Anda di halaman 1dari 3

Aspal Buton, Harta Karun Terpendam di Bumi Indonesia

Menarik menyaksikan acara Explore Indonesia di Kompas TV hari Minggu tanggal 19 Juli
2015 yang lalu. Episode kali itu membahas tentang berbagai potensi yang dimiliki Pulau
Buton, Sulawesi Tenggara. Salah satu yang telah dikenal luas adalah kandungan aspal
alamnya, atau yang lebih dikenal dengan istilah aspal buton/ asbuton. Saking melimpahnya,
stok asbuton kabarnya dapat melayani kebutuan aspal nasional selama beratus-ratus tahun.
Betapa kayanya negeri ini...!

Ditinjau dari proses pembentukannya, aspal diklasifikasikan menjadi aspal minyak dan aspal
alam. Aspal minyak adalah aspal yang banyak kita kenal selama ini. Aspal jenis ini berasal
dari residu destilasi minyak bumi. Sementara aspal alam terbentuk dari lapisan minyak bumi
yang terperangkap dalam lapisan bumi. Lama kelamaan lapisan minyak tersebut naik dan
bercampur dengan tanah dan batuan. Berbeda dengan aspal minyak yang membutuhkan
eksplorasi hingga kedalaman ribuan meter, aspal jenis ini tidak memerlukan eksplorasi yang
sangat dalam karena biasanya sudah dapat ditemui di kedalaman 1,5 meter, bahkan di
permukaan bumi. Asbuton adalah salah satu contoh dari aspal alam.

Asbuton ditemukan oleh geolog asal Belanda WH Hetzel Asbuton pada tahun 1924, dan
digunakan pertama kali dalam pengaspalan jalan dua tahun kemudian. Diperkirakan total
kandungan aspal alam di Pulau Buton tidak kurang dari 750 Juta Ton. Ini berarti 80%
cadangan aspal alam di dunia terdapat di pulau ini, sisanya berada di Trinidad Tobago,
Meksiko, dan Kanada. Sayangnya, meski stok aspal melimpah, hampir semua pekerjaan
konstruksi jalan menggunakan aspal minyak impor dari negara tetangga. Jika kebutuhan aspal
sebesar 2 Juta Ton per tahun, maka dibutuhkan Rp. 18 Triliun untuk mengimpor aspal
minyak. Bandingkan jika menggunakan asbuton, hanya diperlukan biaya Rp.8,7 Triliun.
Artinya dapat dilakukan penghematan sebesar Rp.9,3 Triliun per tahun selama masa layan
minimal 350 tahun!

Pemanfaatan asbuton untuk proyek-proyek jalan di Indonesia sebenarnya sudah mulai


menemui titik terang pada tahun 1970, yaitu pada ruas Cimahi – Padalarang sepanjang 3 Km.
Puncaknya di era 1980an, produksi aspal buton mencapai masa keemasannya dengan jumlah
produksi 300 ribu ton per tahun. Hal tersebut dapat dicapai tentunya karena dukungan
Pemerintah yang saat itu mengeluarkan kebijakan untuk memanfaatkan aspal buton untuk
proyek-proyek Bina Marga. Namun, seiring berjalannya waktu dukungan yang diberikan pun
kian luntur. Saat ini hampir semua proyek jalan menggunakan aspal minyak impor.

Belakangan, Pemerintah kembali mencoba merajut benang kusut pengelolaan dan


pemanfaatan asbuton dengan menerbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No: 35 Tahun
2006 tentang Peningkatan Pemanfaatan Aspal Buton untuk Pemeliharaan dan Pembangunan
Jalan. Dalam permen ini disebutkan bahwa setiap tahun Direktur Jenderal Bina Marga
menetapkan ruas-ruas Jalan Nasional yang menggunakan asbuton dalam penanganannya.
Disebutkan pula bahwa Pemerintah pusat menyediakan bantuan stimulan bahan asbuton bagi
daerah yang mengusulkan pemanfaatannya. Hanya saja dalam pelaksanaan di lapangan,
volume penggunaannya sangatlah sedikit jika dibandingkan dengan volume proyek jalan
secara keseluruhan. Proyek-proyek yang tidak masuk kategori wajib asbuton lebih memilih
menggunakan aspal minyak impor dengan berbagai alasan, seperti: kualitas yang lebih baik,
harga dan ongkos pelaksanaan lebih murah, serta kemudahan pelaksanaan. Di level daerah
juga demikian, hanya Pemerintah Kabupaten Buton yang menerapkan kebijakan 100%
asbuton untuk setiap proyek jalan.

Sepertinya diperlukan kebijakan yang lebih tegas dan jelas untuk memanfaatkan dan
mengembangkan potensi SDA yang sangat menjanjikan ini. Harus ada target volume yang
signifikan terhadap jumlah proyek secara keseluruhan. Target ini diupayakan meningkat
setiap tahunnya seiring dengan usaha-usaha perbaikan dalam teknik penggunaan asbuton.
Memang harus diakui, penelitian tentang asbuton yang selama ini banyak dilakukan belum
mampu memberi solusi terbaik, namun jika harus menunggu lebih lama lagi bisa-bisa potensi
asbuton tidak pernah dapat kita nikmati. Harapan yang sangat besar kita gantungkan kepada
pemerintahan saat ini, semoga dapat melakukan terobosan dalam mengoptimalkan
pemanfaatan aspal buton. Tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga menjadikan
negara kita sebagai salah satu produsen aspal alam terbesar di dunia.

Anda mungkin juga menyukai