Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KIMIA

STRUKTUR ATOM

O L E H:

KELOMPOK 3
 ADEN SYAHRULLAH TARIGAN
 AJENG SYAHFITRI
 MIFTHAHUL JANNI
 NICKY ARWITHA
 RAHMAD HIDAYAT

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan
karya tulis ilmiah dengan judul “STRUKTUR ATOM”. Karya tulis ilmiah ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliahan Kimia.
Atas bimbingan bapak/ibu dosen dan saran dari teman-teman maka
disusunlah karya tulis ilmiah ini. Semoga dengan tersusunnya makalah ini
diharapkan dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi salah satu syarat
tugas kami di perkuliahan. Karya tulis ini diharapkan bisa bermanfaat dengan
efisien dalam proses perkuliahan.
Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari
berbagai pihak, maka penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
terkait. Dalam menyusun karya tulis ini penulis telah berusaha dengan segenap
kemampuan untuk membuat karya tulis yang sebaik-baiknya.
Sebagai pemula tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
makalah ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah
ini bisa menjadi lebih baik.
Demikianlah kata pengantar karya tulis ini dan penulis berharap semoga
karya ilmiah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya. Amin.

Bukit indah,11 september 2019


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
1. Perkembangan Teori Atom
2. Bilangan Kuantum
3. Bentuk dan Orientasi Orbital
4. Konfigurasi Elektron
5. Lambang Unsur
6. Isotop, Isobar, dan Isoton Suatu Unsur

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Segala sesuatu benda dalam alam ini mempunyai unsur dan partikel dalam
penyusunannya. Suatu zat atau benda memiliki beberapa partikel dalam menyusun
dirinya, mulai dari partikel dalam ukuran makro hingga partikel yang berukuran mikro.
Dalam partikel berukuran mikro, zat-zat itu akan tersusun atas partikel yang lebih kecil
lagi sehingga pada akhirnya tidak dapat dibagi lagi. Partikel itulah yang disebut dengan
atom.
Konsep atom pertama kali dikemukakan oleh Democritus. Atom berasal dari
kata atomos (dalam bahasa Yunani a = tidak, tomos = dibagi), jadi atom merupakan
partikel yang sudah tidak dapat dibagi lagi. Menurut Dalton konsep atom Democritus ini
tidak bertentangan dengan Hukum Kekekalan Massa dan Hukum Kekekalan Energi,
sehingga Dalton membuat teori tentang atom yang salah satunya adalah materi tersusun
atas partikel-partikel terkecil yang tidak dapat dibagi lagi.
Tetapi konsep atom Dalton belum memuaskan para ilmuwan pada masa itu.
Ditemukannya elektron, proton, neutron, dan radioaktivitas dalam atom menyebabkan
timbulnya teori baru tentang atom. Mulai dari teori atom Thomson, Rutherford, Bohr, dan
Mekanika Kuantum.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, kita bisa menentukan rumusan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini, yaitu :
1. Bagaimanakah perkembangan teori atom ?
2. Bagaimanakah deskripsi struktur atom?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini, yaitu :
1. Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah Kimia.
2. Menambah wawasan tentang struktur atom.
3. Mengetahui perkembangan teori atom.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam penulisan karya ilmiah ini, yaitu :
1. Sebagai pedoman untuk menambah pengetahuan dalam membuat suatu karya ilmiah.
2. Sebagai referensi bagi penulis dalam pembuatan makalah berikutnya.
3. Sebagai bahan bacaan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Perkembangan Teori Atom


Teori atom pada awalnya dikemukakan untuk menjelaskan reaksi kimia. Teori
atom ini dimulai dengan teori atom Dalton yang menjelaskan adanya hukum kekekalan
massa dan hukum perbandingan tetap, serta mampu meramalkan adanya hukum kelipatan
perbandingan atau hukum perbandingan berganda. Selanjutnya untuk dapat menjelaskan
sifat-sifat atom lainnya, seperti spektrum atom, sifat magnet dan listrik, serta bagaimana
cara atom berikatan membentuk senyawa kimia, berkembanglah model-model atom
menurut Thomson, Rutherford, Bohr dan melalui pedekatan mekanika kuantum. Model-
model tersebut terutama mengemukakan struktur atom yang berkaitan dengan
kebolehjadian menemukan posisi elektron di dalam volume ruang atom.

1.1 Teori Atom Dalton


Istilah atom untuk menyatakan bagian terkecil zat yang tidak dapat dibagi lebih
lanjut sudah dikemukakan oleh filosof Yunani, Leucippus dan Democritus sejak 400
tahun sebelum Masehi. Berdasarkan pemikiran bahwa konsep atom Democritus sesuai
dengan Hukum Kekekalan Massa / Hukum Lavoisier (1789) berbunyi “massa zat
sebelum dan sesudah reaksi sama” dan Hukum Perbandingan Tetap / Hukum Proust
(1797) berbunyi “perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa adalah tetap
dan tertentu”, maka John Dalton tahun 1803 merumuskan teori atom sebagai berikut :
a. Materi tersusun atas partikel-partikel terkecil yang disebut atom.
b. Atom-atom penyusun unsur bersifat identik (sama dan sejenis).
c. Atom suatu unsur tidak dapat diubah menjadi atom unsur lain.
d. Senyawa tersusun atas 2 jenis atom atau lebih dengan perbandingan tetap dan tertentu.
e. Pada reaksi kimia terjadi penataulangan atom-atom yang bereaksi. Reaksi kimia terjadi
karena pemisahan atom-atom dalam senyawa untuk kemudian bergabung kembali
membentuk senyawa baru.
Hal di atas juga dikemukakan oleh Walter J. Lehman dalam bukunya yang
berjudul Atomic and Molecular Structure, bahwa “...Dalton described the properties of
these particles as follows: they cannot be divided (because they are nature’s basic
building blocks) and they cannot be destroyed or created (because of the Law of
Conservation of Mass).”
Dalam perkembangannya tidak semua teori atom Dalton benar, karena pada tahun
1897 J.J.Thomson menemukan partikel bermuatan listrik negatif yang kemudian disebut
elektron. Tahun 1886 Eugene Goldstein menemukan partikel bermuatan listrik positif
yang kemudian disebut proton. Dan tahun 1932 James Chadwick berhasil menemukan
neutron.
Salah satu hipotesis Dalton adalah reaksi kimia dapat terjadi karena
penggabungan atom-atom atau pemisahan gabungan atom. Misalnya, logam natrium
bersifat netral dan reaktif dengan air dan dapat menimbulkan ledakan. Jika logam natrium
direaksikan dengan gas klorin yang bersifat racun dan berbau merangsang, maka akan
dihasilkan NaCl yang tidak reaktif terhadap air, tidak beracun, dan tidak berbau
merangsang seperti logam natrium dan gas klorin.
Karena ada banyak hal yang tidak dapat diterangkan oleh teori atom Dalton, maka
para ilmuwan terdorong untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang rahasia atom.

1.2 Teori Atom Thomson


Sejarah perkembangan teori atom selanjutnya dimulai dari penemuan hukum
Faraday yang diperoleh melalui percobaan elektrolisis. Dari hukum tersebut disimpulkan
bahwa terdapat kaitan antara satuan muatan listrik dengan massa zat yang dihasilakn pada
kedua elektroda. Berdasarkan percobaan Faraday tersebut, G. Johnstone Stoney (1891)
mengusulkan bahwa muatan listrik terdapat dalam satuan diskrit yang disebut elektron
dan satuan ini berkaitan dengan atom.
Sifat alamiah elektron diperjelas lebih lanjut oleh Thomson melalui percobaan
tabung penbawa muatan listrik yang menghasilkan sinar katoda, yaitu bergerak menurut
garis lurus, memiliki massa yang lebih ringan dari atom, mengalami pembelokan oleh
medan magnet atau medan listrik, serta tidak bergantung pada jenis gas pengisi tabung
dan material logam katoda. Dari karakteristik tersebut, Thomson menyimpulkan bahwa
sinar katoda pada hakekatnya adalah berkas partikel bermuatan negatif yang disebut
elektron dan merupakan partikel penyusun atom secara universal.
Setelah tahun 1897 Joseph John Thomson berhasil membuktikan dengan tabung
sinar katode bahwa sinar katode adalah berkas partikel yang bermuatan negatif (berkas
elektron) yang ada pada setiap materi maka tahun 1898 J.J.Thomson membuat suatu teori
atom. Menurut Thomson, atom berbentuk bulat di mana muatan listrik positif yang
tersebar merata dalam atom dinetralkan oleh elektron-elektron yang berada di antara
muatan positif. Elektron-elektron dalam atom diumpamakan seperti butiran kismis dalam
roti, maka Teori Atom Thomson juga sering dikenal Teori Atom Roti Kismis. Namun,
kelemahan teori ini adalah yaitu Thomson tidak dapat menjelaskan susunan muatan
positif dan negatif dalam bola atom tersebut.
Electron yang bermuatan negatif merupakan partikel dasar penyusun atom,
sedangkan zat pada dasarnya tidak bermuatan (netral), sehingga partikel lain penyusun
atom haruslah suatu partikel yang bermuatan positif. Adanya partikel bermuatan positif
dibuktikan dengan adanya percobaan tabung pembawa muatan listrik dengan
menggunakan katoda yang berlubang-lubang dan pada bagian belakang katoda tersebut
terdapat lapisan yang dapat berluminisensi. Dari percobaan ini dapat diidentifikasi adanya
arus partikel bermuatan positif yang bergerak berlawanan arah dengan sinar katoda.
Berkas partikel positif tersebut kemudian disebut sebagai sinar anoda atau sinar terusan
(canal rays). Besarnya angka banding muatan terhadap massa sinar terusan, ternyata
bervariasi bergantung pada jenis gas pengisi tabung pembawa muatan listrik tersebut.
Sifat-sifat-sinar terusan adalah :
a. Terdiri dari partikel bermuatan positif yang bermassa hampir sama dengan massa atom
relatif gas pengisi tabung pembawa muatan listrik.
b. Bergerak menurut garis lurus, dan dibelokkan oleh medan listrik maupun medan magnet
ke arah yang berlawanan dengan membelokkan sinar katoda.
c. Massa partikel bermuatan positif paling kecil terjadi jika sebagai pengisi tabung
pembawa muatan listrik adalah hidrogen. Dari hasil ini kemudian disimpulkan bahwa
partikel bermuatan positif yang bermassa hampir sama dengan massa atom hidrogen
disebut proton.

1.3 Teori Atom Rutherford


Pada tahun 1896, Henry Becquerel melalui sejumlah percobaan mengamati bahwa
garam-garam uranium memancarkan radiasi yang dapat menghitamkan film fotografi.
Garam-garam uranium tersebut tanpa diaktifkan terlebih dahulu dengan cahaya (tidak
seperti gejala luminisensi) memancarkan radiasi yang memiliki daya tembus seperti sinar-
X yang telah ditemukan Rontgen.
Marie Curie, pada tahun 1898, menunjukkan bahwa radiasi tersebut tidak hanya
berasal dari zat yang mengandung uranium, tetapi juga dari unsur-unsur baru yang
ditemukannya, yaitu polonium dan radium. Kemudian bersama dengan Piere Curie, ia
menyimpulkan bahwa radiasi yang dipancarkan tersebut adalah suatu gejala atomik untuk
suatu unsur, tidak berkaitan dengan keadaan fisika maupun kimia. Gejala atomik tersebut
kemudian diperkenalkannya sebagai gejala keradioaktifan.
Pada tahun 1899, Rutherford dengan menggunakan alat elektrometer dan
lempengan tipis aluminium mendemonstrasikan bahwa radiasi yang dipancarkan tersebut
dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu radiasi alfa dan radiasi beta. Jenis yang
pertama terserap sempurna oleh aluminium dengan ketebalan beberapa m, sedangkan
jenis kedua memiliki daya tembus terhadap aluminium kira-kira seratus kali daya tembus
radiasi jenis pertama. Pada tahun 1900, dilaporkan oleh P. Curie dan Villard, adanya
radiasi jenis ketiga yang dipancarkan dari gejala keradioaktifan yang disebut sinar
gamma, yang memiliki daya tembus jauh lebih besar dari sinar beta.
Mengenai gejala alamiah keradioaktifan ini, Rutherford dan Soddy pada tahun
1902 telah sampai pada pengertian yang mendalam dan menyimpulkan bahwa unsur-
unsur radioaktif mengalami transformasi spontan dari suatu bentuk atom menjadi bentuk
atom yang lain, disertai dengan perubahan-perubahan subatomik dan pemancaran radiasi
radioaktif. Pada tahun 1903 Philipp Lenard melalui percobaannya membuktikan bahwa
teori atom Thomson yang menyatakan bahwa elektron tersebar merata dalam muatan
positif atom adalah tidak benar. Hal ini mendorong Ernest Rutherford (1911) tertarik
melanjutkan eksperimen Lenard. Dengan bantuan kedua muridnya Hans Geiger dan
Ernest Marsden, Rutherford melakukan percobaan dengan hamburan sinar α pada
lempeng tipis emas. Partikel α bermuatan positif, bergerak lurus, berdaya tembus besar
sehingga bisa menembus lembaran tipis kertas.
Berdasarkan percobaan tersebut disimpulkan bahwa:
a. Sebagian besar ruang dalam atom adalah ruang hampa; partikel α diteruskan.
b. Di dalam atom terdapat suatu bagian yang sangat kecil dan padat yang disebut inti atom;
partikel α dipantulkan kembali oleh inti atom.
c. Muatan inti atom dan partikel α sejenis yaitu positif; sebagian kecil partikel α dibelokkan.
Hasil percobaan tersebut menggugurkan teori atom Thomson. Kemudian
Rutherford mengajukan teori atom sebagai berikut: atom tersusun atas inti atom yang
bermuatan positif sebagai pusat massa dan dikelilingi elektron-elektron yang bermuatan
negatif. Massa atom berpusat pada inti dan sebagian besar volume atom merupakan ruang
hampa. Atom bersifat netral, karena itu jumlah muatan positif dalam atom (proton) harus
sama dengan jumlah elektron. Diameter inti atom berkisar 10–15 m, sedang diameter
atom berkisar 10–10 m.
Kelemahan teori atom Rutherford:
a. Tidak dapat menjelaskan bahwa atom bersifat stabil.
Teori atom Rutherford bertentangan dengan Hukum Fisika Maxwell. Jika partikel
bermuatan negatif (elektron) bergerak mengelilingi partikel bermuatan berlawanan (inti
atom bermuatan positif), maka akan mengalami percepatan dan memancarkan energi
berupa gelombang elektromagnetik. Akibatnya energi elektron semakin berkurang. Jika
demikian halnya maka lintasan elektron akan berupa spiral. Pada suatu saat elektron tidak
mampu mengimbangi gaya tarik inti dan akhirnya elektron jatuh ke inti. Sehingga atom
tidak stabil padahal kenyataannya atom stabil.
b. Tidak dapat menjelaskan bahwa spektrum atom hidrogen berupa spektrum garis
(diskrit/diskontinu).
Jika elektron berputar mengelilingi inti atom sambil memancarkan energi, maka
lintasannya berbentuk spiral. Ini berarti spektrum gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan berupa spektrum pita (kontinu) padahal kenyataannya dengan spektrometer
atom hidrogen menunjukkan spektrum garis.

1.4 Teori Kuantum Planck


Max Planck, ahli fisika dari Jerman, pada tahun 1900 mengemukakan teori
kuantum. Planck menyimpulkan bahwa atom-atom dan molekul dapat memancarkan atau
menyerap energi hanya dalam jumlah tertentu. Jumlah atau paket energi terkecil yang
dapat dipancarkan atau diserap oleh atom atau molekul dalam bentuk radiasi
elektromagnetik disebut kuantum.
Planck menemukan bahwa energi foton (kuantum) berbanding lurus dengan
frekuensi cahaya.
E=h·ν
dengan:
E = energi (J)
h = konstanta Planck 6,626 × 10–34 J. s
ν = frekuensi radiasi (s–1)
Salah satu fakta yang mendukung kebenaran dari teori kuantum Max Planck adalah efek
fotolistrik, yang dikemukakan oleh Albert Einstein pada tahun 1905. Efek
fotolistrik adalah keadaan di mana cahaya mampu mengeluarkan
elektron dari permukaan beberapa logam (yang paling terlihat adalah logam alkali).
Einstein menerangkan bahwa cahaya terdiri dari partikel-partikel foton yang
energinya sebanding dengan frekuensi cahaya. Jika frekuensinya rendah, setiap foton
mempunyai jumlah energi yang sangat sedikit dan tidak mampu memukul elektron agar
dapat keluar dari permukaan logam. Jika frekuensi (dan energi) bertambah, maka foton
memperoleh energi yang cukup untuk melepaskan elektron. Hal ini menyebabkan kuat
arus juga akan meningkat. Energi foton bergantung pada frekuensinya.
E=h.ν=h.
dengan :
E = energi (J)
h = konstanta Planck 6,626 × 10–34 J. s
ν = frekuensi radiasi (s–1)
c = kecepatan cahaya 3 x 108 m/s
λ = panjang gelombang
1.5 Teori Atom Bohr
Diawali dari pengamatan Niels Bohr terhadap spektrum atom, adanya spektrum
garis menunjukkan bahwa elektron hanya beredar pada lintasan-lintasan dengan energi
tertentu. Model atom yang dikemukakan oleh Bohr mampu menjelaskan terjadinya garis-
garis spektrum pada atom hidrogen, tetapi gagal untuk meramalkan terjadinya spektrum
yang dipancarkan atom-atom unsur lain.
Bohr (1913) menyatakan bahwa elektron-elektron beredar mengelilingi inti pada
lintasan-lintasan tertentu. Masing-masing lintasan mempunyai tingkatan energi yang
berbeda-beda. Jika lintasan energi semakin jauh, maka semakin tinggi energinya.
Elektron-elektron dapat pindah dari lintasan tingkat energi satu ke lintasan energi lain
dengan cara menyerap atau melepaskan energi. Jika elektron pindah dari lintasan energi
yang tinggi ke lintasan energi yang lebih rendah, maka akan melepaskan energi,
sebaliknya elektron memerlukan energi untuk dapat pindah dari lintasan dengan energi
rendah ke lintasan dengan tingkat energi lebih tinggi.
Masih ingatkah kalian mengapa jika suatu senyawa tertentu memiliki warna yang
berbeda-beda jika dibakar dalam nyala api? Perbedaan nyala yang dihasilkan oleh
senyawa atau unsur tertentu dikarenakan terjadinya loncatan elektron dari lintasan energi
yang lebih tinggi menuju lintasan energi yang lebih rendah. Model atom Bohr telah
berhasil menerangkan terjadinya spektrum yang terjadi pada suatu unsur atau senyawa.
Namun demikian model atom Bohr menjadi lemah karena munculnya teori ahli fisika
lain.
Kelemahan teori atom Bohr:
a. Hanya mampu menjelaskan spektrum atom hidrogen tetapi tidak mampu menjelaskan
spektrum atom yang lebih kompleks (dengan jumlah elektron
yang lebih banyak).
b. Orbit/kulit elektron mengelilingi inti atom bukan berbentuk lingkaran melainkan
berbentuk elips.
c. Bohr menganggap elektron hanya sebagai partikel bukan sebagai partikel dan
gelombang, sehingga kedudukan elektron dalam atom merupakan kebolehjadian.
1.6 Hipotesis de Broglie
Pada tahun 1924, Louis de Broglie, menjelaskan bahwa cahaya dapat berbentuk
partikel pada suatu waktu, yang memperlihatkan sifat-sifat seperti gelombang. Beliau
mengemukakan bahwa elektron yang bergerak mempunyai sifat-sifat gelombang. Ia
menggambarkan persamaan Einstein (energi suatu partikel bermassa m).
E=mc2......................................................................... (1
dengan persamaan Planck (energi suatu gelombang berfrekuensi ν)
E=hν ........................................................................ (2
Persamaan (1 = persamaan (2
mc2 = hν =
m = ........................................................................ (3
De Broglie berpendapat jika sesuatu merupakan gelombang sebagaimana sinar
dipertimbangkan sebagai aliran suatu partikel maka ia mengusulkan bahwa sinar partikel
seperti elektron dapat dipikirkan sebagai gelombang. Tidak seperti sinar yang berjalan
dengan kecepatan tetap, elektron berjalan dengan kecepatan tidak tetap (bervariasi).
Maka, disubstitusikanlah kecepatan cahaya (c) pada persamaan (3 dengan kecepatan
elektron (ν), menghasilkan :
m = atau λ =
dengan :
λ = panjang gelombang (m)
h = tetapan Planck (6,626 × 10–34 J. s atau 6,63 × 10–34 kg m2 s-1)
m = massa elektron (kg)
ν = kecepatan atau frekuensi elektron (m/s)
1.7 Teori Mekanika Kuantum
Dalam fisika klasik, partikel memiliki posisi dan momentum yang jelas dan
mengikuti lintasan yang pasti. Akan tetapi, pada skala atomik, posisi dan momentum
atom tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal ini dikemukakan oleh Werner
Heisenberg pada tahun 1927 dengan Prinsip Ketidakpastian (uncertainty principle).
Menurut Heisenberg, metode eksperimen apa saja yang digunakan untuk
menentukan posisi atau momentum suatu partikel kecil dapat menyebabkan perubahan,
baik pada posisi, momentum, atau keduanya. Jika suatu percobaan dirancang untuk
memastikan posisi elektron, maka momentumnya menjadi tidak pasti, sebaliknya jika
percobaan dirancang untuk memastikan momentum atau kecepatan elektron, maka
posisinya menjadi tidak pasti.
Untuk mengetahui posisi dan momentum suatu elektron yang memiliki sifat
gelombang, maka pada tahun 1927, Erwin Schrodinger, mendeskripsikan pada sisi
elektron tersebut dengan fungsi gelombang (wave function) yang memiliki satu nilai pada
setiap posisi di dalam ruang. Fungsi gelombang ini dikembangkan dengan notasi φ (psi),
yang menunjukkan bentuk dan energi gelombang elektron.
Teori mekanika kuantum menjelaskan bahwa elektron yang bersifat sebagai gelombang tidak
mungkin berada dalam suatu lintasan sebagaimana teori atom Bohr. Jika elektron berada dalam
suatu daerah atom, maka posisi atau lokasi elektron tidak dapat ditentukan secara pasti.
Keberadaan elektron hanya dapat dikatakan di daerah yang kebolehjadiannya paling besar.
Daerah yang mempunyai kebolehjadian terdapatnya elektron dikenal dengan istilah orbital.
Orbital didefinisikan sebagai daerah atau ruang di sekitar inti yang kemungkinan ditemukannya
elektron terbesar. Beberapa orbital bergabung membentuk kelompok yang disebut subkulit.
Jika orbital kita analogikan sebagai “kamar elektron”, maka subkulit dapat dipandang sebagai
“rumah elektron”. Beberapa subkulit yang bergabung akan membentuSk kulit atau “desa
elektron”.

Subkulit Orbital Elektron Maksimum

s 1 2
p 3 6
d 5 10
f 7 14
g 9 18
h 11 22
i 13 26
Orbital-orbital dalam satu subkulit mempunyai tingkat energi yang sama,
sedangkan orbital-orbital dari subkulit berbeda, tetapi dari kulit yang sama mempunyai
tingkat energi yang bermiripan.

2. Bilangan Kuantum
Untuk menggambarkan letak elektron-elektron dalam atom dikenalkan istilah
bilangan kuantum. Dalam teori mekanika kuantum, dikenal empat macam
bilangan kuantum, yaitu bilangan kuantum utama(n), bilangan kuantum azimuth(l),
bilangan kuantum magnetik(m), dan bilangan kuantum spin(s).
2.1 Bilangan Kuantum Utama (n)
Bilangan kuantum utama (n) menyatakan kulit tempat orbital berada. Bilangan
kuantum utama (n) diberi nomor dari n = 1 sampai dengan n = ~ . Kulit-kulit tersebut
disimbolkan dengan huruf, dimulai huruf K, L, M, N, dan seterusnya.
Bilangan kuantum utama (n) terkait dengan jarak rata-rata lautan elektron dari inti
(jari-jari = r). Jika nilai n semakin besar, maka jaraknya dengan inti semakin besar pula.
Bilangan kuantum utama terdiri atas orbital-orbital yang diberi simbol s, p, d, f, g, h, i,
dan seterusnya, yang kemudian dikenal dengan bilangan kuantum azimut.
2.2 Bilangan Kuantum Azimut (l)
Bilangan kuantum azimuth (l) membagi kulit menjadi orbital-orbital yang lebih
kecil (subkulit). Untuk setiap kulit n, memiliki bilangan kuantum azimuth (l) mulai l = 0
sampai l = (n – 1). Biasanya subkulit dengan l = 1, 2, 3, …, (n – 1) diberi simbol s, p, d,
f, dan seterusnya. Bilangan kuantum azimuth (l) menggambarkan bentuk orbital. Selain
itu, pada atom yang memiliki dua elektron atau lebih bilangan kuantum azimuth(l) juga
menyatakan tingkat energi. Untuk kulit yang sama, energi subkulit akan meningkat
dengan bertambahnya nilai l. Jadi, subkulit s memiliki tingkat energi yang terendah,
diikuti subkulit p, d, f, dan seterusnya.

Kulit Ke Orbital Bilangan Kuantum Azimut


(l)
1 (K) 1s 0
2 (L) 2s, 2s 0, 1
3 (M) 3s, 3p, 3d 0, 1, 2
4 (N) 4s, 4p, 4d, 4f 0, 1, 2, 3
Dst Dst Dst

2.3 Bilangan Kuantum Magnetik (m)


Bilangan kuantum magnetik (m) membagi bilangan kuantum azimut menjadi
orbital-orbital. Jumlah bilangan kuantum magnetik (m) untuk setiap bilangan kuantum
azimut (l) dimulai dari m = –l sampai m = +l .
Berikut adalah hubungan antara bilangan kuantum utama, bilangan kuantum
azimut dan bilangan kuantum magnetik.

Bilangan Bilangan Kuantum Bilangan Kuantum Jumlah


Kuantum Utama Azimut (l) Magnetik (m) Orbital
(n)
1 (K) 0 1s 0 1
0 2s 0 1
2 (L)
1 2p -1 , 0 , +1 3
3 (M) 0 3s 0 1
1 3p -1 , 0 , +1 3
2 3d -2 , -1 , 0 , +1 , +2 5
0 4s 0 1
1 4p -1 , 0 , +1 3
4 (N)
2 4d -2 , -1 , 0 , +1 , +2 5
3 4f -3,-2,-1,0,+1,+2,+3 7
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, untuk subkulit s berjumlah orbital 1, subkulit
p jumlah orbitalnya 3, subkulit d orbitalny sebanyak 5, dan subkulit f memiliki 7 orbital.

2.4 Bilangan Kuantum Spin (s)


Bilangan kuantum spin (s) menunjukkan arah putaran atau spin atau rotasi sebuah
elektron pada sumbunya. Arah rotasi elektron bisa searah jarum jam (clockwise) atau
berlawanan arah dengan jarum jam (anticlockwise). Oleh karena itu diberi nilai ± . Arah
rotasi yang searah jarum jam diberi notasi + atau simbol . Sedangkan yang berlawanan
arah dengan jarum jam diberi notasi – atau . Bilangan kuantum spin merupakan dasar
pengisian elektron dalam orbital.
Elektron-elektron yang ada dalam atom tidak mungkin berada dalam keadaan
yang sama persis antara satu atom dengan atom lain. Keberadaan elektron dalam atom
bersifat khas. Prinsip ini dikemukakan oleh Wolfgang Pauli, 1925 (dikenal Pauli). Pauli
mengusulkan postulat bahwa sebuah elektron dapat berada dalam dua kemungkinan
keadaan yang ditandai dengan bilangan kuantum spin + ½ atau – ½, atau dengan kata lain
setiap orbital hanya dapat ditempati oleh maksimal dua elektron dengan spin yang
berbeda.

3. Bentuk dan Orientasi Orbital

3.1 Orbital s
Orbital yang paling sederhana untuk dipaparkan adalah orbital s. Bentuk orbital s
memiliki satu orbital dengan bentuk seperti bola, sehingga tidak tergantung pada sudut
manapun. Orbital s hanya terdapat 1 nilai m, sehingga hanya terdapat 1 orientasi, yaitu
sama ke segala arah.

3.2 Orbital p
Orbital p berbentuk cuping-dumbbell (bagai balon terpilin). Subkulit p memiliki
tiga orbital. Pada subkulit ini terdapat 3 nilai m (–1, 0, +1) sehingga terdapat 3 orientasi
yang satu dan lainnya membentuk sudut 90o.
3.3 Orbital d
Orbital d memiliki 5 orbital dengan bentuk yang kompleks dan orientasi yang
berbeda. Empat orbital pertama memiliki bentuk yang sama, sedangkan satu orbital
memiliki bentuk yang berbeda. Kelima orbital itu adalah dxy, dxz, dyz, x2y2 d , dan 2 z
d . Untuk lebih jelas, perhatikan gambaran orbital subkulit d di bawah ini :

3.4 Orbital f
Orbital f (mempunyai 7 orbital) dan dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu
1. kelompok pertama : fxyz
2. kelompok kedua : fx(z2 - y2) , fy(z2 - x2) , fz(x2 - y2)
3. kelompok ketiga : fx3 , fy3 , fz3

4. Konfigurasi Elektron
Suatu cara penulisan yang menunjukkan distribusi elektron dalam orbital-orbital
pada kulit utama dan subkulit disebut konfigurasi elektron. Pada penulisan konfigurasi
elektron perlu dipertimbangkan tiga aturan (asas), yaitu prinsip Aufbau, asas larangan
Pauli, dan kaidah Hund.
4.1 Prinsip Aufbau
Elektron-elektron dalam suatu atom berusaha untuk menempati subkulit-subkulit
yang berenergi rendah, kemudian baru ke tingkat energi yang lebih tinggi. Dengan
demikian, atom berada pada tingkat energi minimum. Inilah yang
disebut prinsip Aufbau.
Jadi, pengisian orbital dimulai dari orbital 1s, 2s, 2p, dan seterusnya. Pada
gambar dapat dilihat bahwa subkulit 3d mempunyai energi lebih tinggi daripada subkulit
4s. Oleh karena itu, setelah 3p terisi penuh maka elektron berikutnya akan mengisi
subkulit 4s, baru kemudian akan mengisi subkulit 3d.

4.2 Kaidah Hund


Untuk menyatakan distribusi elektron-elektron pada orbital-orbital dalam suatu
subkulit, konfigurasi elektron dapat dituliskan dalam bentuk diagram orbital. Suatu
orbital dilambangkan dengan strip, sedangkan dua elektron yang menghuni satu orbital
dilambangkan dengan dua anak panah yang berlawanan arah. Jika orbital hanya
mengandung satu elektron, anak panah dituliskan mengarah ke atas.
Dalam kaidah Hund, dikemukakan oleh Friedrich Hund (1894 – 1968) pada tahun
1930, disebutkan bahwa elektron-elektron dalam orbital-orbital suatu subkulit cenderung
untuk tidak berpasangan. Elektron-elektron baru berpasangan apabila pada subkulit itu
sudah tidak ada lagi orbital kosong.

Orbital kosong (tidak mengandung elektron)

Orbital setengah penuh (mengandung elektron yang tidak berpasangan)

Orbital penuh (mengandung elektron berpasangan)


4.3 Larangan Pauli
Pada tahun 1928, Wolfgang Pauli (1900 – 1958) mengemukakan bahwa tidak ada
dua elektron dalam satu atom yang boleh mempunyai keempat bilangan kuantum yang
sama. Dua elektron yang mempunyai bilangan kuantum utama, azimuth, dan magnetik
yang sama dalam satu orbital, harus mempunyai spin yang berbeda. Kedua elektron
tersebut berpasangan.
Setiap orbital mampu menampung maksimum dua elektron. Untuk mengimbangi
gaya tolak-menolak di antara elektron-elektron tersebut, dua elektron dalam satu orbital
selalu berotasi dalam arah yang berlawanan.
 Subkulit s (1 orbital) maksimum 2 elektron
 Subkulit p (3 orbital) maksimum 6 elektron
 Subkulit d (5 orbital) maksimum 10 elektron
 Subkulit f (7 orbital) maksimum 14 elektron

4.4 Penyimpangan Konfigurasi Elektron


Berdasarkan eksperimen, terdapat penyimpangan konfigurasi elektron
dalam pengisian elektron. Penyimpangan pengisian elektron ditemui pada elektron
yang terdapat pada orbital subkulit d dan f.
Penyimpangan pada orbital subkulit d dikarenakan orbital yang setengah penuh
(d5) atau penuh (d10) bersifat lebih stabil dibandingkan dengan orbital yang hampir
setengah penuh (d4) atau hampir penuh (d8 atau d9). Dengan demikian, jika elektron
terluar berakhir pada d4, d8 atau d9 tersebut, maka satu atau semua elektron pada orbital
s (yang berada pada tingkat energi yang lebih rendah dari d) pindah ke orbital subkulit
d.

Unsur Teoritis Kenyataan Eksperimen


24Cr [Ar] 4s2 3d4 [Ar] 4s1 3d5
29Cu [Ar] 4s2 3d9 [Ar] 4s1 3d10

4.5 Pen ulisan Konfigurasi Elektron Pada Ion


Konfigurasi ion positif dan negatif bergantung pada jumlah elektron yang
dimiliki ion tersebut. Atom-atom atau ion-ion yang memiliki jumlah elektron yang
sama disebut dengan isoelektronis dan konfigurasi elektronnya sama.
Penulisan konfigurasi elektron berlaku pada atom netral. Penulisan
konfigurasi elektron pada ion yang bermuatan pada dasarnya sama dengan
penulisan konfigurasi elektron pada atom netral.
Atom bermuatan positif (misalnya x+) terbentuk karena atom netral
melepaskan elektron pada kulit terluarnya sebanyak x, sedangkan ion negatif
(misalnya y–) terbentuk karena menarik elektron sebanyak y. Sebagai contoh,
konfigurasi ion Na+ dengan F-. Ion Na+ dapat terbentuk jika atom Na melepaskan
satu elektronnya (pada 3s1), sedangkan ion F- dapat terbentuk jika atom F
menerima satu elektron. Konfigurasi kedua ion itulah yang disebut
dengan isoelektronis.
Penulisan konfigurasi elektronnya hanya menambah atau mengurangi
elektron yang dilepas atau ditambah sesuai dengan aturan penulisan konfigurasi
elektron. Ini berlaku untuk semua unsur yang membentuk ion, termasuk unsur
transisi.

5. Lambang Unsur
5.1 Nomor Atom
Nomor atom menunjukkan jumlah muatan positif dalam inti atom (jumlah
proton). Menurut Henry Moseley (1887–1915) jumlah muatan positif setiap unsur
bersifat karakteristik, jadi unsur yang berbeda akan mempunyai nomor atom yang
berbeda. Untuk jumlah muatan positif (nomor atom) diberi lambang Z.
Jika atom bersifat netral, maka jumlah muatan positif (proton) dalam atom
harus sama dengan jumlah muatan negatif (elektron). Jadi, nomor atom = jumlah
proton = jumlah elektron.
Z = np = ne
n = jumlah

5.2 Nomor Massa


Berdasarkan percobaan tetes minyak Millikan ditemukan bahwa massa
elektron = 9,109 x 10–28 gram. Jika 1 satuan massa atom atau satu sma = massa 1
atom hidrogen = 1,6603 x 10–24 gram, maka:
massa 1 elektron = (9,109 x 10–28 ) / (1,6603 x 10–24) sma
–4
= 5,49 x 10 sma
massa 1 elektron = sma
Berikut adalah tabel mengenai muatan dan massa partikel proton, neutron, dan elektron.

Perbandingan Muatan
Partikel Lambang Massa (g) dengan
Satuan Coloumb
massa proton
Proton P 1,673x10–24 1 +1 1,6x10–19
Neutron N 1,675x10–24 1 0 0
–28
Electron E 9,109x10 -1 1,6x10–19
Atom terdiri atas proton, neutron, dan elektron. Jadi, Massa atom =
(massa p + massa n) + massa e. Massa elektron jauh lebih kecil dari pada massa
proton dan massa neutron, maka massa elektron dapat diabaikan. Dengan
demikian:
Massa atom = massa p + massa n
Massa atom dinyatakan sebagai nomor massa dan diberi lambang A. Jadi:
Nomor massa = jumlah proton + jumlah neutron
Untuk mendapatkan jumlah n dalam inti atom dengan cara:
n=A–Z
Jika X adalah lambang unsur, Z (nomor atom), dan A (nomor massa), maka unsur
X dapat dinotasikan:

Notasi Unsur Z A p e n
Hidrogen 1 1 1 1 1-1=0
Lithium 3 7 3 3 7-3=4

6. Isotop, Isobar, dan Isoton Suatu Unsur


Setelah penulisan lambang atom unsur dan penemuan partikel penyusun
atom, ternyata ditemukan adanya unsur-unsur yang memiliki jumlah proton yang
sama tetapi memiliki massa atom yang berbeda. Ada pula unsur-unsur yang
memiliki massa atom yang sama tetapi nomor atom berbeda. Oleh karena itu,
dikenal istilah isotop, isoton, dan isobar.
6.1 Isotop
Isotop adalah atom yang mempunyai nomor atom sama tetapi memiliki
nomor massa berbeda. Misalnya, dan . Setiap isotop satu unsur memiliki sifat
kimia yang sama karena jumlah elektron valensinya sama.
Isotop-isotop unsur ini dapat digunakan untuk menentukan massa atom
relatif (Ar) atom tersebut berdasarkan kelimpahan isotop dan massa atom semua
isotop. Berikut adalah contoh-contoh penggunaan isotop.

Radioisotop Kegunaan
O-18 Mengetahui mekanisme reaksi esterifikasi
Mempelajari peredaran darah manusia dan mendeteksi
Na-24
kebocoran pipa dalam tanah
I-131 Mempelajari kelainan pada kelenjar tiroid
Fe-59 Mengukur laju pembentukan sel darah merah dalam tubuh
Co-60 Pengobatan kanker
P-32 Mempelajari pemakaian pupuk pada tanaman
Menentukan umur fosil dan mengetahui kecepatan terjadinya
C-14
senyawa pada fotosintesis
6.2 Isobar
Isobar adalah unsur-unsur yang memiliki nomor atom berbeda tetapi nomor
massa sama. Sehingga antara dan adalah isobar.
6.3 Isoton
Atom-atom unsur berbeda (nomor atom berbeda) yang mempunyai jumlah
neutron sama disebut isoton. Contohnya dan yang sama-sama berneutron 7.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari subbab pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa atom
telah banyak menghasilkan berbagai perspektif definisinya dari beberapa ilmuwan
dan telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa karena adanya
penelitian yang lebih lanjut, mulai dari tahun 1803 oleh John Dalton, 1897 oleh
Joseph John Thomson, 1911 oleh Ernest Rutherford, 1900 oleh Max Planck, 1913
oleh Niels Bohr, 1924 oleh Louis de Broglie, dan 1927 oleh Werner Heisenberg.
Selain itu, atom tersusun atas proton, elektron dan neutron serta memiliki nomor
atom dan nomor massa atom. Unsur atom juga memiliki harga bilangan kuantum
yang terdiri atas bilangan kuantum utama, bilangan kuantum azimuth, bilangan
kuantum magnetik dan bilangan kuantum spin. Elektron pada atom memiliki
konfigurasi dan cara penulisan konfigurasi elektron tersebut harus sesuai dengan
Prinsip Aufbau, Kaidah Hund dan Larangan Pauli.

B. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu :
1. Sebaiknya pihak perpustakaan universitas lebih banyak menyediakan literatur
mengenai struktur atom, baik dalam Bahasa Indonesia maupun dalam Bahasa
Inggris.
2. Sebaiknya pihak universitas membatasi mahasiswa dalam pengambilan materi
penulisan karya ilmiah melalui internet agar mahasiswa lebih termotivasi dalam
menemukan bahan atau materi lewat beberapa buku di perpustakaan dan agar
mahasiswa lebih termotivasi untuk membaca buku.
3. Sebaiknya mahasiswa lebih mendalami pemahaman materi struktur atom karena
materi ini merupakan materi dari salah satu mata kuliah umum yang perlu
diluluskan untuk pengambilan SKS berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Harnanto, Ari dan Ruminten. 2009. Kimia untuk SMA/MA kelas X. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Lehmann, Walter J. 1972. Atomic and Molecular Structure. Canada: John Wiley
and Sons, Inc.
Partana, Crys Fajar dan Antuni Wiyars. 2009. Mari Belajar Kimia Jilid 2 untuk
SMA-MA Kelas XI IPA. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.
Rahardjo, Sentot Budi. 2008. Kimia Berbasis Eksperimen 2 untuk kelas XI SMA
dan MA. Jawa Tengah: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Syarifuddin dan Nuraeni. 2004. Ikatan Kimia. _____ : Gajah Mada Press.
Utami, Budi, Agung Nugroho Catur Saputro, Lina Mahardiani, Sri Yamtinah dan
Bakti Mulyani. 2009. Kimia untuk SMA dan MA Kelas XI Program Ilmu
Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai