Anda di halaman 1dari 24

SHALAT

Makalah
AIK Kelompok 3

Dosen Pengampu
Bapak TOHIRIN, M. Ag

Disusun Oleh

1. Weni Prbatiwi MN (17.0102.0118)


2. Dewi Fatmawati (17.0102.0120)
3. Asfahanni Auliya (17.0102.0124)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Muhammadiyah Magelang
2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama dan manusia saling berkaitan karena manusia itu sangat membutuhkan
agama. Dengan adanya agama manusia akan hidup teratur dan juga bisa memiliki
pegangan hidup. Sehingga ilmu akan bisa lebih bermakna. Dalam hal ini agama yang
dimaksud adalah islam.

Dalam beragama khususnya agama islam manusia diajarkan dan diwajibkan untuk
menunaikan rukun islam. Rukun islam merupakan tindakan dasar dalam islam. Di dalam
rukun islam manusia diwajibkan untuk shalat karena shalat merupakan tiang agama
untuk orang yang beragama islam.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :

a. Pengertian shalat
b. Sunah yang dilakukan sebelum shalat
c. Waktu shalat
d. Syarat sah shalat
e. Rukun shalat
f. Pengertian shalat berjamaah dan tata cara shalat berjamaah

C. Tujuan Penulisan

Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
Dosen AIK 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis . Namun, makalah ini dapat bertujuan untuk
membantu seseorang mengetahui tata cara, pengertian, dan macam – macam shalat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat
Shalat menurut bahasa Arab ialah “doa”, tetapi yang dimaksud ialah ibadah yang
tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang di mulai dengan takbir, disudahi
dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan. Didalam shalat
terkandung doa-doa, berupa permohonan, minta ampun, dan sebagainya. Adapaun
yang menjadi landasan kefarduan shalat, diantaranya surat Al- Baqarah ayat 45 dan
ayat 110,

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang


demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu” (Q.S Al
Baqarah : 45)”.

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan” ( Q.S Al Baqarah :
110)”.

Dalam Islam, shalat menepati kedudukan yang tidak dapat di tandingi oleh ibadah
lainnya. Selain termasuk rukun Islam yang berarti tiang agama, shalat termasuk
ibadah yang pertama di wajibkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad ketika Mi’raj.
Tujuan haqiqi dari shalat adalah tanda tanda hati dalam rangka mengagungkan Allah
sebagai pencipta. Selain itu, juga merupakan bukti taqwa manusia kepada khaliq-
Nya.
B. Sunat yang Dilakukan Sebelum Shalat
1. Azan
Asal makna azan ialah memberitahukan. Yang dimaksud adalah
memberitahukan baha waktu shalat telah tiba dengan lafaz yang ditentukan
oleh syara’. Dalam lafal azan terdapat beberapa makna yaitu sebagai akidah,
dan untuk mensyiarkan agama Islam di muka umum.
2. Iqomah
Yaitu meberitahukan kepada hadirin supaya siap berdiri untuk slat, dengan
lafaz yang di tentukan oleh syara’. Azan dan Iqomah hukumnya sunat menurut
pendapat kebanyakan ulama.
Tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa Azan dan Iqomah itu adalah fardu
kifayah karena keduanya menjadi syariat Islam. Azan dan Iqomah hanya
disyariatkan untuk shalat fardu (shalat lima waktu) saja, baik berjamaah
maupun shalat sendirian. Bagi perempuan Iqomah, menurut mazhab Syafii,
disunatkan saja. Azan diucapakan dengan suara nyaring (keras).
Disunatkan azan pada telinga kanan anak yang baru lahir, dan iqomah pada
telinga yang kiri. Faedahnya, supaya kalimat yang mula-mula didengarnya
sewaktu lahir ia lahir di dunia ini ialah kalimat tauhid.
 Syarat –syarat azan dan iqomah
1) Orang yang menyerukan hendaklah orang yang sudah mumayiz
(berakal walaupun sedikit).
2) Hendaklah dilakukan sesudah masuk waktu shalat, kecualai
azan subuh boleh di kumandangan sejak tengah malam.
3) Hendaklah yang melakukan orang Islam (muslimin)
4) Kalimatnya hendaklah berturut-turut, tidak diselangi kalimat
yang lain atau selang dengan berhenti yang lama.
5) Tertib, artinya kalimatnya teratur.
 Sunat dalam Azan da Iqomah
1) Ketika melakukan hendaklah menghadao kiblat.
2) Hendaklah berdiri, karena dengan berdiri itu lebih pantas dalam
arti pemberitahuan.
3) Hendaklah dilakukan di tempat yang tinggi, agar lebih jauh
terdengar.
4) Muazin hendaklah orang yang keras dan baik suaranya.
5) Muazin hendaklah suci dari hadas dan najis.
6) Membaca salawat atas Nabi saw, sesudah selasai azan, kemdian
berdoa.
7) Disuantakan membaca doa dantara azan dan iqomah.

C. Membatasi Tempat Shalat


Hal yang dilakukan sebelum shalat ialah membatasi tempat shalat dengan dinding,
dengan tongkat, dengan mengamparkan sajadah (tikar untuk shalat) atau dengan garis,
supaya orang tidak lewat didepan orang yang sedang shalat, sebab lewat di depan
orang shalat ini hukumnya haram.

D. Waktu Shalat Fardu


Shalat fardu atau wajib dilaksanakan oleh tiap-tiap mukallaf (orang yang telah baliq
lagi berkala)ialah lima kali sehari semalam.
1. Shalat Dzuhur
Waktunya adalah setelah tergelincirnya matahari dari pertengahan langit. Akhir
waktunya apabila bayang-bayang sesuatu telah sama dengan panjangnya, selain
dari bayang- bayang sesuatu telah sama dengan panjangnya, selain dari bayang-
bayang ketika matahari menonggak (tepat di atas ubun- ubun).

2. Shalat Asar
Waktunya mulai dari habisnya shalat dzuhur, bayang- bayang sesuatu lebih
daripada panjangnya selain bayang- bayang yang ketka matahari sedang
menonggak, sampai terbenam matahari.
3. Shalat Magrib
Waktunya dari terbenamnya matahari sampai terbenamnya syafaq (teja) merah.
4. Shalat Isya
Waktunya mulai dari terbenam syafaq merah (sehabis waktu Magrib) sampai
terbit fajar kedua.
5. Shalat Subuh
Waktunya mulai dari terbit fajar keda sampai terbit matahari.

Dalam Hadist Riwayat Muslim “ Tidur itu tidak sia-sia, tetapi sesungguhnya yang
sia-sia ialah orang yang tidak shalat hingga masuk pula waktu shalat yang lain’’.
Yang lebih baik hendaklah shalat itu dikerjakan di awal waktunya, dan haram
men-ta-lhir-kan (melalaikan) shalat sampai habis waktunya. Makruh tidur sesudah
masuk waktu shalat, sedangkan ia belum shalat.
Firman Allah Swt, Surah Al-Ma’un:4-5)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang


lalai dari shalatnya.” [QS Al Ma’un: 4-5]

E. Syarat Wajib Shalat Lima Waktu


1. Islam
Orang yang bukan Islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia tidak dituntut untuk
mengerjakannya di dunia hingga ia masuk Islam, karena meskipun dikerjakannya,
tetapi tidak sah.
Apabila orang kafir masuk Islam, maka ia tidak diwajibkan mengqada shalat
sewaktu ia belum Islam, begitu juga puasa dan ibadat lainnya, tetapi amal
kebaikan sebelum Islam tetap akan mendapatkan ganjaran yang baik.
2. Suci dari haid (kotoran) dan nifas
Nifas ialah kotoran yang berkumpul tertahan sewaktu perempuan hamil.
3. Berakal
Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan shalat.
4. Balig (dewasa)
Umur dewasa dapat dikenali melalui; cukup umur lima belas tahun, keluar mani,
mimpi bersetubuh, mulai keluar haid bagi perempuan. Orang tua atau wali wajib
menyuruh anaknya shalat apabila ia sudah berumur tujuh tahun.
5. Telah Sampai Dakwah (perintah Rasulullah Saw kepadanya)
Orang yang belum menerima perintah todak dituntun dengan hukum.
6. Melihat atau Mendengar
Melihat dan mendengar menjadi syarat wajib mengerakan solat, walaupun pada
suatu waktu untuk kesempatan mempelajari hukum – hukum syara’.
7. Jaga
Maka orang yang tidur tidak wajib shalat, begitu juga orang yang lupa.
Apabila seseorang meninggalkan shalat karena tidur atau lupa, maka ia wajib
shalat apabila ia bangun atau ingat, dan ia tidak berdosa.

F. Syarat- Syarat Sah Shalat


1. Suci dari hadas besra dan hadas kecil.
2. Suci badan, pakaian, dan tempat dari najis.
Najis yang sedikit atau sukar memeliharanya (menjaganya) seperti; nanah bisul,
darah khitan, dan darah berpantik yang ada di tempatnya di beri keringanan untuk
di bawa shalat.
3. Menutup Aurat
Aurat ditutup dengan sesuatu yang dapat mengahalangi terlihatnya warna kulit.
Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut, aurat perempuan seluruh badannnya
kecuali muka dan dua telapak tangan.
Firman Allah Swt, surah Al-A’raf:31

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S Al A’raf : 31)”.
4. Mengetahui masuknya waktu shalat.
5. Menghadap kiblat (ka’bah)
Selama dalam shalat wajib menghadap ke kiblat.
 Cara menghadap kiblat sebagai berikut:
1) Orang yang berada di mekah dan kemungkinan menghadap Ka’bah
, ia wajib menghadap Ka’bah sungguh-sungguh.
2) Orang yang berada di lingkungan masjid Nabi di Madinah, wajib
mengikuti mihrab masjid itu, sebab mihrab masjid itu ditentukan
oleh wahyu, maka dengan sendirinya tepat menghadap ke Ka’bah.
3) Orang yang jauh dari Ka’bah sah menghadap ke jihat Ka’bah.
 Alasan harus menghadap ke kiblat
1) Menurut arti yang terkandung dalam surat Al-Baqarah: 144
Sesungguhnya Kami lihat muka engkau menengadah-nengadah ke
langit, maka Kami palingkan lah engkau kepada kiblat yang
engkau ingini. Sebab itu palingkanlah muka engkau ke pihak
Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu semua berada
palingkanlah mukamu ke pihaknya. Dan sesungguhnya orang-
orang yang diberi kitab mengetahui bahwasanya itu adalah
kebenaran dari Tuhan mereka. Dan tidaklah Allah lengah dari
apapun yang kamu amalkan.
2) Menghadap ke jihat itulah yang mungkin baginya, dan dengan
kemungkinan itulah terletak hukum wajib atas seorang mukallaf.
3) Mengakui sahnya shalat orang-orang.
 Diberbolehkan tidak menghadap kiblat pada beberapa keadaan,
diantaranya:
1) Ketika sangat takut sehingga tak dapat tetap menghadap ke kiblat,
seperti dalam peperangan, takut oleh api, takut kebanjiran, dll.
2) Orang yang dalam perjalanan di atas kendaraan.
3) Bila kiblat tidak dapat di ketahui.

G. Rukun Shalat
1. Niat
Niat ialah menyengaja suatu perbuatan. Adanya kesengajaan ini, perbuatan
dinamakan ikhtijari (kemauan diri sendiri, bukan dipaksa). Niat pada Syara’ (yang
menjadi rukun shalat dan ibadat yang lain), yaitu menyengaja suatu perbuatan
karena mengikuti perintah Allah supaya di ridai- Nya. Seperti halnya pahal amal
yang bergantung pada niat. Maka orang yang beramal dengan tidak berniat,
amalnya sah, hanya tidak mendapat pahala.
2. Berdiri bagi orang yang kuasa
Orang yang tidak kuat berdiri boleh shalat sambil duduk, kalu tidak kuasa boleh
berbaring, dan kalu tidak kuat berbaring boleh melentang, kalu tidak kuat
semuanya sekali kali dengan isyarat. Yang penting shalat tidak boleh ditinggalkan
selama iman masih ada.
Pada shalat fardu diwajibkan berdiri karena berdiri adalah rukun shalat. Tetapi
pada shalat suant, berdiri itu tidak menjadi rukun.
3. Takbiratul Ihram (membaca “ Allahu Akbar”)
Kunci shalat itu wudhu, permulaannya takbir, dan penghabisannya salam.
4. Membaca surat Al-Fatihah
Jumhurul ulama telah bersepakat bahwa membaca Al-Fatihah pada tiap rakaat
shalat itu wajib dan menjadi rukun shalat, baik shalat fardu maupu shalat sunat.
Sesungguhnya orang yang tidak membaca Al-Fatihah itu tidaklah shalat namanya.
Membaca Al-Fatihah bagi makmum yang mendengar bacaan imamnya termasuk
rukun shalat. Orang yang tidak dapat sebagian membaca Al-Fatihah, hendaklah
membaca sekemampunya, walaupun satu ayat, dan jika sama sekali tidak dapat,
hendaknya ia berdiri saja selama masa membaca Al-Fatihah.
Setiap orang mukallaf wajib belajar membaca surat Al-Fatihah sampai hafal
dengan bacaan yang fasih menurut makhraj huruf Arab.
5. Rukuk serta tuma-ninah (diam sebentar)
Adapun rukuk bagi orang shalat sekurang- kurangnya adalah menunduk kira-kira
dua telapak tangan sampai lutut, sedangkan baiknya adalah menunduk sampai
datar dengan leher 90 derajat serta meletakkan dua telapak tangan ke lutut.
6. I’tidal serta tuma-ninah (diam sebentar)
Artinya berdiri tegak kembali seperti posisi ketika membaca Al-Fatihah.
7. Sujud dua kali secara tuma-ninah (diam sebentar)
Sekurang- kurangnya sujud adalah meletakkan dahi ke tempat sujud. Sebagian
ulama mengatakn bahwa sujud itu wajib dilakukan dengan tujuh anggota; dahi,
dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung jari kedua kaki. Hendaknya dengan posisi
menungkit, berarti pinggul lebih tinggi daripada kepala.
8. Duduk diantara dua sujud serta tuma-ninah(diam sebantar)
9. Duduk akhir
Untuk tasyahud akhir, salawat atas Nabi Saw, dan atas keluarga beliau, keterangan
yaitu amal Rasulullah Saw.
10. Membaca tasyahud akhir
11. Membaca salawat atas Nabi Muhammad Saw
Ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir. Menurut Imam Syafii tidak
wajib melainkan hanya sunat.
12. Member salam yang pertama (ke kanan)
13. Menertibkan Rukun
Artinya meletakkn tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut
susunan yang telah disebutkan di atas.

H. Sunat –sunat Shalat


1. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram sampai tinggi ujung jari seajar
dengan telinga, telapak tangan setinggi bahu, keduanya dihadapkan ke kiblat.
2. Mengangkat kedua tangan ketika akan rukuk, ketika berdiri dari rukuk, dan tatkala
berdiri dari tasyahud awal dengan cara yang telah diterangkan pada takbiratul
ihram.
3. Meletakkan telapak tangan kanan di atas punggung tangan kiri, dan keduanya
diletakkan di bawah dada.
4. Melihat ke arah tempat sujud, selain pada waktu membaca:

Dalam tasyahud. Ketika itu hendaklah melihat ke telunjuk.


5. Membaca do’a iftitah sesudah takbiratul ihram, sebelum membaca Al-Fatihah.
6. Membaca A’uzubillah sebelum mebaca bismillah.
7. Membaca amin sehabis membaca Fatihah. Sebelum membaca amin di sunatkan
membaca Robbiq firlii.
8. Membaca surat atau ayat Qur’an bagi iman atau orang shalat sendiri sesudah
membaca Al-Fatihah pada dua rakaat pertama.
9. Sunah bagi makmum mendengarkan bacaan imannya.
10. Mengeraskan bacaan pada slat Subuh dan pada dua rakaat yang pertama pada
shalat Magrib dan Isya, begitu juga shalat Jumat, shalat Hari Raya, Terawih, dan
Witir dalam bulan Ramadhan.
11. Takbir tatkala turun dan bangkit, selain ketika bangkit dari rukuk.
12. Ketika bangkit dari rukuk mebaca: samiaallahuliman hamida
13. Tatkala I’tidal mebaca : robana lakal hamdu
14. Meletakkan kedua telapka tangan di atas lutut ketika rukuk.
15. Membaca tasbih tiga kali ketika rukuk.
16. Membaca tasbih tiga kali ketika sujud.
17. Membaca do’a ketika duduk antara dua sujud.
18. Duduk iftisary (bersimpuh) pada semua duduk dalam shalat, kecuali dua akhir.
19. Duduk tawarruk di duduk akhir (kaki kiri di geser ke kanan sehingga pinggul
langsung menempel ke lantai).
20. Duduk istirahat (sebentar) sesudah sujud kedua sebelum berdiri.
21. Bertumpu pada tanh tatkala hendak berdiri dari duduk.
22. Memberi salam yang kedua, hendaklah menoleh ke sebelah kiri dan sampai pipi
yang kiri itu kelihatan dari belakang.
23. Ketika member salam hendaklah di niatkan member salam kepada yang di sebelah
kanan dan kirinya, baik terhadap manusia dan malaikat.

I. Shalat Berjamaah
Apibila dua orang shalat secra bersama –sama dan salah seorang di antara mereka
mengikuti yang lain. Orang yang di ikuti (yang di hadapan) di namakan imam,
sedangkan yang mengikuyi dinamakan makmum.
Firman Allah SWT :

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak
mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang
shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka
pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan
kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu dan hendaklah mereka
bersiap-siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah
terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan
sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika mendapat
sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah
kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan adzab yang menghinakan bagi orang-
orang kafir itu.” (QS. an-Nisaa’: 102)

Menurut kaidah persesuain beberapa dalil shalat berjamaah itu sunat muakkad. Bagi
laki-laki, shalat lima waktu berjamaah di masjid lebih baik dari pada berjamaah di
rumah, kecuali shalat sunat, maka di rumah lebih baik. Bagi perempuan, shalat di
rumah lebih baik karena hal itu lebih aman bagi mereka.
1. Shalat berjamaah, makin banyak yang dikerjakan makin baik
2. Masih mendapat kebaikan berjamaah bila makmum masih dapat mengikuti
sebelum imam member salam.
3. Imam hendaklah meringkan shalatnya.

J. Syarat sah mengikuti imam


1. Makmum hendaklah berniat mengikuti iman.
2. Makmum hendaklah mengikuti iman dalam segala pekerjaannya.
3. Mengetahui gerak-gerik perbuatan iman.
4. Keduanya (Imam dan Makmum) berada dalam satu tempat, umpamanya dalam
satu rumah, satu masjid.
5. Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan daripada imam.
6. Imam hendaklah jangan mengikuti yang lain.
7. Aturan shalat makmum dengan shalat imam hendaklah sama.
8. Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan.
9. Keadaan iman tidak ummi, sdangkan makmum qari, hendaklah orang yang baik
bacanya.
10. Makmum hendaklah jangan beriman kepada orang yang ia ketahui tidak sah
(batal) shalatnya.

K. Halangan berjamaah
Boleh meninggalkan shalat berjamaah karena beberapa halangan berikut:
1. Karena hujan yang menyusahkan perjalanan ke tempat beribadah.
2. Karena angin kencang.
3. Sakit yang menyusahkan berjalan ke tempat berjamaah.
4. Kerena lapar dan haus, sedangkan makanan sudah tersedia.
5. Karena baru memakan makanan yang berbau busuk, dan baunya sukar hilang.
6. Ada sesuatu yang membawa masyaqat (kesulitan) untuk menjalankan shalat
berjamaah.
Halangan di sini maksudnya orang yang berhalangan itu tidak berdosa
meninggalkan berjamaah, sekalipun berjamaah itu wajib. Tidak makruh
meninggalkn berjamaah sekalipun berjamah itu sunat istimewa (sunat muakad).

L. Sunat muakad (Sunat yang lebih penting)


Dalam mahzab syafii ada dua sunat yang lebih penting daripada yang di sebutkan di
atas, apabila salah satu dari keduanya di tinggalkan hendaklah diganti dengan sujud
sahwi
1. Membaca tasyahud pertama sesudah sujud kedua dari rakaat yang kedua sebelum
berdiri pada rakkat yang ketiga.
2. Qunut sesudah I’tidal yang akhir pada shalat Subuh dan Witir, sejak malam
tanggal 16 Ramadhan sampai akhirnya.
 Sujud Sahwi, sebab-sebabnya:
 Ketinggalan tasyahud pertama atau ketinggalan qunut.
 Kelebihan rakaat, rukuk, atau sujud karena lupa.
 Karena syak (ragu) tentang jumlah rakaat yang telah di kerjakan.
 Apabila kurang rakkat shalat karena lupa.
Sujud sahwi itu ditempatkan sesudahnya member salam, bukan
sebelumnya. Hukum sujud sahwi itu sunat, yang penting ialah untuk iman
dan orang ynag shalat sendiri, sedangkan makmum wajib mengikuti
imamnya. Bacaan sujud sahwi sama dengan bacaan sujud rukun. Begitu
juga bacaan duduk diantara dua sujud, sama dengan bacaan duduk anatar
dua sujud yang masuk rukun.
 Sujud Tilawah
Sujud tilawah artinya bacaan. Disuanatkan sujud bagi orang- orang
yangmembaca ayat-ayat Sajdah.
Rukun sujud tilawah di luar shalat, yaitu: niat, takbiratul ihram, sujud,
member salam sesudah duduk.
Syarat sujud tilawah sebagaimana syarat shalat, seperti suci dari hadas dan
najis, menghadap ke kiblat serta menutup aurat.
 Sujud Syukur
Sujud Syukur artinya sujud terima kasih karena mendapat kenikmatan
(keuntungan) atau terhindar dari bahaya kesusahan yang besar. Sujud
syukur hukumnya sunat.
 Perbandingan Sujud Tilawah dengan sujud Syukur
 Syarat dan rukun keduanya sama, tetapi para ulama berselisih
pendapat dalam hal syarat dan rukun kedua macam sujud itu.
 Kedua sujud itu hanya di lakukan satu kali.
 Sujud tilawah disunatkan dalam shalat dan di luar shalat,
sedangkan sujud syukur hanya disunatkan di luar shalat, tidak
boleh dilakukan di dalam shalat.

M. Hal –hal yang Membatalkan Shalat


Seseorang yang sedang shalat dianggap batal karena beberapa hal berikut:
a) Meninggalkan salah satu rukun atau sengja memutuskan rukun sebelum
sempurna.
b) Meninggalkan salah satu syarat. Misalnya kena hadas, dan najis yang tidak
dimaafkan.
c) Sengaja berbicara dengan kata-kata yang biasa di tujukan kepada manusia.
d) Banyak bergerak, melakukan sesuatu yang tidak ada perlunya.
e) Makan atau minum.
f) Terbuka aurat, kecuali segera ditutup kembali.
g) Berubah niat. Missal berniat keluar dari shalat atau mengganti shalatnya
menjadi shalat lain.
h) Membelakangi kiblat.
i) Tertawa
j) Murtad, murtad ketika shalat baik dengan ucapan, perbuatan maupum itikad.

N. Shalat Qasar dan Jama’


Orang yang sedang musafir (dalam perjalanan) diberikan keringanan untuk
melaksanakan shalat dengan cara di-jima’ dan di-qasar. Keringanan ini diberikan
sesuai dengan salah satu prinsip ajaran Islam: meniadakan kesulitan
 Qasar
Qasar artinya shalat yang di rigkaskan bilangan rakaatnya, yaitu antara shalat
fardu yang lima. Adapun shalat yang boleh di qasar hanya dzuhur,Asar, dan
Isya’.
Hukum shalat qasar adalah boleh, bahkan lebih baik lagi bagi orang dalam
perjalanan. Syarat sah shalat qasar:
 Perjalanan yang di lakukan itu bukan perjalanan maksiat.
 Perjalanan berjarak jauh, sekurang-kurangnya 80,640 km atau lebih
(perjalanan sehari semalam).
 Shalat yang diqasar itu ialah shalata adaan(tunai), bukan shalat qada.
 Berniat qasar ketika takbiratul ihram.
 Jama’
Shalat ynag boleh di jamak hanya antara Dhuhur dengan Asar dan antara
Magrib dengan Isya’ sedangkan Subuh wajib dikerjakan pada waktu sendiri.
Shalat jama’ artinya shalat yang dikumpulkan. Hukumnya adalah boleh bagi
orang dalam perjalanan, dengan syarat-syarat seperti yang telah disebutkan
pada shalat qasar.
 Syarat Jama’ Taqdim (dahulu)
 Hendaklah dimulai dengan shalat yang pertama (Dhuhur
sebelum Asar, atau Magrib sebelum Isya) karena waktunya
adalah waktu yang pertama.
 Berniat jama’ agar berbeda darishalat yang terdahulu karena
lupa.
 Berturut –turut, sebab keduanya seolah-olah satu shalat.
 Syarat Jama’ ta-khir (terkemudian)
 Pada waktu yang pertama hendaklah berniat melkasanakan
shalat pertama itu di waktu yang kedua.
 Orang yang menetap (tidak dalam perjalanan}boleh juga saat
karena hujan deras, dan
 Di isyaratkan pula bahwa shalat yang kedua itu bermaah di
tempat yang jauh dari rumahnya, serta mendapat kesukaran.
O. Shalat Jumat
Shalat jumat ialah shalat dua rakaat sesudah khotbah pada waktu Dhuhur pada hari
jumat. Hukumnya adalah fardu ain artinya wajib atas sertiap laki-laki dewasa yang
beragama Islam, dan tetap di dalam negeri. Perempuan, kanak-kanak, hamba sahaya,
dan orang dalam perjalanan tidak wajib shalat Jumat.
Firman Allah SWT :

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. “ (Q.S Al-Jumu’ah:09)
 Syarat – syarat wajib Jumat
 Islam, tidak wajib atas aorang non muslim.
 Balig (dewasa), tidak wajib Jumat atas anak- anak.
 Berakal, tidak diwajibkan Jumat atas orang gila.
 Laki- laki, tidak di wajibkan Jumat atas Perempuan.
 Sehat, Tidak diwajibkan atas orang sakit atau berhalangan.
 Tetap dalam negeri, tidak diwajibkan Jumat atas orang yang sedang
dalam perjalanan.
 Syarat Sah Mendirikan Jumat
 Hendaklah di adakan di dalam negeri yang penduduknya menetap yang
telah dijadikan watan (tempat-tempat) baik di desa maupun di kota.
 Berjamaah, karena di masa Rasulullah Saw shalat Jumat tidak pernah
dilakukan sendiri.
 Hendaklah dilakukan waktu Dhuhur.
 Hendaklah didahului oleh dua khotbah.
 Rukun dua khotbah Jumat
 Mengucapkan puji-pujian kepada Allah.
 Membaca salawat atas Rasulullah Saw.
 Mengucapkan syahadat.
 Berwasiat (bernasihat) dengan tawa dan mengajarkan apa- apa yang
pelu kepada pendengar.
 Membaca ayat Qur’an pada salah satu dari kedua khotbah.
 Berdoa untuk mukminin dan mukminat pada waktu khotbah yang
kedua.
 Syarat dua khotbah
 Hendaklah dimulai sesudah tergelincirnya matahari.
 Sewaktu khotbah hendaklah berdiri jika mampu.
 Khatib hendaklah duduk diantara dua khotbah, sekurang-kurangnya
berhenti sebentar.
 Hendaklah dengan suara yang kersa kira-kira terdengar oleh bilangan
yang sah Jumat dengan mereka.
 Hendaklah berturut-turut baik rukun, jarak keduanya, maupun jarak
natara keduanya dengan shalat.
 Khatib hendaklah suci dari hadas dan najis.
 Khatib hendaklah menutup aurat.
 Sunat yang bersangkutan dengan khotbah
 Khotbah itu hendaklah dilakukan di atas mimbar atau di tempat yang
tinggi.
 Khotbah itu diucapkan dengan kalimat yang fasih, terang, mudah
dipahani, sederhana dan tidak terlalu panjang maupun pendek.
 Khatib hendaklah menghadap orang banyak.
 Membaca Al-ikhlas sewaktu duduk di antara dua khotbah.
 Pendengar hendaklah diam serta memperhatikan khotbah.
 Khatib hendaklah member salam.
 Khatib hendaklah dduduk di atas mimbar sesudah member salam dan
sesudah duduk itulah azan di kumandangkan.
Azan jumat itu hanya sekali saja, yaitu sewaktu khatib sudah duduk di
atas mimbar.
 Sunat yang bersangkutan dengan Jumat
 Disunatkan mandi pada hari jumat bagi orang yang akan pergi ke
masjid umtul shalat.
 Berhias dengan memakai pakain yang sebaik-baiknya, dan lebih baik
warna putih.
 Memakai wangi-wangian.
 Memotong kuku, menggunting kumis, dan menyisir rambut.
 Segera pergi ke Jumat dengan berjalan kaki.
 Hendakah ia membaca Qur’an atau zikir sebelum khotbah.
 Paling baik ialah membaca surat Al-Kahfi.
 Hendaklah memperbanyak doa dan salawat atas Nabi saw, pada hari
jumat dan pada malamnya.
 Uzur (halangan) Jumat
Orang yang tertimpa salah satu dari halangan, ia tidak wajib shalat Jumat.
Diantaranya:
 Karena Sakit
 Karena hujan <apabila mendapat kesukaran untuk pergi ke tempat
Jumat
P. Shalat Sunat
1. Shalat Hari Raya
Hari raya di bagi menjadi dua:
a. Hari raya Idul Fitri, yaitu pada setiap tanggal 1 bulan Syawal.
b. HarI Raya Haji, yaitu pada setiap tanggal 10 bulan Zulhijah.
Hukum shalat hari raya adalah sunat muakad (sunat yang lebih penting) karena
Rasulullah Saw. Melakukan shalat hari raya selama beliau hidup.
Shalat hari raya itu dua rakaat, waktunya sesudah terbit sampai tergelincirnya
matahari. Rukun, syarat, dan sunatnya sama dengan shalat yang lain ditambah
dengan beberapa sunat yang lain. Tampat yang lebih baik ialah tanah lpaang,
kecualai kalau ada hal sepeti hujan dan sebagainya. Sebagian ulama berpendapat
lebih baik di masjid, sebab masjid itu adalah tempat yang mulia.pada saat hari
Raya tidak disyariatkan (tidak disunatkan) azan dan tidak pula iqomah.
 Sunat salah hari raya
1) Disunatkan berjamaah.
2) Takbir tujuh kali sesudah membaca doa iftitah dan sebelum
membaca a’uzu pada rakaat pertama, dan pada rakaat kedulia lima
klai takbir sebelum membaca Al-Fatihah.
3) Mengangkat kedua tangan setinggi bahu pada tiap-tiap takbir.
4) Membaca tasbih diantara beberapa takbir.
5) Mambaca surat Qaf atau Al-A’la sesudah Fatihah pada rakaat
pertama, dan surat Qamar atau Al-Gasyiyah pada rakaat kedua.
6) Menyaringkan (mengeraskan) bacaan, kecuali makmum.
7) Khotbah dua kali sesudah shalat.
8) Khotbah pertma hendaklah dimulai dengan takbir Sembilan kali.
9) Dalam khotbah, hendaklah diadakan penerangan tentang zakat
fitrah, dan pada hari raya haji diadakan penerangan tentang hukum-
hukum kurban.
10) Pada hari raya di sunatkan mandi dan berhias memakai pakian
yang sebaik-baiknya.
11) Disunatkan makan sebelum pergi shalat pada Hari Raya Fitri,
sedangkan Hari Raya Haji disunatkan tidak makan, kecuali sesudah
shalat.
12) Ketika pergi shalat hendakalha melalui satu jalan, dan kembalinya
melalui jalan yang lain
2. Shalat gerhana bulan dan matahari
Firman Allah SWT :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan


bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang
menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (Q.S Fussilat :37)
Hukum shalat gerhana adalah sunat istimewa, boleh berjamah dan juga tidak.
Caranya;
 Sekurang –kurangnya dua rakaat sebagaimana shalat sunat yang lain.
 Hendaklah takbir dengan niat shalat gerhana.
 Berdirinya agak lama dengan membaca surat yang panjang. Bacaan pada
saat gerhana bulan di keraskan karena malam hari. Tetapi bacaan shalat
gerhana matahari tidak dikeraskan karena pada siang hari.
Shalat gerhana disunatkan erkhotbah member nasihat kepada umum tentang apa
yang menjadi kepentingan pada waktu itu.

3. Shalat meminta hujan (Istisqa)


Meminta hujan hukumnya sunat ketika ada hajat, caranya:
 Sekurang-kurangnya berdoa saja, baik sendiri maupun ramai- ramai.
 Berdoa di dalam khotbah Jumat.
 Yang lebih sempurna hendaklah dengan shalat dua rakaat.
Firman Allah SWT :

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan
kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah)
tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya
berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan
negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Israa’: 16)

4. Shalat Rawatib
Shalat sunat yang mengikuti shalat fardu yang lima. Dikerjakan sebelum
mengerjakan atau shalat fardu atau sesudahnya
 Shalat rawatib muakkad (penting)
o Dua rakaat sebelum shalat Subuh
o Dua rakaat sebelum shalat Dhuhur
o Dua rakaat sesudah shalat Dhuhur
o Dua rakaat sesudah shalat Magrib
o Dua rakaat sesudah shalat Isya
 Sunat rawatib tidak muakad (kurang penting)
o Dua rakaat sebelum dan sesudah shalat Dhuhur.
o Empat rakaat sebelum Asar.
o Dua rakaat sebelum Magrib.
5. Shalat Jumat
Disunatkan shalat dua rakaat atau empat rakaat sesudah shalat Jumat.
6. Shalat Tahiyatul Masjid
Tahiyatul Masjid ialah menghormati masjd. Shalat ini disunatkan bagi orang yang
masuk masjid, sebelum ia duduk, yaitu sebanyak dua rakaat.
7. Shalat Tatkala akan Bepergian
Disunatkan shalat dua rakaat sebelum bepergian , begitu juga dua rakaat dari
bepergian tatkala ia sampai rumah.
8. Shalat Sunat Wudhu
Apabila selesai dari berwudhu, disunatkan shalat dua rakaat.
9. Shalat duha
Shalat dua rakaat atau lebih, sebanyak dua belas rakaat. Dikerjakan pada waktu
matahari naik setinggi tombak- kira-kira pukul 8 atau 9 samapi tergelincir
matahari.
10. Shalat Tahajud
Shalat sunat pada waktu malam hari, lebih baik jika dikerjakan sesudah larut
malam, dan sesudah tidur. Bilangan rakaatnya tidak dibatasi, boleh sekuatnya.
11. Shalat Witir
Artinya shalat ganjil, sekurang-kurangnya satu rakaat dan sebanyak-banyaknya
tiga belas rakaat.
12. Shalat Terawih
Shalat malam pada bulan Ramadhan, hukumnya sunat muakad, boleh dikerjakan
sendiri maupun berjamaah. Waktunya yaitu sesudah shalat Isya’ sampai terbit
fajar (waktu subuh)
13. Shalat Istikharah
Shalat istikharah artinya meminta petunjuk yang baik.
14. Shalat sunat Mutlaq
Shalat sunat yang tidak di tentukan waktunya dan tidak ada sebabnya. Jumlah
rakaatnya pun tidak ada batas, beberapa saja, dua rakaat atau lebih.
Q. Waktu yang dilarang untuk shalat
 Sesudah shalat Subuh sampai terbit matahari.
 Sesudah shalat Asar sampai terbenam matahari.
 Tatkala istiwa (tengah hari) selain hari Jumat.
 Tatkala terbit matahari samapi matahari setinggi tombak (pukul 08:00 -09:00)
jam Zawaliyah.
 Tatkala matahari hampir terbenam samapia terbenamnya.
KESIMPULAN

Yang pertama kali akan di-hisap dari seorang hamba pada hari kiamat adalah
shalatnya. Kata shalat secara bahasa berarti “doa” , adapun shalat secara terminologis berarti
Ibadah yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta memenuhi beberapa
syarat yang diharuskan untuk dipenuhi. Shalat merupakan ibadah wajib bagi muslim yang
beriman dan sudah baligh, yaitu shalat fardhu yang terdiri dari shalat subuh, dhuhur, ashar,
magrib, dan isya. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al- Quran Surat Al- Baqarah ayat
110 yang artinga : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja
yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan”.
Selain shalat fardhu, untuk menambah pahala ibadah dan menyempurnakan shalat
fardhu bagi umat muslim untuk mengerjakan ibadah shalat sunah. Yaitu ibadah yang apabila
dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Shalat sunah
telah diatur tersendiri waktu dan pelaksanaannya. Hukum bagi orang yang meninggalkan
shalat adalah neraka jahanam seperti firman Allah SWT dalam Al –Quran surat Maryam ayat
59-60 yang artinya : “ Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-
nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al
ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.”
Daftar Pustaka

Rasjid, H. Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: PT. Sinara Baru Algensindo, 2006.

Supiana, . Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung: Rosda, 2006.

Anda mungkin juga menyukai