Anda di halaman 1dari 9

2

1. Fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber

penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik rutin

maupun pembangunan.

2. Fungsi regularend (pengatur), artinya pajak sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang

sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar

bidang keuangan.

Sistem pemungutan pajak seperti dalam buku “Perpajakan” oleh

Siti Resmi (2017:10) menyatakan bahwa :

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan, yaitu:

Official Assessment System ,Self Assessment System, With Holding

System. Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah

pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan

pemungutan pajak sebagian besar tergantung pada Wajib Pajak sendiri

(peran dominan ada pada wajib pajak).

Semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak, semakin tinggi pula

tingkat keberhasilan penerimaan pajak. Kepatuhan wajib pajak menjadi

aspek penting mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut self

asessment system dimana dalam prosesnya secara mutlak memberikan

kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan

melapor kewajibannya sendiri. Tata cara pemungutan dengan self


3

asessment system berhasil dengan baik jika masyarakat mempunyai

pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi (Hidayatulloh, 2013).

Artikel dalam www.pajak.go.id yang ditulis oleh Oji Saeroji,

Pegawai Direktorat Jendral Pajak pada (01/03/2017) menyatakan bahwa :

“Kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan mencatat atau


membukukan transaksi usaha, kepatuhan melaporkan kegiatan usaha
sesuai peraturan yang berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan
perpajakan lainnya. Di antara ketiga jenis kepatuhan tersebut, yang
paling mudah diamati adalah kepatuhan melaporkan kegiatan usaha,
karena seluruh wajib pajak berkewajiban menyampaikan laporan
kegiatan usahanya setiap bulan dan/atau setiap tahun dalam bentuk
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam setiap masa atau
Tahunannya”.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen

Pajak Hestu Yoga Saksama dalam kumparan.com Kamis (04/05/2016)

mengatakan bahwa:

“Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mencatat, tingkat kepatuhan pajak


mengalami penurunan. Hal ini dilihat dari jumlah Surat Pemberitahuan
(SPT) Tahunan per April 2017 yang hanya 11,3 juta wajib pajak,
menurun 235,6 ribu wajib pajak dibanding periode yang sama tahun
lalu”.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian

Keuangan Jawa Barat I Yoyok Satiotomo mengatakan kepada

jurnalbandung.com (03/03/2016) bahwa:

“Hilangnya potensi pajak ini dikarenakan tingkat kepatuhan masyarakat


yang masih rendah. Menurutnya, untuk Kanwil DJP I Jabar saja, wajib
pajak yang melapor baru 50 persennya.Wajib pajak 3 juta (yang
terdaftar di kanwil I), dari 40 juta warga (Jabar). Bahkan, menurutnya,
wajib pajak yang sudah terdaftar pun tidak seluruhnya patuh membayar
pajak. Dari (wajib pajak) yang lapor pun belum tentu semua bayar. Jadi
banyak potensi yang hilang”.
4

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pada acara International

Tax Conference, Jakarta (07/2017), yang dikutip dari

www.cnnindonesia.com mengatakan bahwa :

“Rendahnya kepatuhan pajak di Indonesia merupakan masalah utama yang


harus diperhatikan oleh pemerintah mengingat pajak merupakan sumber
pendapatan utama dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) dan memegang peran penting untuk memastikan program
dan kegiatan pemerintah dapat dilakukan secara optimal. Hingga saat ini,
lebih dari 80 persen porsi APBN berasal dari pajak”.

Politisi Partai Golkar Mukhammad Misbakhun, di Gedung

MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (21/11/2016) mengatakan bahwa :

“Selama ini, Indonesia dikategorikan dalam kelompok "lower middle


income countries" yang memiliki rasio pajak rendah. Data 2015, rasio
pajak Indonesia adalah 10,47 persen, di bawah rata-rata rasio pajak
negara-negara "lower middle income countries" yang mencapai 17,7
persen. Rendahnya rasio pajak menunjukkan masih rendahnya
kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, serta kemampuan
Pemerintah dalam menggali sumber penerimaan pajak dari sektor-
sektor ekonomi belum optimal”.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen

Pajak Hestu Yoga Saksama dalam kumparan.com Kamis (04/05/2016)

mengatakan bahwa:

“Penurunan tersebut karena adanya kenaikan Pendapatan Tidak Kena


Pajak (PTKP). Karena itu, pelaporan SPT Tahunan dari wajib pajak
orang pribadi karyawan turun 5,03 persen dibanding tahun lalu. Ke
depan, pihaknya juga akan mengkaji kembali mengenai dampak
kenaikan PTKP.Untuk PTKP, belum ada sejarahnya diturunkan lagi.
Namun ke depannya perlu banyak pertimbangan untuk kembali
menaikkan PTKP, karena justru menggerus basis pemajakan kami”.
Kenaikan batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP)

berpengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan dan menyebabkan


5

dua kemungkinan. Kemungkinan pertama yaitu, penerimaan pajak

penghasilan akan berkurang karena lebih sedikit pajak yang akan

dikenakan. Sedangkan kemungkinan kedua adalah penerimaan pajak

penghasilan akan meningkat karena dengan sedikit pajak yang dikenakan

dapat mendorong wajib pajak taat dalam membayar pajak (Farnika,

2013:19).

Menteri Keuangan diberi wewenang mengeluarkan keputusan yang

mengatur tentang faktor penyesuaian Penghasilan Tidak kena Pajak.

Sebagaimana disebutkan PTKP merupakan perwujudan dari prinsip ability

to pay dengan mengecualikan yang unable to pay dari kewajiban

membayar pajak. Namun perlu disadari bahwa karena pengecualian dari

system tersebut mengurangi tax base dan coverage tentu akan berdampak

terhadap penerimaan Negara (Gunadi, 2002:27).

Tarif PTKP terbaru atau pun tarif PTKP 2017 masih sama dengan

tarif PTKP 2016 yang masih mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal

Pajak No. PER-16/PJ/2016, Peraturan Menteri Keuangan yaitu PMK No.

101/PMK.010/2016 dan PMK No. 102/PMK.010/2016 pada tanggal 22

Juni 2016 dan berlaku sejak tanggal 1 Januari 2016. Berikut ini rincian

Penghasilan Tidak Kena Pajak terbaru tersebut.

Tarif PTKP terbaru (PTKP 2016/ PTKP 2017) selama setahun

untuk perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PMK No.

101/PMK.010/2016 adalah sebagai berikut:


6

 Rp 54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak orang pribadi


 Rp 4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin
 Rp 54.000.000,- untuk istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami.
 Rp 4.500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah
dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
orang untuk setiap keluarga.

Kepala Kanwil (Kantor Wilayah) DJP (Direktorat Jendral Pajak)

Jawa Barat 1, Yoyok Satiotomo, yang dikutip di artikel di

galamedianews.com pada (19/10/2016) menyatakan bahwa :

“Kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak masih rendah, terlihat


untuk Kanwil DJP Jabar, wajib pajak yang terdaftar di Kanwil baru
3juta dari 40juta warga, bahkan WP yang sudah terdaftar pun tidak
seluruhnya patuh membayar pajak dan tidak melaporkan Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak, sehingga potensi pajak yang
hilangpun masih sangat tinggi, malah lemahnya penegak hukum
(Sanksi Pajak) adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan
tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih rendah. Padahal,
pajak merupakan hal yang penting dalam kehidupan bernegara. Seluruh
kebutuhan pembangunan negara, baik pembangunan infrastruktur,
belanja subsidi, dan kebutuhan belanja pegawai dibayar dengan uang
pajak dan sebagian besar masyarakat masih belum paham mengenai
keberadaan pajak”.

Penegakan hukum yang ketat oleh aparat perpajakan berupa sanksi

perpajakan jika wajib pajak terlambat atau tidak memenuhi kewajibannya.

Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk

menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi wajib pajak memahami

sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari

apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan (Winerungan,2013).


7

Artikel dalam www.pajak.go.id yang ditulis oleh Herry Sutanto,

Pegawai Direktorat Jendral Pajak pada (09/01/2012) menyatakan bahwa:

“Dengan penegakan hukum yang benar tanpa pandang bulu akan


memberikan deterent efect yang efektif sehingga meningkatkan
kesadaran dan kepedulian sukarela Wajib Pajak. Walaupun DJP
berwenang melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan, namun pemeriksaan harus dapat
dipertanggung jawabkan dan bersih dari intervensi apapun sehingga
tidak mengaburkan makna penegakan hukum serta dapat memberikan
kepercayaan kepada masyarakat wajib pajak”

Oktaviane.L (2013) menyatakan dalam penelitiannya bahwa

sosialisasi perpajakan, pelayanan fiskus dan sanksi pajak tidak

berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Eva Handayani Basari (2016) menyatakan dalam penelitiannya

bahwa pelayanan fiskus dan sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

wajib pajak orang pribadi.

Desy Lestari (2017) menyatakan dalam penelitiannya bahwa

sosialisasi perpajakan dan sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

wajib pajak orang pribadi.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul : “Pengaruh Penghasilan Tidak Kena

Pajak (PTKP), dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi Pada Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat I.”
8

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang terpapar di atas, maka persoalan

yang akan di bahas dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana penghasilan tidak kena pajak (PTKP) di Kantor Wilayah

Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat I ?

2. Bagaimana sanksi pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak

Jawa Barat I ?

3. Apakah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi pada Kantor Wilayah Direktorat

Jendral Pajak Jawa Barat I?

4. Apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak

orang pribadi pada Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa

Barat I?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang terpapar di atas, maka

penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Mengetahui bagaimana penghasilan tidak kena pajak (PTKP) di

Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat I.

2. Mengetahui bagaimana sanksi pajak di Kantor Wilayah Direktorat

Jendral Pajak Jawa Barat I.

3. Mengetahui apakah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) berpengaruh

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Wilayah

Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat I.


9

4. Mengetahui apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan

wajib pajak orang pribadi di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak

Jawa Barat I.

1.3 Kegunaan Penelitian

Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat seperti

berikut :

1. Manfaat bagi Akademik khususnya Mata kuliah Akuntansi Sektor

Publik

a. Melalui penelitian yang dilakukan, dapat ditemukan suatu

pengetahuan yang baru maupun pengembangan atau

penyempurnaan dari ilmu yang sudah ada.

b. Menjadi salah satu referensi untuk penelitian dalam bidang yang

sama.

2. Manfaat bagi Perusahaan

a. Menjadi dasar acuan bagi dalam membuat keputusan.

b. Membantu mengatasi dan memberi solusi atas permasalahan yang

dihadapi terkait kepatuhan wajib pajak.

3. Manfaat bagi Penulis

a. Penulis mampu meningkatkan kompetensi dalam merumuskan

fenomena-fenomena yang terjadi di lingkungan masyarakat sekitar,

yang bersifat kompleks dan memiliki keterkaitan.

b. Penulis mampu mengembangkan pengetahuan mengenai

“Pengaruh Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan Sanksi


10

Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada

Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa Barat I.”

Anda mungkin juga menyukai