Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja bagi pekerja di rumah sakit dan fasilitas medis lainnya
perlu di perhatikan. Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di rumah sakit
serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja disana perlu
dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi maupun non-infeksi,
penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri dan lain sebagainya. Selain terhadap
pekerja di fasilitas medis/klinik maupun rumah sakit, Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
rumah sakit juga “concern” keselamatan dan hak-hak pasien, yang masuk kedalam program
patient safety.

Merujuk kepada peraturan pemerintah berkenaan dengan keselamatan dan kesehatan kerja
di tempat kerja, pedoman ini juga mengambil dari beberapa sumber “best practices” yang
berlaku secara Internasional, seperti National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH), the Centers for Disease Control (CDC), the Occupational Safety and Health
Administration (OSHA), the US Environmental Protection Agency (EPA), dan lainnya. Sebanyak
475 petugas kesehatan yang bekerja di 10 Rumah Sakit dan 20 Puskesmas di Ethiopia
mengalami kecelakaan kerja diantaranya 144 orang (30,5%) tertusuk jarum suntik, 122 orang
(25,7%) mengalami cedera karena terkena benda tajam dan sisanya sebanyak 209 orang (43,8%)
terkena paparan darah dan cairan tubuh. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
bahwa sekitar 3 juta petugas kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit maupun Puskesmas di
Ethiopia terkena paparan darah dan cairan tubuh setiap tahunnya. Menurut CDC (Centre Of
Disease Control), hal ini dapat dipastikan mereka memiliki risiko penularan infeksi seperti HIV,
virus hepatitis B (HBV), dan virus hepatitis C (HCV). Negara-negara berkembang di dunia
yang merupakan negara dengan penghasilan rendah seperti di Sub-Afrika menjelaskan bahwa
prevalensi tertinggi pasien yang terinfeksi HIV adalah petugas kesehatan yang mengalami
insiden kecelakaan kerja saat bekerja di Rumah Sakit maupun Puskesmas.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri?
b. Bagaimana pemilihan alat pelindung diri ?
c. Bagaimana Dasar Hukum Alat Pelindung Diri ?
d. Sebutkan Jenis- Jenis APD beserta penggunaanya menurut Departemen Kesehatan RI,
2007
e. Bagaimana contoh kasusnya
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri
b. Untuk mengetahui Bagaimana pemilihan alat pelindung diri
c. Untuk mengetahui Dasar Hukum Alat Pelindung Diri
d. Untuk mengetahui Jenis- Jenis APD beserta penggunaanya menurut Departemen
Kesehatan RI, 2007
e. Untuk mengetahui Bagaimana contoh kasusnya.

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu untuk menambah pengetahuan berkaitan dengan
penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ada di layanan kesehatan, khususnya di Puskesmas.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh
pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan
potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Alat pelindung
diri yang digunakan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat sebagai kewaspadaan standar
(standard precaution) dalam melakukan tindakan keperawatan menurut Departemen Kesehatan
RI, 2007 yang bekerjasama dengan Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN).

2.2 Pemilihan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) perlu sebelumnya dipilih secara hati- hati agar dapat
memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan, (BPP Semester V, 2008) yaitu :

a) Alat Pelindung Diri (APD) harus dapat memberikan perlindungan yang adekuat
terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya- bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
b) Berat alatnya hendaknya seringan mungkin, dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
c) Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
d) Bentuknya harus cukup menarik.
e) Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
f) Alat tidak menimbulkan bahaya- bahaya tambahan bagi pemakainya, yang
dikarenakan bentuknya yang tidak tepat atau karena salah dalam penggunaanya.
g) Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
h) Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan presepsi sensoris pemakainya.
i) Suku cadangnya mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya.

3
2.3 Dasar Hukum Alat Pelindung Diri
1. Undang-undang No.1 tahun 1970.
a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk
memberikan APD
b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja baru tentang APD.
c. Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga
kerja untuk memakai APD.
d. Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma- cuma.
2. Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981 Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban pengurus
menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk menggunakannya untuk
pencegahan penyakit akibat kerja.

3. Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982 Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan nasehat


mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri yang
diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat kerja.

4. Permenakertrans No.Per.03/Men/1986 Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja yang


mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yang berupa pakaian kerja, sepatu
lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernafasan

5. UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, khususnya paragraf 5 tentang Keselamatan


dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1 berbunyi; “ Setiap pekerja / buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Aspek ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: “Untuk melindungi keselamatan pekerja/ buruh
guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. “Sedangkan kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap
perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
terintegrasi dengan siste manajemen perusahaan.”

6. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang pelaksanaan


pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan
lain sebagai upaya untu memutus siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas

4
kesehatan, pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehtaan, baik di rumah
sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

2.4 Jenis- Jenis APD beserta penggunaanya menurut Departemen Kesehatan RI, 2007

No. Komponen Utama Penggunaan


1. Sarung tangan a. Digunakan bila terjadi kontak dengan
darah, dan bahan yang terkontaminasi
b. Digunakan bila terjadi kontak dengan
selaput lendir dan kulit yang terluka
c. Sarung tangan rumah tangga daur
ulang, bisa dikenakan saat menangani
sampah atau melakukan pembersihan
d. Gunakan prosedur ini mengingat resiko
terbesar adalah paparan cairan darah,
tidak mempedulikan apa yang diketahui
tentang pasien
e. Jangan didaur ulang. Sarung tangan
steril harus selalu digunakan untuk
prosedur antiseptik misalnya
pemebedahan.
f. Jangan mengurangi kebutuhan cuci
tangan meskipun telah memakai sarung
tangan.
g. Penggunaan sarung tangan dan
kebersihan tangan merupakan
komponene kunci dalam
meminimalkan penyebaran penyakit da
mempertahankan suatu lingkungan
bebas infeksi (Garner dan Favero dalam
pedoman Pencegahan Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan

5
Kesehatan lainnya).
2. Masker/ Respirator a.melindungi selaput lendir mata, hidung, dan
mulut saat terjadi kontak atau untuk
menghindari cipratan darah dan cairan tubuh.
b. Ganti tiap berganti pasien.
c. gunakan untuk pasien dengan infeksi
respirasi.
Masker dengan efisiensi tinggi merupakan
jenis masker khusus jika penyaringan udara
dianggap penting misalnya pada perawatan
seseorang yang dicurigai atau menderita flu
burung atau SARS.
3. Alat Pelindung Mata a. Gunakan bila terdapat kemungkinan
terpapar cairan tubuh untuk melindungi
mata
b. B. Kacamata memeberi sedikit
perlindungan, tetapi tidak
mmemberikan perlindungan
meyeluruh.
4. Gaun Pelindung a. Lindungi kulit dari darah dan cairan
tubuh
b. Digunakan untuk menutupi atau
mengganti pakaian biasa atau seragam
lain, pada saat merawat pasien yang
diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet/
airbone.
c. Cegah pakaian tercemar selama
prosedur klinisyang dapat berkontak
langsung dengan darah dan cairan
tubuh.

6
5. Topi a. Digunakan untuk menutup rambut dan
kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka
selama pembedahan
b. Tujuan utama untuk melindungi
pemakai/ petugas dari darah atau cairan
tubuh yang terpercik atau menyemprot.
6. Apron a. Terbuat dari karet atau plastik,
merupakan penghalang tahan air
sepanjang bagian depan tubuh petugas
kesehatan.
b. Mengenakan apron dibawah gaun
penutup ketika melakukan perawatan
langsung pada pasien, mmbersihkan
pasien, atau melakukan prosedur
dimana ada resiko tumpahan darah,
cairan tubuh atau sekresi.
7. Pelindung Kaki a. Melindungi kaki dari cedera akibat
benda tajam atau benda yang
mungkin jatuh secara tidak sengaja
ke ats tubuh.
b. Hindari menggunakan sandal jepit
atau sepatu yang terbuat dari bahan
lunak (kain) tidak boleh dikenakan.

2.5 Contoh kasus

Sebanyak 475 petugas kesehatan yang bekerja di 10 Rumah Sakit dan 20 Puskesmas di
Ethiopia mengalami kecelakaan kerja diantaranya 144 orang (30,5%) tertusuk jarum suntik, 122
orang (25,7%) mengalami cedera karena terkena benda tajam dan sisanya sebanyak 209 orang
(43,8%) terkena paparan darah dan cairan tubuh. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

7
memperkirakan bahwa sekitar 3 juta petugas kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit maupun
Puskesmas di Ethiopia terkena paparan darah dan cairan tubuh setiap tahunnya. Menurut CDC
(Centre Of Disease Control), hal ini dapat dipastikan mereka memiliki risiko penularan infeksi
seperti HIV, virus hepatitis B (HBV), dan virus hepatitis C (HCV). Negara-negara berkembang
di dunia yang merupakan negara dengan penghasilan rendah seperti di Sub-Afrika menjelaskan
bahwa prevalensi tertinggi pasien yang terinfeksi HIV adalah petugas kesehatan yang mengalami
insiden kecelakaan kerja saat bekerja di Rumah Sakit maupun Puskesmas.

Menurut WHO, diperlukan pengawasan tentang kepatuhan petugas kesehatan dalam


menggunakan alat perlindungan diri saat bekerja di Rumah Sakit maupun Puskesmas. Hal ini
ditujukan untuk meminimalisir adanya kecelakaan kerja bagi petugas kesehatan khususnya
perawat yang memiliki kontribusi waktu lebih lama untuk merawat pasien dibandingkan dengan
petugas kesehatan lainnya.

Pencegahan terhadap penularan infeksi yang diakibatkan karena terkena paparan darah dan
cairan tubuh antara lain:

1. Mencuci tangan
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi (Potter & Perry, 2005). Tujuan mencuci tangan adalah untuk
membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi
jumlah mikroba total pada saat itu. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan
sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun telah memakai sarung tangan atau alat
pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan
sehingga penyebaran penyakit dapat dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan
harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat
digantikan oleh pemakaian sarung tangan.
2. Menggunakan alat pelindung diri
Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir para petugas
kesehatan dari risiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret atau ekskreta, kulit
yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi. Jenis alat pelindung
diri antara lain:
a. Penggunaan Sarung tangan

8
Melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada
tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah
penyebaran infeksi dan harus selalu diganti untuk mecegah infeksi silang.
b. Masker
Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah, rahang dan semua
rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas
kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan
darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk kedalam hidung atau mulut petugas
kesehatan. Masker jika tidak terbuat dari bahan tahan cairan, bagaimanapun juga tidak
efektif dalam mencegah dengan baik.

c. Pelindung mata
Melindungi perawat apabila terjadi cipratan darah atau cairan tubuh lainya yang
terkontaminasi dengan melindungi mata. Pelindung mata termasuk pelindung plastik yan
jernih. Kacamata pengaman, pelindung muka. Kacamata yang dibuat dengan resep dokter
atau kacamata dengan lensa normal juga dapat dipakai.
d. Tutup kepala/kap
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut tidak masuk
dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus dapat menutup semua rambut.
e. Gaun
Gaun penutup, dipakai untuk menutupi baju rumah. Gaun ini dipakai untuk melindungi
pakaian petugas pelayanan kesehatan. Gaun bedah, petama kali digunakan untuk
melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari
petugas kesehatan sewaktu pembedahan.
f. Apron
Terbuat dari bahan karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air di bagian depan
dari petugas kesehatan.
g. Alas kaki
Dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau berat atau dari
cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perawat sangat rentan terhadap penularan infeksi, karena perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien akan kontak langsung dengan darah dan cairan tubuh. Upaya yang
dilakukan untuk mengurangi risiko tertular infeksi adalah dengan menggunakan tindakan
kewaspadaan universal. Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan penting memiliki
pengetahuan, sikap dan pelaksanaan tindakan kewaspadaan universal yang baik agar mengurangi
risiko tertular infeksi. Hal yang bisa dilakukan antara lain yaitu Mencuci tangan dan
menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan, kaca mata, gaun, tutup kepala, apron, alas kaki
dan masker).

3.2 Saran
a. Petugas kesehatan
Petugas kesehatan harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan
benda atau alat tajam lainnya selama menggunakan, membersihkan atau mencuci peralatan,
membuang sampah atau membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur atau tindakan.
b. Institusi Kesehatan
Institusi kesehatan lebih memperhatikan keselamatan kerja pada petugas/karyawan. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara sosialisasi dan pembuatan peraturan tentang kedisiplinan
petugas kesehatan dalam mengelola alat kesehatan (jarum, benda tajam, dan lainnya).

10
DAFTAR PUSTAKA

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokonial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba


Medika.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Petunjuk Penyusunan Pedoman Pengendalian Infeksi


Nosokomial Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, Ditjen Pelayanan Medik.

Drucker, P.F. 2000. The Organization of The Future, Terjemahan, M. Ansyar. Jakarta:
Elex Media Komputindo.

Harrington, H. R & Gill, F. S. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta : EGC.

Tim Penyusun. 2008. Buku Pegangan Praktikum Semester V. DIII Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS. Surakarta : UNS.

Reda, A. A., Fisseha, S., Mengistie, B., dan Vandeweerd, J. M. 2010. Standard
Precautions: Occupational Exposure and Behavior of Health Care Workers in Ethiopia.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21203449 [14 September 2016].

11

Anda mungkin juga menyukai