Anda di halaman 1dari 36

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS X


TENTANG PENULARAN HIV/AIDS
DI SMA MUHAMMADIYAH 5
YOGYAKARTA

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun oleh :
Firdaus Mubayyina
1910104014

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Human Immunodeficience Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency
Syndrome (AIDS) telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius di abad
ini, dan menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi. Kasus HIV/ADIS di
dunia dikenal dan di tangani lebih dari 25 tahun, namun jutaan orang masih terinfeksi
dengan kasus baru setiap tahunnya. Proyeksi Kementrian Kesehatan Indonesia
menyebutkan bahwa setiap dua puluh lima menit terdapat satu orang yang terinfeksi
di bawah usia 25 tahun (UNICEF, 2012).
Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan salah satu
penyakit yang mengakibatkan kematian di dunia. Menurut UNAIDS (United Nations
Programme on HIV and AIDS) dan WHO (World Health Organization), AIDS telah
mengakibatkan kematian lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun
1981(Kent et al.,2010) dalam Rahayu (2017).
Angka kejadian HIV/AIDS dari tahun ke tahun mengalami peningkatan di seluruh
dunia. Data HIV/AIDS secara global sepanjang tahun 2015 menyebutkan bahwa
orang yang hidup dengan HIV/AIDS sebanyak 2,1 juta diantaranya kasus baru dan
1,1 juta diantaranya meninggal akibat AIDS (WHO, 2016).
Menurut data World Health Organization, secara global, 37,9 juta [32,7-44,0 juta]
orang hidup dengan HIV pada akhir 2018. Diperkirakan 0,8% [0,6-0,9%] orang
dewasa berusia 15-49 tahun di seluruh dunia hidup dengan HIV, meskipun beban
epidemi terus sangat bervariasi antara negara dan wilayah. Wilayah WHO di Afrika
tetap terkena dampak paling parah, dengan hampir 1 dari setiap 25 orang dewasa
(3,9%) hidup dengan HIV dan merupakan lebih dari dua pertiga dari orang yang
hidup dengan HIV di seluruh dunia.
Ditjen P2PL Kemenkes RI (Direktorat Jendral Pencegahan Penyakit dan
Pencegahan Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia) berdasarkan
data terbaru yang di keluarkan tentang perkembangan HIV/AIDS yang dilaporkan
pada tanggal 1 Januari 2016 hingga 31 Maret 2016, menunjukkan bahwa pengidap
HIV sebanyak 32.711 jiwa dan AIDS sebanyak 7.864 jiwa. Secara kumulatif, usia
kasus AIDS ada pada rentang usia 20-29 tahun yaitu sebesar 24.628 kasus (37,2%).
Data ini mengindikasikan bahwa usia muda yaitu 15-29 tahun merupakan populasi
yang rentan dan perlu menjadi sasaran dalam program penanggulangan AIDS di
Indonesia dan memberikan gambaran bahwa remaja memerlukan penyuluhan
kesehatan yang benar agar tidak terinfeksi oleh HIV (P2PL Kemenkes RI, 2016).
Namun, terdapat fakta yang mengejutkan pada kalangan remaja kelompok usia
15-19 tahun. Jumlah remaja yang terinfeksi HIV di Indonesia semakin meningkat,
dengan prevalensi sekitar 3,2-3,8% setiap tahunnya. Hingga bulan April 2017,
tercatat ada 7.329 remaja yang terinfeksi HIV dan 2.355 orang diantaranya menderita
(AIDS) (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Pada tahun 2012, tercatat ada 4,5%
remaja pria dan 0,7% remaja wanita usia 15-19 tahun yang telah melakukan aktivitas
seksual pra nikah (Kementerian Kesehatan, 2015). Jumlah kasus infeksi HIV di
Indonesia juga terus meningkat, terbukti dengan adanya 33.660 kasus baru pada
tahun 2017 dengan total kumulatif 242.699 orang yang terinfeksi HIV (Kementerian
Kesehatan RI, 2017).
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk dalam kategori concenterated
epidemic level dan dapat memperluas menjadi generalize epidemic level. Yogyakarta
menduduki urutan ke 14 dengan jumlah HIV/AIDS dari 34 provinsi di Indonesia
pada tahun 2015, dengan kasus HIV sebesar 531 kasus, dan AIDS sebesar 91 kasus.
Yogyakarta memiliki lima kabupaten, dari tahun 1993-2015, Kota Yogya dengan
jumlah kasus terbesar yaitu 831 kasus dengan jumlah HIV sebesar 581 kasus, dan
AIDS sebesar 251 kasus. Peringkat kedua yaitu kabupaten Sleman sebanyak 717
kasus dengan jumlah HIV sebesar 417 kasus dan AIDS sebesar 300 kasus. Disusul
oleh kabupaten Bantul di urutan ke ketiga sebanyak 617 kasus dengan HIV sebesar
377 kasus dan AIDS sebesar 240 kasus. Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 174
kasus dengan HIV sebesar 65 kasus dan AIDS sebesar 109 kasus. Kabupaten
Kulonprogo menduduki peringkat terakhir sebanyak 142 kasus dengan HIV sebesar
90 kasus dan AIDS sebesar 52 kasus (Kemenkes RI, 2016).
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) telah mengancam kehidupan
umat manusia dengan resiko kematian yang sangat fatal. Tingkat fatalitas kematian
manusia semakin diperparah oleh cara penularan yang sangat cepat menyebar hingga
tidak lagi mengenal batas-batas negara. Sampai detik ini, obat penyembuhan AIDS
belum ditemukan, sementara vaksin pencegahannyapun hanya dapat ditempuh
dengan cara perubahan perilaku berisiko manusia. Sekalipun AIDS merupakan
ancaman dahsyat pada abad ini, bukan tidak mungkin ancaman tersebut tidak dapat
diatasi. Serangan virus HIV dapat dimatikan penyebarannya hanya dengan
kebijaksanaan manusia dalam mengubah pola perilaku dan kebiasaan hidupnya
sehari-hari. Konstruksi perilaku manusia sangat kompleks sehingga ia memerlukan
pendekatan multidimensional dalam perubahannya (Noviana, 2016).
Dalam pandangan masyarakat Indonesia, kesehatan reproduksi yang berkaitan
dengan seks bebas adalah hal yang tabu dan sangat mengerikan jika hal tersebut
banyak terjadi di kalangan remaja. Kenyataannya bahwa HIV/AIDS dianggap
sebagai penyakit kutukan dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat terkait
penularan penyakit mengerikan ini. Pengidap penyakit ini akan dikucilkan sebab
dianggap merusak nama baik daerah dan dikhawatirkan akan menular dan merusak
moral masyarakat sekitar terutama remaja(Satriani, 2018).
Banyaknya penderita HIV/ AIDS mendorong pemerintah untuk segera
menanggulanginya. Beberapa upaya pelayanan kesehatan dalam penanggulangan
penularan HIV/AIDS meliputi pelayanan promotif, preventif dan rehabilitatif yang
memiliki peran sangat penting. Mengingat tingginya risiko penularan HIV/AIDS
pada remaja, pemerintah mendirikan PIK-P (Program Informasi Kesehatan Remaja)
yang merupakan wadah kegiatan PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi
Remaja) yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan
informasi dan konseling kesehatan reproduksi serta menyiapkan kehidupan
keluarga(SKRRI, 2011).
Selain itu, pemerintah membentuk Komisi Penanggulangan AIDS Nasional
(KPAN) melalui Keputusan Presiden nomor 36/1994. Pada tahun 2006, KPAN lahir
lebih baru dengan dikeluarkannya peraturan presiden nomor 75/2006. Peraturan
tersebut merubah terkait status keanggotaan dan cara kerja KPAN. Sejauh ini agar
penanggulangan dapat dilakukan secara merata, KPAN mendapatkan dana dari
RAPBN dan dana-dana yang sifatnya tidak mengikat seperti Global Fund. Strategi
dan Rencana Aksi Nasional (SRAN) tahun 2015-2019 yang dicanangkan oleh
Kementerian Kesehatan Penanggulangan HIV/ AIDS, untuk mempermudah akses
masyarakat kini bisa mendapatkan layanan pemeriksaan pendeteksi dini HIV/AIDS.
Program ini dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dengan dukungan penuh dari
pemerintah daerah. Masyarakat dapat mendapatkan pelayanan ini pada pusat
kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Selain
itu juga terdapat tes Voluntary Conseling Testing (VCT) yang dilakukan
secara mobile dalam setiap sosialisasi(Perpres No 75 Tahun 2006).
Peran bidan dalam rangka menurunkan angka penularan HIV/AIDS terutama pada
remaja dengan upaya preventif dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan
kesehatan kepada remaja terutama dalam hal kesehatan reproduksi melalui beberapa
metode seperti diskusi, ceramah tanya jawab, dan sebgainya sebagaimana telah
dituangkan dalam Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yaitu
dalam pasal 9 dikatakan bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang
memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
yaitu dengan memberikan penyuluhan dan konseling (Menkes RI 2007).
Masalah HIV/AIDS bukan sekadar masalah medis, namun juga masalah perilaku.
Islam memandang HIV/AIDS sebagai masalah kesehatan, karena penyakit AIDS
memang berbahaya (dharar) lantaran menyebabkan lumpuhnya sistem kekebalan
tubuh. Berbagai penyakit akan mudah menjangkiti penderitanya yang ujung-
ujungnya adalah kematian. Padahal Islam adalah agama yang melarang terjadinya
bahaya (dharar) pada umat manusia. Rasulullah SAW bersabda,

"Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan juga bahaya bagi
orang lain dalam Islam (laa dharara wa laa dhiraara fi al-islam)." (HR Ibnu Majah
No 2340, Ahmad 1/133; hadits sahih).

Namun Islam juga memandang HIV/AIDS sebagai masalah perilaku, karena


HIV/AIDS pada sebagian besar kasusnya berawal dan tersebar melalui perilaku seks
bebas yang menyimpang, seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender.

Artinya : “dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Isra’ ayat 32)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Muhammadiyah 5


Yogyakarta pada tanggal 25 November 2019 kepada 10 orang remaja kelas X dengan
melakukan wawancara didapatkan bahwa 7 orang remaja (70%) diantaranya
mengatakan bahwa mereka belum mengetahui pengertian HIV/AIDS, 8 orang (80%)
belum mengetahui tanda dan gejala serta resiko apa saja yang dapat menularkan
HIV/AIDS kepada mereka, dan 7 orang (70%) tidak mengetahui bagaimana cara
penularan HIV/AIDS dikarenakan kurangnya keterpaparan informasi yang
didapatkan oleh remaja melalui media dan kurangnya rasa ingin tahu remaja
ditambah dengan kesimpangsiuran tanggapan masyarakat sekolah tentang HIV/AIDS
yang masih ada, remaja menganggap bahwa HIV/AIDS dapat tertular apabila remaja
berada satu lingkup dengan penderita HIV/AIDS, selain itu pemahaman remaja
tentang konsep HIV/AIDS belum sepenuhnya benar dan mereka belum menyadari
tentang bahaya HIV/AIDS. Pemahaman yang menimbulkan persepsi yang salah
mengenai HIV/AID dimana remaja mengaku bahwa akan menjauhi penderita
HIV/AIDS apabila berada di lingkungan mereka.
Pendekatan pendidikan kesehatan mengenai kesehatan reproduksi dan seksual
yang diberikan di sekolah cenderung memandang aspek kesehatan reproduksi dan
seksual remaja menjadi terbatas pada fenomena biologis semata dan cenderung
mengkonstruksikan seksualitas remaja sebagai hal yang tabu dan berbahaya yang
dikontrol terutama melalui wacana moral, dan agama. Hal ini mengakibatkan materi
yang diberikan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan remaja terutama
mengenai penularan HIV/ADIS.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan “Adakah Pengaruh
Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Kelas X tentang
Penularan HIV/AIDS di SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan
remaja kelas X tentang penularan HIV/AIDS di SMA Muhammadiyah 5
Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja kelas X sebelum diberikan
pendidikan kesehatan tentang penularan HIV/AIDS di SMA Muhammadiyah 5
Yogyakarta
b. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja kelas X setelah diberikan
pendidikan kesehatan tentang penularan HIV/AIDS di SMA Muhammadiyah 5
Yogyakarta
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta informasi mengenai
pengetahuan remaja mengenai penularan HIV/AIDS sebagai implementasi
pengetahuan peneliti yang di dapat di bangku kuliah.
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Siswa
Menambah wawasan dan pengetahuan siswa mengenai penularan
HIV/AIDS.
b. Bagi Guru dan Kepala Sekolah SMA X
Memberikan manfaat bagi para guru dan kepala sekolah SMA X dalam
penerapan pembelajaran kesehatan reproduksi dan pemberian informasi
kesehatan reproduksi bagi remaja terutama dalam hal penularan
HIV/AIDS.
3. Bagi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mahasiswa dan literatur
ilmiah bagi pembaca di perpustakaan sehingga dapat dilakukan kajian
penelitian berikutnya .
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Lingkup Materi
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil ruang lingkup materi tentang pendidikan
kesehatan, tingkat pengetahuan, remaja, dan penularan HIV/AIDS yang menjadi
salah satu masalah kesehatan serius di abad ini dengan risiko penularan yang kian
meningkat dan sangat mungkin terjadi pada setiap kalangan tak terkecuali remaja.
2. Lingkup Responden
Responden yang akan diambil pada penelitian ini adalah remaja kelas X di SMA
X dengan pertimbangan usia remaja yang merupakan remaja awal dan
pertengahan dengan rasa ingin tahu mengenai seksualitas yang tinggi.
3. Lingkup Tempat
Penelitian ini akan dilakukan di SMA 5 Muhammadiyah Yogyakarta dengan
pertimbangan bahwa berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMA
Muhammadiyah 5 Yogyakarta pada tanggal 25 November 2019 kepada 10 orang
remaja kelas X dengan melakukan wawancara didapatkan bahwa 7 orang remaja
(70%) diantaranya mengatakan bahwa mereka belum mengetahui pengertian
HIV/AIDS, 8 orang (80%) belum mengetahui tanda dan gejala serta resiko apa
saja yang dapat menularkan HIV/AIDS kepada mereka, dan 7 orang (70%) tidak
mengetahui bagaimana cara penularan HIV/AIDS dikarenakan kurangnya
keterpaparan informasi yang didapatkan oleh remaja melalui media dan
kurangnya rasa ingin tahu remaja ditambah dengan kesimpangsiuran tanggapan
masyarakat sekolah tentang HIV/AIDS yang masih ada, remaja menganggap
bahwa HIV/AIDS dapat tertular apabila remaja berada satu lingkup dengan
penderita HIV/AIDS, selain itu pemahaman remaja tentang konsep HIV/AIDS
belum sepenuhnya benar dan mereka belum menyadari tentang bahaya
HIV/AIDS. Pemahaman yang menimbulkan persepsi yang salah mengenai
HIV/AID dimana remaja mengaku bahwa akan menjauhi penderita HIV/AIDS
apabila berada di lingkungan mereka.
4. Lingkup Waktu
Penyusunan proposal penelitian ini dilakukan pada bulan November 2019 sampai
bulan Juli 2020.
F. Keaslian Penelitian
1) Agnes (2017) mengenai Hubungan antara Pengetahuan dengan Persepsi Siswa
terhadap Penularan Penyakit AIDS. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
angket (questioner). Angket yang disusun berupa pertanyaan tentang cara
pencegahan penularan HIV dan AIDS di Sekolah Menengah Kejuruan Kota
Langsa. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa Sekolah Menengah
Kejuruan Kota Langsa. Sampel dalam penelitian adalah total dari populasi yaitu
semua siswa Sekolah Menengah Kejuruan Kota Langsa. Metode pengolahan data
dalam penelitian ini menggunakan statistik dengan rumus persentase. Dari hasil
persentase terlihat hasil penelitian diperoleh hubungan antara pengetahuan dengan
persepsi siswa terhadap pencegahan penularan AIDS, hasil respondennya
(63,6%). Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan persepsi siswa terhadap
pencegahan penularan AIDS di Sekolah Menengah Kejuruan Langsa. Hubungan
antara lingkungan keluarga dengan persepsi siswa terhadap pencegahan penularan
AIDS, hasil respondennya (51,7%). Terdapat hubungan antara lingkungan
keluarga dengan persepsi siswa terhadap pencegahan penularan AIDS di Sekolah
Menengah Kejuruan Kota Langsa. Hubungan antara lingkungan pergaulan dengan
persepsi siswa terhadap pencegahan penularan AIDS, hasil respondennya
(53,4%). Terdapat hubungan antara lingkungan pergaulan dengan persepsi siswa
terhadap pencegahan penularan AIDS di Sekolah Menengah Kejuruan Kota
Langsa. Hubungan antara penyuluhan dengan persepsi siswa terhadap pencegahan
penularan AIDS, hasil respondennya (65,6%). Terdapat hubungan antara
penyuluhan dengan persepsi siswa terhadap pencegahan penularan AIDS di
Sekolah Menengah Kejuruan Kota Langsa. Persamaan penelitian ini terletak pada
metode pengumpulan data yaitu menggunakan primer dengan membagikan
kuisioner pada responden. Sedangkan perbedaan terletak pada judul penelitian,
variabel penelitian, metode pengolahan data, tempat penelitian, waktu penelitian,
populasi dan sampel penelitian.
2) Sri Wulandari (2015) mengenai Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan HIV/AIDS dengan
Pemanfaatan Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) pada Remaja SMKN
Tandun Kabupaten Rokan Hulu. Desain penelitian kuantitatif dilengkapi indepth
interview desain crosssectional, besar sampel 140 orang pada remaja SMKN
Tandun. Pengambilan sampel menggunakan simple random sampling dan
purposive sampling. Analisis data menggunakan analisis univariabel,bivariabel
dengan uji statistik chi-square p < 0,05 dan tingkat kemaknaan CI 95%,dan
multivariabel dengan regresi logistik. Persentase remaja yang memanfaatkan PIK-
R sebesar 33.6%. Analisis multivariable menunjukan terdapat hubungan
bermakna antara pemanfaatan PIK-R dengan pengetahuan dengan OR 2.67 dan
(95% CI 1.07-6.63 ), dan sikap nilai OR 3.67 (95% CI 1.58-8.50) perilaku OR
3.16 (95% CI 1.30-7.69). Paparan informasi menunjukan p-value 0.010, dan
pengaruh teman sebaya p-value 0.858 terhadap pemnafaatan PIK-R. Multivariabel
regresi logistik variabel pengetahuan, sikap, perilaku terhadap PIK-R dapat
memprediksi pemanfaatan PIK-R sebesar 18%. Hambatan pemanfaatan PIK-R
oleh remaja malu, waktu layanan, petugas kurang komunikasi, ruang tidak
nyaman. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak
pada desain dan pendekatan penelitian sedangkan perbedaannya terletak pada
tempat, waktu, jumlah populasi, jumlah sampel, teknik pengambilan sampel, dan
metode pengolahan data penelitian.
3) Agung trianto (2015) mengenai Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang
HIV/AIDS Melalui Buku Cerita terhadap Tingkap Pengetahuan, Sikap, dan Daya
Terima Remaja dalam Pencegahan HIV-AIDS di SMA. Jenis penelitian ini
menggunakan Quasi Eksperimental dengan rancangan Pretest-Posttest with
Control Group dan Pre Eksperimental dengan rancangan Posttest Only Design.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA kelas 10 dan 11 sebanyak 732
siswa. Pemilihan sampel menggunakan Simple Random Sampling, dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu kelompok eksperimen, kelompok kontrol, dan kelompok
daya terima dengan 120 sampel. Uji statistik menggunakan uji Paired sample t-
test, menunjukkan ada perbedaan skor rata-rata pengetahuan (p=0,000) dan sikap
(p=0,000) pada kelompok eksperimen setelah perlakuan dan tidak ada perbedaan
skor rata-rata pengetahuan (p=0,000) dan sikap (p=0,000) pada kelompok kontrol.
Hasil uji Independent sample t-test menunjukkan tidak ada perbedaan pengaruh
pendidikan kesehatan tentang HIV-AIDS antara menggunakan buku cerita dan
LCD terhadap pengetahuan (p=0,577) dan sikap (p=0,763) remaja dalam
pencegahan HIV-AIDS. Untuk penerimaan remaja terhadap buku cerita, sebagian
besar responden sangat menyukai buku cerita sebanyak 25 responden (62,5%).
Persamaan penelitian ini terletak pada jenis penelitian, pemilihan sampel, metode
pengumpulan data dan uji statistik. Perbedaan terketak dari jumlah populasi,
tempat penelitian, variable penelitian,
4) Rizqy Amelia, et al. (2016) mengenai Pengaruh Penyuluhan Kesehatan
Reproduksi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Pencegahan
HIV/AIDS (ABCDE) di Kelas XI SMK Negeri 3 Banjarmasin. Metode penelitian
ini menggunakan pre eksperimental dengan rancangan penelitian one group
pretest-postest. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/siswi kelas XI terdiri
dari 13 kelas dan 6 jurusan yang berjumlah 473 siswa. Jumlah sampel 83
responden. Teknik sampeling menggunakan multistage random sampling.
Pengumpulan data menggunakan kuisioner. Analisis dengan uji marginal
homogeneity (𝛼=0,05). Hasil penelitian ini yaitu adanya pengaruh penyukuhan
Kesehatan Reproduksi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang
Pencegahan HIV/AIDS (ABCDE) di Kelas XI SMK Negeri 3 Banjarmasin,
dibuktikan dengan nilai p 0,000 ≤ 𝛼 0,05 dan nilai Exp (B) pengetahuan 8,370
serta nilai Exp(B) sikap 2.773. persamaan dalam penelitian ini terletak pada teknik
pengumpulan data yang menggunakan data primer. Perbedaan terletak pada judul,
variabel, tempat, waktu, populasi, sampel dan teknik pengolahan data.
5) Ronald , et al., (2016) Transmisi mengelompokkan antara pasien HIV yang baru
didiagnosis di Chicago, 2008-2011: menggunakan filogenetik untuk memperluas
pengetahuan tentang pola penularan HIV daerah Methods- Kami melakukan
analisis klaster transmisi menggunakan HIV pol urutan dari pasien yang baru
didiagnosis yang datang ke klinik HIV terbesar Chicago antara tahun 2008 dan
2011. Kami membandingkan urutan via progresif berpasangan keselarasan,
menggunakan tetangga bergabung untuk membangun sebuah pohon filogenetik
un-berakar. Kami mendefinisikan cluster sebagai> 2 urutan antara yang
setiapurutan memiliki setidaknya satu pasangan dalam jarak genetik = 1,5%.
Kami menggunakan regresi multivariabel untuk menguji faktor-faktor yang
berhubungan dengan clustering dan digunakan analisis geospasial untuk menilai
kedekatan geografis pasien filogenetis berkerumun.
Hasil- Kami membandingkan urutan dari 920 pasien; median usia 35 tahun; 75%
laki-laki; 67% Hitam, 23% Hispanik; 8% memiliki cepat hasil- Kami
membandingkan urutan dari 920 pasien; median usia 35 tahun; 75% laki-laki;
67% Hitam, 23% Hispanik; 8% memiliki cepatPlasma reagin (RPR) titer = 1:16
bersamaan dengan diagnosis HIV mereka. Kami memiliki data risiko penularan
HIV 54%; 43% diidentifikasi sebagai laki-laki yang berhubungan seks dengan
laki-laki (LSL). Analisis filogenetik menunjukkan 123 pasien (13%)
dikelompokkan menjadi 26 kelompok, yang terbesar memiliki 20 anggota. Dalam
regresi multivariabel, usia <25, Black ras, status MSM, jenis kelamin laki-laki,
lebih tinggi viral load HIV, dan RPR = 1:16 terkait dengan clustering. Kami tidak
mengamati pengelompokan geografis pasien berkerumun genetik. Perbedaan
terletak pada judul, variabel, tempat, waktu, populasi, sampel, teknik
pengumpulan data dan teknik pengolahan data.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Teoritis
1. Pendidikan Kesehatan
a. Pengertian Pendidikan Kesahatan
Pendidikan kesehatan secara umum adalah segala upaya yang
direncanakan pemerintah untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,
kelompok atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan, yang tersirat dalam pendidikan adalah :
input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, dan masyarakat),
penduduk adalah (pelaku pendidikan), proses adalah (upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain), output adalah melakukan apa
yang diharapkan atau perilaku) (Notoatmodjo, 2012).
Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spriritual,
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomi, dan menurut WHO yang paling baru ini memang
lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang
mengatkan, bahwa kesehatan adalah keadaan ssempurna, baik fisik maupun
mental dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat (Notoatmodjo, 2012).
Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan dalam
bidang kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua
kegiatan yang memberikan dan meningkatkan pengetahuan, sikap, praktek
baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2012)
b. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Menurut Susilo (2011) tujuan pendidikan kesehatan terdiri dari :
1) Tujuan kaitannya dengan batasan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku orang atau
masyarakat dari perilaku tidak sehat dengan prinsip kesehatan maka dapat
menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kesehatan. Istilah sehat,
bukan sekedar apa yang terlihat oleh mata yakni tampak badannya besar
dan kekar. Mungkin saja seseorang menderita batin atau menderita
gangguan jiwa yang menyebabkan orang tidak stabil, tingkah laku dan
sikapnya. Untuk mencapai sehat seperti definisi diatas, maka orang harus
mengikuti berbagai latihan atau mengetahui apa saja yang harus
dilakukan agar orang tersebut benar-benar menjadi sehat.
2) Mengubah perilaku kaitannya dengan budaya
Sikap dan perilaku adalah bagian dari budaya. Kebiasaan adat istiadat,
tata nilai atau norma, adalah kebudayaan. Mengubah kebiasaan,apalagi
adat kepercayaan yang telah menjadi norma atau nilai di suatu kelompok
masyarakat, tidak segampang itu untuk mengubahnya. Hal itu melakukan
proses yang sangat panjang karena kebudayaan adalah suatu sikap dan
perilaku serta cara berpikir orang yang terjadi melalui proses belajar.
Sedangkan menurut Mubarak dan Chayatin (2009) tujuan pendidikan
kesehatan yaitu:
a) Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri
b) Memahami apa yang mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan
sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari
luar.
c) Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan
taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat
3) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan
dapat mencapai sasaran (Notoatmodjo, 2012) yaitu :
a) Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang terhadap
informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang
menerima informais yang di dapatnya.
b) Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang, semakin mudah pula
dalam menerima informais baru.
c) Adat Istiadat
Masyarakat kita masih sangat menghargai san menganggap adat
istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.
c. Metode Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2012) metode pendidikan kesehatan dibagi
menjadi 3 macam, yaitu :
1) Metode Individual (Perorangan)
Metode ini dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu :
a) Bimbingan dan penyuluhan (Guidance and counceling)
b) Wawancara (interview)
2) Metode Kelompok
Metode kelompok ini harus memperhatikan apakah kelompok tersebut
besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektivitas metodenya pun
akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a) Kelompok Besar
(1)Ceramah
Metode yang cocok untuk yang berpendidikan tinggi maupun
rendah
(2)Seminar
Metode ini cocok digunakan untuk kelompok besar dengan
pendidikan menengah atas. Seminar sendiri adalah presentasi dari
seorang ahli beberapa orang ahli dengan topik tertentu
b) Kelompok Kecil
(1) Diskusi kelompok
(2) Curah pendapat (brain storming)
(3) Bola salju (snow balling)
(4) Kelompok-kelompok kecil (buzz group)
(5) Bermain peran (role play)
(6) Permainan simulasi (simulation game)
3) Metode Massa
Metode pendekatan massa ini cocok untuk mengkomunikasikan
pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sehingga
sasaran dari metode ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan
golongan umur, jenis kelamin, pekerjan, status sosial ekonomi, tingkat
pendidikan, dan sebagainya, sehingga pesan-pesan kesehatan yang ingin
disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap
oleh masa.
4) Media Pendidikan Kesehatan
Media sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Alat-
alat bantu tersebut mempinya fungsi sebagai berikut (Notoatmodjo,
2012):
a) Menimbulkan minat sasaran pendidikan
b) Mencapai sasraan yang lebih baik
c) Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman
d) Menstimulasi sasaran penndidikan untuk memneruskan pesan-pesan
yang diterima orang lain
e) Mempermudah penyampaian bahan atau informasi kesehatan
f) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran/masyarakat
g) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih
mendalami, dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik.
h) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh
Dengan kata lain media ini memliki beberapa tujuan yaitu :
(1) Tujuan yang akan di capai
(a) Menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep-
konsep
(b)Mengubah sikap dan persepsi
(c) Menanamkan perilaku/kebiasaan yang baru
(2) Tujuan penggunaan alat bantu
(a) Sebagai alat bantu daam latihan/penataran/pendidikan
(b)Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah
(c) Untuk mengingatkan suatu pesan/informasi
(d)Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, dan tindakan
Ada beberapa bentuk media pendidikan kesehatan antara lain
(Notoatmodjo, 2012):
a) Berdasarkan Stimuasi Indra
(1) Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu
menstimulasi indra penglihatan
(2) Alat bantu dengar (audio aids) yaitu alat yang dapat membantu
untuk menstimulasi indra pendengar pada waktu penyampaian
bahan pendidikan/pengajaran
(3) Alat bantu lihat-dengar (audio visual aids)
b) Berdasarkan Pembuatannya dan Penggunaannya
(1)Alat peraga atau media yang rumit, seperti film, film strip, slide,
dan sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor.
(2)Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-
bahan setempat.
c) Menurut Maulana (2009), berdasarkan fungsinya sebagai penyalur
media kesehatan antara lain :
(1) Media Cetak
(a) Leaflet
Merupakan bentuk penyampaian informasi kesehatan melalui
lembaran yang di lipat. Keuntungan menggunakan media ini
anatara lain: sasaran dpat menyesuaikan dan belajar mandiri
serta praktis karena mengurangi kebutuhan mencatat, sasaran
dapat melihat isinya disaat santai dan sangat ekonomis serta
mudah disesuaikan dengan kelompok sasaran
(b) Booklet
Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-
pesan kesehtaan dalam bentuk tulisan dan gambar. Menurut
Kemm dan Close dalam Aini (2010), booklet memiliki
beberapa kelebihan yaitu:
a. Dapat dipelajari disetiap saat, karena desain berbentuk buku
b. Memuat informasi relative lebih banyak dibandingkan
dengan poster
(c) Flyer (selembaran)
Flyer atau selembaran saitu media penyampaian pesan seperti
leaflet namun tidak dilipat.
(d) Flip Chart (lembar balik)
Media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalan
bentuk buku di mana tiap lembar berisi gambar perasaan dan
lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan kesehatan yang
berkaitan dengan gambar.
(e) Rubrik (tulisan-tulisan surat kabar), poster, dan foto
(2) Media Elektronik
(a) Video dan Film Strip
Keunggulan penyuluhan dengan media ini adalah dapat
memberikan realita yang mungkin sulit direkam kembali oleh
mata dan pikiran sasaran, dapat memicu diskusi mengenai
sikap dan perilaku, efektif u8ntuk sasaran yang jumlahnya
relative penting dapat diulangi kembali, mudah digunakan dan
tidak memerlukan ruangan yang gelap (Maulana, 2009)
(b) Slide
Keunggulan media ini yaitu dapat memberikan berbagau
realita walaupun terbatas, cocok untuk sasaran yang jumlahnya
relative besar, dan pembuatannta relative murah, serta
peralatannya cukup ringkas dan mudah digunakan. Sedangkan
kelemahannya memerlukan sambungan listrik, peralatannya
beresiko mudah rusak dan memerlukan ruangan sedikit lebih
gelap (Maulana, 2009).
2. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap suatu objek dari indera yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2012).
b. Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif menurut Mubarak
(2011) mempunyai enam tingkat yaitu :
1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
2) Memahami (Comprehention)
Kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada suatu
kondisi real (sebenarnya).
4) Analisa (Analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam
komponen, tapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Syntehesis)
Sintesis menunjukkan kepada kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam batas keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan suatu penilaian terhadap suatu materi atau
objek.
Pengukuran pengetahuan dilakukan dengan wawancara atau kuisioner
yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian
atau responden.
Arikunto (2010) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi
tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase yaitu sebagai berikut:
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya 76-100 %.
2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56–75 %.
3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤55 %
c. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), ada beberapa cara untuk meperoleh
pengetahuan, yaitu :
1) Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan
dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini
gagal pula, maka dicoba dengan kemungkinan ketiga, dan apabila
kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya,
sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini
disebut metode trial (coba) and error (dan gagal atau salah) atau metode
coba salah coba-coba.
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-
kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-
kebiasaan ini biasanyan diwariskan turun temurun dari generasi ke
generasi berikutnya, dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh
berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah,
otoritas pemimpin agama, maupun ahli-ahli ilmu pengetahuan. Prinsip ini
adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang lain
yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau
membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun
berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang
menerima pendapat tersebut menganggap bahwa yang dikemukakannya
adalah benar.
3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah, pepatah
ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk
memperoleh pengetahuan.
4) Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir manusia
pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.
5) Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan
Cara baru dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini lebih
sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah”,
atau lebih popular disebut metodelogi penelitian (Research Methodology).
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Wawan dan Dewi (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yaitu :
1) Faktor Internal
(a) Pendidikan
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal
yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup. Mubarak (2012), menjelaskan pendidikan merupakan
bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat
dipahami suatu hal. Tidak dipungkiri semakin tinggi pendidikan
seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada
akhirnya pengetahuan yang dimilikinya semakin banyak.
(b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu serta dapat memberikan
pengalaman maupun pengetahuan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan pekerjaan dapat membentuk suatu pengetahuan
karena adanya saling menukar informasi antara teman-teman di
lingkungan kerja (Wawan dan Dewi 2010).
(c) Umur
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Menurut Widiastuti
(2009) yaitu penyampaian informasi yang baik yaitu pada masa
kedewasaan karena masa kedewasaan merupakan masa dimana terjadi
perkembangan intelegensia, kematangan mental, kepribadian, pola
pikir dan perilaku sosial. Sehingga dari informasi yang didapatkan
membentuk sebuah pengetahuan dan sikap dilihat dari respons setelah
informasi diterima.
(d) Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate
impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan
pengetahuan (Riyanto, 2013). Menurut Wawan dan Dewi (2010) suatu
informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh
pengetahuan baru dan semakin banyak mendapatkan informasi maka
pengetahuan akan semakin luas.
2) Faktor Eksternal
(a) Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia
dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok.
(b) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi
sikap dalam menerima informasi.
3. Remaja
a. Pengertian Remaja
Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada
tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja
menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. WHO (World Health
Organization) mendefinisikan remaja secara konseptual, dibagi menjadi tiga
kriteria yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi (Sarwono, 2012).
Remaja atau “adolescence” (ingrris), berasal dari bahasa latin yang berarti
tumbuh kearah kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan
psikologis (sarwono 2012). Remaja merupakan bagian dari masyarakat yang
sedang mengalami perubahan fungsi organ tubuh serta fungsi sosial. Masalah
yang menonjol dikalangan remaja yaitu seputar Tiga permasalahan kesehatab
reproduksi remaja (TRIAD KRR) yakin seksualitas, HIV dan AIDS serta
Napza (Ayu, 2015).
Difinisi remaja lebih bersifat konseptual yaitu suatu masa ketika individu
berkembanganya dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu mampu
mengalami kematangan seksual, individu mampu mengalami perkembangan
psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan terjadi
peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan
yang relative mandiri (Sarwono, 2012). Batas usia 12-21 tahun sebagai batas
usia remaja (Sa’id 2015). Setiap fase remaja memiliki keistimewaannya
tersendiri. Ketiga fase tingkatan umur remaja tersebut antara lain :
1) Remaja Awal (Early Adolescence)
Tingkatan usia remaja yang pertama adalah remaja awal. Pada tahap ini,
remaja berada pada rentang usia 12 hingga 15 tahun. Umumnya remaja
tengah berada di masa sekolah menengah pertama (SMP). Keistimewaan
yang terjadi pada fase ini adalah remaja tengah berubah fisiknya dalam
kurun waktu yang singkat. Remaja juga mulai tertarik kepada lawan jenis
dan mudah terangsang secara erotis.
2) Remaja Pertengahan (Middle Adolescence)
Tingkatan usia remaja selanjutnya yaitu remaja pertengahan, atau ada
pula yang menyebutnya dengan remaja madya. Pada tahap ini, remaja
berada pada rentang usia 15 hingga 18 tahun. Umumnya remaja tengah
berada pada masa sekolah menengah atas (SMA). Keistimewaan dari
fase ini adalah mulai sempurnanya perubahan fisik remaja, sehingga
fisiknya sudah menyerupai orang dewasa. Remaja yang masuk pada tahap
ini sangat mementingkan kehadiran teman dan remaja akan senang jika
banyak teman yang menyukainya.
3) Remaja Akhir (Late Adolescence)
Tingkatan usia terakhir pada remaja adalah remaja akhir. Pada tahap ini,
remaja telah berusia sekitar 18 hingga 21 tahun. Remaja pada usia ini
umumnya tengah berada pada usia pendidikan di perguruan tinggi, atau
bagi remaja yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, mereka bekerja
dan mulai membantu menafkahi anggota keluarga. Keistimewaan pada
fase ini adalah seorang remaja selain dari segi fisik sudah menjadi orang
dewasa, dalam bersikap remaja juga sudah menganut nilai-nilai orang
dewasa.
b. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja
Ada beberapa maslaah kesehatan reproduksi remaja antara lain :
1) Kehamilan
Kehamilan dan persalinan membawa risiko kesakitan dan kematian yang
lebih besar pada remaja dibandingkan pada remaja dibandingkan pada
perempuan uang telah dewasa.
2) Aborsi yang tidak aman
Kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja sering kali berakhir dengan
aborsi yang tidak aman.
3) Penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS
Remaja cenderung lebih beresiko tertular PMS termasuk HIV/AIDS
karena berbagai sebab, salah satunya melakukan hubungan seksual yang
tidak rencanakan dan diinginkan (kusmiran 2014).
4. HIV/AIDS
a. Pengertian
Hiv merupakan jenis parasit obligat yang hanya dapat hidup dalam sel
atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam
kondisi AIDS, jika tanpa pengobatan. Umumnya, keadaan AIDS ini ditandai
dnegan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit ataupun
jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome adalah suatu penyakit yang
ditimbulkan sebagai dampak berkembang biaknya virus HIV (Human
Immuno deficiency Virus) di dalam tubuh manusia (Purwoastuti, 2015).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu
menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya
infeksi Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS adalah
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi HIV. (Dexamedia, 1996 dalam Irwan, 2017).
Virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan
rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan
tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam
penyakit termasuk penyakait ringan sekalipun. Penderita AIDS yang
meninggal bukan semata-mata disebabkan oleh virus AIDS, melainkan juga
oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak, seandainya sistem
kekebalan tubuh tidak dirusak oleh virus. Virus HIV menyetrang sel cd4
dan menjadikannya tempat berkembang biak virus HIV , kemudian
merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi (Restianti, 2009).
Aids adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk menerangkan
terjadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obagt-obat supresi imun,
penyakit yang sudah dikenal dan sebagainya (Susanto, 2013)
b. Etiologi AIDS
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV -1 . pada tahun 1986 di afrika
ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS
terdiri dari lima fase yaitu :
1) Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.
2) Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness.
3) Infeksi asimsomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada
4) Supresi imun simptomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, berat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Infeksi oportunitis berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh,
neurologist. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi,
pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok risiko tinggi adalah :
1) Lelaki homoseksual atau biseksual
2) Bayi dari bapak dan atau ibu terinfeksi
3) Orang yang ketagihan obat intravena
4) Partner seks dari penderita AIDS
5) Penerima darah atau produk darah (transfuse) (Susanto, 2013)
c. Cara Penularan
Cara penularan HIV/AIDS yaitu sebagai berikut :
1) Melalui hubungan seks tanpa alat pelindung, missal kondom
2) Melalui transfuse darah yang mengandung virus HIV
3) Melalui jarum suntik, alat tusuk lain (tusuk jarum, tindik, tattoo) pisau
cukur, sikat gigi yang terkena darah pengidap HIV
4) Melalui ibu hamil yang mengidiap HIV dan ditularkan kepada janinnya
atau bayi proses menyusui
5) Melalui transplantasi jaringan/organ dari penderita HIV (Taufan dan Ari,
2010)
Awal infeksi biasanya terjadi dengan cara paparan cairan tubuh yang
berasal dari orang yang terinfeksi HIV. Virus HIV ditemukan sebagai
partikel virus yang bebas dan terdapat dalam sel terinfeksi, dalam semen,
cairan vagina dan ASI. Jalan penularan yang paling diketahui di seluruh
dunia, yaitu melalui persetubuhan, penggunaan jarum suntik bekas yang
tercemar oleh HIV pada oranv-orang yang menggunakan obat-obatan
melalui intravena, dan penggunaan darah atau produknya untuk tujuan
pengobatan, juga merupakan cara infeksi yang bisa terjadi. Tetapi di
Negara-negara maju, dengan adanya penapisan yang ketat sebelumnya bagi
darah yang akan digunakan untuk transfuse penularan melalui produk darah
dapat dicegah, rute lain yang penting dalam penularan HIV yaitu berasal
dari ibu yang dapat menularkan HIV kepada anaknya ketika melahirkan
atau melalui ASI (Subowo, 2013)
Kegiatan yang tidak menularkan HIV/AIDS menurut Family Health
International (FHI) tahun 2011, HIV/AIDS tidak menular melalui aktivitas
sosial biasa seperti :
1) Hidup serumah dengan pengidap HIV/AIDS
2) Bersentuhan dengan pakaian atau barang-barang lain pengidap
HIV/AIDS
3) Bersenggolan dengan pengidap HIV/AIDS
4) Berjabat tangan dengan pengidap HIV/AIDSMakan dan minum dnegan
pengidao HIV/AIDS
5) Gigitan nyamuk atau serangga lainnya
6) Berenang bersama pengidap HIV/AIDS
d. Diagnosis
Seperti pada sindroma defisiensi pada umumnya, orang-orang yang perlu
dicurigai infeksi HIV, yaitu mereka yang mempunyai resiko tinggi
(homoseks, pemakai narkotika, penerima transfuse darah), dan mereka yang
menunjukkan infeksi opportunistic atau tumor. Dalam menegakkan diagnosis
untuk infeksi HIV pertama kali dilakukan melalui pemeriksaan serologi.
ELISA merupakan cara yang cukup peka untuk mendeteksi anti body HIV.
Cara ini elah dilakukan secara rutin intuk diagnosis. Apabila hasil positif
perlu di konfirmasi dengan analisis “western Bolt” unutk menentukan
antibody terhadap beberapa preotein HIV seperti p24 atau p31, gp41 dan
gpl120/160. Pada perkembangan lanjut dari penyakit terdapat penurunan
perbandingan limfosit CD4+ dan CD8+ dengan disertai penurunan gejala
hipersensitivitas tipe lambat apabila diadakan uji kulit. Perbandingan CD4+
dan CD8+ yang mempunyai harga normal >1,7 turun menjadi <0,5 (Subowo,
2013).
e. Tanda dan Gejala
Menurut Nursalam (2006), tanda dan gejala penderita yang terinfeksi
HIV/AIDS biasanya penderita mengalami berat badanya menurun lebih dari
10% dalam waktu singkat, demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu
bulan), diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan), batuk perkepanjangan
(lebih dari satu bulan), kelainan kulit dan iritasi (gatal), infeksi jamur pada
mulut dan kerongkongan, serta pembengkakan kelenjar getah bening di
seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher, ketiak dan lipatan paha.
Menurut WHO dan CDC (2002, dalam Widoyono, 2011), manifestasi
klinis HIV/AIDS pada penderita dewasa berdasarkan stadium klinis yang
disertai skala fungsional dan kalisifikasi klinis, yaitu:
1) Stadium klinis I: pada skala I memperlihatkan kondisi asimtomatis,
dimana klien tetap melakukan aktivitas secara normal maupun disertai
adanya limfadenopati presistent generalisata.
2) Stadium klinis II: pada skala II memperlihatkan kondisi asimtomatis,
dimana klien tetap melakukan aktivitas normal tetapi disertai adanya
penurunan berat badan <10% dari berat badan sebelumnya, manifestasi
mukokotaneius minor (dermatitis seborhhoic, prurigo, infeksi jamur pada
kuku, ulserasi mukosa oral berulang, cheilitis angularis), herpes zoster
dalam 5 tahun terakhir, dan ISPA berulang.
3) Stadium III: pada skala III memperlihatkan adanya kelemahan, berbaring
di tempat tidur <50% sehari dalam 1 bulan terakhir disertai penurunan
berat badan >10%, diare kronis dengan penyebab tidak jelas >1 bulan,
demam dengan penyebab yang tidak jelas (intermitent atau tetap) >1
bulan, kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, TB pulmoner dalam satu
tahun terakhir, dan infeksi bacterial berat (misal: pneumonia, piomiostitis).
4) Stadium klinis IV: pada skala IV memperlihatkan kondisi yang sangat
lemah, selalu berada ditempat tidur > 50% setiap hari dalam bulan-bulan
terakhir disertai HIV wasting syndrome (sesuai yang ditetapkan CDC),
peneumocystis carinii pneumonia (PCP), encephalitis toksoplasmosis,
diare karena cryptosporidiosis >1 bulan, cryptococcosis ekstrapulmoner,
infeksi virus sitomegalo, infeksi herpes simpleks >1 bulan, berbagai
infeksi jamur berat (histoplasma, coccoidioidomycosis), kandidiasis
esophagus, trachea atau bronkus, mikobakteriosis atypical, salmonelosis
non tifoid disertai eptikemia, TB ekstrapulmoner, limfomamaligna,
sarcoma Kaposi’s ensefalopati HIV.
f. Pengujian/deteksi HIV/AIDS
Menurut FHI (2011), pengujian deteksi dapat dilakukan dengan tahapan
berikut:
1) Infeksi HIV dapat diketahui melalui sebuah pengujian antibody mengenai
HIV. Ketika seseorang terinfeksi dengan HIV, antibodynya dihasilkan
dalam jangka waktu 3-8 minggu. Tahap berikutnya sebelum antibody
tersebut dapat dideteks dikenal tahap jendela (windows period)
2) Pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan sampel darah, air liur
atau air kencing
3) Pengujian yang cepat ada dan menyediakan suatu hasil diantara 10-20
menit. Suatu hasil positif biasanya menuntut suatu test konfirmasi lebih
lanjut
4) Pengujian HIV harus dilakukan sejalan dnegan bimbingan sebelum,
selama dan sesudahnya
g. Pengobatan
Obat antiretroviral adalah obat yang digunakan untuk retrovirus seperti
HIV guna ,engahambat perkembang biakan virus, obat-obatan yang termasuk
anti retroviral seperti HIV guna menghambat perkembang biakan virus, AZT,
Didanoisne, Zeacitabine, Stavudine adalah obat-obatan yang termasuk dalam
anti retroviral. Obat yang digunakan untuk penyakit yang muncul sebagai
efek samping rusaknya kekebalan tubuh disebut dnegan obat oportunistik
(Rohan, 2012)
Menurut Panjaitan (2006) kegiatan pencegahan penularan HIV/AIDS
diantaranya :
1) Peningkatan gaya hidup sehat melalui KIE, life skill education, Pendidikan
Kelompok Sebaya, Konseling
2) Peningkatan Penggunaan kondom pada perilaku seksual rawan tertular dan
menularkan.
3) Pengurangan dampak buruk pada penggunaan NAPZA suntik.
4) Penatalaksanaan IMS (Klinik IMS, Pemeriksaan Berkala, Pengobatan
dengan Pendekatan Sindrom dan etiologi)
5) Skrining pengamanan darah donor
6) Kewaspadaan universal pada setiap kegiatan medis
7) Pencegahan penularan dari ibu HIV + kepada anaknya (PMTCT dan
Pemberian Makanan Bayi)
h. HIV/AIDS dan Remaja
Masalah yang menonjol di kangan remaja yaitu oermasalahan seputar
Triad kesehatab reproduksi remaja (TKR) yaitu 3 hal pokok yang mempunyai
kaitan sebab-akibat antara satu dengan lainnya. Triad tersebut meliputi
perkembangan sekdual dan seksualitas (termasuk pubertas, kehamilan yang
tidak diinginan berdampak pada kesinambungan pendidikan, khususnya
remaja putrid dan dapat mengarahkan dilakukannya tindakan aborsi), infeksi
menular seksual (IMS), HIV dan AIDS, dan NAPZA (narkotika, alcohol,
psikotropika dan zat adiktif). Remaja lebih beresiko terkena HIV/AIDS
dikarenakan pengetahuan yang kurang dan rasa ingin tahu yang tinggi
(Marmi, 2014)
Pengetahuan yang kurang akurat tentang kesehatan reproduksi remaja
terutama tentang seksual yang membuat masalah pada remaja dan akan
berpengaruh terhadap sikap remaja (Sudikno, Bona S, dan Siswanto, 2011).

B. KERANGKA KONSEP

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan remaja
Pendidikan Kesehatan tentang penularan
HIV/AIDS

1. Faktor Internal
a. Pendidikan
b. Pekerjaan
c. Umur
d. Informasi
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Lingkungan
b. Sosial Budaya
(Sumber : Notoatmodjo, 2007)

Keterangan :

: yang diteliti

: yang tidak diteliti

Gambar 2.1. Kerangka Konsep


C. HIPOTESIS
Pendidikan kesehatan berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan remaja kelas X
tentang penularan HIV/AIDS di SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-experimental.

Rancangan atau desain penelitian ini adalah one group pretest posttest desain yaitu

penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan pretest (pengamatan awal) terlebih

dahulu sebelum diberikan intervensi, intervensi yang diberikan berupan pendidikan

kesehatan. Setelah diberikan intervensi, kemudian dilakukan posttest (pengamatan

akhir) (Hidayat, 2014). Rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol),

tetapi paling tidak setelah dilakukan observasi pertama (pretest) yang mungkin

menguji peerubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen atau program

(Sulistyaningsih, 2011). Bentuk rancangan adalah sebagai berikut :

O1 x O2

Gambar 3.1. Rancangan Penelitian

Sumber : Sulistyaningsih (2011)

Keterangan :
X = penyuluhan
O1 = nilai pretest (sebelum diberi pendidikan kesehtan)
O2 = nilai posttest (setelah diberi pendidikan kesehtan)
Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja = O1 - O2

B. Variabel Penelitian

1. Variable bebas (Independent variable)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengarhui atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2016).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan tentang

HIV/AIDS.
2. Variabel terikat (dependent variable):

Variabel terikat merupan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2016). Variabel terikatnya adalah

pengetahuan tentang penularan HIV/AIDS

3. Variabel Pengganggu
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Dikendalikan dengan mengambil responden dari remaja kelas X SMA
Muhammadiyah 5 Yogyakarta.
2) Pekerjaan
Dikendalikan, dengan mengikut sertakan ressponden dengan pekerjaan
sebagai pelajar
3) Umur
Dikendalikan, dengan mengambil responden umur remaja awal dan
pertengahan yaitu 12-18 tahun
4) Informasi
Dikendalikan dengan cara membatasi responden yang memperoleh
informasi melalui pembelajaran di sekolah dan media masa
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Dikendalikan, karena responden berada di sekolah yang sama
2) Sosial Budaya
Tidak bisa dikendalikan, karena keadaan sosial budaya di daerah masing-
masing responden yang berbeda.
C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur Skala


1 Pendidikan Suatu proses kegiatan  Proyektor  sebelum Nominal
kesehatan pemberian informasi  Laptop diberikan
tentang pada siswa kelas X  LCD pendidikan
HIV/AIDS SMA Muhammadiyah  Speaker kesehatan
5 Yogyakarta tentang  Microfon  setelah
HIV/AIDS diberikan
pendidikan
kesehatan
2 Pengetahuan Sejauh mana siswa Kuesioner  Baik jika Ordinal
tentang mengetahui tentang dengan nilainya
HIV/AIDS penularan HIV/AIDS pretest dan 76-100%.
yang diperoleh posttest  Cukup jika
melalui pendidikan setelah nilainya
kesehatan tentang pendidikan 56–75 %.
HIV/AIDS yang di kesehatan  Kurang jika
dapat dari hasil pre- nilainya
test dan post-test ≤ 55 %
siswa kelas X SMA
Muhammadiyah 5
Yogyakarta

D. Populasi Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu remaja kelas X SMA Muhammadiyah 5

Yogyakarta yang berjumlah …. orang.

2. Sampel

Responden dalam penelitian ini sebanyak …. responden di kelas X SMA

Muhammadiyah 5 Yogyakarta. Teknik sampling yang digunakan dalam

penelitian ini adalah total sampling.

Kriteria inklusi antara lain:

a. Remaja usia 12-18 tahun

b. Bersedia untuk menjadi responden penelitian


Kriteria eklusi antara lain:

a. Responden yang tidak hadir pada saat penelitian

E. Alat dan Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan

angket/kuesioner merupakan alat ukur berupa isian dengan beberapa pertanyaan.

Alat ukur ini digunakan bila responden jumlahnya besar dan tidak buta huruf.

Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner ini mengacu

pada parameter yang sudah dibuat oleh peneliti sesuai dengan penelitian yang

akan dilakukan. Angket terdiri atas tiga jenis, yakni angket terbuka, angket

tertutup dan checklist (daftar cek) (Hidayat, 2007).

1. Sumber data

Sumber data penelitian dari penelitian ini berasal dari data Primer. Data

primer adalah data yang secara langsung diambil dari responden (Setiawan,

2010). Dalam penelitian ini, data primer berasal dari remaja kelas X SMA

Muhammadiyah 5 Yogyakarta yang berumur antara 12-18 tahun, yang

didapat dari jawaban responden melalui kuesioner tentang pendidikan

kesehatan tentang HIV/AIDS terhadap pengetahuan remaja tentang

penularan HIV/AIDS.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data.

(Notoatmodjo, 2010) Instrumen dalam penelitian ini menggunakan

kuisisoner. Kuisioner adalah alat bantu untuk menggali pengetahuan dan

pendapat dari subyek terhadap suatu masalah penelitian. Jenis kuisioner yang

digunakan adalah kuisioner tertutup, dimana kuisioner tersebut dibuat


sedemikian rupa sehingga responden tinggal memilih atau menjawab pada

jawaban yang sudah ada.

Sebelumnya peneliti membuat persetujuan (informed consent) terlebih

dahulu kepada responden bahwa responden bersedia akan dilakukan

penelitian setelah responden setuju baru peneliti melakukan penelitian

dengan menggunkan alat bantu kuisioner dengan responden yang berisi

daftar pertanyaan yang diajukan secara tertulis. (Aziz Alimul Hidayat, 2010).

F. Metode Pengolahan dan Analisis Data

1. Metode pengolahan Data

Melakukan pengolahan data dengan cara :

a. Editing, adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data pada

variabel yang diperoleh. Peneliti pada tahap ini akan memeriksa daftar

pertanyaan yang telah diserahkan oleh responden, apakah terdapat

kekeliruan atau tidak dalam pengisiannya.

b. Cooding, peneliti akan mengklasifikasikan kategori-kategori dari data

yang didapat dan dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode

berbentuk angka pada masing-masing kategori.

1) Tingkat Pengetahuan

a) Baik : 76-100% (kode 1)

b) Cukup : 56-75% (kode 2)

c) Kurang : ≤55% (kode 3)

2) Score Pengetahuan Responden

a) Benar : 1

b) Salah : 0
c. Scoring

Mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka

atau bilangan. Setelah data dikumpulkan menggunakan kuisioner dengan

wawancara, yaitu setiap pertanyan pada kuisioner diberi skor 1 apabila

responden menjawab benar dan diberi skor 0 apabila responden menjawab

salah.

Kemudiaan data diolah dengan menggunakan rumus :


𝐹
𝑃 = Nx 100%

Keterangan :

P : Persentase

F : Jumlah jawaban yang benar

N : Jumlah soal

100% : Bilangan Tetap (Machfoedz,2008)

Setelah persentase diketahui kedalam katagori tingkat pengetahuan

sebagai berikut :

a. Baik : 76-100%

b. Cukup : 56-75%

c. Kurang : ≤56%

d. Entry atau processing (memasukan data), entry data yaitu jawaban-

jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka

atau huruf) dimasukkan kedalam program atau “software” komputer

(Notoatmodjo, 2010).

e. Tabulating, data yang telah diberi kode kemudian dikelompokkan lalu

dihitung dan dijumlahkan dan kemudian ditulis dalam bentuk tabel


f. Cleaning, semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan kode, ketidaklengkapan data lalu dilakukan pembetulan atau

koreksi.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik setiap

variabel penelitian dan ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis pengaruh pendidikan

kesehatan terhadap tingkat pengetahun remaja tentang penularan

HIV/AIDS. Dasar pengambilan keputusan menggunakan uji Wilcoxon

dengan derajat kemaknaan 95% (𝑎 ≤0,05) (Notoatmodjo, 2010)

Anda mungkin juga menyukai