I16nas PDF
I16nas PDF
N.A. SHOFIYYATUNNISAAK
N.A. Shofiyyatunnisaak
NIM I14120101
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
iv
v
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perilaku ibu tentang 1000 hari
pertama kehidupan dan kaitannya dengan status gizi baduta. Desain penelitian ini
adalah cross sectional study. Responden diambil dengan cara pusposive, yaitu 53
ibu yang mempunyai anak berusia 0-23 bulan di Desa Gunung Geulis, Kecamatan
Sukaraja, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
menggunakan kuesioner dan pengukuran langsung. Uji Pearson menunjukkan
adanya hubungan yang signifikan antara sikap dan praktik responden tentang
masa perawatan bayi 0-6 bulan dengan status gizi baduta BB/TB (p<0.05). Ada
kecenderungan hubungan antara pengetahuan pada masa kehamilan dengan status
gizi BB/TB (p=0.075; r=-0.247). Hubungan yang signifikan juga didapatkan
antara pengetahuan dengan sikap responden tentang gizi dan 1000 HPK (p=0.043;
r=0.279), sedangkan antara pengetahuan dengan praktik responden tentang gizi
dan 1000 HPK tidak ada hubungan yang signifikan (p=0.758; r=0.043), demikian
pula antara sikap dengan praktik responden tentang gizi dan 1000 HPK (p=0.364;
r=0.127).
Kata kunci: 1000 hari pertama kehidupan, perilaku ibu, status gizi baduta
ABSTRACT
The aims of this study to review mother’s behavior about first thousand
days of life and the correlation with nutritional status of children under two years.
Design of this study was cross sectional. The subjects were selected purposively,
with total number of subjects were 53 mothers who has children age 0-23 month
at Gunung Geulis village, Sukaraja subdistrict, Bogor. Data collected by interview
and direct measurement. Pearson correlation test showed that there was a
significant correlation between mother’s attitude and practice of subject about 0-6
month period with nutritional status WHZ (p<0.05). There was a tendency of
correlation between mother’s knowledge about pregnant period and nutritional
status WHZ (p=0.075; r=-0.247). There was a significant correlation between
mother’s knowledge with attitude about nutrition and first thousand days of life
(p=0.043; r=0.279), but there was no correlation between mother’s knowledge
with practice about nutrition and first thousand days of life (p=0.758; r=0.043)
and also between mother’s attitude with practice about nutrition and first thousand
days of life (p=0.364; r=0.127).
N.A. SHOFIYYATUNNISAAK
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
Disetujui oleh,
Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh,
Dr. Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
x
iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih
pada penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai Mei 2016 ini adalah
1000 Hari Pertama Kehidupan, dengan judul Hubungan Perilaku Ibu tentang 1000
Hari Pertama Kehidupan dengan Status Gizi Baduta di Wilayah Pedesaan. Terima
kasih penulis ucapkan kepada:
1. Prof Dr Ir Faisal Anwar, MS dan Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan
selama penyusunan karya ilmiah ini
2. Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji
skripsi atas seluruh masukan, arahan, dan saran yang diberikan kepada
penulis
3. Tim Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Peduli Amanah
Bersama yang telah memberikan izin penelitian dan membantu kelancaran
pengambilan data
4. Ayah (Badrul Anam), ibu (B. Yusabbihatin AZ), adik (Nts. Moh Yazid Al
Fauzie dan Muhimmuts Tsaalits Al Amin) dan seluruh keluarga tercinta
atas doa, kasih sayang, dukungan, dan semangat yang telah diberikan
kepada penulis.
5. Aulia Damayanti, Ulva Prabawati, Dian Anggraini, SE., Evi Ambarsari,
Dyah Rini P, Aldiza Intan Randani, Wittresna Julianty S, S.Gz., Dwikani
Oklita A., S.Gz., Eka Hijriyanti Nur Qolbi, Dewi Hapsari Ratna M, Utari
Yunitaningrum, Rahmita Utami, Alberigo Pranajaya, Fika Rafika Nur
Halimah, S.Gz., Diva Ayu Rivyana, S.Gz dan teman teman yang telah
membantu dalam pengambilan data, serta menjadi teman diskusi selama
penulisan karya ilmiah ini
6. Seluruh staff Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB yang telah
membantu penyelesaian karya ilmiah ini
7. Mahasiswa Ilmu Gizi Angkatan 49 dan Keluarga Mahasiswa Jayabaya
serta pihak-pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
atas dukungannya.
N.A. Shofiyyatunnisaak
iv
v
DAFTAR ISI
PRAKATA iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan 2
Hipotesis 3
Manfaat 3
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE PENELITIAN 5
Desain, Tempat, dan Waktu 5
Jumlah dan Cara Penarikan Responden 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 6
Definisi Operasional 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Karakteristik Keluarga 10
Sumber Informasi 12
Perilaku tentang 1000 HPK 12
Perilaku tentang Gizi 19
Karakteristik Baduta 22
Asupan dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein 22
Status Gizi Baduta 24
Riwayat Penyakit Baduta 25
Hubungan antar Variabel 27
SIMPULAN DAN SARAN 31
Simpulan 31
Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 33
RIWAYAT HIDUP 36
vi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka model hubungan perilaku ibu tentang 1000 HPK dengan status
gizi baduta 4
izi
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
dilakukan adalah dengan mensosialisasikan perilaku ini kepada ibu rumah tangga
yang anaknya sedang dalam masa 1000 HPK.
Program yang dilakukan pada gerakan 1000 HPK terdiri dari program
spesifik dan sensitif. Program spesifik dilakukan langsung pada kelompok sasaran
1000 HPK, yaitu ibu hamil yang meliputi pemeliharaan kehamilan, bayi 0-6 bulan
khususnya tentang pemberian ASI eksklusif, dan bayi 7-24 bulan khususnya
mengenai Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Sasaran sensitif merupakan
kegiatan yang mempengaruhi kelompok sasaran secara tidak langsung, antara lain
sanitasi lingkungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Khotimah et al. (2010) di Kecamatan
Gandus Palembang menunjukkan terdapat 30% balita berstatus gizi kurang dan
70% gizi buruk. Jika dilihat dari hasil pengisian kuesioner perilaku gizi ibu balita
terlihat bahwa memang masih banyak ibu balita yang belum memiliki perilaku
gizi yang baik, yaitu hanya 37.5% ibu balita yang memiliki perilaku gizi baik.
Kurangnya perilaku gizi ibu mempunyai dampak yang nyata terhadap status gizi
balita. Menurut Abuya et al (2012) terdapat hubungan yang kuat antara perilaku
gizi ibu dengan status gizi dan kesehatan balita. Balita tumbuh dan berkembang
dengan bimbingan orang tua, terutama ibu. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
mengkaji pengaruh perilaku gizi ibu tentang 1000 HPK dengan status gizi balita
khususnya pada usia 0-2 tahun.
Perumusan Masalah
Tujuan
Tujuan Umum
Mengkaji perilaku gizi ibu tentang 1000 HPK dan kaitannya dengan status
gizi baduta.
Tujuan Khusus
Hipotesis
Manfaat
KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik keluarga:
Sumber informasi:
-Pendidikan orang tua Karakteristik baduta:
-Posyandu
-Pekerjaan orang tua -Usia
-Televisi
-Besar keluarga -Jenis Kelamin
-Buku
-Pendapatan
Keterangan:
Gambar 1 Kerangka model hubungan perilaku ibu tentang 1000 HPK dengan
status gizi baduta
5
METODE PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study.
Penelitian dilakukan di Desa Gunung Geulis Kecamatan Sukaraja Kabupaten
Bogor. Desa Gunung Geulis dipilih karena prevalensi gizi buruk yang cukup
tinggi, sebesar 25.58% dan keberagaman masyarakatmya. Penelitian dilaksanakan
pada bulan April sampai Mei 2016.
n= 769
1 + 769 (0.15)2
n = 42
Keterangan :
n = jumlah sampel
N= besar populasi (jumlah balita di Desa Gunung Geulis)
d= presisi/ penyimpangan sampel terhadap populasi (15%)
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
dikumpulkan dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner kepada ibu
baduta. Kuesioner yang digunakan berasal dari kuesioner Riskesdas 2013 yang
6
semua data tersebar normal baru dilakukan uji korelasi Pearson. Tabel 2
menunjukkan pengkategorian berbagai variabel penelitian secara lebih rinci.
Keterangan:
Kgij = Energi dan zat gizi yang terkandung dalam pangan yang dikonsumsi
Bj = Berat pangan yang dikonsumsi
Gij = Energi atau zat gizi per 100 g bagian pangan yang dapat dimakan
BDD = Bagian pangan yang dapat dimakan (%BDD)
Definisi Operasional
Karakteristik baduta adalah ciri yang dimiliki oleh baduta, yang terdiri dari
usia, jenis kelamin, dan urutan anak keberapa dalam keluarga.
Usia adalah umur anak terhitung dari mulai dilahirkan sampai saat pengamatan
(dalam bulan).
Jenis kelamin adalah jenis kelamin anak antara laki-laki atau perempuan.
Urutan anak adalah urutan anak baduta yang diamati dalam dalam keluarga
tersebut (anak pertama, kedua, ketiga, dst).
Sumber informasi adalah dari mana responden mendapatkan informasi tentang
1000 HPK (keluarga, tenaga kesehatan, buku atau media masa).
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi ibu terhadap rangsangan atau lingkungan.
Perilaku dijabarkan menjadi pengetahuan, sikap, dan praktik gizi
seimbang dan 1000 HPK.
Pengetahuan spesifik adalah pengetahuan tentang sasaran langsung dari 1000
HPK yaitu ibu hamil, bayi baru lahir, serta bayi dan anak yang
berhubungan dengan sektor kesehatan.
Pengetahuan sensitif adalah pengetahuan tentang akar masalah gizi diluar sektor
kesehatan dengan sasaran tidak hanya kelompok 1000 HPK tetapi juga
masyarakat umum.
Sikap adalah perbuatan yang dilakukan oleh ibu dalam mengasuh anak baduta.
Sikap dalam penelitian ini adalah sikap gizi dan sikap tentang 1000 HPK.
Praktik adalah pelaksanaan secara nyata tentang perilaku hidup bersih dan sehat
serta 1000 HPK.
ASI Eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai usia 6
bulan tanpa ditambahkan apapun.
Gerakan 1000 HPK upaya perbaikan gizi yang dilakukan dari awal kehamilan
sampai anak berusia dua tahun.
Inisiasi menyusui dini adalah proses mendekapkan bayi kepada ibunya segera
setelah bayi lahir dalam waktu maksimal 1 jam.
Status gizi adalah keadaan tubuh yang secara langsung dipengaruhi oleh
konsumsi pangan dan infeksi penyakit. Status gizi dihitung melalui
pengukuran antropometri dan diklasifikasikan ke dalam indikator BB/U,
BB/TB, dan TB/U
Status kesehatan adalah keadaan tubuh seseorang berdasarkan riwayat penyakit
yang pernah diderita.
Konsumsi pangan adalah jumlah jenis pangan yang dikonsumsi, jumlah
kelompok pangan yang dikonsumsi, dan frekuensi konsumsi jenis
pangan.
Asupan zat gizi adalah jumlah total zat gizi yang bersumber dari makanan dan
minuman yang diperoleh dari survei konsumsi menggunakan metode
recall 24 jam dan dibandingkan dengan daftar komposisi bahan
makanan.
10
Karakteristik Keluarga
Kategori usia responden dibagi menjadi tiga, yaitu remaja akhir, dewasa
awal dan dewasa akhir (Depkes RI 2009). Secara umum usia responden berada
pada kategori remaja akhir sebesar 60.4%. Secara umum usia suami responden
berada pada kategori dewasa awal sebesar 43.3%. Usia termuda pada responden
yaitu 18 tahun dan usia tertua 49 tahun. Usia termuda suami responden yaitu 20
tahun dan usia tertua 50 tahun. Usia responden dan suami responden tidak
menyebar rata, secara umum masih banyak yang berusia muda.
Secara umum pendidikan responden dan suami adalah SMP/ sederajat
dengan persentase masing-masing sebesar 83.0% dan 79.3%. Pendidikan yang
tinggi dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam mengasuh anak. Ibu dengan
pendidikan yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan gizi yang lebih baik
dibandingkan dengan ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah (Jayanti et al
2011). Seluruh responden adalah ibu rumah tangga yang masuk dalam kategori
tidak bekerja. Hal ini berarti responden mempunyai banyak waktu untuk
mempersiapkan makanan yang bergizi dan seimbang untuk anak dan keluarga.
Harapannya status gizi anak secara umum baik karena makanannya diperhatikan
dan disiapkan langsung oleh ibu. Suami responden kebanyakan bekerja sebagai
buruh dengan persentase 49.1%.
11
Sumber Informasi
Pengetahuan
Pengetahuan adalah semua informasi yang disimpan dalam ingatan
sebagai hasil belajar dan telah terakumulasi dengan pikiran seseorang, yang
biasanya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang (Sarwono 1999).
Pengetahuan yang diukur dalam penelitian ini meliputi pengetahuan pada masa
kehamilan, masa perawatan bayi 0-6 bulan, dan masa perawatan bayi 7-23 bulan.
13
Agustus adalah vitamin A. Bayi berusia 6-11 bulan diberikan kapsul vitamin A
berwarna biru dengan dosis 100.000 IU. Bayi berusia 12-59 bulan diberikan
kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 IU (Kemenkes 2011).
Aspek yang masih belum banyak dimengerti oleh ibu adalah tentang
pengertian makanan pendamping ASI (MP ASI). Responden yang menjawab
benar hanya 37.7%. Kebanyakan responden memilih jawaban MP ASI adalah
makanan yang diberikan kepada bayi selama pemberian ASI eksklusif. Pengertian
MP ASI adalah makanan pendamping yang diberikan setelah periode pemberian
ASI eksklusif yaitu pada usia 7-24 bulan. Kebutuhan gizi bayi pada usia tersebut
semakin meningkat sehingga ASI saja tidak cukup (WHO 2007).
Sikap
Sikap responden pada penelitian ini adalah kecenderungan contoh untuk
menyetujui atau tidak menyetujui suatu pernyataan dalam kuesioner. Sebaran
responden berdasarkan sikap tentang kehamilan, masa bayi 0-6 bulan, dan masa
bayi 7-23 bulan disajikan pada Tabel 8.
juga pada pernyataan ASI pertama kali keluar langsung diberikan dan pentingnya
pemberian kapsul vitamin A kepada anak. Hal ini berarti responden sudah
mempunyai sikap yang positif dan sadar tentang pentingnya masa baduta,
memantau berat badan, pentingnya Asi, dan pemberian vitamin A. Sikap yang
positif akan berpengaruh terhadap praktik. Diharapkan responden juga
mempraktikkan hal tersebut, tidak hanya menyetujuinya.
Masih terdapat 2 pertanyaan terkait perawatan anak dengan persentase
yang rendah sebesar 39.6% dan 49.1%, masing-masing tentang berat badan anak
tidak naik tidak perlu dikhawatirkan jika hanya terjadi sekali dan anak kurang
sehat kalau bertambah umur beratnya tetap/ turun. Masih banyak responden yang
menjawab setuju pada pernyataan pertama dan tidak setuju pada pernyataan
kedua. Pernyataan terakhir adalah sikap responden apabila anaknya mengalami
diare. Setengah dari responden sudah setuju dengan persentase lebih dari 50%,
kecuali satu pernyataan yaitu jika anak diare diberi makanan yang lebih lunak
dengan persentase sebesar 47.2%. Hal ini berarti masih banyak responden yang
menjawab tidak setuju pada pernyataan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan sikap responden terkait 1000 HPK sudah cukup baik akan tetapi
masih perlu ditingkatkan lagi. Menurut Suhardjo (1989) sikap banyak dipengaruhi
oleh pengalaman dan respon yang diperlihatkan oleh orang lain sejak masa kanak-
kanak. Sikap belum merupakan suatu tindakan, akan tetapi predisposisi tindakan.
Praktik
Praktik 1000 HPK yang diukur dalam penelitian ini berkaitan dengan masa
kehamilan, masa bayi 0-6 bulan, dan masa bayi 7-23 bulan. Seluruh responden
memeriksakan kehamilan ke tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter ketika
hamil. Responden sebanyak 90.6% telah mengonsumsi tablet tambah darah
selama kehamilan. Menurut Kemenkes (2014) pemberian tablet tambah darah
kepada ibu hamil sangat penting karena merupakan upaya penting dalam
pencegahan dan penanggulangan anemia akibat kekurangan zat besi dan atau
asam folat. Sebanyak 64.2% responden mengonsumsi pil kalsium selama
kehamilan. Kebutuhan kalsium ibu hamil mengalami peningkatan sebesar 50%.
Kalsium diperlukan untuk pertumbuhan tulang serta gigi janin dan melindungi ibu
hamil dari osteoporosis. Apabila kebutuhan ibu hamil tidak tercukupi maka
kekurangan kalsium dapat diambil dari tulang ibu (Arisman 2009). Oleh karena
itu penting bagi ibu hamil untuk mengonsumsi pil kalsium.
Pertanyaan tentang masa perawatan bayi 0-6 bulan terdiri dari praktik
pemberian inisiasi menyusui dini, pemberian kolostrum, dan ASI eksklusif.
Kebanyakan responden telah melakukan ketiga praktik tersebut dengan baik. Hal
ini dapat dilihat dari presentase yang cukup tinggi dari ketiga praktik tersebut
secara berurutan 71.7%, 86.8%, dan 83.0%. Persentase responden yang
melaksanakan inisiasi menyusui dini kurang dari 1 jam sebesar 26.4% dan lebih
dari sama dengan satu jam sebesar 73.6%. Mayoritas responden sudah melakukan
praktik inisiasi menyusui dini dengan benar sesuai dengan Aprillia (2010) yang
menyatakan bahwa inisiasi menyusui dini dapat berlangsung sekitar 1 jam sampai
bayi selesai menyusu. Menurut WHO (2010) inisiasi menyusui dini pada 1 jam
pertama setelah kelahiran dapat melindungi bayi baru lahir dari infeksi dan
mengurangi mortalitas. Tindakan ini juga dapat memfasilitasi ikatan emosional
antara ibu dan anak. Inisiasi menyusui dini juga dapat menstimulasi produksi ASI.
17
Cakupan praktik ASI eksklusif yang diberikan adalah sebesar 52.3%. Pemberian
kolostrum juga penting dilakukan, karena kolostrum merupakan sumber zat gizi
yang penting yang merupakan imun pelindung untuk bayi baru lahir (WHO 2010).
Sebaran responden berdasarkan praktik 1000 HPK disajikan pada Tabel 9 berikut.
13.2%, 3-<4 bulan sebesar 3.8%, 4-<6 bulan sebesar 18.9%. Hal ini tidak sesuai
dengan anjuran Depkes (2007) yang menyatakan bahwa bayi yang berumur di
bawah 6 bulan tidak dianjurkan makan atau minum selain ASI, dikarenakan
sistem pencernan bayi yang masih belum bisa menerima makanan lain yang dapat
mengakibatkan diare dan gangguan pencernaan lainnya. Alasan responden
memberikan minuman atau makanan lain cukup beragam, diantaranya ada
responden yang ASI nya memang tidak mau keluar sehingga anak langsung diberi
susu formula. Kebanyakan jenis minuman atau makanan yang diberikan oleh
responden pada umur tersebut adalah biskuit dengan persentase responden sebesar
43.4%. Jenis makanan atau minuman lainnya yang cukup banyak diberikan oleh
responden adalah pisang yang dihaluskan dan susu formula, masing-masing
sebesar 41.5% dan 39.6%.
Kebanyakan baduta telah mempunyai kartu menuju sehat (KMS),
mempunyai catatan imunisasi pada KMS, pernah melakukan imunisasi, ditimbang
dalam 6 bulan terakhir, dan mendapatkan kapsul vitamin A dengan persentase
sebesar 90.6, 88.7, 98.1, 96.2, dan 88.7. Praktik imunisasi pada bayi sudah baik,
hal ini dapat dilihat dari persentase responden yang melaksanakan imunisasi
kepada bayinya cukup tinggi. Pemberian imunisasi merupakan proses
menginduksi imunitas secara buatan beik dengan vaksinasi (imunisasi aktif)
maupun dengan pemberian antibodi (imunisasi pasif) (Peter 2003). Kebanyakan
responden juga telah menimbang bayinya selama 6 bulan terakhir, hal ini berarti
mereka rutin ke posyandu untuk melakukan penimbangan. Suplementasi vitamin
A penting dilakukan karena vitamin A yang tinggi dibutuhkan untuk membantu
pertumbuhan dan mencegah infeksi pada bayi (WHO 2011).
perawatan bayi 0-6 bulan, mayoritas responden sudah masuk dalam kategori
sedang untuk pengetahuan, sikap, dan praktik, yaitu masing-masing 58.5%,
52.8%, dan 52.8%. Aspek terakhir adalah masa perawatan bayi 7-23 bulan,
mayoritas responden sudah mempunyai pengetahuan, sikap, dan praktik yang
masuk dalam kategori baik dengan persentase masing-masing 49.1%, 41.5%, dan
73.6%. Kesimpulan dari tabel 10 juga bisa dilihat pada rata-rata nilai
pengetahuan, sikap, dan praktik dari masing-masing aspek yang disajikan pada
Tabel 11 berikut.
Kedua tabel tersebut menunjukkan hasil yang sejalan, yaitu rata-rata nilai
pengetahuan yang paling rendah adalah pengetahuan tentang masa kehamilan,
selebihnya sudah masuk dalam kategori sedang dan baik. Kategori untuk sikap
dan praktik juga sudah masuk dalam kategori sedang dan baik. Bentuk ringkas
dari kedua tabel tersebut disajikan pada Tabel 12 yang menunjukkan sebaran
responden berdasarkan kategori pengetahuan, sikap, dan praktik.
Perilaku tentang gizi juga diukur dalam penelitian ini, yang terdiri dari
pengetahuan, sikap, dan praktik tentang gizi seimbang dan PHBS. Sebaran
responden pada pengetahuan, sikap, dan praktik tentang gizi seimbang akan
dijelaskan lebih lanjut pada sub sub bab berikut.
Pengetahuan
Sebaran responden berdasarkan pengetahuan tentang gizi seimbang dan
PHBS ditunjukkan pada Tabel 13 berikut.
20
Sikap
Tabel 14 menunjukkan sebaran responden berdasarkan sikap tentang gizi
seimbang dan PHBS.
Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan sikap tentang gizi seimbang dan PHBS
No Pertanyaan n %
1 Kita dapat bekerja kalau tidak makan 40 75.5
2 Agar anak dapat tumbuh sehat perlu makanan bergizi 53 100.0
3 Mencuci tangan yang baik adalah menggunakan air bersih 53 100.0
yang mengalir dan sabun
4 Aktivitas fisik penting untuk menjaga kesehatan 53 100.0
5 Setiap memasak menggunakan garam beryodium 44 83.0
100.0%, dan 83.0%. Pernyataan terkait PHBS diantaranya adalah sikap tentang
mencuci tangan yang baik menggunakan air bersih yang menalir dan sabun
dengan persentase sebesar 100.0%.
Praktik
Tabel 15 menunjukkan sebaran responden berdasarkan praktik gizi
seimbang dan PHBS.
Karakteristik Baduta
Karakteristik baduta yang dianalisis dalam penelitian ini adalah usia dan
jenis kelamin. Jumlah baduta dalam penelitian ini sesuai dengan jumlah
responden yaitu 53 baduta dengan kisaran umur antara 0-23 bulan yang terdiri
dari 23 laki-laki dan 30 perempuan. Tabel 17 menunjukkan sebaran karakteristik
baduta.
Asupan energi dan protein baduta didapatkan dari recall 1x24 jam. Baduta
dengan usia 0-6 bulan mendapatkan asupan energi dan protein dari konsumsi ASI
dan ada beberapa yang sudah memberikan MP ASI seperti susu formula,
sedangkan semua baduta dengan usia ≥6 bulan mendapatkan asupan energi dan
protein dari konsumsi ASI dan MP ASI. Tabel 18 menunjukkan rata-rata
konsumsi energi dan protein baduta.
Secara umum rata-rata asupan energi pada baduta berusia ≤ 6 bulan sudah
diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013, dengan rata-rata TKE yaitu 146.3%.
Hal ini berarti asupannya sudah tercukupi. Asupan energi baduta berusia ini
didapat dari konsumsi ASI dan ada beberapa yang sudah mengonsumsi MP ASI
23
seperti susu formula, bubur, pisang yang dihaluskan dan biskuit. Rata-rata asupan
energi baduta berusia 7-12 bulan masih di bawah AKG, dengan rata-rata TKE
96.0%. Hal ini diduga karena masa peralihan dari ASI eksklusif ke MP ASI
sehingga baduta perlu beradaptasi dengan makanan yang baru. Oleh karena itu
asupan energinya belum tercukupi. Rata-rata asupan energi baduta berusia >12
bulan masih di bawah AKG untuk kecukupan anak usia 1-3 tahun dengan rata-rata
TKE 71.6%. Hal ini berarti asupan energi belum tercukupi.
Rata-rata asupan protein baduta berusia ≤ 6 bulan sudah diatas AKG,
dengan rata-rata TKP 123.3% Asupan protein baduta 7-12 bulan sudah sesuai
dengan AKG yang berarti telah tercukupi, dengan rata-rata TKP 102.0%. Rata-
rata asupan protein baduta berusia >12 bulan masih di bawah AKG untuk
kecukupan anak usia 1-3 tahun, dengan TKP 91.3%. Hal ini berarti asupan protein
belum tercukupi. Menurut Suwarti et al (2003) kadar beberapa zat gizi yang
terkandung dalam MP ASI di negara berkembang seperti Indonesia masih rendah.
Hal ini dipengaruhi juga oleh ketrampilan ibu dalam memberi makan anak,
sehingga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya asupan gizi yang kurang
dalam jangka waktu yang cukup lama.
Tingkat kecukupan energi dan protein berfungsi untuk mengetahui
kecukupan asupan baduta yang dikategorikan kedalam lima kategori, yaitu defisit
tingkat berat, defisit tingkat sedang, defisit tingkat ringan, normal, dan lebih.
Sebaran baduta berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein disajikan pada
Tabel 19.
kemampuan daya beli yang rendah terhadap pangan sumber protein. Asupan
protein sangat diperlukan untuk masa pertumbuhan. Menurut Irianto (2004) anak-
anak dalam masa pertumbuhan memerlukan asupan protein per kilogram berat
badan lebih tinggi daripada orang dewasa. Sumber pangan yang mengandung
protein antara lain kacang-kacangan, ikan, telur, daging, dan susu.
Status gizi yang optimal pada baduta merupakan salah satu penentu
kualitas sumber daya pada masyarakat sehingga penanganan tepat pada awal
pertumbuhan akan mencegah gangguan gizi yang dapat muncul saat dewasa.
Anak dengan gizi baik harus mendapatkan perhatian gizi, hal ini disebabkan pada
usia ini anak rentan terkena gizi kurang sehingga bila tidak mendapat penanganan
lebih lanjut dapat membuat anak mengalami status gizi buruk (Rakhmawati
2013). Status gizi baduta diukur dengan antropometri yang mencakup berat badan
dan tinggi atau panjang badan. Hasil pengukuran selanjutnya dihitung dan
dikategorikan menggunakan Z-score. Indikator status gizi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB), dan tinggi badan menurut umur (TB/U) sesuai dengan
WHO-NCHS.
Secara umum status gizi baduta menurut BB/U masuk dalam kategori gizi
baik sebesar 83.3%, akan tetapi masih ada baduta yang masuk dalam kategori gizi
kurang dan gizi lebih masing-masing sebanyak 9.3% dan 1.9%. Nilai rata-rata z-
skor menunjukkan bahwa semakin tinggi usia baduta maka status gizi baduta
cenderung semakin buruk. Apabila dibandingkan dengan data Riskesdas (2013)
persentase gizi kurang ini tergolong rendah. Menurut data Riskesdas (2013)
prevalensi gizi kurang secara nasional adalah 19.6% pada tahun 2013. Status gizi
berdasarkan BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini
tidak memberi indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut,
karena berat badan berkorelasi positif dengan usia dan tinggi badan. Baduta yang
menurut indikator BB/TB normal tetapi menurut indikator BB/U gizi buruk dan
kurang dalam penelitian ini adalah 1.9% dan 7.5%. Hasil ini menunjukkan bahwa
baduta yang menurut indikator BB/TB normal padahal tinggi badannya pendek
atau stunting sebenarnya memiliki berat badan yang kurang menurut BB/U.
Secara umum status gizi baduta menurut BB/TB masuk dalam kategori
normal sebesar 81.5%, akan tetapi masih ada baduta yang masuk dalam kategori
sangat kurus dan gemuk masing-masing sebesar 1.9% dan 14.8%. Rata-rata z-skor
BB/TB menurut umur tidak memperlihatkan kecenderungan status gizi semakin
baik atau buruk seiring dengan pertambahan usia. Status gizi berdasarkan BB/TB
merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indikator ini
digunakan untuk menilai masalah gizi yang bersifat akut akibat peristiwa yang
terjadi dalam waktu singkat tanpa harus mengetahui umur, sehingga dapat
mengetahui proporsi tubuh (Supariasa et al. 2002). Hasil analisis menunjukkan
bahwa baduta yang menurut indikator BB/TB normal tetapi menurut indikator
TB/U pendek dan sangat pendek adalah sebesar 9.4% dan 1.9%. Hal ini
menunjukkan bahwa baduta yang pendek dan sangat pendek saat ini asupan
makanannya bagus sehingga menurut indikator BB/TB masuk dalam kategori
normal. Sebaran baduta berdasarkan status gizi dan usia disajikan pada Tabel 20.
25
Secara umum status gizi baduta menurut TB/U masuk dalam kategori
normal sebesar 85.2%, akan tetapi masih ada baduta yang masuk kategori sangat
pendek dan pendek masing-masing sebesar 3.7% dan 9.3%. Nilai rata-rata z-skor
menunjukkan bahwa semakin tinggi usia maka semakin buruk status gizi baduta,
sejalan dengan indikator BB/U. Menurut Riskesdas (2013) angka stunting/ pendek
pada balita masih cukup tinggi, yaitu mencapai 37.2%. hal ini berarti persentase
pendek masih di bawah angka nasional. Status gizi berdasarkan TB/U
memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari
keadaan yang berlangsung lama, misalnya perilaku hidup tidak sehat, pola asuh/
pemberian makan yang kurang baik, dan kemiskinan.
Riwayat penyakit baduta diperoleh dari jenis penyakit yang diderita dalam
kurun waktu tiga bulan terakhir. Jenis penyakit yang diderita diantaranya adalah
demam, batuk, flu, mencret biasa, dan diare. Tabel 21 menunjukkan sebaran
baduta berdasarkan jenis penyakit yang pernah diderita dalm kurun waktu tiga
bulan terakhir.
Tabel 21 Sebaran baduta berdasarkan riwayat penyakit dalam tiga bulan terakhir
Laki-laki Perempuan Total
Riwayat penyakit
n % n % n %
Demam 14 60.9 21 70.0 35 66.0
Batuk 17 73.9 18 60.0 35 66.0
Flu 13 56.5 15 50.0 28 52.8
Mencret biasa 6 26.1 11 36.7 17 32.1
Diare 5 21.7 5 16.7 10 18.9
26
bulan dan praktik responden pada masa perawatan bayi 0-6 bulan terhadap
indikator status gizi berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Tabel 24
menunjukkan hubungan status gizi BB/TB dengan pengetahuan, sikap, dan
praktik pada masing-masing aspek.
Tabel 24 Hubungan status gizi BB/TB dengan pengetahuan, sikap, dan praktik
berdasarkan masing-masing aspek
Pengetahuan Sikap Praktik
No Aspek
p r p r P r
1 Gizi Seimbang dan PHBS 0.482 -0.099 0.255 -0.159 0.625 -0.009
2 Masa Kehamilan 0.075a -0.247 - - 0.912 -0.016
3 Masa Bayi 0-6 Bulan 0.731 -0.048 0.032b 0.295 0.019b -0.321
4 Masa Bayi 7-23 Bulan 0.234 0.166 0.964 -0.006 0.892 -0.019
a
) terdapat kecenderungan hubungan (p<0.1)
b
) terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05)
Simpulan
Saran
Perilaku ibu yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan praktik tentang 1000
Hari Pertama Kehidupan secara umum masuk dalam kategori sedang sehingga
masih perlu ditingkatkan, salah satunya dengan adanya penyuluhan rutin di
posyandu atau kegiatan lain yang berhubungan dengan gizi, sehingga diharapkan
mampu meningkatkan status gizi baduta.
32
33
DAFTAR PUSTAKA
Abuya et al. 2012. Effect of mother’s education on child’s nutrition status in the
slums of Nairobi. Biomed Central. 12: 80.
Almatsier S, Soetardjo S, Soekarti MS. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur
Kehidupan. Jakarta (ID): Gramedia.
Agus R. 2008. Hubungan perilaku, sikap, dan tindakan ibu tentang gizi dengan
status gizi anak balita (1-5 tahun) di Jorong Surau Laut wilayah kerja
puskesmas Biaro Kecamatan IV Angkek Kabupaten Agam [skripsi].
Padang (ID): Universitas Andalas.
Aprillia Y. 2010. Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusui Dini dan ASI
Eksklusif Kepada Bidan di Kabupaten Klaten [Tesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): EGC.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2012a. Kerangka
Kebijakan Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan (1000 HPK). Jakarta (ID): Bappenas.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Paket
Pelatihan Keluarga Berencana. Jakarta (ID): BKKBN.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. Pedoman Umum Pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal. Jakarta (ID): Depkes.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2009. Klasifikasi Umur Menurut Kategori.
Jakarta (ID): Depkes.
Devi M. 2010. Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita
di pedesaan. Teknologi dan Kejuruan. 33(2): 183-192.
Dewi LM. 2012. Kontribusi Kondisi Ekonomi Keluarga Terhadap Status Gizi
(BB/TB Z-score) pada Anak Usia 3-5 Tahun (Studi di Wilayah Kerja
Puskesmas Sambongpari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya
Tahun 2012). Tasikmalaya (ID): Ilmu Kesehatan Peminatan Gizi
Universitas Siliwangi.
Gustav ASP, Patterson KO, Sanberg J, kabakyenga J, Agardh a. 2014. Assosiation
between mass media exposure and birth preparedness among woman in
Southwestern Uganda: a community based survey. Glob Health Action
[Internet]. [diunduh pada 9 Juni 2016] [Tersedia pada:
www.dx.doi.org/10.3402/gha.v7.22904]
Irianto K. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung (ID): Yrama Widya.
Jayanti LD, Yekti HE, Dadang S. 2011. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
serta perilaku gizi seimbang ibu kaitannya dengan statsu gizi dan
kesehatan balita di kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Jurnal Gizi dan
Pangan. 6(3):192-199.
[Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta (ID):
Kemenkes.
[Kemenkes] Kementrian Kesehatan. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014. Jakarta (ID): Kemenkes.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Perilaku Gizi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
34
Setio RK, Toni S. dan M. Sulchan. 1977. Komposisi Air Susu Ibu dalam
Hubungannya dengan Susu-susu Lainnya, dalam kumpulan naskah
Simposium Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu pada Pertumbuhan
dan Perkembangan Bayi-Anak. Semarang : Universitas Diponegoro.
Silaen P, Zuraidah R, Larasati TA. 2013. Tingkat kecukupan energi dan protein
serta status gizi anak balita rumah tangga miskin di Kecamatan
Blambangan Umpu Kabupaten Waykanan. Medical Journal of lamoung
University. ISSN 2337-3776.
Soetjiningsih. 1997. ASI, Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC
Supriatin A. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan
dan Hubungannya Dengan Status Gizi Balita [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Suwarti S, Amelia, S. Mulyati, E. Rustan, Reviana HH, Sihadi. 2003. Pemulihan
gizi buruk rawat jalan di puskesmas. PGM. 26(1): 39-48.
Untoro D. 2010. Manajemen Pemasaran Modern. Yogyakarta (ID): Laksbang
Presindo.
[WHO] World Health Organization. 2011. Guidelines: Vitamin A Suplementation
in Infant and Children 6-59 Months of Age. Geneva (CH): WHO.
[WHO] World Health Organization. 2010. Indicators For Assessing Infant and
Young Child Feeding Practice. Geneva (CH): WHO.
Zamawe C. Banda M, Dube A. 2015. The Effect of Mass media campaign on
men’s participations in maternal health: a cross-sectional study in
Malawi. J Biomed Central [Internet] [diunduh pada 2016 Juni 9]
[Tersedia pada: www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4394579]
36
RIWAYAT HIDUP