Laporan Pendahuluan Efusi Pleura
Laporan Pendahuluan Efusi Pleura
A. DEFINISI
1. Efusi pleura merupakan suatu gejala yang serius dandapat mengancam jiwa
penderita.Efusi pleura yaitu suatu keadaan terdapatnya cairan dengan jumlah
berlebihan dalam rongga pleura.Efusi pleura dapat di sebabkan antara lain
karena tuberkulosis, neo plasma atau karsinoma, gagal jantung, pnemonia, dan
infeksi virus maupun bakteri (Ariyanti, 2003).
2. Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga
pleural, antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
3. Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
B. KLASIFIKASI
1. Efusi pleura transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran
cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya transudat karena peningkatan
tekanan hidrostatik (CHF), penurunan onkotik (hipoalbumin) dan tekanan negative
intra pleura yang meningkat (atelektaksis akut).
Ciri-ciri cairan:
a. Serosa jernih
b. Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c. Terdapat limfosit dan mesofel tetapi tidak ada neutrofil
d. Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura dikenal dengan hydrothorax,
penyebabnya:
1) Payah jantung.
2) Penyakiy ginjal (SN).
3) Penyakit hati (SH).
4) Hipoalbuminemia (malnutrisi, malabsorbsi)
2. Efusi pleura eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari pleura itu sendiri yang berkaitan
dengan peningkatan permeabilitas kapiler (missal pneumonia) atau drainase limfatik
yang berkurang (missal obstruksi aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
a. Berat jenis > 1.015 %.
b. Kadar protein > 3% atau 30 g/dl.
c. Ratio protein pleura berbanding LDH serum 0,6..
d. LDH cairan pleura lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal.
e. Warna cairan keruh.
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:
1) Kanker : karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit metastatic
ke paru atau permukaan pleura.
2) Infark paru
3) Pneumonia
4) Pleuritis virus
C. ETIOLOGI
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediatinum, sindroma meig(tumor ovarium) dan sindroma vena kava
superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang
(tuberculosis, pneumonia, v i r u s ) , b r o n k i e k t a s i s , a b s e s
a m u b a s u b f r e n i k y a n g m e n e m b u s k e r o n g g a pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma.
DiIndonesia 80% karena tuberculosis.
3. Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
a. Gagal jantung
b. Kadar protein yang rendah
c. Sirosis
d. Pneumonia
e. Tuberculosis
f. Emboli paru
g. Tumor
h. Cidera di dada
i. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).
j. Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang
baik.
F. KOMPLIKASI
1. Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
2. Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
3. Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara
dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
4. Laserasi pleura viseralis
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
7. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus
dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50
ml, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura
sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya
sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah didiagnosis,
penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum,
tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan
pemeriksaan seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin,
amylase, pH, dan glucose.
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri
c. Pemeriksaan hitung sel
8. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan
apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura
transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara
pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung
kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh
faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi
pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri,
infeksi virus, dan keganasan
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang
dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu punksi ditujukan
pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau
terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi
ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin
lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa
diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. Komplikasi yang dapat timbul
dengan tindakan aspirasi :
a. Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh
darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat
menyebabkan pneumothorak.
b. Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura
tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya
kembali struktur mediastinal. Tekanan negatif yang berlangsung singkat
menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula atau struktur
yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan
terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c. Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat
menimbulkan tiga pengaruh pokok :
1) Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat
menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit
dalam tubuh.
2) Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang negatif
sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih
banyak
3) Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2. Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan
maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang
kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan pembentukan cairan
karena malignancy adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu
penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan
penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau penggunaan talc poudrage tidak
memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi
dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula
menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang
kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
4. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan
WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi untuk melakukan
torasentesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam
rongga pleura.
b. Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari 1000 cc, karena
pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak
dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak. Kerugian :
1) Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada
dalam cairan pleura.
2) Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
3) Dapat terjadi pneumothoraks.
5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena
kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat
laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
1) Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
2) Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa :
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang
bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tandatanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
2) Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
h. Pola nutrisi dan metabolisme
1) Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien,
2) Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
3) Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnyalemah.
i. Pola eliminasi
1) Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS.
2) Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
j. Pola aktivitas dan latihan
1) Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
2) Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3) Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada.
4) Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
k. Pola tidur dan istirahat
1) Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.
2) Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
l. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
a) Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang
diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspneu.
b) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya
> 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding
dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
c) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
d) Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovasculer
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS –
5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu
di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35kali per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
a) Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma
b) Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
c) Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
b) Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta
dengan pemerikasaan capillary refiltime.
c) Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
a) Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2.
b) Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk
mengetahui derajat hidrasi seseorang,
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan),
gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret
jalan napas
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan keinginan makan sekunder akibat dyspnea
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
mengenai proses penyakit dan pengobatan
3. RENCANA KEPERAWATAN
1. Alfarisi. 2010. Definisi dan Klasifikasi Efusi Pleura. Diakses pada tanggal 28 februari
2017 pada http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/05/definisi-dan-klasifikasi-efusi-
pleura.html
2. Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,
Penerbit RGC, Jakarta.
3. Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
4. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
5. Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.