Anda di halaman 1dari 16

Sejak kecil kita diajarkan jika ingin menjadi orang sukses dan mewujudkan cita-cita, kita

harus berusaha dengan keras, terus belajar, tidak pantang menyerah, rajin berdoa, fokus, dan
konsisten. Begitu juga dengan sekelompok tim sepakbola, atau basket, atau voli, atau
kelompok-kelompok lainnya. Jika ingin menjadi sebuah tim yang kuat dan disegani oleh tim
yang lainnya, sudah pasti tim itu harus memiliki kualitas pemain yang baik.

Tapi ingat, dalam sebuah tim tidak boleh ada yang terlalu menonjol sementara masih ada
beberapa pemain yang belum mampu mengimbangi. Karena apa? Karena akan timbul
ketimpangan dalam sebuah tim, dan berakibat pada kualitas permainan yang buruk. Memang,
ketika sebuah tim memiliki pemain yang menonjol itu bisa dikatakan sebagai tim yang bagus,
tapi tidak kuat. Percaya deh. Begitu juga dengan negara kita ini, Indonesia.

Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah populasi terbesar di dunia. Kurang lebih
Indonesia memiliki sumber daya manusia sebanyak 250 juta jiwa, angka yang besar ya.
Dengan jumlah SDM yang sangat besar, ada 2 kemungkinan yang akan terjadi di negara ini;
menjadi negara dengan kualitas ekonomi terkuat atau justru menjadi yang semakin lemah.
Nah kita bisa melihatnya melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Kalau kita lihat selain Indonesia, ada China dan India yang memiliki jumlah populasi terbesar
di dunia. Namun, keduanya perlahan menjadi negara yang kuat, baik di bidang ekonomi
maupun pendidikan. Apakah negara kita bisa? Oh tentunya sangat bisa.

Kamu harus ingat nih, bahwa penduduk suatu negara adalah sumber daya manusia yang
memiliki potensi tinggi dalam kemajuan pembangunan negara tersebut. Oleh karena itu,
dengan jumlah populasi manusia yang sangat besar, pemerintah kita harus melakukan kerja-
kerja yang mampu meningkatkan kualitas masyarakatnya.

Baca juga: Dampak-Dampak Bonus Demografi Bagi Indonesia

Kita bisa melihat dan mengukur apakah negara kita sudah bisa menyamai China, India,
Amerika, atau justru akan semakin jauh, melalui 3 macam tingkatan ini:

A. Tingkat Pendidikan

Tingkat pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tergantung dari sejauh mana tingkat
pendidikannya. Tingkat pendidikan di sini bukan cuma dilihat dari pendidikan sekolah ya,
tapi harus dilihat juga dari tingkat pendidikan keluarga, lingkungan, dan lainnya. Jika
seseorang memiliki pengetahuan yang tinggi pada suatu bidang, ia sangat mungkin dapat
mengolah sumber daya alam dengan baik. Sehingga taraf hidup pun meningkat.

Sejak dulu tingkat pendidikan di negara berkembang relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan negara maju, apa alasannya:

1) Tingkat kesadaran masyarakat yang rendah.

2) Sarana pendidikan yang tidak seimbang dengan jumlah anak usia sekolah.

3) Pendapatan penduduk per kapita yang rendah.

Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya tingkat pendidikan terhadap pembangunan.


 Rendahnya penguasaan teknologi maju, sehingga harus mendatangkan tenaga ahli
dari negara maju.
 Rendahnya pendidikan mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal yang
baru.

B. Tingkat Kesehatan

Kita bisa menilai tinggi rendahnya tingkat kesehatan suatu negara dari besar kecilnya angka
kematian. Semakin rendah tingkat kesehatan, maka tingkat kematiannya pun akan semakin
tinggi.

Nah, penyebab rendahnya kualitas kesehatan adalah:

1) Kurangnya sarana dan prasarana kesehatan.

2) Kurangnya air bersih untuk kesehatan sehari-hari.

3) Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi.

4) Penyakit menular dan lingkungan yang tidak sehat.

Dampak rendahnya tingkat kesehatan adalah sebagai berikut.


 Terhambatnya pembangunan fisik karena perhatian tercurah pada perbaikan kesehatan
yang lebih utama karena menyangkut jiwa manusia.
 Tidak maksimalnya hasil kerja.
C. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan suatu negara seringkali diukur berdasarkan pendapatan per kapitanya,
atau jumlah pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara dalam jangka waktu satu tahun.
Namun, tidak sedikit negara dengan pendapatan per kapita yang rendah, beberapa
penyebabnya adalah:

1) Pendidikan masyarakat rendah dan tidak banyak tenaga ahli.

2) Jumlah penduduk banyak dan besarnya angka ketergantungan.

Dampak dari rendahnya tingkat pendapatan terhadap pembangunan adalah sebagai


berikut.

 Rendahnya daya beli masyarakat berakibat terhadap pembangunan di bidang ekonomi


yang kurang baik.
 Pembangunan hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat golongan menengah ke
atas.
UNDP (United Nation Development Program), sebuah organisasi yang memiliki tujuan
dalam memberikan bantuan serta meningkatkan pembangunan negara-negara berkembang,
mendefinisikan pembangunan manusia sebagai sumper proses dalam memperluas pilihan-
pilihan penduduk. Pada konsep tersebut, penduduk atau masyarakat ditempatkan sebagai
tujuan akhir, nah pembangunan adalah upaya untuk mencapai tujuan itu. Lalu, untuk
menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, terdapat 4 hal pokok yang perlu kita
perhatikan.
Kita juga bisa nih mengukur capaian dari indeks pembangunan manusia. Secara khusus, IPM
mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komonen dasar kualitas hidup.
IPM bisa dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan keempat komponen. Apa
saja kah itu?

 Angka harapan hidup yang mewakili bidang kesehatan


 Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengukur capaian di bidang
pendidikan
 Kemampuan daya beli masyarakat, terhadap beragam kebutuhan pokok yang dilihat
dari rata-rata pengeluaran perkapita. Hal itu dilakukan sebagai pendekatan
pendapatan, yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak sebagai ukuran
kualitas hidup.

Nah untuk menghitung Indeks Pembangunan Manusia, kita harus melihat terlebih dahulu
komponen-komponennya. IPM memiliki 3 komponen yaitu, angka harapan hidup, tingkat
pendidikan, dan tingkat kehidupan layak. Coba kamu perhatikan rumus-rumusnya di bawah
ini ya.
Dengan menggunakan rumus itu, kita bisa melihat sejauh mana kenaikan pembangunan
manusia di setiap negara, khususnya negara kita. Nantinya akan terukur apakah
pembangunan manusia di negara kita itu berangsur naik atau justru turun.

Kalau kamu mau latihan bagaimana cara menghitungnya, kamu bisa memelajarinya di
ruangbelajar. Di ruangbelajar, ada video yang menerangkan bagaimana cara menggunakan
rumus itu dan ada juga latihan-latihan soalnya. Pokoknya lengkap dan kamu akan dengan
mudah memahaminya.

Nah yang terakhir nih, indeks pembangunan manusia ini berkaitan dengan bonus demografi
yang akan diterima Indonesia. Ketika bonus demografi sudah sampai pada puncaknya dan
diimbangi dengan pembangunan manusia yang baik, maka bukan tidak mungkin seperti yang
disampaikan oleh PwC (PricewaterhouseCoopers), bahwa pada tahun 2050 Indonesia
menjadi raja ekonomi ke 4 di dunia itu akan terwujud.

Kecenderungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tumbuh melambat selama


tiga tahun terakhir. Ini merupakan catatan yang sangat perlu diperhatikan dan harus segera
diantisipasi. Tumbuh melambat artinya besaran perubahan capaian angka IPM setiap tahun
selama periode 2016-2018 lebih rendah daripada tahun sebelumnya meskipun secara nominal
tetap tumbuh positif. Pada periode 2015-2018, IPM Nasional tumbuh berturut-turut sebesar
0,93%, 0,91%, 0,90% dan 0,82%.

Capaian IPM ini sebagaimana dirilis beberapa waktu yang lalu oleh Badan Pusat Statistik
(BPS). Capaian IPM 2018 tercatat sebesar 71,39, naik sebesar 0,58 poin dari 2017 atau
tumbuh 0,82%. Ini tentu membanggakan dan jadi prestasi bagi pemerintah dan rakyat
Indonesia.

IPM merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
pembangunan kualitas manusia di suatu negara atau regional pada kurun waktu tertentu.
Indikator ini pertama kali dikenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP)
pada 1990. IPM dibentuk berdasarkan tiga aspek (dimensi) mendasar yaitu dimensi Umur
Panjang dan Hidup Sehat, dimensi Pengetahuan dan dimensi Standar Hidup Layak.

Dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat diwakili oleh angka Usia Harapan Hidup (UHH).
UHH adalah lama hidup (tahun) yang diharapkan akan dicapai oleh bayi yang baru lahir.
Semakin tinggi capaian nilai UHH di suatu wilayah dan pada kurun waktu tertentu, berarti
semakin tinggi derajat kesehatannya.

Dimensi Pengetahuan ditentukan berdasarkan angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan
Harapan Lama Sekolah (HLS). RLS adalah rata-rata lama sekolah formal (tahun) yang
sedang atau telah diselesaikan oleh penduduk yang berumur 25 ke atas, sedangkan HLS
merupakan lama sekolah formal (tahun) yang diharapkan akan diselesaikan oleh seorang
anak pada umur tertentu di masa mendatang.

Selanjutnya untuk dimensi Standar Hidup Layak ditentukan berdasarkan besaran pengeluaran
per kapita yang disesuaikan per tahun. Pengertian "yang disesuaikan" adalah dapat
diperbandingkan antarwaktu dan antarwilayah.

IPM Nasional yang tumbuh lambat pada 2018 disebabkan oleh pertumbuhan yang melambat
pada dimensi Umur Panjang dan Hidup Sehat dan dimensi Pengetahuan. Pada dimensi Umur
Panjang dan Hidup Sehat, pertumbuhan UHH hanya 0,19%. Ini lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan pada 2017 yang mencapai 0,23%.

Pada 2018 ini, penduduk yang mengalami keluhan kesehatan sebesar 30,96%. Ini merupakan
hal yang mengkhawatirkan karena terjadi kenaikan dibandingkan dengan 2017 yang sebesar
28,62% (Susenas, 2018). Dari seluruh penduduk yang mengalami keluhan kesehatan tersebut
kurang dari setengah yang berobat jalan (48,66%), meningkat dari tahun sebelumnya yang
hanya 46,32%.

Pada dimensi Pengetahuan, perlambatan pertumbuhan IPM pada 2018 disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan HLS yang hanya tumbuh 0,47% (2017 tumbuh sebesar 1,89%).
Komponen dimensi Pengetahuan lainnya secara nasional juga mengalami perlambatan yaitu
RLS yang hanya tumbuh 0,86%, berbeda cukup jauh dengan pertumbuhan RLS pada 2017
yang tumbuh sebesar 1,02%.

Pertumbuhan IPM Nasional yang melambat juga tercermin dari perlambatan IPM Provinsi.
Sebanyak 17 provinsi (50%) mengalami perlambatan pertumbuhan IPM. Malah terdapat
empat provinsi yang melambat selama tiga tahun berturut-turut pada periode 2016-2018.
Keempat provinsi tersebut adalah Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan
Maluku.

Pada dimensi Pengetahuan, HLS 2018 tumbuh melambat di 31 provinsi (91%). Malahan
terdapat 8 provinsi yang tiga tahun berturut-turut mengalami perlambatan pertumbuhan HLS.
Meskipun demikian masih terdapat 3 provinsi yang tumbuh positif yaitu Lampung,
Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Selain pada HLS, perlambatan pertumbuhan
terjadi juga pada komponen RLS. Pada 2018 terdapat 21 Provinsi (62%) yang tumbuh
lambat.

Penurunan laju pertumbuhan HLS kemungkinan disebabkan salah satunya oleh tingkat
partisipasi sekolah anak usia 16-18 tahun yang masih rendah. Pada usia ini, sebenarnya
seorang anak diharapkan masih bersekolah di jenjang pendidikan menengah atas
(SMA/SMK/MA). Tetapi faktanya menunjukkan bahwa pada 2018 hanya 71,99 % anak usia
16-18 tahun yang bersekolah. Dengan kata lain sekitar 28 % anak usia 16-18 tahun tidak
bersekolah.

Selain pada kelompok usia 16-18 tahun, partisipasi pendidikan kelompok anak usia 13-15
tahun tercatat sebesar 95,36%. Dengan demikian masih terdapat sekitar 23% lulusan
menengah pertama (SMP/MTs) yang tidak melanjutkan pendidikannya. Ini merupakan bahan
evaluasi atas pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun.

Perlambatan pada dimensi pengetahuan tentu saja harus segera diantisipasi dan diselesaikan
secara tuntas. Dimensi pengetahuan yang merupakan cerminan dari capaian pembangunan
bidang pendidikan perlu mendapat perhatian yang mendalam. Tingkat pendidikan yang
rendah akan berpengaruh pada tingkat produktivitas. Produktivitas yang rendah menyebabkan
pendapatannya juga rendah yang pada akhirnya berdampak pada tingkat kesejahteraan.

Berdasarkan gambaran tersebut, cukup jelas bahwa IPM Nasional yang tumbuh lambat
disebabkan terutama oleh melambatnya pertumbuhan pada dimensi Pengetahuan. Pemerintah
perlu lebih memperhatikan dimensi karena terkait dengan kualitas sumberdaya manusia
Indonesia baik di kancah regional maupun global. Sudah saatnya segera direalisasikan
program wajib belajar 12 tahun untuk meningkatkan partisipasi sekolah khususnya pada
kelompok usia 16-18 tahun.

Program Indonesia Pintar (PIP) dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang digulirkan
pemerintah sangat sangat membantu masyarakat khususnya masyarakat ekonomi bawah
untuk dapat mengakses pendidikan formal. Meskipun demikian sudah saatnya pemerintah
berupaya tidak memandang permasalahan tingkat partisipasi pendidikan hanya dari dimensi
ekonomi saja. Permasalahan masih rendahnya tingkat partisipasi sekolah di tingkat
SMA/SMK/MA perlu diselesaikan secara multidimensi. Salah satu dimensi yang juga perlu
ekstra mendapat perhatian adalah dimensi kultural masyarakat.

Untuk memahami dimensi ini, pemerintah bisa melibatkan para sosiolog atau bahkan para
antropolog dalam tahap persiapan, implementasi, dan evaluasinya. Keterlibatan para sosiolog
dan antropolog ini akan sangat membatu memahami karakteristik masyarakat secara lebih
komprehensif. Selanjutnya berdasarkan pemahaman seperti ini, implementasi program akan
lebih sesuai dengan tujuan dan target yang ditetapkan sebelumnya. Semoga dunia pendidikan
Indonesia akan lebih sukses dan mampu menjawab tantangan global yang semakin kompetitif
ini.

7 Langkah Meningkatkan IPM Melalui


Pendidikan
14 Oct @Kolom
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis
sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun
melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat;
pengetahuan, dan kehidupan yang layak
(https://jateng.bps.go.id/Subjek/view/id/26#subjekViewTab1). Itu makanya angka pencapaian
IPM suatu daerah akan menjadi gambaran kuaitas hidup masyarakat di suatu daerah. Hal ini
akan menjadi gengsi tersendiri jika angka tersebut dibandingkan dengan angka pencapaian
daerah lain. Dilatar belakangi gengsi tersebut, Purbalingga sedang menggeliat mengejar
ketertinggalan dari daerah lain di Jawa Tengah. Yaah IPM Kabupaten Purbalingga tahun
2016 baru mencapai 67,48. Angka ini berada di bawah pencapaian propinsi Jawa Tengah
yang 69,98. Meskipun angka ini juga merupakan pencapaian yang terus meningkat dari tahun
ke tahun. Berbagai upaya dilakukan, terutama di bidang kesehatan dan pendidikan serta
ekonomi.

Pagi ini apel di teras gedung Dinas Pendidikandan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga
berlangsung tertib dan lancar. Dengan dipimpin langsung Kepala Dinas Bapak Heriyanto
S.Pd M.Si peserta apel kali ini termasuk lengkap, hadir Sekdin dan seluruh Kepala Bidang,
seluruh pengawas (biasanya sebagian DL atau langsung ke sekolah, jadi jarang sekali
lengkap). Dalam amanatnya, Kepala Dinas menyampaikan isi dari paparan yang sudah
disampaikannya di hadapan Bapak Bupati pada tanggal 8 Oktober 2017 lalu. Paparannya
berisi 7 langkah yang dilakukan Dinas Pendidikan Kabupaten Purbalingga untuk
meningkatkan IPM.

Langkah pertama adalah penelusuran AUSTS (Anak Usia Sekolah Tidak Sekolah). AUSTS
meliputi penduduk usia 7-12 tahun yang sedang tidak menempuh pendidikan di SD/MI, usia
12-15 tahun yang sedang tidak menempuh pendidikan di SMP/MTs, dan usia 15-18 yang
sedang tidak bersekolah di SMA/SMK/MA. Memang adanya anak usia sekolah yang tidak
sekolah itu sangat mempengaruhi rata-rata lama sekolah warga Purbalingga. Jika angka lama
sekolahnya rendah maka IPMnya rendah. Hal itu terjadi karena angka lama sekolah menjadi
salah satu unsur yang dipertimbangkan dalam pengukuran IPM. Penelusuran yang dilakukan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga bertujuan untuk menemukan
anak-anak tersebut untuk kemudian difasilitasi agar mereka dapat menempuh pendidikan.
Pemerintah Kabupaten Purbalingga telah menyediakan dana fasilitasi sebesar Rp. 1.000.000
setiap anak agar mereka bisa masuk sekolah. Harapannya setelah masuk sekolah mereka bisa
mendapatkan fasilitas lain berupa keringanan biaya dengan Kartu Indonesia Pintar atau Kartu
Purbalingga Pintar. Upaya ini tidak semudah yang dibayangkan. Penelusuran yang dilakukan
sekolah telah menemukan beberapa hal diantaranya anaknya ada, dan bersedia sekolah, atau
anaknya ada tetapi sudah bekerja sehingga kesuitan jika harus menempuh sekolah reguler,
atau anaknya ada tetapi tidak bersedia ke sekolah (sebagian bersedia tetapitidak pernah
datang ke sekolah), ada pula yang anaknya sudah merantau sehingga tidak berada di alamat
yang terdapat dalam data. Oleh karenanya penelusuran hanya berhasil menyekolahkan
sebagian dari AUSTS. Sebagai contoh AUSTS SD yang dalam data AUSTS yang siap sekoah
berjumlah 374 tetapi yang benar-benar bersekolah hanya 155 (Sumber: Bidang Pembinaan
SD, Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga).

Langkah kedua adalah dengan mengaktifkan PKBM. Dengan melihat hasil penelusuran
AUSTS diketahui bahwa sebagian AUSTS tidak memungkinkan belajar di sekolah reguler,
maka langkah selanjutnya adalah membawa mereka belajar di Pusat Kegiatan Belajar
Mengajar (PKBM) yang lebih dikenal dengan Kejar Paket (Kelompok Belajar sistem paket)
A, B, atau C yang disebut juga dengan pendidikan kesetaraan. Sistem pendidikan ini sudah
ada sejak masa orde baru, tetapi dengan bertambahnya jumlah lembaga pendidikan formal,
maka sistem ini banyak ditinggalkan. Lambat laun PKBM-PKBM yang ada semakin kecil
atau bubar. Sekarang PKBM-PKBM yang sudah pasif itu akan diaktifkan kembali agar bisa
menampung sebagian dari AUSTS.

Langkah ketiga dilakukan dengan mewaspadai anak-anak putus sekolah. Diharapkan sekolah
tidak membiarkan siswanya putus sekolah. Jika dalam proses pendidikan di sekolah terdapat
gejala gejala siswa akan putus sekolah, hendaknya sekolah secara pro aktif berupaya untuk
mencegahnya. Jika karenatingkah lakunya sekolah akan mengembalikan siswa kepada orang
tuanya, maka harus dipastikan siswa tersebut bersekolah lagi (pindah). Demikian pula jika
ada siswa yang berpamitan untuk pindah sekolah. Maka sekolah asal harus memastikan dulu
bahwa telah ada sekolah yang akan menampungnya. Banyak pilihan untuk bersekolah. Telah
tersedia sekoah reguler SD/MI, SMP/MTs, SMA, SMK/MA atau pada jalur pendidikan
kesetaraan (Paket A, Paket B, Paket C), atau juga sekoah terbuka baik SMP Terbuka maupun
SMA Terbuka. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah bertambahnya anak usia
sekolah tidak sekolah.

Langkah keempat yang dilakukan adalah dengan mengawal lulusan sekolah. Kewajiban dari
lembaga pendidikan di semua jenjang tidak hanya mendidik siswanya sampai lulus, tetapi
juga memastikan mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kepedulian
sekolah sangat diperlukan dalam hal ini. Sekolah bisa memotivasi siswa untuk terus
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sebagai bagian dari tangga menuju masa depan
yang lebih baik. Jauh sebelum ujian dilaksanakan Bapak Ibu guru di sekolah bisa
mengkondisikan hal tersebut. Di beberapa kasus rendahnya perolehan nilai ujian salah
satunya disebabkan karena tidak adanya niat untuk melanjutkan. Melanjutkan motivasi
tersebut maka setelah pengumuman kelulusan sekolah masih harus mengkomunikasikan
kemana siswa merencanakan untuk melanjutkan sekolah. Dengan melihat perolehan nilai
ujian saat kelulusan siswa dapat menentukan kemana melanjutkan pendidikannya. Sekolah
harus memiliki data awal ini. Anak-anak kemudian berproses mendaftar dan mengikuti
seleksi penerimaan siswa baru, sementara itu sekolah memproses ijazah mereka. Pada saat
sekolah membagikan ijazah, biasanya telah terpetakan siswa yang melanjutkan dan kemana
melanjutkannya maupun siswa yang tidak melanjutkan dan apa kegiatan mereka. Sekolah
masih bisa berperan dengan memotivasi mereka yang memlih tidak melanjutkan dengan
diarahkan ke pendidikan kesetaraan atau sekolah-sekolah terbuka.

Masalah lain akan muncul ketika siswa sudah memutuskan melanjutkan tetapi keadaan
ekonomi tidak mendukung. Langkah keima akan mengatasi hal tersebut, yaitu
memperbanyak beasiswa baik beasiswa miskin maupun beasiswa prestasi. Warga tidak
mampu memiliki Kartu Indonesia Pintar (KIP). Bagi warga miskin yang belum mendapat
KIP, Pemerintah Kabupaten Purbalingga menyediakan Kartu Purbalingga Pintar (KPP).
Dengan demikian anak miskin bisa menikmati pembebasan atas segala pungutan dari sekolah
ditambah beasiswa miskin bagi pemegang KIP ataupun KPP untuk pemenuhan kebutuhan
selama menempuh pendidikan. Bahkan beberapa tahun lalu Pemerintah Kabupeten
Purbalingga mendirikan SMK Negeri 3 Purbalingga yang dikhususkan untuk anak-anak dari
keluarga miskin yang berprestasi. Difasilitasi dengan asrama dan gratis.

Sayangnya segala program dan kemudahan itu seringkali tidak diketahui oleh masyarakat
luas. Oleh karena itu diperlukan langkah keenam yaitu memperluas akses masyarakat
terhadap informasi-informasi pendidikan. Masyarakat harus tahu bahwa pemerintah telah
menyediakan berbagai fasilitas mulai dari program pengentasan AUSTS, beasiswa miskin,
pembebasan dari segala jenis pungutan, beasiswa prestasi, program Bidik Misi, berbagai
beasiswa di perguruan tinggi, pendidikan kesetaraan, sekolah terbuka, office shooling, dan
lain sebagainya. Peran pemerintah kecamatan, UPT Dinas pendidikan, kelurahan sampai
dengan pengurus RT sangatlah penting. Oleh karena itu diharapkan forum koordinasi di
tingkat kecamatan yang mempertemukan semua unsur menjadi ajang peningkatan akses
masyarakat di bidang pendidikan ini. Terutama UPT Dinas Pendidikan di kecamatan-
kecamatan diharapkan aktif menginformasikan seegala kebijakan dan program program
tersebut.

Sebagian besar dari warga yang tidak melanjutkan pendidikannya sekarang dalam posisi
sudah bekerja. Ribuan buruh pabrik di Purbalingga adalah lulusan SMP sebagian kecil
merupakaan lulusan SMA/SMK. Dan yang ada di usaha rumahan (plasma dari pengusaha
besar) sebagiannya hanya lulusan SD karena plasma bukan perusahaan reguler yang
memperhatikan syarat pendidikan bagi tenaga kerjanya. Sebagian lagi bekerja di rumah
masing-masing hanya kemudian menyeetorkan hasil pekerjaannya ke pabrik. Sebagian dari
lulusan SMP, SMA, SMK juga ada yang bekerja di kantor-kantor pemerintah. Mereka tidak
memungkinkan untuk menempuh pendidikan di sekolah. Oleh karenanya sekarang Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga menggulirkan program Office Shooling
yaitu menempuh bersekolah di kantor alias sekolah sambil bekerja sebagai langkah ketujuh.
Program ini diselenggarakan dengan mendirikan kelompok belajar yang menempuh
kesetaraan paket B dan C di perusahaan-perusahaan atau kantor melalui kerjasama dengan
PKBM yang ada. Juga bekerjasama dengan Universitas terbuka untuk karyawan yang ingin
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Dengan 7 langkah ini diharapkan tidak ada warga masyarakat yang tidak bersekolah,
sehingga angka rata-rata lama sekolah meningkat. Jika lama sekolah meningkat tentu IPM
Kabupaten Purbalingga akan naik. Sebetulnya tujuan akhir dari program-program tersebut
bukan sekedar IPM tetapi bagaimana kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Dengan
pendidikan yang lebih tinggi masyarakat akan lebih berdaya dan mampu menyejahterakan
dirinya dan keluarganya sehingga mata rantai kemiskinan akan terputus.

Dartini, Sagusabu Purbalingga

Anda mungkin juga menyukai