Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LATAR BELAKANG

2.1.1 Teori dan Konsep Terkait

2.1.1.1 Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

a. Definisi

VAP didefinisikan sebagai nasokomial pneumonia yang

terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi

mekanik baik itu melalui pipa endotrakea maupun pipa trakeostomi

(Niederman MS, Craven DE, Bonten MJ, Am J Respir Crit Care

Med 2005). Sedangkan menurut Michel F, Franceschini B, Berger

P, Arnal JM, Ainier M, Sainty JM, Chest (2005) mendefinisikan

VAP sebagai suatu keadaan dimana terdapat gambaran infiltrat

baru dan menetap pada foto toraks disertai salah satu tanda yaitu,

hasil biakan darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang

ditemukan disputum maupun aspirasi trakea, kavitasi pada foto

thorak, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala berikut

yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen.

b. Etiologi

Patogen penyebab VAP nosokomial terdiri dari : Kuman

MDR (multi drug resisten) seperti : Staphylococcus pneumonia,

H.Influenza, Methicilin Resistensi Staphylococcus Aureus,

14
Acinetobacter spp, Staphylococcus Areus, Pseudomonas

aerogenosa, Escherichia coli, Klebsiella pneoumonia.

c. Faktor Resiko

Faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya VAP

adalah pemakaian ventilasi mekanik melalui intubasi dan

tracheostomi pada pasien. Tindakan intubasi mempermudah

masuknya kuman dan menyebabkan kontaminasi ujung pipa

endotrakeal pada pasien dengan posisi terlentang. Selain itu

terjadinya VAP dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti

posisi pasien yang datar, makroaspirasi lambung, bronkoskopi serat

optik, dan penghisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi

manual yang dapat mengkontaminasi kuman patogen ke dalam

saluran pernapasan bawah.

Faktor lain penyebab VAP yang berhubungan dengan daya

tubuh seperti : penyakit kronik (misalnya : penyakit jantung,

PPOK, diabetes), perawatan di rumah sakit yang lama, koma,

pemakain obat tidur, perokok, malnutrisi, usia lanjut, waktu

pembedahan terlalu lama, sepsis, infeksi berat diluar paru, cidera

paru akut.

d. Patogenesis

VAP merupakan respon inflamasi dari penderita sebagai hasil

invasi mikroorganisme pada saluran pernafasan bagian bawah dan

parenkim paru. Perubahan kemampuan pertahanan tubuh pasien,

15
paparan antibiotik sebelumnya, dan keadaan kritis pasien akan

memicu kolonisasi bakteri-bakteri patogen yang potensial di

orofaring. Kolonisasi bakteri patogen ini dengan cepat

menggantikan flora normal yang ada. Sinus dan plak gigi juga

berpotensi sebagai sumber infeksi lain. Bakteri dalam droplet

tersebut ikut berkolonisasi pada pipa endotrakheal atau

trakheostomi dan masuk ke dalam paru. Di dalam saluran nafas

bawah dan di parenkim paru, kuman tersebut akan menghasilkan

biofilm. Biofilm tersebut memudahkan kuman untuk menginvasi

perenkim paru lebih lanjut, menimbulkan proliferasi dan reaksi

peradangan di parenkim paru sehingga terjadi VAP.

Mikroorganisme penyebab VAP dapat masuk ke saluran nafas

bagian bawah melalui :

1) Aspirasi, merupakan mekanisme yang terbanyak pada kasus-

kasus tertentu seperti kasus neuorologis dan usia lanjut.

2) Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu nafas yang

digunakan pasien.

3) Hematogenik.

4) Penyebaran langsung

Cook dkk. menunjukkan bahwa lambung adalah reservoir

utama pertumbuhan dan aspirasi mikroorganisme. Hal ini dapat

dipengaruhi beberapa faktor seperti pemakaian obat yang memicu

pertumbuhan bakteri (antibiotika dan pencegah stress ulcer), posisi

16
penderita yang datar, pemberian nutrisi enteral. Kuman gram

negatif dan staphylococcus aureus merupakan koloni yang sering

ditemukan disaluran pernafasan atau saat perawatan lebih dari 5

hari. VAP dapat pula terjadi akibat makroaspirasi lambung.

Pengisapan lendir sampai trakea maupun ventilasi manual dapat

menkontaminasi kuman patogen kedalam saluran pernafasan

bawah.

Pada pernafasan normal terdapat variasi mekanisme

pertahanan tubuh yang akan melindungi paru-paru dari infeksi,

antara lain zat-zat antimikroba yang terdapat di dalam cairan saliva,

mekanisme trakeobronkial, gerak mukosilier untuk membersihkan

secret. Pada pasien kritis terjadi gangguan sistem imun sehingga

mekanisme pertahanan tubuhnya terganggu dan tidak dapat

berlangsung efektif. Ketika bakteri patogen mencapai saluran nafas

yang lebih distal, sistem imunitas paru akan bereaksi untuk

menginaktivasi makrofag alveolus, neutrofil, dan elemen – elemen

penyusun system imun humoral untuk membunuh organisme

pathogen yang ada. Saat sistem imun tubuh memberikan reaksi

yang berlebihan, terjadilah respon inflamasi di paru dan terjadilah

pneumonia.

e. Diagnosis

Diagnosis VAP dapat ditegakkan berdasarkan 3 komponen

tanda infeksi sistemik yaitu demam lebih dari > 38°C, takikardi,

17
dan leukositosis disertai gambaran infiltrat baru ataupun

perburukan di foto toraks serta penemuan bakteri penyebab infeksi

paru. Torres dkk menyatakan bahwa diagnosis VAP meliputi

tanda-tanda infiltrat baru maupun progresif pada foto torak disertai

gejala demam, leukositosis maupun leukopeni dan sekret purulen.

f. Pencegahan

Pencegahan yang berkaitan dengan penurunan insidensi VAP

dibagi menjadi 2 kategori yaitu :

1) Strategi farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan

kolonisasi kuman patogen di dalam saluran cerna, antara lain :

a) Mencegah pembentukan biofilm kuman.

b) Dekolonisasi traktus aerodigestif.

c) Mencegah pemakaian antibiotik yang tidak perlu.

d) Menghindari penggunaan obat profilaksis stress ulcer yang

berlebihan.

e) Menggunakan antibiotik yang sesuai pada penderita resiko

tinggi.

f) Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut.

2) Strategi non farmakologi yang bertujuan untuk menurunkan

kejadian aspirasi, antara lain :

a) Penggunaan ventilasi mekanik sesingkat mungkin.

b) Posisi penderita semifowler atau setengah duduk.

c) Intubasi oral atau nonnasal.

18
d) Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika

tidak diperlukan.

e) Menghindari lambung penuh.

f) Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan.

Pencegahan VAP secara non farmakologi saja kurang efektif dalam

mengurangi angka risiko terjadinya VAP.Oleh karena itu perlu

dikombinasikan dengan pencegahan VAP secara farmakologi,

sehingga lebih efektif dan mampu untuk menurunkan angka

kejadian VAP.

2.1.1.2 Oral Hygiene

a. Pengertian

Oral hygiene adalah tindakan untuk membersihkan dan

menyegarkan mulut, gigi dan gusi (Clark, dalam Shocker, 2008).

Menurut Taylor, et al (dalam Shocker, 2008), oral hygiene adalah

tindakan yang ditujukan untuk menjaga kontinuitas bibir, lidah dan

mukosa mulut, mencegah infeksi dan melembabkan membran

mulut dan bibir. Sedangkan menurut Hidayat dan Uliyah (2005)

oral hygiene merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan

pada pasien yang dihospitalisasi. Tindakan ini dapat dilakukan oleh

pasien yang sadar secara mandiri atau dengan bantuan perawat.

Untuk pasien yang tidak mampu mempertahankan kebersihan

mulut dan gigi secara mandiri harus dibantu sepenuhnya oleh

19
perawat. Menurut Perry, dkk (2005), pemberian asuhan

keperawatan untuk membersihkan mulut pasien sedikitnya dua kali

sehari.

Flora dalam tubuh manusia dapat menetap atau transien.

Mikroba normal yang menetap tersebut dapat dikatakan tidak

menyebabkan penyakit dan mungkin menguntungkan bila ia berada

di lokasi yang semestinya dan tanpa adanya keadaan abnormal.

Mereka dapat menyebabkan penyakit bila karena keadaan tertentu

berada ditempat yang tidak semestinya atau bila ada faktor

predisposisi. Penekanan flora normal jelas menimbulkan sebagian

kekosongan lokal yang cenderung diisi oleh mikroorganisme dari

lingkungan atau dari bagian tubuh lain. Organisme ini berlaku

sebagai oportunis dan dapat menjadi patogen.

Pada mulut dan saluran napas bagian yang mengandung

mikroorganisme adalah mulut, nasofaring, orofaring, tonsil.

Sedangkan laring, trakea, bronkhus, bronkhiolus, alveolus dan

sinus hidung biasanya steril. Mulut amat kaya akan

mikroorganisme, Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus

aureus, beberapa mikrokokus berpigmen, dan staphylococcus yang

bersifat anaerob ditemukan di permukaan gigi dan saliva. Bakteri

yang lain Escherichia coli, Klebsiella-enterobacter group,

Haemophilus, Bacteroides. Streptococcus pyogenes dapat dijumpai

pada 5-10% mulut normal. Strepcoccus pneumonia terdapat

20
dipermukaan gigi 25% orang dewasa normal. Aspirasi air liur dapat

menimbulkan pneumonia nekrosis, abses paru, dan empiema.

b. Tujuan

Menurut (Clark dan Shocker, 2008) tujuan dari tindakan oral

hygiene adalah sebagai berikut :

1) Mencegah penyakit gigi dan mulut.

2) Mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut.

3) Mempertahankan daya tahan tubuh.

4) Memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan.

Sedangkan menurut Hidayat dan Uliyah (2005), tujuan dari

tindakan oral hygiene, adalah :

1) Mencegah infeksi gusi dan gigi.

2) Mempertahankan kenyamanan rongga mulut.

c. Bahaya kurangya kebersihan mulut

Tujuan utama dari kesehatan rongga mulut adalah untuk

mencegah penumpukan plak dan mencegah lengketnya bakteri

yang terbentuk pada gigi. Akumulasi plak bakteri pada gigi karena

hygiene mulut yang buruk adalah faktor penyebab dari masalah

utama kesehatan rongga mulut, terutama gigi. Kebersihan mulut

yang buruk memungkinkan akumulasi bakteri penghasil asam pada

permukaan gigi. Asam demineralizes email gigi menyebabkan

kerusakan gigi (gigi berlubang). Plak gigi juga dapat menyerang

dan menginfeksi gusi menyebabkan penyakit gusi dan

21
periodontitis.Banyak masalah kesehatan mulut, seperti sariawan,

mulut luka, bau mulut dan lain-lain dianggap sebagai efek dari

kesehatan rongga mulut yang buruk. Sebagian besar masalah gigi

dan mulut dapat dihindari hanya dengan menjaga kebersihan mulut

yang baik (Forthnet, 2010).

d. Cara menjaga oral hygiene

Menurut Denstisty (2010), cara-cara yang dapat dilakukan

sendiri dan efektif dalam menjaga oral hygiene, adalah sebagai

berikut :

1) Sikat gigi

Pengenalan teknik sikat gigi yang tepat, begitu pula

pemilihan pasta gigi dengan tepat. Pada pasien yang tidak

sadar, gigi dilakukan oleh perawat dan pembilasan atau

pengangkatan sisa kotoran dibersihkan dengan menggunakan

alat penjepit kasa (pean).

2) Kumur-kumur cairan antiseptik

Terdapat berbagai bahan aktif yang sering digunakan

sebagai kumur-kumur, seperti metal salisilat, chlorhexidine

0,02%.

3) Dental flos atau benang gigi

Cara ini mulai banyak diperkenalkan dan cukup ampuh

untuk membersihkan di sela-sela gigi.

4) Pembersih lidah

22
Tumpukan debris di dorsum lidah penuh dengan kuman-

kuman oportunis serta candida yang bermukim sebagai flora

normal maupun transient.

e. Cara perawatan oral hygiene pada pasien dengan penurunan

tingkat kesadaran

Menurut Perry (2005), adapun perawatan oral hygiene pada

pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, sebagai berikut :

1) Standar operasional prosedur oral hygiene

2) Pengertian : Melakukan oral hygiene pada pasien kritis.

3) Tujuan :

a) Menghilangkan plak dan bakteri dari rongga mulut.

b) Menilai status kesehatan mulut, pengetahuan, dan

kebiasaan perawatan mulut pasien.

c) Mengurangi kemungkinan iritasi atau infeksi pada rongga

mulut.

d) Menghilangkan bau dari rongga mulut.

e) Memberikan kenyamanan bagi pasien.

4) Kebijakan :

Menyikat gigi pasen dilakukan 12 jam sekali,

Membersihkan mulut pasen setiap 4 jam sekali.

5) Prosedur :

a) Peralatan :

 Cairan antiseptik mouthwash (chlorhexidine 0,02%).

23
 Sikat gigi

 Pasta gigi.

 Pelembab bibir.

 1 set alat suctioning (Duk steril segi empat berisi bak

steril dan berisi : 2 buah mangkuk kecil yang berisi

larutan Nacl 0,9 %, Pincet anatomi steril, kassa steril).

 Spatel lidah.

 Sarung tangan bersih.

 Klem arteri.

 Bengkok untuk tempat sampah.

 Perlak atau alas.

 Handuk kecil/tisu.

 Mesin suction.

 Kateter suction.

b) Persiapan :

 Cek rencana dan tindakan keperawatan.

 Lakukan kebersihan tangan.

 Jelaskan prosedur dan tindakan yang dilakukan.

 Atur posisi pasien. Posisikan pasien dalam posisi semi

fowler. Jika tidak memungkinkan, arahkan kepala

pasien ke samping.

 Dekatkan alat-alat, buka set oral hygiene tuangkan

mouthwash di kom dan siapkan kassa bulat.

24
 Letakan handuk di dada yang dialasi perlak.

c) Pelaksanaan :

 Lakukan kebersihan tangan ,gunakan sarung tangan.

 Hidupkan mesin suction, sambungkan dengan kateter

suction.

 Lakukan suction terlebih dahulu jika diperlukan.

 Tuangkan pasta gigi pada area sikat gigi.

 Sikat permukaan eksternal dan internal dari gigi dengan

pelan menggunakan sikat gigi yang sudah diberi pasta

gigi.

 Gunakan spatel lidah untuk membuka mulut.

 Bersihkan permukaan bagian dalam dan luar gigi pasen

dengan menggunakan kasa yang telah diberi cairan

antiseptik chlorhexidine 0,02 %.

 Buang tiap kassa yang telah digunakan ke bengkok.

 Bilas mulut pasien dengan cairan normal saline.

 Bersihkan dan keringkan daerah sekitar mulut dengan

handuk.

 Lumasi bibir pasien dengan pelembab bibir.

 Berikan posisi nyaman.

 Rapikan alat-alat.

 Lepaskan sarung tangan.

 Lakukan kebersihan tangan.

25
 Dokumentasikan semua kegiatan.

f. Kriteria Hasil Oral Hygiene

Mukosa mulut terlihat merah muda, lembab dan utuh. Gusi

basah dan utuh.Gigi terlihat basah dan licin. Lidah berwarna warna

merah muda dan tidak kotor. Bibir lembab, mukosa dan pharing

tetap bersih (Perry dan Potter 2006).

g. Bahaya Oral Hygiene Buruk Terhadap Penyakit Sistemik

Menurut Wikipedia (2010), beberapa studi klinis terbaru

menunjukkan hubungan langsung antara kebersihan mulut yang

buruk (bakteri dan infeksi rongga mulut) dan penyakit sistemik,

yaitu :

1) Penyakit kardiovaskuler (serangan jantung dan stroke)

2) Bakteri pneumonia

3) Bayi lahir berat badan rendah

4) Komplikasi diabetes

5) Osteoporosis

h. Antiseptik Chlorhexidine

Cairan antiseptik chlorhexidine diperkenalkan oleh berbagai

negara mulai menggunakan chlorhexidine sebagai antiseptik di

rumah sakit. Chlorhexidine dipakai sebagai disinfektan pada kulit

sebelum operasi, untuk kebersihan tangan sebelum operasi dan juga

sebagai disinfeksi alat-alat kesehatan terutama alat-alat operasi.

Cairan antiseptik ini merupakan salah satu antiseptik pada

26
operasi yang terutama banyak digunakan dikedokteran gigi.

Chlorhexidine bersifat bakteriostatik untuk kuman gram-negatif,

jamur, protozoa, dan virus, serta sangat sensitif pada beberapa

spesies kuman seperti pseudomonas, proteus, haemophilus.

Chlorhexidine pada pH fisiologis dapat mengikat bakteri

dipermukaan rongga mulut, disebabkan adanya interaksi antara

muatan positif dan molekulmolekul Chlorhexidine dengan dinding

sel bakteri yang menyebabkan terjadinya penetrasi kedalam

sitoplasma dan pada akhirnya menyebabkan kematian

mikroorganisme. Streptokokus tertentu dapat terikat oleh

Chlorhexidine pada media polisakarida diluar sel, sehingga dapat

meningkatkan sensifitas streptokokus dalam rongga mulut terhadap

chlorhexidine. Chlorhexidine diserap oleh permukaan gigi dan

musin dari saliva, kemudian dilepas perlahan dalam bentuk aktif.

Keadaan ini merupakan dasar aktivitas chlorhexidine untuk

menghambat pembentukan plak (anti-plak).

2.2 PENELITIAN TERKAIT

2.2.1 Penelitian yang dilakukan oleh Bianca Hillier, RN, BN, dengan judul :

Preventing Ventilator-Associated Pneumonia Through Oral Care,

Product Selection, and Aplication Methode.American Association of

Critical-Care-Nurse (2013) dengan hasil kesimpulan : tidak ada

konsensus tentang praktek terbaik untuk kesehatan mulut pada pasien

27
yang terpasang alat ventilator mekanik. Chlorhexidine adalah protokol

perawatan mulut yang paling populer, pendidikan perawat

berkelanjutan, dan evaluasi yang penting dalam mengurangi kejadian

VAP. Penelitian masa depan harus melakukan atau membuat analisa

konsentrasi chlorhexidine, teknik aplikasi, dan frekuensi perawatan

mulut, untuk mengoptimalkan pencegahan VAP.

2.2.2 Menurut Bonnie Schleder,RN, MS,CCRN, Katlheen Stoot,RN,Robert C

Lyoid,PhD yang berjudul : The Effect of Comprhenesive oral care

protocol on patients at risk for Ventilator Associated

Pneumonia.(Journal Advocate Health Care,Volume 4,No.1, (2007).

Pasien -pasien yang menggunakan alat ventilator mekanik mempunyai

risiko tinggi untuk terjadinya infeksi nosokomial kedua, pneumonia,

studi retrospektif ini mengevaluasi dampak dari standar perawatan

mulut yang komprehensif pada pasien ventilator-associated pneumonia

(VAP) di ruang perawatan ICU dewasa. Tiga faktor risiko penyebab

VAP yang terdapat didalam rongga mulut : pertama, kolonisasi

orofaringeal, kolonisasi oral yang dapat bermigrasi ke daerah subglotal

dan plak gigi. Kedua, revisi kebijakan dan prosedur, serta alasan untuk

penentuan standar prosedur dan pemilihan produk. Ketiga, metode

statistik proses kontrol yang digunakan untuk mendokumentasikan

penurunan tingkat VAP.

2.2.3 Peneliti lain adalah : Catherine Binkley,DDS,MSPH dengan judul :

Survey of oral care practices in US intensive care units (2004).

28
Mengatakan sembilan puluh dua persen responden perawat mengatakan

perawatan mulut menjadi prioritas utama. Metode cara yang utama dari

perawatan mulut adalah dengan penggunaan penyeka busa, pelembab,

dan obat kumur. Sikat gigi dan pasta gigi yang jarang digunakan oleh

hampir 80% responden. Pada penelitian ini membuktikan mayoritas

perawat berkeinginan untuk mempelajari standar perawatan mulut lebih

lanjut.

2.2.4 Sebuah artike lain dari : Article Oral hygiene care in critically ill

patients, Nov 2007, Vol.23, No.2 yang diterbitkan oleh Division of

Nursing, Deaprtement of Interdisiplinary Health Sciences, Stellenbosch

University, Tygerberg,W Cape. Adapun hasil penelitian tersebut adalah

Perawatan kebersihan mulut yang mencakup kegiatan keperawatan

sering ditempatkan sangat rendah dalam daftar prioritas perawatan

untuk pasien sakit kritis. Ini mungkin memiliki implikasi yang

merugikan bagi pasien. Sebuah tinjauan literatur dilakukan untuk

mengidentifikasi dan menggambarkan bukti yang tersedia terkait

dengan keuntungan dari efek perawatan kebersihan mulut dan praktek

atau bagaimana cara kebersihan mulut harus diterapkan untuk pasien

sakit kritis. Berbagai implikasi dari perawatan kebersihan mulut yang

buruk sudah disorot, serta hambatan yang telah diidentifikasi untuk

mencegah praktek perawatan mulut yang baik. Sebuah diskusi dan

penelitian tentang petunjuk kegiatan perawatan kebersihan mulut yang

tersedia mencakup sarana : waktu serta alat. Sementara beberapa

29
pemimpin perawat penelitian telah dipublikasikan di topik ini, ada

ruang untuk penyelidikan lebih lanjut ke dalam praktek perawatan

kesehatan mulut di ruang perawatan kritis .

2.3 Kerangka Teori

Skema 2.1 Kerangka Teori

Hubungan Pelaksanaan Oral Hygiene :


( Menggosok gigi setiap 12 jam sekali
atau 2 x per hari dan membersihkan
mulut pasien setiap 4 jam sekali ) Penurunan Kejadian
Ventilator Associated
Pneumonia

Sumber : 1. (Suarli, 2010), 2. (Nurbaiti, 2004).

30

Anda mungkin juga menyukai