Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg

atau tekanan diastolic sediitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita

jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh

darah, dan semakin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya (SylviaA.price dalam

Nurarif & Kusuma, 2015;102).

Hipertensi sering disebut sebagai “silent killer” (pembunuh siluman), karena seringkali

penderita hipertensi bertahun – tahun tanpa merasakan sesuatu gangguan atau gejala. Tanpa

disadari penderita mengalami komplikasi pada organ – organ vital seperti jantung, otak

ataupun ginjal.(Triyanto,2014; 1)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, jumlah penderita hipertensi akan

terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pada tahun 2025

mendatang, diproyeksikan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi. Persentase penderita

hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang. Data Global Status Report

on Noncommunicable Diseases 2010 dari WHO, menyebutkan 40% negara ekonomi

berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan

Afrika memegang posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46%, sementara kawasan

Amerika menempati posisi terakhir dengan 35%. Di kawasan Asia Tenggara, 36% orang

dewasa menderita hipertensi. Untuk kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta

orang setiap tahunnya.

Menurut WHO (World Health Organization) 2011, sekitar 1 milyar penduduk di

seluruh dunia menderita hipertensi dimana dua pertiganya terdapat di Negara-negara

berkembang. Hipertensi menyebabkan 8 juta penduduk di seluruh dunia meninggal setiap


tahunnya, dimana hampir 1,5 juta penduduk diantaranya terdapat di kawasan Asia tenggara.

WHO mencatat pada tahun 2012 terdapat 839 juta kasus penderita hipertensi dan

diperkirakan meningkat menjadi 1,15 milyar pada tahun 2025 atau sekitar29% dari total

penduduk dunia. (Triyanto,2014; 2)

Prevalensi kejadian hipertensi di Indonesia meningkat mencapai 31,7% dari populasi

usia 18 tahun keatas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi mengalami komplikasi stroke.

Sedangkan sisanya mengalami penyakit jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Sampai saat ini,

hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa tidak, hipertensi merupakan

kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer kesehatan. Hal itu

merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai

dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.

Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah oleh Kementrian Kesehatan RI, prevalensi

hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar

31,7%. Menurut provinsi, prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan

terendah di Papua Barat (20,1%).

Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari

31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat

pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit

hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang

terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner

terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau

sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri

Secara absolut jumlah penderita hipertensi di 5 provinsi dengan prevalensi hipertensi

tertinggi berdasarkan Hasil Riskesdas 2013 adalah sebagai berikut:


Tabel 1

Prevalensi Hipertensi Tertinggi di Lima Indonesia


Tahun 2014

Jumlah Penderita
Provinsi Persentase
Penduduk Hipertensi
Bangka Belitung 1.380.762 426.655 jiwa 30,9
Kalimantan Selatan 3.913.908 1.205.483 jiwa 30,8
Kalimantan Timur 4.115.741 1.218.259 jiwa 29,6
Jawa Barat 46.300.543 13.612.359 jiwa 29,4
Gorontalo 1.134.498 33.542 jiwa 29,4
Sumber: Pusdatin Kemenkes RI, tahun 2014

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo tahun 2013 menunjukkan

jumlah penderita hipertensi sebanyak 24.937 Penderita, dimana jumlah hipertensi dengan

kasus baru sebanyak 10.303 penderita dan jumlah hipertensi dengan kasus lama sebanyak

144.634 penderita. Sedangkan jumlah kematian akibat penyakit hipertensi pada tahun 2013

sebanyak 296 kematian.

Secara absolut jumlah penderita hipertensi di urutan pertama adalah Kabupaten

Gorontalo sebanyak 7.125 jiwa, dimana jumlah kasus lama sebanyak 4.210 jiwa dan kasus

baru 2.915 jiwa dengan angka kematian 184 jiwa. Semantara urutan ke dua di duduki oleh

daerah Kota Gorontalo sebanyak 6.239 jiwa, dimana jumlah kasus lama sebanyak 3.943 jiwa

dan kasus baru 2.296 jiwa dengan angka kematian 82 jiwa. Urutan ke tiga di duduki oleh

daerah Kabupaten Boalemo sebanyak 2.897 jiwa, dimana jumlah kasus lama sebanyak 1.651

jiwa dan kasus baru 1.246 jiwa dengan angka kematian 14 jiwa. Urutan ke empat di duduki

oleh daerah Kabupaten Pohuwato sebanyak 1.835 jiwa, dimana jumlah kasus lama sebanyak

948 jiwa dan kasus baru 887 jiwa dengan angka kematian 9 jiwa. Urutan ke lima di duduki

oleh daerah Kabupaten Bone Bulango sebanyak 2.136 jiwa, dimana jumlah kasus lama

sebanyak 1.359 jiwa dan kasus baru 777 jiwa dengan angka kematian 7 jiwa. Urutan ke enam

di duduki oleh daerah Kabupaten Gorut sebanyak 2.897 jiwa, dimana jumlah kasus lama

sebanyak 2.523 jiwa dan kasus baru 1.549 jiwa dengan angka kematian 0 jiwa.
Pada tahun 2014 menunjukkan jumlah penderita hipertensi sebanyak 25.126 penderita,

dimana jumlah hipertensi dengan kasus baru sebanyak 10.211 penderita dan jumlah

hipertensi dengan kasus lama sebanyak 14.915 penderita. Dan jumlah kematian akibat

penyakit hipertensi pada tahun 2014 sebanyak 410.296 kematian.

Secara absolut jumlah penderita hipertensi di urutan pertama adalah Kabupaten

Gorontalo sebanyak 8.566 jiwa, dimana jumlah kasus lama sebanyak 5.288 jiwa dan kasus

baru 3.278 jiwa dengan angka kematian 254 jiwa. Semantara urutan ke dua di duduki oleh

daerah Kota Gorontalo sebanyak 5.634 jiwa, dimana jumlah kasus lama sebanyak 3.232 jiwa

dan kasus baru 2.402 jiwa dengan angka kematian 95 jiwa. Urutan ke tiga di duduki oleh

daerah Kabupaten Boalemo sebanyak 3.404 jiwa, dimana jumlah kasus lama sebanyak 1.703

jiwa dan kasus baru 1.701 jiwa dengan angka kematian 32 jiwa. Urutan ke empat di duduki

oleh daerah Kabupaten Bone Bulango sebanyak 3.302 jiwa, dimana jumlah kasus lama

sebanyak 2.345 jiwa dan kasus baru 957 jiwa dengan angka kematian 17 jiwa. Urutan ke lima

di duduki oleh daerah Kabupaten Gorut sebanyak 3.453 jiwa, dimana jumlah kasus lama

sebanyak 2.032 jiwa dan kasus baru 1.421 jiwa dengan angka kematian 9 jiwa. Urutan ke

enam di duduki oleh daerah Kabupaten Pohuwato sebanyak 768 jiwa, dimana jumlah kasus

lama sebanyak 316 jiwa dan kasus baru 452 jiwa dengan angka kematian 3 jiwa.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo tahun 2013 menunjukkan

jumlah penderita hipertensi sebanyak 6.872 Penderita, dimana jumlah hipertensi dengan

kasus baru sebanyak 2.929 penderita dan jumlah hipertensi dengan kasus lama sebanyak

3.943 penderita. Sedangkan jumlah kematian akibat penyakit hipertensi pada tahun 2013

sebanyak 82 kematian. Pada tahun 2014 menunjukkan jumlah penderita hipertensi sebanyak

5.633 penderita, dimana jumlah hipertensi dengan kasus baru sebanyak 2.402 penderita dan

jumlah hipertensi dengan kasus lama sebanyak 3.231 penderita. Dan jumlah kematian akibat

penyakit hipertensi pada tahun 2014 sebanyak 95 kematian.


Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Dumbo Raya menunjukan jumlah

penderita hipertensi di Kecamatan Dumbo Raya pada tahun 2015 penderita hipertensi

berjumlah 848 jiwa dengan angka kematian 60 jiwa, sedangkan pada tahun 2016 jumlah

penderita hipertensi bertambah menjadi 899 jiwa dengan angka kematian 70 jiwa.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka peneliti merasa tertarik

melakukan suatu penelitian dengan judul: Pengaruh Terapy Music Terhadap Tekanan Darah

Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Dumbo Raya Kota Gorontalo.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas masalah dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada Pengaruh

Terapy Music Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Dumbo Raya Kota Gorontalo?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Terapy Music Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita

Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Dumbo Raya Kota Gorontalo.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tekanan darah sebelum melakukan terapy music.

b. Mengetahui tekanan darah sesudah melakukan terapcy music.

c. Menganalisis pengaruh terapy music terhadap penurunan tekanan darah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Peneliti

Memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menerapkan teori – teori di

perkuliahan dalam praktek lapangan sehingga bisa mengetahui sejauh mana


keberhasilan penelitian dalam proses belajar dan menerapkan teori – teori secara

praktis.

2. Manfaat Praktis

a. Institusi

Sebagai bahan masukan yang dapat dijadikan referensi peneliti selanjutnya atau

bahan bacaan untuk dipelajari oleh seluruh mahasiswa.

b. Masyarakat

Memberikan informasi pada masyarakat tentang manfaat teraphy musik

sehingga dapat digunakan untuk mencegah / mengantisipasi hipertensi.

E. Keaslian Penelitian

Sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti pengaruh terapy music terhadap

tekenan darah pada penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas dumbo raya dengan yang

dibuat oleh penulis, namun ada satu judul yang mirip yaitu:

Delvi Yunita (2011), Pengaruh Terapi Musik Klasik (Mozart) Terhadap Penurunan

Tekanan Darah Sistolik Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Air

Dingin Kec. Koto Tangah Padang.

1. Lokasi : Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kec. Koto Tangah Padang.

2. Populasi : Seluruh lansia di Posyandu Lansia “SHIHAT” Wilayah Kerja Puskesmas Air

Dingin Kecamatan Koto Tangah Padang.

3. Metode Penelitian : Quasi eksperiment dengan Rancangan penelitian One Group Pretest

Post Test Design.

4. Sampel : 11 Responden

5. Alat Ukur : Lembar Observasi.

6. Hasil Penelitian :
Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, memperlihatkan bahwa dengan terapi

musik klasik (Mozart) mampu menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata 6,00 mmHg.

Hal ini terbukti bahwa terapi musik klasik (Mozart) dapat dijadikan alternatif terapi

pengganti latihan fisik bagi lansia dengan hipertensi.

Tabel 2

Perbedaan penelitian

Nama /
Judul Metode Hasil
Tahun
Delvi Pengaruh Terapi Quasi Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Yunita / Musik Klasik (Mozart) eksperiment peneliti, memperlihatkan bahwa
2011 Terhadap Penurunan dengan dengan terapi musik klasik (Mozart)
Tekanan Darah Rancangan mampu menurunkan tekanan darah
Sistolik Pada Lansia penelitian sistolik rata-rata 6,00 mmHg.
Dengan Hipertensi Di One Group
Wilayah Kerja Pretest
Puskesmas Air Dingin Posttest
Kec. Koto Tangah Design
Padang.
Suhadi / Perbedaan Tekanan Pra- Dengan dilakukan terapi musik, maka
2013 Darah Pada Lansia Eksperimen akan terjadi penurunan tekanan darah
Hipertensi Sebelum dengan baik sitolik maupun diastolik. Hal ini
dan Sesudah Diberikan Rancangan terlihat pada hasil penelitian dimana
Terapi Musik One Group sebelum diberikan perlakuan terapi
Instrumental Di Panti Pretest- musik instrumental, tekanan darah
Werda Pengayoman Posttest sistolik dan diastolik rata – rata sebesar
Pelkris Kota S Design 145/92.03 mmHg dan sesudah
diberikan perlakuan terapi musik
instrumental turun menjadi
142.70/79.83 mmHg. Jadi penurunan
tekanan darah sebesar 2.30/12.1
mmHg.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Hipertensi

1. Pengertian
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140

mmHg atau tekanan diastolic sediitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi

menderita jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan

pembuluh darah, dan semakin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya.

(SylviaA.price dalam Nurarif & Kusuma, 2015;102)

Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg

(Tagor,2003). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah

secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang

disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya

dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. (Wijaya & Putri,2013;52)

Hipertensi sering disebut sebagai “silent killer” (pembunuh siluman), karena

seringkali penderita hipertensi bertahun – tahun tanpa merasakan sesuatu gangguan atau

gejala. Tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti

jantung, otak ataupun ginjal. (Triyanto,2014; 1)


2. Klasifikasi

a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

1) Hipertensi Esensial ( Primer )

Merupakan 90% dari kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini

belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang berpengaruh

dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor genetik, stress dan psikologis,

serta faktor lingkungan dan diet (peningkatan penggunaan garam dan

berkurangnya asupan kalium atau kalsium).

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu – satunya tanda

hipertensi primer. Umumnya gejala baru terlihat setelah terjadinya komplikasi

pada organ target seperti ginjal, mata, otak, dan jantung.

2) Hipertensi Sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui dengan

jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat – obatan. Penyebab

hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,

kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas,

resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat – obatan seperti

kontrasepsi oral dan kortikosteroid. (Wijaya & Putri,2013;52-53)


b. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi

1) Berdasarkan JNC VII :

Tabel 3

Klasifikasi Hipertensi

Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


Derajat
(mmHg) (mmHg)

Normal < 120 dan < 80


Pre-Hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi Derajat I 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi Derajat II > 160 atau > 100
Sumber: JNC VII, 2003

2) Menurut European Society Of Cardiology :

Tabel 4

Klasifikasi Hipertensi

Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


Kategori
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120 – 129 dan/atau 80 – 84
Normal Tinggi 130 – 139 dan/atau 85 – 89
Hipertensi Derajat I 140 – 159 dan/atau 90 – 99
Hipertensi Derajat II 160 – 179 dan/atau 100 – 109
Hipertensi Derajat III > 180 dan/atau > 110
Hipertensi
> 190 dan < 90
Sistolik Terisolasi
Sumber: ESC, 2007

3. Etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi di bagi menjadi 2 golongan.


a. Hipertensi primer (esensial)

Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat

diketahui. Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi esensial

sedangkan 10%nya tergolong hipertensi sekunder. Hipertensi primer adalah suatu

kondisi hipertensi dimana penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan

(Lewis,2000). Pada hipertensi primer tidak ditemukan penyakit renovaskular,

aldosteronism, pheochro-mocytoma, gagal ginjal, dan penyakit lainnya.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,

antara lain kelainan pembluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),

penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme). Golongan terbesar dari penderita

hipertensi adalah hipertensi esensial, maka penyelidikan dan pengobatan banyak

ditujukan kepada penderita hipertensi esensial. (Triyanto,2014; 9-10)

4. Faktor – faktor resiko penyebab terjadinya hipertensi

Faktor keturunan dan pola hidup tertentu sangat berpengaruh terhadap timbulnya

hipertensi esensial. Di samping itu, ada beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan

penyakit hipertensi.
a. Faktor yang tidak dapat diubah

1) Ras

Di Amerika Serikat, hipertensi paling banyak dialami oleh orang kulit

hitam keturunan Afrika-Amerika dibandingkan dengan kelompok ras lain.

2) Usia

Penambahan usia dapat meningkatkan risiko terjangkitnya penyakit

hipertensi. Walaupun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, tetapi

paling sering menyerang orang dewasa yang berusia 35 tahun atau lebih.

Meningkatnya tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia memang

sangat wajar. Hal ini disebabkan adanya perubahan alami pada jantung,

pembuluh darah, dan hormon. Namun, jika perubahan ini disertai dengan

faktor risiko lain bisa memicu terjadinya hipertensi.

3) Riwayat Keluarga

Hipertensi merupakan penyakit keturunan. Jika salah satu dari orang tua

kita menderita penyakit hipertensi, sepanjang hidup kita memiliki risiko

terkena hipertensi sebesar 25%. Jika kedua orang tua kita menderita

hipertensi, kemungkinan kita terkena penyakit ini sebesar 60%.

4) Jenis Kelamin

Di antara orang dewasa dan setengah baya, ternyata kaum laki – laki

lebih banyak yang menderita hipertensi. Namun hal ini akan terjadi

sebaliknya setelah berumur 55 tahun ketika sebagian wanita mengalami

menopause. Hipertensi lebih banyak dijumpai pada wanita.

b. Faktor yang dapat diubah

1) Obesitas
Kelebihan berat badan meningkatkan risiko seseorang terserang

penyakit hipertensi. Semakin besar massa tubuh, semakin banyak darah

yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh.

Berarti, volume darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat

sehingga akan memberi tekanan lebih besar ke dinding arteri.

2) Kurang Gerak

Kurang melakukan aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko seseorang

terserang penyakit hipertensi. Hal ini berkaitan dengan masalah

kegemukan. Orang yang tidak aktif cenderung memiliki frekuensi denyut

jantung lebih tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada

saat kontraksi.

3) Merokok

Zat kimia dalam tembakau dapat merusak lapisan dalam dinding arteri

sehingga arteri lebih rentan terhadap penumpukan plak. Nikotin dalam

tembakau dapat membuat jantung bekerja lebih keras karena terjadi

penyempitan pembuluh darah sementara.

4) Minum – Minuman Beralkohol Secara Berlebihan

Hampir 5-20% kasus hipertensi diperkirakan terjadi akibat konsumsi

alkohol yang berlebihan. Mengonsumsi tiga gelas atau lebih minuman

beralkohol perhari dapat meningkatkan risiko terserang hipertensi sebesar

2x.

5) Stress

Stress tidak menyebabkan hipertensi permanen (menetap). Namun,

stress berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah menjadi sangat

tinggi untuk sementara waktu. Jika sering mengalami stress, akan terjadi
kerusakan pembuluh darah, jantung, dan ginjal seperti hipertensi permanen.

Stress dapat memicu timbulnya hipertensi karena akan membawa pada

kebiasaan buruk yang terbukti akan meningkatkan risiko hipertensi.

(Yulianti & Maloedyn.2006;19-23)

5. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat di hubungkan dengan peningkatan

tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini

berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak

terukur.

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri

kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini merupakan gejala terlazim yang

mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :

1) Mengeluh sakit kepala, pusing

2) Lemas, Kelelahan

3) Sesak nafas

4) Gelisah

5) Mual, muntah

6) Kesadaran menurun (Nurarif & Kusuma, 2015;103)


6. Komplikasi

Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam jangka

panjang akan menyebabkan kerusakan arteri didalam tubuh sampai organ yang mendapat

suplai darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ – organ

sebagai berikut :

a) Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan

penyakit jantung koroner, Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan

meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang

disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga

banyak cairan tertahan diparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat

menyebabkan sesak napas atau oedema. Kondisi ini disebut gagal jantung.

b) Otak

Komplikasi Hipertensi pada otak, menimbulakan resiko stroke, apabil tidak

diobati risiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

c) Ginjal

Tekanan darah juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi dapat

menyebabkan kerusakan system penyaringan di dalam ginjal akibatnya lambat laun

ginjal tidak mampu membuang zat – zat yang tidak dibutuhan tubuh yang masuk

melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.

d) Mata

Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan

dapat menimbulkan kebutaan ( Yahya, 2005 dalam Wijaya & Putri,2013;58).

7. Pencegahan
a) Setelah umur 30 tahun, periksa tekanan darah anda setiap tahun terutama bagi anda

dengan riwayat keluarga hipertensi.

b) Jangan merokok, minum alkohol berlebihan dan diet tinggi garam / lemak.

c) Bila kelebihan berat badan, turunkan berat badan.

d) Lakukan latihan aerobik (berenang, sepeda, jogging / jalan cepat, aerobik, dan

olahraga berat), paling tidak tiga kali seminggu, setiap kali lamanya 15 – 60 menit,

sampai nafas cepat tetapi jangan sampai sesak nafas. Latihan untuk mengendalikan

stress (tekanan batin).

e) Pelajari cara – cara mengendalikan stress. (Nugroho & Scorviani,2010; ??)

B. Tinjauan tentang Tekanan Darah

1. Pengertian

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah tekanan darah yang selalu terbaca diatas

140/90 mmHg. Cenderung di turunkan dala keluarga dan lebih banyak terdapat pada orang

tua. Keadaan ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol dengan pola hidup sehat

dan obat – obatan. (Nugroho & Scorviani,2010;??)

Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi (arteri). Ketika

jantung kita berdetak, lazimnya 60 hingga 70 kali dalam 1 menit pada kondisi istirahat

(duduk atau berbaring), darah dipompa menuju dan melalui arteri. Tekanan darah paling

tinggi terjadi ketika jantung berdetak memompa darah, ini disebut tekanan sistolik.

Tekanan darah menurun saat jantung relaksasi diantara dua denyut nadi, ini disebut

diastolik. (Kowalski,2010; 36)


2. Pemeriksaan Tekanan darah

Pemeriksaan tekanan darah merupakan indikator penting dalam menilai fungsi

kardiovaskular. Tekanan maksimum pada dinding arteria yang terjadi ketika bilik kiri

jantung menyemprotkan darah melalui klep aortik yang yang terbuka kedalam aorta

disebut sebagai tekanan sistolik. Pada titik terendah, tekanan yang konsisten terdapat di

dinding arteria. Tekanan tersebut dapat diukur dengan milimeter air raksa. Dalam

prosesnya, perubahan tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

a. Tolakan perifer. Tolakan perifer merupakan sistem peredaran darah yang memiliki

sistem tekanan tertinggi (arteria) dan sistem tekanan terendah (pembuluh kapiler dan

vena), diantara keduanya terdapat arteriola dan pembuluh otot yang sangat halus.

Apabila menguncup, arteriola akan menjadi kecil, dan darah yang mengalir melalui

pembuluh kapiler akan berkurang. Kemudian, dalam kondisi berlawanan, dinding

arteriola kendur dan memperbesar jumlah darah yang masuk ke arteriola. Proses

penyempitan pembuluh darah yang melebihi normal dapat mengakibatkan tekanan

darah meninggi.

b. Gerakan memompa oleh jantung. Semakin banyak darah yang di pompa ke dalam

arteria akan lebih menggelembung dan mengakibatkan bertambahnya tekanan darah,

demikian pula sebaliknya.

c. Volume darah. Bertambahnya darah dapat menyebabkan besarnya tekanan pada

arteria.

d. Kekentalan darah. Kekentalan atau viskositas ini tergantung pada perbandingan sel

darah dengan plasma. Semakin kental darah menyebabkan semakin tinggi tekanan dan

semakin banyak yang diperlukan.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya kelainan pada gangguan sistem

kardiovaskular. Jika terdapat tekanan darah sistolik pada saat inspirasi dan ekspirasi lebih
dari 10 mmHg, maka dapat dikatakan bahwa pasien mengalami pulsus paradoksus yang

kemungkinan menunjukkan terjadinya tamponade jantung, gagal jantung, dll.

(Hidayat,2006;49-50)

3. Cara mengukur tekanan darah

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pemeriksaan tekanan darah dapat

dilakukan dengan dua metode, yaitu :

a) Metode langsung, merupakan metode yang menggunakan kanula atau jarum yang

dimasukkan kedalam pembuluh darah yang dihubungkan dengan manometer dan

metode ini merupakan cara yang paling tepat untuk menentukan tekanan darah

tetapi memerlukan persyaratan dan keahlian khusus.

b) Metode tak langsung, merupakan metode yang mengguanakan

sphygmomanometer (tensimeter). pengukuran ini menggunakan dua cara, yaitu :

1) Cara palpasi yang mengukur tekanan sistolik

2) cara auskultasi, dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik. Cara ini

memerlukan stetoskop. (Hidayat,2006;51)

C. Tinjauan tentang Terapy Music

1. Pengertian musik

Musik merupakan stimulus yang unik yang dapat mempengaruhi respon fisik dan

psikologi pendengar serta merupakan intervensi yang efektif untuk meningkatkan relaksasi

fisiologis (yang diindikasikan dengan penurunan nadi, respirasi dan tekanan darah).

(Triyanto,2014;25-26)

Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh seorang

terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan mental,

fisik, emosional, dan spritual. Dalam kedokteran, terapi musik disebut sebagai terapi
pelengkap (Complementary Medicine), Potter juga mendefinisikan terapi musik sebagai

teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi

atau irama tertentu. (Suryana,2012;13)

Terapi musik sejauh ini di definisikan sebagai sebuah aktivitas terapeutik yang

menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan

mental, fisik, dan kesehatan emosi. (Djohan, 2016; 205)

2. Manfaat musik

Manfaat terapi musik bagi orang dewasa adalah bagi mereka yang mengalami

gangguan mental, gangguan neurologis, masalah penyimpangan, klien sakit akut dan

kronis, dan pada pasien yang terisolasi dalam lembaga rehabilitasi. Manfaat terapi musik

bagi manula adalah bagi mereka yang membutuhkan rehabilitasi, klien alzheimer,

parkinson, dan stroke. (Djohan, 2016; 214)

Menurut Spawnthe Anthony (2003) dalam Suryana, musik mempunyai manfaat

sebagai berikut :

a. Efek mozart, adalah salah satu istilah untuk efek yang bisa dihasilkan sebuah musik

yang dapat meningkatkan intelegensia seseorang.

b. Refresing, pada saat pikiran seseorang lagi kacau atau jenuh, dengan mendengarkan

musik walaupun sejenak, terbukti dapat menenangkan dan menyegarkan pikiran

kembali.

c. Motivasi, adalah hal yang hanya bisa dilahirkan dengan “feeling” tertentu. Apabila ada

motivasi, semangatpun akan muncul dan segala kegiatan bisa dilakukan.

d. Perkembangan kepribadian, kepribadian seseorang diketahui mempengaruhi oleh jenis

musik yang didengarnya selama masa perkembangan.

e. Terapi, berbagai penelitian dan literatur menerangkan tentang manfaat musik untuk
kesehatan, baik kesehatan fisik maupun mental. Beberapa gangguan atau penyakit yang

dapat ditangani dengan musik antara lain : kanker, stroke, dimensia dan bentuk

gangguan intelegisia lain, penyakit jantung, nyeri, gangguan kemampuan belajar, dan

bayi prematur.

f. Komunikasi, musik mampu menyampaikan berbagai pesan ke seluruh bangsa tanpa

harus memahami bahasanya. Pada kesehatan mental, terapi musik diketahui dapat

memberikan kekuatan komunikasi dan keterampilan fisik pada penggunanya.

(Suryana,2012;14-15)

3. Mekanisme terapy music

Musik dihasilkan dari simulasi yang dikirim dari akson – akson serabut sensori

ascenden ke neuron – neuron Reticuler Activaty System (RAS). Saat seseorang

mendengarkan musik, gelombangnya di transmisikan melalui ossicles di telinga tengah

dan melalui cairan cochlear berjalan menuju telinga dalam. (Triyanto,2014)

Membran basilaris cochlear merupakan area resonansi dan berespon terhadap

frekuensi getaran yang bervariasi. Rambut silia sebagai sensori reseptor yang mengubah

frekuensi getaran yang menjadi getaran elektrik dan langsung terhubung dengan ujung

nervus pendengaran. Nervus auditori menghantarkan sinyal ini ke korteks auditori ke

lobus temporal. Korteks auditori primer menerima input dan mempersepsikan pitch dan

melodi yang rumit, dan dipengaruhi oleh pengalaman seseorang. Korteks auditori

sekunder lebih lanjut memproses interprestasi musik sebagai gabungan harmoni, melodi,

dan rhytm. (Triyanto,2014).

4. Jenis Musik Terapy


Musik berkaitan langsung dengan emosi dan perasaan, serta mampu menggetarkan

emosi dan perasaan seseorang dari tingkat yang paling lemah sampai paling tinggi. Secara

umum, musik mengandung 5 unsur, yaitu tinggi rendahnya nada (pitch), gerakan dari nada

yang satu ke nada yang lain (melody), kekerasan bunyi (loudness), kongruensi satu bunyi

dengan bunyi lainnya (harmony), dan ritme atau irama yang berdasarkan hentakan. Kelima

unsur tersebut merupakan landasan utama yang dijadikan acuan untuk memilih jenis dan

warna musik yang dipakai seseorang dalam proses terapi.

Berbagai jenis musik yang ada saat ini bisa dimanfaatkan untuk terapi. Tetapi musik

tertentu belum tentu dapat memberikan manfaat pada individu tertentu karena pengaruh

berbagai faktor misalnya faktor budaya atau tingkat keparahan penyakitnya. Sebaliknya

ada musik – musik tertentu yang justru berdampak kurang baik karena intensitas nada

yang digunakan terlalu tinggi, sehingga memberikan rangsangan terlalu kuat bagi kondisi

emosi seseorang. (Setiono & Hidayati,2005; 161-162)

Hasil studi Asrin, Mulidah, dan Triyanto (2007), menunjukkan mayoritas pasien

(79,8%) menyukai lagu kenangan. Sebagian kecil (8,3%) menyukai lagu keroncong dan

(11,9%) menyukai lagu campur sari. (Triyanto,2014;27)

5. Tata cara pemberian terapy music

Prosedur terapi musik dilaksanakan dengan mendengarkan lagu – lagu yang dipilih

pasien yang diputarkan dengan CD player dan disalurkaan melalui earphone selama 20-30

menit. Sesi terapi diberikan sebanyak 3 kali dalam sehari yaitu, pagi, siang, sore. Penderita

hipertensi harus fokus dan berada pada ruangan yang tenang agar hasilnya maksimal.

(Triyanto,2014;27)

Menurut Pandoe dalam Suryana (2012), Terapi musik tidak selalu membutuhkan

kehadiran ahli terapi, walau mungkin membutuhkan bantuannya saat mengawali terapi
musik. Untuk memdorong peneliti menciptakan sesi terapi musik sendiri, berikut ini

beberapa dasar terapi musik yang dapat anda gunakan untuk melakukannya.

a. Untuk memulai melakukan terapi musik, khususnya untuk relaksasi, peneliti dapat

memilih sebuah tempat yang tenang, yang bebas dari gangguan. Peneliti dapat juga

menyempurnakannya dengan aroma lilin wangi aromaterapi guna membantu

menenangkan tubuh.

b. Untuk mempermudah, peneliti dapat mendengarkan bebragai jenis musik pada

awalnya. Ini berguna untuk mengetahui respon dari tubuh responden. Lalu anjurkan

responden untu duduk dilantai, dengan posisi tegak dan kaki berilang, ambil nafas

dalam – dalam, tarik dan keluarkan perlahan – lahan melalui hidung.

c. Saat musik dimainkan, dengarkan dengan seksama instrumennya, soelah – olah

pemainya sedang ada di ruangan memainkan musik khusus untuk responden. Peneliti

bisa memilih tempat duduk lurus di depan speaker, atau bisa juga menggunakan

headphone.

d. Bayangkan gelombang suara itu datang dari speaker dan mengalir ke seluruh tubuh

responden. Bukan hanya dirasakan secara fisik tapi juga fokuskan dalam jiwa.

Fokuskan di tempat mana yang ingin peneliti sembuhan, dan suara itu mengalir kesana.

Dengarkan, sembari responden membayangkan alunan musik itu mengalir melewati

seluruh tubuh dan melengkapi kembali sel – sel, melapisi tipis tubuh dan organ dalam

responden.

e. Saat peneliti melakukan terapi musik, responden akan membangun metode ini

melakukan yang terbai bagi diri sendiri. sekali telah mengetahui bagaimana tubuh

merespon pada instrument, warna nada, dan gaya musik yang didengarkan, responden

dapat mendesain sesi dalam serangkaian yang telah dilakukan sebagai hal yang paling

berguna bagi diri sendiri.


f. Idealnya, peneliti dapat melakuakan terapi musik selama kurang lebih 30 menit hingga

1 jam tiap hari, namun jika tak memiliki cukup waktu 10 menitpun jadi, karena selama

waktu 10 menit telah membantu pikiran responden beristirahat. (Suryana,2012;15-16)

D. Kerangka Konsep

Variabel Independen / Variabel Dependen /


Bebas Terikat

Teraphy Musik Tekanan Darah

Obat - obatan

Keterangan :

: Di Teliti
: Pengaruh
: Tidak Diteliti

E. Hipotesis Penelitian

Dari masalah yang di angkat hipotesis yaitu:

Ho : Tidak ada pengaruh teraphy musik terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi.

Ha : Ada pengaruh teraphy musik terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Pra-Eksperimen

dengan Rancangan penelitian One Group Pretest-Posttest Design. Rancangan ini tidak ada

kelompok pembanding (kontrol), tetapi paling tidak sudah digunakan observasi pertama

(pretest) yang memungkinkan menguji perubahan - perubahan yang terjadi setelah adanya

eksperimen. Bentuk rancangan adalah sebagai berikut (Notoadmodjo,2012; 57).


Pretest Perlakuan Postest

01 X 02

Keterangan:

01 : Sebelum Terapi (Pre tes)


X : Pemberian Terapi
02 : Setelah Terapi (Post tes)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian akan dilaksanakan di Puskemas Dumbo Raya Kota Gorontalo

dengan waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Maret - Juni tahun 2017.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yakni variabel bebas (independen) adalah

Terapy Music, dan variabel terikat (dependen) adalah Tekanan Darah.


D. Definisi Operasional

Tabel 5

Definisi Alat
Variabel Parameter Skala Kategori
Operasional Ukur
Independen Memperdengar Diperdengar-
(Bebas) : kan musik kan musik
Terapy klasik, klasik,
Music murottal, dan murottal, dan
instrumental instrumental
pada dengan
responden menggunaka
penderita n earphone
hipertensi sebanyak 1x/
hari, dengan
durasi selama
20 menit.

Dependen Tekanan darah Klasifikasi Lembar Rasio 1.Hipertensi


(Terikat): didalam arteri TD menurut kuesion ringan :
Tekanan yang dapat JNC (2003) er,Lem 140/90 -
Darah diukur dengan dan ESC bar 159/99 mmHg
menggunakan (2007) observa 2. Hipertensi
Spygmomano si, sedang :
meter Tensi 160/100 -
Meter, 179/109
& mmHg
Stetosk 3. Hipertensi
op berat :
>180/110
mmHg
E. Populasi dan Subyek

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami Hipertensi di

Puskemas Dumbo Raya yang berkunjung pada bulan desember tahun 2016 sebanyak 29

orang.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah klien penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas

Dumbo Raya Kota Gorontalo yang ditetapkan secara non probability sampling

(purposive sampling) dan memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

a. Bersedia menjadi responden

b. Tidak memiliki riwayat obesitas

c. Responden bersedia diberikan terapy music

d. Responden memiliki riwayat penyakit hipertensi

e. Sebelum dijadikan sampel, responden tidak minum obat penurun tekanan darah, dan

tidak makan ataupun meminum minuman yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuesioner, dan lembar

observasi, dimana peneliti akan melihat tekanan darah menurun atau tidak menurun sebelum

dan sesudah mendengarkan terapy music yang dirancang sendiri oleh peneliti.
G. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data yang langsung diperoleh dari responden melalui daftar pertanyaan yang

mengacu pada tinjauan pustaka.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari kepustakaan, dari Puskemas Dumbo Raya Kota Gorontalo,

Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Dinas Kesehatan Kota Gorontalo.

3. Data Tersier

Data yang diperoleh dari orang / badan / instansi lain yang telah dipublikasikan /

dikompilasikan dari pihak lain dalam bentuk tabel, grafik, laporan penelitian. Data tersier

dalam penelitian ini adalah jurnal dari internet.

H. Pengolahan dan Analisis data

1. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2012; 174-178) pengolahan data dibagi menjadi 2 cara yaitu:

a. Pengolahan Data Secara Manual

Langkah - langkah pengolahan data secara manual pada umumnya melalui langkah-

langkah sebagai berikut :

1) Editing (Penyuntingan Data)

Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui

kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata masih ada data atau

informasi yang tidak lengkap dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka

kuisioner tersebut dikeluarkan (droup out).

2) Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)


Lembaran atau kartu kode adalah instrument berupa kolom-kolom untuk

merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi nomor responden,dan

nomor-nomor pertanyaan.

3) Memasukan Data (Data Entry)

Yakni mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode atau kartu kode

sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

4) Tabulasi

Yakni membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang

diinginkan oleh peneliti.

b. Pengolahan Data Dengan computer

Sebelum dianalisis data yang terkumpul diolah terlebih dahulu dengan komputer

dengan langkah-langkah berikut:

1) Editing

Hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan

penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan

kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuisioner tersebut.
2) Coding

Setelah semua kuisioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan

peng”kode”an atau “coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan.

3) Memasukan Data (Data Entry) atau Processing

Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam

bentuk “kode” (angka atau hrurf) dimasukan ke dalam program atau “software”

computer. Software computer ini bermacam-macama, masing-masing mempunyai

kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket program yang paling sering

digunakan untuk “entri data” penelitian adalah paket program SPSS for Window.

4) Pembersihan Data (Cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan,

perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan -

kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan

atau koreksi.

2. Penyajian data

Data hasil penelitian yang telah diolah, disajikan dalam bentuk teks (textular), tabel,

dan atau grafik. Penyajian secara textular biasanya digunakan untuk penelitian atau data

kualitatif, penyajian data dengan tabel digunakan untuk data yang sudah diklasifikasikan

dan ditabulasi. Apabila data akan dibandingkan secara kuantitatif, maka lebih baik

disajikan dalam bentuk grafik (Notoatmodjo, 2012; 188).

3. Analisis data

a. Analisis Univariate

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung jenis


datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata-rata, median dan standar

deviasi (Notoatmodjo, 2012; 182).

b. Analisis Bivariate

Analisis bivariat dilakukan terhadap dua variabel yaitu variabel independent dan

dependent yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012; 183). Untuk

membuktikan hal ini maka penulis menggunakan uji statistik analisis t test ( uji t

berpasangan). Menurut Sugiyono (2015;122) rumusan t-test yang digunakan untuk

menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi ditunjukkan pada rumus

dibawah ini.

𝑥̅1 − 𝑥̅2
𝑡=
𝑠2 𝑠2 𝑠 𝑠
√ 1 + 2 − 2𝑟 ( 1 ) ( 2 )
𝑛1 𝑛2 √𝑛1 √𝑛2

Dimana:

𝑥̅1 = Rata − rata sampel 1


𝑥̅2 = Rata − rata sampel 2
𝑠1 = Simpangan baku sampel 1
𝑠2 = Simpangan baku sampel 2
𝑠12 = Variasi sampel 1
𝑠22 = Variasi sampel 2
𝑟 = Korelasi antara dua sampel
I. Etika Penelitian

Prinsip dasar dan kaidah etika penelitian antara lain (Notoatmodjo, 2012; 203-204)

adalah sebagai berikut:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan

informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Peneliti juga memberikan

kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi.
Peneliti menghormati harkat dan martabat subjek penelitian, peneliti seyogianya

mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform concent).

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and

confidentiality)

Peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan

identitas subjek. Peneliti cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas

responden.

3. Keadilan dan iklusivitas/keterbukaan (respect for justice an inclusiveness)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu dikondisikan

sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian.

Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan

keutungan yang sama, tanpa membedakan jender, agama, etnis, dan sebagainya.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi

masyarakat pada umumnya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya

berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu,

pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit,

cidera, stress, maupun kematian subjek penelitian.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Dumbo Raya berdiri dan beroperasi sejak tahun 2013 dan terletak di

Kecamatan Dumbo Raya, Kecamatan Dumbo Raya mempunyai 5 kelurahan dengan luas

wilayah 866 Ha. Terdiri dari Kelurahan Talumolo, Kelurahan Bugis, Kelurahan Botu,

Kelurahan Leato Utara, dan Kelurahan Leato Selatan.

Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Dumbo Raya, berdasarkan data statistik tahun

2016 berjumlah 19.454 Jiwa, dengan jumlah 5.635 KK.

Puskesmas Dumbo Raya mempunyai Luas Wilayah kerja 866 Ha dengan Batas

Wilayah :

1. Sebelah Utara : Kec. Kota Timur

2. Sebelah Timur : Kab. Bone Bolango

3. Sebelah Selatan : Teluk Tomini

4. Sebelah Barat : Kec. Kota Selatan

` Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Dumbo Raya, berdasarkan data statistik

tahun 2017 berjumlah 19.454 Jiwa, dengan jumlah 5.635 KK. Penduduk di wilayah

Puskesmas Dumbo Raya sebagian besar berpendidikan SMP sampai dengan SMA,

sedangkan mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah nelayan, pedagang,

wiraswasta,dan PNS.

Adapun fasilitas kesehatan yang tersedia di Puskesmas Dumbo Raya yakni, Ruang

Pemeriksaan (Poliklinik), Ruang UGD, Ruang Administrasi, Ruang Laboratorium, Ruang

KIA / Imunisasi, Ruang Poli Gigi, Ruang Poli Gizi, Ruang Apotik, Ruang K. Puskesmas,

Ruang K.TU, Gudang Obat dan Logistik.


B. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Dumbo Raya Kota Gorontalo tanggal 12

Juli 2017 – 12 Agustus 2017 melalui alat pengumpulan data dengan lembar pangamatan hasil

pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolic pada klien hipertensi di Puskesmas Dumbo

Raya Kota Gorontalo dengan jumlah responden sebanyak 10 orang. Setelah data di peroleh

langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan data dengan hasil sebagai berikut.

1. Hasil Penelitian

Sampel penelitian ini berjumlah 10 orang yang semuanya diberikan terapy music

namun diawali dengan pengukuran tekanan darah (pretest) dan setelah diberikan terapy

music dilakukan pengukuran tekanan darah kembali (posttest) untuk mengetahui pengaruh

terapy music terhadap tekanan darah penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas

Dumbo Raya Kota Gorontalo sbb.

a. Analisis Univariat

Data yang dianalisis secara univariat dalam penelitian meliputi karakteristik

responden (umur dan jenis kelamin) dan variabel penelitian yakni tekanan darah

penderita hipertensi sebelum dan sesudah diberikan terapy music.

1) Umur Responden

Tabel 6

Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Umur


Di Wilayah Kerja Puskesmas Dumbo Raya Kota Gorontalo
Tahun 2017

Responden
Umur
Jumlah Persentase
40-53 6 60
54-65 4 40
Jumlah 10 100
Data pada tabel di atas menunjukan bahwa sebagian besar ( 60%) responden

berumur antara 40-53 tahun.

Asumsi peneliti menyatakan bahwa bertambahnya umur akan berdampak

risiko terjadinya hipertensi pada manusia.

2) Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 7

Distribusi Penderita Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin


Di Wilayah Kerja Puskesmas Dumbo Raya Kota Gorontalo
Tahun 2017

Responden
Jenis Kelamin
Jumlah (n) Persentase (%)
Laki – Laki 3 30
Perempuan 7 70
Jumlah 10 100

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari 10 responden sebagian

besar (70%) adalah perempuan.

Asumsi peneliti menyatakan bahwa risiko terjadinya hipertensi pada

perempuan akan meningkat setelah perempuan mengalami menopouse pada usia

diatas 45 tahun dan pada usia dibawah 45 tahun biasanya wanita masih dilindungi

oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar HDL (High Density

Lipoprotein).

3) Tekanan darah responden sebelum terapy music.

Tabel 8

Tekanan darah responden sebelum terapy music.

Tekanan darah responden Responden

sebelum terapy music Jumlah (n) Persentase (%)


Hipertensi Ringan 8 80

Hipertensi Sedang 2 20

Jumlah 10 100

Data pada tabel diatas menunjukan bahwa dari ke 10 responden sebelum di

berikan terapy music terdapat 8 responden yang memiliki riwayat hipertensi ringan,

dan 2 responden memiliki riwayat hipertensi sedang yakni 130/90 sampai dengan

160/100.

Asumsi peneliti menyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki

riwayat hipertensi ringan, karena mereka belum mendapatkan terapi music yang

dapat memberikan rangsangan terhadap penuruan tekanan darah.

4) Tekanan darah responden setelah terapy music.

Tabel 9

Tekanan darah responden setelah terapy music.

Tekanan darah responden Responden

setelah terapy music Jumlah (n) Persentase (%)

Turun 10 100

Tidak Turun 0 0

Jumlah 10 100

Setelah diberikan terapy music tekanan darah responden semua mengalami

penurunan yakni 120/80-140/90.

Asumsi peneliti menyatakan bahwa terapy music memberikan dampak

terhadap penurunan tekanan darah responden. Saat responden sedang mendengarkan

alunan music selama 20 menit, mereka merasakan sensasi rileks sehingga aliran
darah di pembuluh darah tidak mengalami tegang dan tekanan darah klienpun

mengalami perubahan / normal.

Pendapat ini sejalan dengan teori dari Triyanto (2014;26) bahwa musik

merupakan stimulus yang unik yang dapat mempengaruhi respon fisik dan psikologi

pendengar serta merupakan intervensi yang efektif untuk meningkatkan relaksasi

fisiologis (yang diindikasikan dengan penurunan nadi, respirasi dan tekanan darah).

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh terapy music terhadap

tekanan darah penderita hipertensi. Berdasarkan hasil analisa uji t didapatkan hasil

sebagai berikut.

Tabel 10

Pengaruh Terapy Music Terhadap Tekanan Darah Penderita Hipertensi Di Wilayah

Kerja Puskesmas Dumbo Raya

Tekanan Standar
Mean Varians t P-Value
Darah Deviasi

Sistol pre 148.00 7.888 62.222 21.04 0.000

Sistol post 127.00 8.232 67.778

Diastol pre 92.00 4.216 17.778 3.67 0.005

Diastol post 86.00 5.164 26.667

Data tekanan darah responden sebelum dan sesudah dilakukan terapy music

menunjukkan bahwa, nilai rata-rata tekanan darah sistol sebelum perlakuan sebesar

148,00 ± 7,88. Sedangkan nilai rata-rata tekanan darah sistol sesudah perlakuan sebesar

127,00 ± 8,233. Dan nilai rata-rata tekanan darah diastol sebelum perlakuan sebesar
92,00 ± 4,216. Sedangkan nilai rata-rata tekanan darah sistol sesudah perlakuan sebesar

86,00 ± 5.164.

Kemudian hasil t hitung yang telah kita dapatkan dibandingkan dengan nilai t

tabel dimana df = n - 1. Jadi df = 10 - 1 = 9 dengan derajat kesalahan 5% (0,05), maka

nilai t tabel = 1,833. Dengan demikian t hitung > t tabel sistol (21.04 > 1,833) dan t

hitung > t tabel diastol (3.67 > 1,833).

Berdasarkan hasil uji diatas dapat disimpulkan bahwa : pernyataan H0 ditolak,

yang artinya pengaruh teraphy musik terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi

dapat di terima.

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukanan oleh Triyanto

(2014;26), bahwa musik merupakan stimulus yang unik yang dapat mempengaruhi

respon fisik dan psikologi pendengar serta merupakan intervensi yang efektif untuk

meningkatkan relaksasi fisiologis (yang diindikasikan dengan penurunan nadi, respirasi

dan tekanan darah).

Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen musik oleh

seorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan

mental, fisik, emosional, dan spritual. Dalam kedokteran, terapi musik disebut sebagai

terapi pelengkap (Complementary Medicine), Potter juga mendefinisikan terapi musik

sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan

menggunakan bunyi atau irama tertentu. (Suryana,2012;13), Sedangkan menurut

Triyanto (2014;26), bahwa bunyi – bunyi frekuensi sedang cenderung merangsang

jantung, paru, dan emosi. Bunyi dari musik yang bergetar membentuk pola dan

menciptakan medan energi resonansi dan gerakan di ruang sekitarnya. Energi akan

diserap oleh tubuh manusia dan energi – energi itu secara halus mengubah pernapasan,

detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot, temperatur kulit dan ritme – ritme
internal lainnya.

Terapi musik sejauh ini dapat di artikan sebagai sebuah aktivitas terapeutik yang

menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan

mental, fisik, dan kesehatan emosi. (Djohan, 2016; 205)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian relevan dari Delvi Yunita, dkk. (2011)

yang berjudul “Pengaruh Terapi Musik Klasik (Mozart) Terhadap Penurunan Tekanan

Darah Sistolik Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin

Kec. Koto Tangah Padang” yang mengatakan bahwa ada pengaruh terapi musik klasik

(mozart) terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada lansia dengan hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Air Dingin Kec. Koto Tangah Padang tahn 2011.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian relevan dari Suhadi, dkk (2013) yang

berjudul “Perbedaan Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi Sebelum dan Sesudah

Diberikan Terapi Musik Instrumental Di Panti Werda Pengayoman Pelkris Kota S”

yang mengatakan bahwa ada perbedaan tekanan darah pada lansia hipertensi sebelum

dan sesudah diberikan terapi musik instrumental Di Panti Werda Pengayoman Pelkris

Kota S tahun 2013.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh terapy music terhadap

tekanan darah penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Dumbo Raya Kota Gorontalo

dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Tekanan darah penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Dumbo Raya Kota

Gorontalo sebelum diberikan terapy music dengan kategori ringan.

2. Tekanan darah penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Dumbo Raya Kota

Gorontalo setelah diberikan terapy music dengan kategori normal.

3. Ada pengaruh yang sangat signifikan pemberian terapy music terhadap tekanan darah

penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Dumbo Raya Kota Gorontalo.

B. Saran

1. Puskesmas Dumbo Raya

Pihak Puskesmas Dumbo Raya dapat melakukan upaya pencegahan hipertensi pada

klien penderita hipertensi ringan maupun sedang / berat yang dating berkunjung ke

Puskesmas melalui pengobatan non medis, seperti terapy music, karena dengan

pemberian terapy music dapat menurunkan tekanan darah klien penderita hipertensi.

Selain itu pihak Puskesmas juga dapat melakukan penyuluhan kesehatan kepada klien

penderita hipertensi, sehingga klien dapat mengetahui penyebab dan pencegahan dari

hipertensi.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi selanjutnya guna untuk menjadi

bahan perbandingan antara satu dengan yang lainnya. Selain itu bagi peneliti selanjutnya
agar dapat menggunakan alat ukur tekan darah yang lebih akurat untuk mengukur

tekanan darah klien / responden.

Anda mungkin juga menyukai