5485 11645 1 SM PDF
5485 11645 1 SM PDF
Jurnal MIPA
http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JM
Abstract
__________________________________________________________________________________________
This study aims to determine the effect of temperature on the hydration reaction of α-pinene into α-
terpineol in heterogeneous systems with activated natural zeolite catalysts and to determine the
activation energy of the reaction that occurs. The study begins with the activation of natural zeolite
as a catalyst, characterization and applications of zeolite catalysts in the hydration reaction of α-
pinene from turpentine oil into α-terpineol at temperature of 30, 40, 50, 60, 70 and 80°C. Catalyst
characterization includes the determination of the surface area, pore volume, and average pore by
using NOVA Gas Analyzer 1200E sorption with BET method. The best result of hydration reaction
with activated natural zeolite catalysts were analyzed by using IR spectrophotometer, Gas
Chromatography (GC) and Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS). IR analysis results
indicated the presence of OH group absorption at wave number 3400 cm -1, CH aliphatic at wave
number 2987,09 cm-1, group C=C at wave number 1635,64 cm-1, the CO group at wave number
1126.43 cm-1. The main conclusion of this study is the rise in temperature associated with the
conversion (%) α-pinene into α-terpineol. The best results obtained at a reaction temperature of
70°C with 68.53% in level and the activation energy on the hydration reaction of α-pinene is 69,6546
kJmol-1.
© 2015 Universitas Negeri Semarang
Alamat korespondensi: ISSN 0215-9945
Gedung D6 Lantai 2, Kampus Unnes Sekaran,
Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: arfita_n2f@yahoo.co.id
38
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
39
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
aquademin sampai ion Cl- hilang (uji dengan AgNO3 aquades di dalam corong pisah, dinetralkan dengan
1%) selanjutnya zeolit dikeringkan dan dihaluskan Na2CO3 10%, dan dicuci dengan diklorometana
kembali. Sampel kembali direndam menggunakan kemudian dipisahkan fase organik dengan air hasil
NH4Cl 1N kemudian dicuci dengan aquademin pencucian. Fase organik ditambahkan Na2SO4
sampai ion Cl- hilang dan diayak dengan ukuran 100 anhidrat untuk mengikat sisa air kemudian disaring
mesh. Terakhir dilakukan kalsinasi pada temperatur untuk memisahkan endapan dan dialiri gas N2 untuk
400C selama 3 jam. Sifat-sifat katalis yang disintesis menguapkan sisa pelarut. Hasil reaksi hidrasi ini
dikethui dengan melakukan karakterisasi katalis diuji dengan metode FT-IR (Fourier Transform Infa
zeolit alam teraktivasi menggunakan metode BET Red) Shimadzu-8201 PC, kromatografi gas GC (Gas
(Brunnaer Emmet Teller) Gas Sorption Analyzer Chromatography) Agilent 6820 dan GC-MS (Gas
1200e NOVA (No Void Analysis). Chromatography Mass Spectrofotometry ) Shimadzu
Isolasi minyak terpentin dilakukan dengan QP-2010S untuk produk hasil reaksi terbaik.
memisahkan komponen minyak terpentin dari air
dengan menambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring HASIL DAN PEMBAHASAN
kemudian didestilasi fraksinasi pengurangan
tekanan pada suhu 50C. Reaksi hidrasi α-pinena menjadi α-terpineol
Reaksi hidrasi menggunakan metode Avila et memerlukan katalis heterogen sehingga tahap
al (2010) dengan variasi temperatur 30, 40, 50, 60, penyiapan katalis padat berupa zeoloit alam
70, dan 80C. Dalam labu alas bulat leher 3 teraktivasi menjadi bagian penting dalam penelitian
dimasukkan 0,25 gram α-pinena, 2,5 mL aquabides, ini. Karakterisasi katalis zeolit alam teraktivasi
dan 3,4 mL isopropil alkohol. Labu dilengkapi meliputi luas permukaan spesifik, rerata jejari pori,
pendingin bola, termometer, dan pengaduk magnet. dan volume total pori katalis menggunakan metode
Campuran diaduk sambil dipanaskan sampai BET dengan alat Gas Sorption Analyzer NOVA1200e
temperatur yang diinginkan tercapai kemudian dengan hasil ditampilkan pada Tabel 1. Dalam
dimasukkan 400 mg katalis H-zeolit. Reaksi proses reaksi hidrasi, harus terjadi kontak antara
dilakukan selama 120 menit dan campuran molekul umpan α-pinena, pelarut, dan air dengan
dipisahkan dengan sentrifugasi 350 rpm selama 15 situs aktif katalis untuk menyediakan suasana asam.
menit untuk memisahkan katalis dari campuran. Apabila luas permukaan katalis semakin besar maka
Campuran yang telah terpisah dari katalis kemungkinan terjadinya reaksi hidrasi dan
dipisahkan menggunakan corong pisah untuk pertukaran ion H+ semakin besar pula. Ukuran jari-
memisahkan lapisan bawah (fase air) dari lapisan jari pori katalis yang besar juga menunjang molekul
atas (fase organik). Fase organik dicuci dengan umpan untuk dapat masuk ke dalam pori katalis.
Tabel 1. Hasil Karakterisasi luas permukaan spesifik, rerata jejari pori, dan volume total pori katalis
menggunakan metode BET
Luas Permukaan Rerata Jejari Pori Volume Pori (cc/g)
Sampel
Spesifik (m2/g) (Å)
H-Zeolit Alam 6,376 16,960 0,025
Aktivasi zeolit alam dengan perlakuan asam berlangsung pada temperatur tetap. Luas
dan garam bermanfaat untuk meningkatkan kinerja permukaan dan volume pori yang besar
dari zeolit alam. Karakterisasi luas permukaan menyebabkan reaktan dapat masuk ke dalam pori
katalis zeolit alam teraktivasi menggunakan BET katalis sehingga molekul reaktan yang teradsorpsi
(Bruner, Emmet, dan Teller) didasarkan pada pada permukaan katalis akan meningkat sehingga
fenomena adsorpsi gas lapis tunggal yang
40
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
reaksi lebih cepat dan produk yang dihasilkan juga P/Po yang lebih tinggi pertambahan molekul gas
semakin banyak. terjadi pada permukaan monolayer sebelumnya
Gambar 1 menunjukkan grafik jumlah membentuk lapisan berlapis (multilayer) hingga
adsorpsi gas nitrogen terhadap tekanan relatif P/Po. pada akhir pengisian. Adanya loop histerisis pada
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa isoterm daerah pertengahan menunjukkan isoterm ini
adsorpsi nitrogen menunjukkan pola dimana terjadi merupakan isoterm tipe II yaitu jenis adsorpsi dari
kenaikan secara cepat pada P/Po rendah, kemudian padatan berpori meso yakni dengan ukuran
naik perlahan pada pertengahan dan naik dengan diameter pori 20-500 Å atau 2-50 nm (Hartanto et
cepat pada nilai P/Po mendekati satu. Kenaikan al. 2011). Hasil analisis pada katalis H-zeolit yang
pertama terjadi akibat adanya molekul gas yang digunakan dalam reaksi hidrasi α-pinena ini
teradsorp berinteraksi dengan daerah yang memiliki ukuran diameter pori sebesar 80,90 Å atau
berenergi pada permukaan padatan. Pada pengisian dikatakan bahwa ukuran pori H-zeolit tergolong ke
ini terbentuk monolayer, kemudian pada daerah dalam ukuran mesopori.
Bahan dasar α-pinena yang digunakan dalam tekanan dengan identifikasi fisik seperti dalam Tabel
penelitian ini merupakan minyak terpentin yang 2. Senyawa α-pinena hasil isolasi berwujud cair
berasal dari Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dengan warna jernih dan berbau khas terpentin.
dan diisolasi dengan cara distilasi pengurangan
41
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
adanya serapan gugus C-H alkana, 1735,93 cm-1 Hasil kromatogram GC pada Gambar 3 menunjukkan
menunjukkan adanya rentangan C=C alkena, adanya lima puncak dengan puncak tertinggi pada
1442,75 cm-1 menunjukkan gugus CH2 dan 1373,32 waktu retensi 5,201 menit sebagai puncak dari
cm-1 menunjukkan gugus CH3. Berdasarkan senyawa α-pinena dengan persentase kadar sebesar
spektrum hasil analisis tersebut dimungkinkan 87,84%.
bahwa senyawa yang dianalisis adalah α-pinena.
42
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
Analisis hasil reaksi hidrasi α-pinena 48,53% yang muncul pada waktu retensi 6,946
menggunakan GC didasarkan pada pemisahan menit dan sisa α-pinena 13,91%. Temperatur 70C
komponen berdasarkan sifat kepolaran dan titik menghasilkan rendemen 68,53% yang muncul pada
didihnya. Kolom yang digunakan adalah kolom HP-5 waktu retensi 7,205 menit dan sisa α-pinena 3,37%.
yang sifatnya semipolar-nonpolar dan sampel di Gambar 4 menunjukkan Spektrum IR hasil
injeksikan pada temperatur injektor 300C, reaksi hidrasi α-pinena temperatur 70C. Terakhir
temperatur kolom 70C, temperatur detektor 300C, pada temperatur 80C menghasilkan rendemen
dan running selama 21 menit. Hasil reaksi hidrasi α- sebesar 6,34% pada waktu retensi 7,268 menit dan
pinena pada temperatur 30C menghasilkan sisa α-pinena sebanyak 2,66%. Kadar α-pinena
rendemen sebesar 0,17% yang muncul pada waktu semakin menurun dan senyawa α-terpineol
retensi 7,252 menit dalam kromatogram GC semakin banyak dengan kenaikan temperatur mulai
sedangkan sisa α-pinena sebanyak 81,70%. dari temperatur 30C hingga 70C, namun hingga
Temperatur 40C menghasilkan rendemen sebesar reaksi pada temperatur 80C kadar senyawa α-
1,06% yang muncul pada waktu retensi 6,942 menit, terpineol menurun. Bertambahnya temperatur pada
sisa α-pinena sebanyak 15,14% .Temperatur 50C reaksi hidrasi mengakibatkan gerakan sangat aktif
menghasilkan rendemen 2,03% yang muncul pada dari reaktan sehingga muncul rintangan antara sisi
waktu retensi 7,251 menit, sisa α-pinena sebanyak aktif molekul reaktan dengan situs aktif katalis.
23,84%. Temperatur 60C menghasilkan rendemen
43
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
Analisis struktur senyawa reaksi hidrasi pada bilangan gelombang 1635,64 cm-1, gugus C-O
menggunakan IR pada Gambar 4 menghasilkan pada bilangan gelombang 1126,43 cm-1, sehingga
spektrum dengan serapan gugus OH pada bilangan dapat disimpulkan bahwa senyawa yang dihasilkan
gelombang 3387 cm-1. Serapan gugus C-H alifatik merupakan senyawa alkohol berupa α-terpineol
pada bilangan gelombang 2987,09 cm-1 ,gugus C=C yang termasuk ke dalam alkohol tersier.
44
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
Senyawa α-terpineol yang dipilih untuk analisis pada kromatogram tersebut terdapat 3
dianalisis dengan GC adalah hasil α-terpineol dari puncak utama pada kromatogram dan diperkirakan
reaksi hidrasi pada temperatur 70C. Gambar 5 dan α-terpineol muncul pada puncak ke-2 pada waktu
6 merupakan kromatogram GC hasil reaksi hidrasi retensi 12,684 menit dengan kadar sebesar 72,12%.
α-pinena pada temperatur 70C. Berdasarkan hasil
Analisis dengan GC-MS bertujuan untuk molekul H2O dari ion molekuler m/z 154 ditandai
mengetahui jumlah senyawa, konsentrasi senyawa, dengan munculnya pecahan M-18+ membentuk
massa rumus, rumus struktur, dan mass peak pecahan ion molekul dengan m/z 136. Selanjutnya
senyawa produk hasil reaksi hidrasi. Gambar 7 ion molekul pada m/z 136 melepaskan CH3
menunjukkan spektrum massa α-terpineol membentuk pecahan ion molekul m/z 121
sedangkan Gambar 8 merupakan hasil fragmentasi kemudian menjadi m/z 107 akibat melepaskan CH2.
senyawa α-terpineol menggunakan GC-MS. Hasil Pecahan dengan m/z 107 melepaskan C2H2
spektrum massa senyawa menunjukkan ion menghasilkan pecahan dengan m/z 81 dan
molekuler dengan m/z 154 tetapi tidak terdeteksi seterusnya hingga terjadi pecahan dengan m/z 43
oleh spektrofotometer karena tidak stabil dan akibat terlepasnya gugus-gugus pada ion molekul α-
fragmen selanjutnya terdeteksi yakni pada m/z 136. terpineol.
Pecahan khas dari suatu alkohol adalah lepasnya
45
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
.+
_e .
-H 2O
H
_H
2 +
H3 C C CH3 H2 C C CH3
+
m/z = 41
OH OH + m/z = 43
_C H
3 7
m/z = 136
m/z = 154
. _
CH3
+
m/z = 93
+
_ _C H
CH2 2 2
OH
+
H3C C CH3 + m/z = 81
+
m/z = 107
m/z = 59 m/z = 121
Besarnya energi aktivasi pada reaksi hidrasi reaksi, atau desorpsi) atau proses fisis (tahap difusi
α-pinena ditentukan menggunakan persamaan dan transfer produk reaksi ke fasa fluida). Apabila
Arrhenius dengan memplotkan grafik ln k terhadap tenaga pengaktifan terukur lebih besar dari 45
1/T. Data persentase reaktan dapat digunakan untuk kJ/mol maka tahapan penentu laju reaksinya adalah
menentukan harga konstanta laju reaksi sesuai proses kimia sedangkan apabila lebih kecil dari 15
dengan persamaan (Moore dan Pearson 1981): kJ/mol maka tahapan penentu laju reaksinya adalah
ƙ= proses fisis. Pada penelitian ini Ea yang terukur
lebih dari 45 kJ/mol sehingga dapat ditunjukkan
μ adalah volume larutan awal yakni volume α-
bahwa tahap penentu laju reaksi hidrasi α-pinena
pinena, aquabides, dan isopropil alkohol dibagi
terkatalisis H-Zeolit Alam adalah proses kimia.
dengan lamanya waktu reaksi (ml/menit), V adalah
Interaksi yang terjadi antara katalis dan reaktan
volume katalis (cm3) yang dihitung dengan cara
dapat menghasilkan senyawa antara yang lebih aktif,
menentukan volume katalis dalam bentuk pelet, Co
meningkatkan jumlah tumbukan dan menyebabkan
adalah konsentrasi awal α-pinena (%), dan C adalah
terjadinya reaksi dengan energi pengaktifan yang
konsentrasi akhir α-pinena setelah reaksi hidrasi
lebih rendah. Atkins (1990) mengemukakan bahwa
(%). Harga ƙ yang diperoleh dapat digunakan untuk
kecepatan reaksi akan meningkat dengan naiknya
menentukan harga energi aktivasi Ea (kJ/mol)
temperatur. Apabila temperatur dinaikkan maka
reaksi hidrasi α-pinena melalui analisis seperti pada
energi reaktan akan meningkat. Kenaikan energi ini
Tabel 3 dengan menggunakan persamaan berikut
mengakibatkan partikel aktif bergerak sehingga
(Atkins 1990):
frekuensi tumbukan semakin meningkat, reaksi
ln ƙ =
berjalan semakin cepat, dan laju reaksi semakin
Analisis pada Gambar 9 memperoleh nilai Ea besar. Tetapi bila temperatur terlalu tinggi maka
pada reaksi hidrasi α-pinena sebesar 69,654692 kecepatan reaksi menurunkan jumlah reaktan yang
kJ/mol. Menurut Triyono (2004), berdasarkan pada teradsorpsi pada permukaan katalis karena waktu
tenaga pengaktifannya dapat ditentukan tahapan kontak antara katalis dan reaktan menjadi cepat dan
penentu laju reaksi yaitu proses kimia (adsorpsi, produk yang terkonversi semakin kecil.
46
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
-0.1
0.0028 0.0029 0.003 0.0031 0.0032 0.0033 0.0034
-0.6
-1.1
-1.6
ln k
-2.1 y = -8378x + 24,09
-2.6 R² = 0,895
-3.1
-3.6
-4.1
1/T
PENUTUP Avila MC, Comelli NA, Castellón ER, López AJ, Flores RC,
Ponzi EN & Ponzi MI. 2010. Study of Solid Acid
Hasil reaksi terbaik dalam reaksi hidrasi α- Catalysis for The Hydration of α-Pinene. J Mol Catal
322: 106-112
pinena menjadi α-terpineol menggunakan katalis
Dutenhefner PAR, da Silva KA, Siddiqui MRH, Kozhevnikov
zeolit alam teraktivasi diperoleh pada kondisi
IV & Gusevskaya EV. 2001. Hydration and
temperatur 70C dalam waktu reaksi 120 menit Acetoxylation of Monoterpenes Catalyzed by
dengan kadar sebesar 68,53% dan nilai energi Heteropoly Acid. J Mol Catal 175: 33-42
aktivasi reaksi hidrasi α-pinena menjadi α-terpineol Hartanto D, Purbaningtias TE, Fansuri H & Prasetyoko D.
menggunakan katalis zeolit alam teraktivasi yang 2011. Karakterisasi Struktur Pori dan Morfologi
dihitung menggunakan persamaan Arrhenius adalah ZSM-2 Mesopori yang Disintesis dengan Variasi
69,654692 kJ/mol. Waktu Aging. Jurnal Ilmu Dasar 12: 80-90
Moore JW & Pearson RG. 1981.Kinetic and Mechanisms, 3rd
Ed., John Wiley and Sons, Inc. Canada.
DAFTAR PUSTAKA
Pratigto S, Siadi K & Cahyono E. 2015. Efek Perubahan
Konsentrasi Pada Hidrasi α-Pinena Dari Terpentin
Aguirre R, Saenz LTD, Flores WA, Sanchez AR & Elguezabal
dengan Katalis Asam Trikloroasetat, Indonesian
AA. 2005. Synthesis of Terpineol from α-Pinene by
Journal of Chemical Science 4(2): 111-116.
Homogeneous Acid Catalysis. J Catal Today 107-
Adawiyah R & Wijayati N. 2015. Hidrasi α-Pinena Menjadi
108: 310-314
α-Terpineol Dengan Katalis Zeolit Alam &
Atkins PW. 1990. Physical Chemistry. Tokyo: Oxford
TCA/Zeolit Alam. Indonesian Journal of Chemical
University Press.
Science 4(2): 127-131.
47
N Amilia, K Siadi, Latifah / Jurnal MIPA 38 (1) (2015): 38-48
Trisunaryati W, Triwahyuni E & Sudiono S. 2005. Triyono. 2004. Kimia Katalis. Yogyakarta: FMIPA UGM.
Preparasi, Modifikasi, dan Karakterisasi Katalis Ni- Utami H. 2009. Kinetika Reaksi Terpineol dari Terpentin.
Mo/Zeolit Alam dan Mo-Ni/Zeolit Alam. TEKNOL Fakultas Teknik UGM.
10(4) : 269-282.
48