BAB I PENDAHULUAN
A. KESIMPULAN ................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 21
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kehendak untuk berbuat jahat dalam kehidupan manusia. Disisi lain manusia
ingin tentram, tertib damai, dan berkeadilan. Artinya tidak diganggu oleh
akal sehat setiap langkah dan perilakunya, sehingga dapat memisahkan antara
upaya preventif dan repesif dijelaskan dalam fiqih jinayah. Dalam makalah ini
hukuman.
2
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Pembahasan
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hukuman
‘uqubah. Lafadz ‘uqubah menurut bahasa berasal dari kata ‘aqoba, yang
1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia, Cet-Ke IVX
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997). h. 952
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke- 3,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 411.
3
Abdul Qodir Audah, At-Tasyri’ Al-Jina’iy Al-Islamy, Juz 1, (Beirut: Dar Al-Kitab
al‘Araby, tt), h. 609.
4
“hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara
ketentuan syara.”
sama dengan pidana. Yang dalam istilah Inggris sentencing yang disalin
intisari bahwa hukuman atau pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa,
atau akibat akibat lain yang tidak menyenangkan yang diberikan dengan
sengaja oleh badan yang berwenang kepada seseorang yang cakap menurut
5
tujuan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan masryarakat, sekaligus
2. Dasar Hukum
hukuman bagi kasus-kasus ta’zir. Semua itu pada hakikatnya dalam upaya
62: ص
6
Ibid., h. 60.
6
yang sesat dari jalan Allah akan mendapatkan siksa yang berat
karena mereka melupakan hari perhitungan.”7 (Q.S. Shad, 38:26)
3. Tujuan Hukuman
kepentingan perseorangan.
pelaku menjadi jera dan takut. Oleh karena itu, pelaksanaannya dilakukan di
mengulangi perbuatan yang sama di masa datang. Dan jugaorang lain tidak
meniru perbuatan si pelaku sebab akibat yang sama juga akan dikenakan
kepada peniru.
Hukuman bagi pelaku pada dasarnya juga sebagai upaya mendidiknya agar
7
menjadi orang baik dan anggota masyarakat yang baik pula. Dia diajarkan
bahwa perbuatan yang dilakukannya telah mengganggu hak orang lain, baik
materil ataupun moril dan merupakan perkosaan terhadap hak orang lain.
dengan perbuatan lain yang sepadan, baik dibalas dengan dengan perbuatan
baik dan jahat dengan kejahatan pula dan itu sesuatu yang adil.
Yang dalam hukum Islam tujuan dari adanya hukuman adalah untuk
menjaga jiwa setiap manusia, seperti hukuman qishos lahir sebagai upaya
pihak yang dirugikan atau menjadi korban kejahatan. Lalu dibedakan antara
8
B. Syarat hukuman
melakukan tindak pidana dan tidak mengenai orang lain yang tidak
9
jabatan, status dan kedudukannya. Secara singkat dapat dikatakan
hanya terdapat dalam jarimah dan hukuman had atau qishash, karena
memperbaikinya pelaku.
C. Hapusnya Hukuman
pada asalnya yaitu dilarang. Hanya saja oleh karena keadaan pelaku tidak
berikut:8
1. Paksaan
8
Ahmad Wardi Muslich, Loc. Cit., h. 117.
10
Beberapa pengertian yang telah diberikan oleh para fuqaha tentang
seseorang karena orang lain dan oleh karena itu hilang kerelaannya atau
tidak sempurna lagi pilihannya. Kedua, paksaan ialah suatu perbuatan yang
ke luar dari orang yang memaksa dan menimbulkan pada diri orang yang
empat, paksaan ialah apa yang diperintahkan seorang pada orang lain yaitu
2. Mabuk
mabuk atau tidak. Minum khamar termasuk jarimah hudud dan dihukum
menurut pendapat yang kuat dari empat kalangan mazhab fiqih ialah bahwa
kehendak sendiri tapi tidak mengetahui bahwa apa yang diminumnya itu
3. Gila
11
Seseorang dipandang sebagai orang Mukallafoleh Syari’at Islam
rusak atau lemah”. Definisi tersebut merupakan definisi secara umum dan
luas, sehingga mencakup gila (junun), dungu (al-‘ithu), dan semua jenis
yang sejenis:
dapat berpikir sama sekali, baik hal itu diderita sejak lahir maupun yang
Al-Jununu Al-Muthbaq.
b. Gila berselang
Pertanggung jawaban pidana pada gila terus menerus hilang sama sekali,
12
sedang pada gila berselang ia tetap dibebani pertanggung jawaban
c. Gila sebagian
d. Dungu (Al-‘Ithu)
4. Di Bawah Umur
sekali dan meskipun telah lama usianya, namun menyamai teori terbaru di
dua perkara yaitu ketentuan berpikir dan pilihan idrak dan ikhtiar. Oleh
karena itu kedudukan anak kecil berbeda-beda menurut masa yang dilalui
13
hidupnya mulai dari waktu kelahirannya sampai memiliki kedua perkara
tersebut.
Secara alamiah terdapat tiga masa yang dialami oleh setiap orang
berpikir (idrak), kedua; Masa kemampuan berpikir yang lemah, dan ketiga;
1. Pengertian Anak
literatur yang memberi batasan umur anak yang berbeda-beda. Dalam hal
istilahistilah anak dan belum dewasa secara campur aduk sehingga ukuran
14
Pengertian anak menurut stilah hukum Islam adalah keturunan kedua
milik dan larangan bertindak sendiri, sebenarnya ada dua tingkatan yaitu:
a. Kecil dan belum mumayyiz dalam hal ini anak itu sama sekali tidak
b. Kecil tapi sudah mumayyiz, dalam hal ini si kecil ini kurang
sebab itu kata-katanya sudah dapat dijadikan pegangan dan sudah sah
lain.10
secara campur aduk. Dengan demikian, ukuran atau batas umurnya juga
berbeda-beda
9
Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, h. 112
10
Zakariya Ahmad Al-Barry, Al-Ahkamul Aulad, alih bahasa Chadidjah
Nasution, Hukum Anak-anak dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997, h. 113
15
1. Dalam Hukum Islam
usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun
sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum
semua orang di bawah usia 21 tahun dan belum menikah sebagai anak-
11
Kompilasi Hukum Islam, Bab XIV Tentang Pemeliharaan Anak, Pasal 98 ayat
(1).
12
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, pasal 45
13
Undang-undang Nomor. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Pasal 1
Ayat (2).
14
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 1
ayat (1).
16
Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut
Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi
Islam disebut sebagai mukallaf (orang yang dibebani hukum) atau mahkum
‘alaih(orang yang berlaku hukum padanya). Mukallaf adalah orang yang telah
akhirat.16
yang berhubungan dengan tuntutan atau pilihan untuk berbuat). Dalam Islam,
orang yang dikenai taklif adalah mereka yang sudah dianggap mampu untuk
Dasar adanya taklif kepada mukallaf, ialah karena adanya akal dan
dibebani hukum apabila ia berakal dan dapat memahami secara baik taklif
15
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak Pasal 1 ayat (3).
16
Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, ed. Maman Abd Djaliel, Cet III, (Bandung:
Pustaka Setia, 2007), H. 334
17
Ismail Muhammad Syah, Op.cit., h. 144.
17
yang ditunjukkan kepadanya. Maka orang yang tidak atau belum berakal
dianggap tidak bisa memahami taklif dari Syar’i (Allah dan Rasul-Nya).
Akal pada diri seorang manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan
pertumbuhan fisiknya dan baru berlaku atasnya taklif bila akal telah mencapai
bila telah mencapai batas dewasa atau bulugh, kecuali bila mengalami kelainan
yang menyebabkan ia terhalang dari taklif. Dari uraian ini dapat dipahami
bahwa syarat seorang mukallaf yang pertama adalah “baligh dan berakal”
Selain dari syarat pertama di atas, ada syarat kedua yang harus dipenuhi
seorang mukallaf untuk menerima taklif. Syarat itu ialah kecakapan, atau yang
1. Ahliyah al wujub atau ahli wajib yaitu kelayakan seseorang untuk ada
kandungan) atau kanak-kanak, atau anak yang sudah mumayyiz atau sudah
baligh, atau dewasa, atau safih (bodoh), punya akal atau gila, dan sehat atau
sakit.18 Para ahli Ushul membagi ahliyah al-wujub ini dalam dua bagian;46
18
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqih), Alih
Bahasa Nur Iskandar Al-Barsany dan Moh Tolchah Mansoer, Cet. III, (Jakarta: Rajawali,
1993), h. 217. 46Amir Syarifuddin, Op. Cit., h.357-358.
18
menerima kewajiban; atau kecakapan untuk dikenai kewajiban tetapi
baik dalam hal ibadah maupun muamalah. Kecakapan berbuat hukum atau
ahliyah al-‘ada terdiri dari tiga tingkat. Setiap tingkat dikaitkan kepada
a. Adim al-ahliyah, atau tidak cakap sama sekali, yaitu manusia semenjak
hukuman berupa ganti rugi dalam bentuk harta dan tidak hukuman badan.
19
Ibid., h. 359.
19
Karena itu tidak berlaku padanya qishash dalam pembunuhan, dera atau
rajam pada perzinahan; atau potong tangan pada pencurian. Dia hanya dapat
bersifat jasmani; yaitu bagi wanita telah mulai haid atau mens dan para
perkawinan. Tanda dewasa yaitu haid bagi wanita dan mimpi bersetubuh
perkawinan.
Jika dalam keadaan tidak terdapat atau sukar diketahui tanda yang
jumhur ulama, umur dewasa itu adalah 15 tahun bagi laki-laki dan
20
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
hukuman atau pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa, atau akibat
akibat lain yang tidak menyenangkan yang diberikan dengan sengaja oleh badan
yang berwenang kepada seseorang yang cakap menurut hukum yang telah
kepentingan individu.
Yang dalam hukum Islam tujuan dari adanya hukuman adalah untuk
menjaga jiwa setiap manusia, seperti hukuman qishos lahir sebagai upaya
diharapkan agar menjadi alat pencegahan (preventif) terhadap orang yang akan
melakukan kejahatan.
1. Paksaan
2. Mabuk
3. Gila
4. Di bawah umur
21
DAFTAR PUSTAKA
22