keperawatan, khususnya
dibidang gawat darurat. Keperawatan gawat darurat merupakan penanganan
awal dari seluruh rangkaian pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut, sehingga
memerlukan kompetensi praktik perawat yang cepat, efektif, dan efisien dalam
penanganan awal pasien.
Salah satu model konseptual teori keperawatan yang dapat diterapkan di
instalasi gawat darurat dalam menunjang pelayanan asuhan keperawatan
berkualitas adalah Teori The Conservation Model yang dikembangkan oleh
Myra E. Levine pada tahun 1973 mengenai pelayanan holistic dan prinsip
konservasi dalam keperawatan (Alligood, 2014).
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisa aplikasi model
konseptual teori keperawatan dari Myra E. Levine dalam proses asuhan
keperawatan gawat darurat.

1
1.2 Tujuan
Untuk menganalisis pengembangan teori Myra E. Levine dalam aplikasi asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit sel sabit

1.3 Manfaat
Dengan adanya resume jurnal dari aplikasi teori Myra E. Levine tersebut,
kita dapat mengetahui bagaimana aplikasi dari teori Levine dalam asuhan
keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
professional khususnya dibidang keperawatan serta pengembangan-
pengembangan teori Levine pada ilmu keperawatan, sehingga dapat menjadi
suatu motivasi dan acuan bagi perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.

2
BAB 2
RESUME JURNAL

2.1 Resume Jurnal


1. Judul Jurnal : “Sickle Cell Pain Management In The Emergency
Department: A Two Phase Quality Improvement Project”
2. Author : Victoria O. Odesina, MS, APRN, PHNCS-BC,
APGN, CCRP
3. Sumber Jurnal : Proquest LLC, UMI Dissertation Publishing
4. Tahun Jurnal : 2009
5. Fenomena Jurnal : Episode nyeri akut merupakan satu alasan terbesar
pada situasi di emergency deparement (ED) atau rawat inap pada orang
dewasa dengan penyakit sel sabit (SCD) (Ballas, 1995; Khattab, Perkasa,
Dils, & Raza, 2006; Platt, ECkman, Beasley & Miller 2002; Yale, Nagib, &
Guthrie, 2000). Namun manajemen nyeri sel sabit yang dilakukan tidak
memadai dan optimal, hal disebakan karena kegagalan dari penerapan
pedoman manajemen nyeri yang tersedia. Sebagaian besar system perawatan
kesehatan mengandalkan metode tradisonal dalam penilaian nyeri tetapi
manajemen tersebut tidak efektif dan tidak dapat diadalakan dalam
menangani nyeri (Jacob & Mueller, 2008). Sehingga pasien dengan SCD
dapat dikatakan pasien dengan kebutuhan obat tinggi, yang menimbulkan
kesenjangan dalam akses terhadap kualitas perawatan kesehatan termasuk
manajemen nyeri dalam hal tepat waktu dan perawatan memadai. Penyakit sel
sabit adalah suatu kondisi genetic yang paling umum diseluruh dunia yaitu
sekitar 100.000 orang Amerika atau hamper seluruh ras yang ada (Hassel,
2007; NHLBI, 2002). Kebutuhan orang dewasa dalam mencari perawatan
darurat penyakit sel sabit dua kali lipa lebih banyak daripada anak-anak
dengan waktu perawatan yang lebih panjang, untuk itu berdasarkan
rekomendasi dari Connecticut Departemen Kesehatan Masyarakat agar dapat
mendidik staf emergency departemen tentang SCD dan mengembangakan
serta meningkatkan manajemen penilaian nyeri.

3
6. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan desain retrospektif
untuk data abstraksi dalam menilai nyeri SCD pada manajemen praktek
keperawatan, dengan pre-test dan post-test pra-eksperimental desain
digunakan untuk menilai perbedaan dalam pengetahuan, sikap dan pola
latihan perawat yang dilaporkan setelah pendidikan berkelanjutan.
7. Hasil Penelitian :
1) Untuk praktik manajemen nyeri, diperoleh hasil kunjungan pasien di
instalasi gawat darurat sebanyak 44 dengan keluhan nyeri penyakit sel
sabit 18 pasien. Sebagian besar (98%) kunjungan pasien di instalasi gawat
darurat memiliki skala nyeri awal diatas 7 dengan rata-rata (SD = 1,26)
yang berarti bahwa waktu kunjungan pasien dengan proses evaluasi medis
adalah 32,2 menit dengan median 23,5 menit dan jarak dari 4,0 – 187,0
menit. Sehingga waktu dari kunjungan pasien untuk menerima opioid
pertama adalah 67,5 (SD = 48,10) menit dengan jaraj waktu 6 – 258 menit.
Terdapat 8 pasien (18,6%) menerima dosis analgesic dalam waktu 30
menit setelah registrasi, 7 pasien (16,2%) menerima pengobatan 45 mnit
setelah registrasi dan 8 pasien (18,6%) lainnya mendapat pelayanan 60
menit setelah registrasi. Hal ini mempengaruhi proses pengobatan yang
disebakan dari keterlambatan waktu tanggap tenaga kesehatan terhadap
kunjungan pasien di instalasi gawat darurat.
2) Score nyeri dan manajemen nyeri setelah pemeberian awal analgesic yaitu
menggunakan skala nyeri 1-10 sebagian besar (93%) digunakan untuk
menilai nyeri sedangkan yang menggunakan penilaian berdasarkan face
scale (7%) dari jumlah kunjungan pasien. Waktu pemberian dosis opioid
kedua 5-203 menit dengan arat-rata 56,9 menit (SD = 42,59). Korelasi
antara waktu kunjungan pasien dengan pelayanan kesehatan yaitu 43
kunjungan pasien memiliki korelasi antara waktu dan review evaluasi
medis dalam mengelola dosis opioid pertama (r = 0,87 p<0,01) yang berate
bahwa pasien memiliki waktu tunggu lebih lama saat dilakukan penilaian
nyeri dan pengobatannya.

4
3) Kuesioner pendidikan dengan sampel pra dan pasca sarjana yaitu 20 (67%0
perawat dari 30 perawat di instalasi gawat darurat menyelesaikan kuesioner
pendidikan pra dan 16 (53%) perawat untuk kuesioner pengetahuan, pola
dan sikap. Perawat (41,1%) yang menyelesesaikan pra kuesioner bergelar
master dalam keperawatan, dan (29,4%) perawat bergelar sarjana
keperawatan menyelesaikan pasca kuesioner. Lima puluh (50%) dari
perawat bekerja fulltime dan seluruh perawat dhift diwakili dua kali,
kecuali perawat shift malam yang tidak menyelesaikan pos kuesioner.
Lima puluh empat perawat dari berbagai departemen kesehatan, termasuk
18 perawat di instalasi gawat darurat, berpartisipasi menghadiri sesi
pendidikan SCD. Mean skor untuk pre kuesioner (n = 20) adalah 22,3 (SD
= 6.50) dan mean untuk post kuesioner (n = 16) adalah 30,9 (SD = 4.57).
Pengujian dilakukan pada data kuesioner pra dan pasca karena ukuran
sampel yang kecil dan tanpa distribusi normal. Sebuah Peringkat Wilcoxon
Signed Tes dilakukan untuk membandingkan pre dan skor posttest. Ada
statistik perbedaan yang signifikan antara pre (M = 22.3, SD = 6.50) dan
pasca (M = 30.9, SD = skor 4,57) tes (Z = - 3,4, p = 0,001). Pemahaman
perawat dinilai lebih tinggi pada pertanyaan mengenai kesalahpahaman
umum tentang penyakit sel sabit dan patofisiologi serta konsep dan empat
prinsip konservasi. Skor membaik berkisar 26-40%.

5
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Analisa dan diskusi


Nyeri adalah ciri khas dari penyakit sel sabit dan harus diakui sebagai
tanda dan gejala kerusakan organ, serta menjadi prekursor untuk cacat tetap atau
kematian dini. Penyakit sel sabit merupakan suatu penyakit yang unik dan
agresif yang membutuhkan penanganan segera serta efektif (Tanabe, et al.,
2013). Prioritas penanganan awal perawat di instalasi gawat darurat yang
didasarkan pada keluhan pasien adalah episode terjadinya nyeri akut. Salah satu
diantaranya nyeri akut sel sabit, yang membutuhkan manajemen dan ketepatan
dalam penilaian nyeri (Vijenthira, et al., 2012).
Penelitian Odesina, (2009), mengemukakan bahwa keterlambatan dalam
pengobatan SCD, yang bertentangan dengan rekomendasi dari pedoman klinis,
dapat menimbulkan dapat negative bagi pasien dalam mengkompensasi kondisi
sakit yang dialaminya. Stigma negative dari tenaga kesehatan yang mengklaim
pasien SCD sebagai sikap dari segelintir orang-orang pencari obat (kecanduan
opioid) untuk mengontrol rasa sakit mereka, berbanding terbalik dengan
literature saat ini yang mengatakan bahwa kasus kecanduan tersebut jarang
terjadi pada pasien (Lattimer, et al., 2010). Hal ini dapat menimbulkan
kesejangan dalam pengetahuan tim emergency tentang penyakit sel sabit,
keunikan rasa sakit dari penyakit sel sabit, dan waktu yang memadai untuk
manajemen nyeri.
Sebuah pemahaman yang komprehensif dan lebih spesifik tentang
penyakit sel sabit sangat diperlukan sebagai acuan perawat di emergency
department (ED) untuk melaksanakan asuhan keperawatan efektif. Hal yang
sama juga diutarakan melalui penelitian Walker, (2013) bahwa perlunya
peningkatan pengetahuan dan kesadaran perawat tentang pengobatan serta
penilaian khusus perawatan pasien dengan penyakit sel sabit sebagai bentuk
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan efisien.

6
Sebagai salah satu upaya dari emergency department untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan penyakit sel sabit, maka disediakan
layanan pengobatan khusus mengatasi nyeri secara berkesinambungan melalui
suatu system kesehatan yang kompleks. Salah satu program berkelanjutan dari
perawatan berkualitas yang di kemukakan Odesina, (2009) adalah penerapan
prinsip-prinsip konservasi dari teori Myra E. Levine, melalui sebuah sistem
pendekatan secara luas dalam pelaksanaan manajemen nyeri SCD berdasarkan
bukti yang akan memfasilitasi hasil pengobatan pasien dengan tujuan kondisi
pasien membaik, dapat mengurangi waktu lama tinggal, perbaikan kesehatan
kualitas terkait hidup dan umur panjang.
Penerapan prinsip-prinsip konservasi teori Levine, digunakan sebagai
pedoman pendidikan keperawatan pada manajemen nyeri akut dan kronis pasien
dengan penyakit sel sabit di emergency department sebagai upaya
mempertahankan fungsi organ kesehatan. Intervensi keperawatan berdasarkan
empat prinsip konservasi teori Levine berorientasi pada tingkat kesulitan yang
dihadapi oleh orang dewasa penderita SCD. Adapun intervensi keperawatan
yang disusun berdasarkan prinsip konservasi yang dikembangakan oleh Levine
adalah (1) Konservasi energy atau keseimbangan energy, sehingga pasien dapat
mengeluarkan sedikit energy untuk menghindari kelelahan. Perawat dapat
memberikan edukasi pada pasien untuk istirahat yang cukup, dukungan serta
bantuan untuk pasien melalui kebutuhan nutrisi yang terpenuhi dalam
meningkatkan metabolisme. (2) Konservasi struktural integritas dengan menjaga
integritas kulit, mencegah kerusakan fisik dan mengedukasi penyembuhan untuk
mengembalikan integritas kulit. Perawat dapat memberikan intervensi perawatan
kulit dan luka yang tepat, oksigen tambahan jika diperlukan, menjamin posisi
pasien yang nyaman, serta pemenuhan kebutuhan akan gizi, sebagai suplemen
tubuh, karena pasien dengan SCD rentan terhadap borok pada kaki. (3)
Konservasi integritas pribadi mempertahankan kemampuan individu yang
berkiatan dengan kesadaran diri, perawatan diri, rasa hormat, tekad dan
pengakuan. Perawat menilai keluhan yang disampaikan pasien saat terjadi nyeri,
dan menggabungkan manajemen nyeri dirumah untuk rencana perawatan,

7
dengan tujuan menghilangkan stigma terkait dengan penggunaan opioid, serta
pengembangan rencana perawatan. (4) Konservasi sosial integritas, dengan
mempertahankan keberadaan masyarakat individu dan milik keluarga, kelompok
agama, politik, serta etnis atau bangsa. Perawat memberikan dukungan sosial,
yang diterapkan berdasarkan kegiatan organisasi pasien, maupun menjadi
fasilitator dalam pengambilan keputusan saat yang tepat, dengan
mempertimbangkan, rasa hormat, dan mengakui perbedaan budaya dan praktek-
praktek spiritual yang dapat mempengaruhi pasien pilihan pengobatan.
Berdasarkan aplikasi Grand teori dari Myra E. Levine: The Conservation
Model, yang oleh Odesina, (2009) dikembangakan menjadi teori sickle cell pain
management menekankan pada pembatasan penggunaan energy berlebihan,
meningkatkan cadangan enery tubuh dan menjaga keseimbangan kondisi pasien
SCD yaitu dengan cara menurunkan intensitas nyeri akut atau kronis, penyebab
terjadinya vaskularisasi vaskuler dan agregasi trombosit yang berdampak pada
kurangnya vaskularisasi dan suplay oksigen ke jarigan tubuh sehingga tubuh
menjadi lemas dan lemah. Apliksi teori Levine konservasi model ini
dimaksudkan untuk menurunkan kebutuhan konsumsi oksigen yang berlebihan
dan meningkatkan vasodilatasi vaskuler sehingga peredaran darah menjadi
lancar dan nyeri berkurang yang dapat meningkatkan angka keberhasilan
pengobatan serta kelangsungan hidup pasien dengan penyakit sel sabit di
emergency department.
Dengan demikian diharapkan peran perawat di emergency department
dalam mengatasi pasien dengan penyeakit sel sabit dapat terus berkembangan
secara kualitas dalam professionalisme profesi keperawatan.

8
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Nyeri adalah pengalaman universal atau respon tubuh yang dialami
seseorang sebagai dampak dari suatu penyakit. Nyeri akut atau kronis yang
ditimbulkan dari penyakit sel sabit menyebabkan pasien bergantung pada
manajemen nyeri pelayanan kesehatan di emergency departemen, sehingga
ketepatan waktu dan keefektifan penanganan menjadi hal penting dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan teori
keperawatan dari Myra E. Levine : The Concervation Model dalam mengatasi
penggunaan energy berlebihan, meningkatkan cadangan enery tubuh dan
menjaga keseimbangan kondisi pasien SCD yaitu dengan cara menurunkan
intensitas nyeri akut atau kronis yang dapat meningkatkan kebutuhan energy
pasien tersebut.

4.2 Saran
Untuk para review jurnal selanjutnya dapat melihat dan menganalisis
lebih spesifik dari prinsip proses keperawatan teori Myra E. Levine yang dimulai
dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M.R. (2014). Nursing Theorist and Their Work. Ed.8. USA: Elsevier.

Lattimer, L., Haywood, C., Lanzkron, S., Ratanawongsa, N., Bediako, S. M., &
Beach, M. C. (2010). Problematic Hospital Experiences among Adult Patients
with Sickle Cell Disease. J Health Care Poor Underserved, 21(4), 1114-1123.
doi: 10.1353/hpu.2010.0940

Odesina, V. O. (2009). Sickle cell pain management in the emergency department: A


two phase quality improvement project (Order No. 3402001). (230575140).
Retrieved from http://search.proquest.com/docview/230575140?accountid=
46437

Tanabe, P., Thornton, V. L., Martinovich, Z., Todd, K. H., Wun, T., & Lyons, J. S.
(2013). The Emergency Department Sickle Cell Assessment of Needs and
Strengths (ED-SCANS): Reliability and Validity. Adv Emerg Nurs J, 35(2),
143-153. doi: 10.1097/TME.0b013e31828ecbd5

Vijenthira, A., Stinson, J., Friedman, J., Palozzi, L., Taddio, A., Scolnik, D., . . .
Campbell, F. (2012). Benchmarking pain outcomes for children with sickle
cell disease hospitalized in a tertiary referral pediatric hospital. Pain Res
Manag, 17(4), 291-296.

Walker., Pretrescia Marie., (2013). Sickle Cell Disease: A Quality Improvement


Initiative for Emergency Department Providers. UNLV Theses, Dissertations,
Professional Papers, and Capstones. http:// digitalscholarship.unlv.edu/theses
dissertations/1902.

10

Anda mungkin juga menyukai