Hasil penelitian tentang pelaksanaan gangguan system muskuloktetal
a. Pemberian inteversi senam lansia pada lansia dengan nyeri lutut
Abstrak Menua adalah suatu proses menghilangkan secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri. Pada usia lanjut, mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal. Penurunan sistem muskuloskeletal ini ditandai dengan adanya nyeri pada daerah persendian salah satunya pada sendi lutut. Nyeri lutut merupakan suatu penyakit regeneratif sendi dan salah satu tanda dan gejala dari osteoarthritis. Salah satu upaya untuk mengurangi nyeri lutut adalah dengan terapi non farmakologis dengan senam lansia. Tujuan penelitian adalah memberikan intervensi senam lansia pada lansia dengan nyeri lutut untuk mengurangi nyeri lutut. Manfaat penelitian adalah melatih kemampuan otot sendi dan menurunkan skala nyeri lutut pada lansia. Metode yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan jenis eksperimental dan design one group pre-post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia baik pria maupun wanita di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti” Kabupaten Rembang. Instrumen atau alat yang digunakan berupa skala nyeri VAS atau Baourbanis dan lembar observasi. Pengambilan sampel menggunakan jumlah minimal sampel bagi penelitian kuantitatif eksperimental yaitu sebanyak 15responden. Pelaksanaan senam lansia dapat dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan selama kurang lebih 15-45 menit. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27 Februari 2012 sampai 3 Maret 2012 di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti Kabupaten Rembang. Penelitian ini menggunakan uji statistik Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikansi p-value 0,001 yang berarti sig <α=(0,05). Disimpulkan bahwa senam lansia ini efektif mengatasi nyeri lutut pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial “Margo Mukti” Kabupaten Rembang dan diharapkan senam lansia ini dapat membantu masyarakat atau lansia untuk mengurangi nyeri sendi lutut b. POSTUR KERJA DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PEKERJA MANUAL HANDLING BAGIAN ROLLING MILL ABSTRAK Dalam proses produksi, banyak kegiatan yang menggunakan tenaga manusia, misalnya dalam proses pengolahan bahan, pengepakan dan pengangkutan hasil produksi secara manual atau manual handling. Hal tersebut apabila tidak dilakukan dengan cara yang benar, maka akan mengakibatkan gangguan pada system otot, tulang, tendon, dan syaraf disebut dengan musculoskeletal disorders. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan antara postur kerja dengan kejadian keluhan musculoskeletal disorders. Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, sampel penelitian ini menggunakan total populasi pekerja yang berjumlah 15 orang. Teknik pengumpulan data dengan observasi dan pengisian kuesioner. Postur pekerja diukur menggunakan metode penilaian REBA, serta kejadian keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) diukur melalui pengisian lembar Nordic Body Map (NBM). Data dianalisis menggunakan uji korelasi spearman. Hasil penelitian ini yaitu sebanyak 73,34% (11 orang) postur kerja pekerja dengan kategori sangat tinggi, 73,34% (11 orang) pekerja mengalami keluhan MSDs dengan kategori sedang. Nilai koefi sien korelasi spearman sebesar 0,770 yang artinya ada hubungan yang sangat kuat antara postur kerja dengan keluhan MSDs. Postur kerja yang tidak ergonomi atau tidak alamiah dapat menyebabkan kejadian keluhan MSDs. Semakin buruk postur kerja, maka keluhan musculoskeletal semakin besar. Pihak perusahaan melakukan redesign layout, salah satunya dengan menghindarkan lantai bertingkat. Melakukan pengawasan rutin pada kegiatan yang berisiko terjadinya cidera, dan mengadakan secara rutin kegiatan olah raga satu kali dalam seminggu.
2. Trend dan issue terkait gangguan system muskolokelektal
a. osteoartritis Ada banyak mordalitas terapi untuk osteoarthritis. Namun, sebagaimana diuraikan Safrin Arifin,SKM,SST.FT,M.Sc, pada kalbe academia yang berlangsung 20 april 2014 dihotel menara peninsula, Jakarta, tidak semua mordalitas terapi memiliki evidence – base yang kuat. Untuk berat badan , misalnya, AAOS 2008 menganjurkan penurunan berat badan minimal 5% pada pasien dengan kelebihan berat badan ( IMT > 25 ) dan menjaga berat badan dengan diet dan olahraga yang tepat ( level of evidence IA ). Leve of evidence juga tinggi untuk anjuran melakukan latihan otot. AAOS tahun 2008 menganjurkan pasien untukn berpartisipasi dalam self management educational programs dan melakukan modifikasi aktivitas harian kedalam pola hidup mereka ( level of evidence IIA) untuk thermoterapi, guideline for the non surgical management of hip and knee tahun 2009 menyatakan ada beberapa bukti yang mendukung dokter umum memberikan terapi dingin untuk mengatasi gejala osteoarthritis ( C).OARSI 2008 menyatakan bahwa bebrapa mordalitas termal mungkn efektif mengurangi gejala osteoarthritis lutut dan pinggul ( IA). Sedangkan untuk electroteraphy, level of evidence rendah dibeberapa guideline, demikian juga untuk terapi manual, pijat,akupuntur, tapping, dan bracing.
3. Evidence based practice dalam penatalaksanaan gangguan system muskulokelektal
a. fraktur Penatalaksanaan fraktur meliputi penatalaksanaan terhadap tulang dan jaringan lunak di sekitarnya. Immobilisasi bagian yang mengalami fraktur harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan jaringan lunak dan neurovaskuler yang lebih luas (Smeltzer et al., 2010). Penanganan fraktur pada prinsipnya sama meskipun tipe frakturnya berbeda yaitu reduksi untuk mengembalikan kealignment anatomis, imobilisasi untuk mempertahankan alignment normal dan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi normal atau mendekati normal dari bagian yang cedera (Lewis et al., 2011; Whiteing, 2008). Fraktur harus dikembalikan sesuai sumbu anatomisnya. Tindakan untuk mengembalikan tersebut adalah reduksi. Meskipun demikian, tidak semua fraktur membutuhkan reduksi. Fraktur yang tidak disertai pergeseran fragmen tulang tidak memerlukan reduksi. Terdapat dua macam reduksi, yaitu reduksi tertutup (closed reduction) dan reduksi terbuka (open reduction)(Whiteing, 2008). Reduksi tertutup merupakan tindakan non bedah yang bertujuan untuk mengembalikan tulang ke posisi anatomis dengan cara menarik secara manual dan mengembalikan fragmen yang bergeser sedangkan reduksi terbuka merupakan koreksi alignment tulang melalui jalan pembedahan (Black & Hawks, 2009; Lewis et al., 2011; Smeltzer et al., 2010). Fraktur yang telah dilakukan reduksi harus diimobilisasi untuk mempertahankan posisi anatomis. Imobilisasi dilakukan dengan memasang cast atau fiksasi baik internal maupun eksternal. Cast merupakan fiksasi eksternal yang digunakan untuk imobilisasi pada fraktur yang direduksi secara tertutup. Fiksasi internal dan eksternal digunakan untuk imobilisasi fraktur setelah dilakukan reduksi terbuka. Fiksasi internal maupun eksternal menggunakan screw, pins, wire, intramedullary rod dan plate yang berfungsi seperti bidai tetapi melekat pada tulang (Lewis et al., 2011).