Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikatorpenilaian status kesehatan.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan diseluruh dunia lebih dari 585.000 ibu
meninggal setiap tahun saat hamil atau bersalin, artinya setiap menit ada satu perempuan
yang meninggal. Di indonesia menurut survey demografi kesehatan indonesia (SDKI) tahun
2009, angka kematian ibu (AKI) 390 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di
sumatera barat 228 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut kementrian kesehatan RI tahun 2010, tiga faktor utama kesehatan ibu
melahirkan adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, infeksi 11%. Padasebuah laporan oleh
chikaki, dkk disebutkan perdarahan obstetrik yang sampai menyebabkan kematian maternal
terdiri atas solusio plasenta 19%, koagulopati 14%, robekan jalan lahir termasuk ruptur uteri
16%, plasenta previa 7% dan plasenta akreta atau inkreta dan perkreta 6% dan atonia uteri.
(Prawirohardjo, Sarwono. 2009)
Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan dan masa nifas. Salah satu penyebab perdarahan tersebut adalah
plasenta previa yaitu plasenta yang berimplementasi pada segmen bawah rahim (SBR)
sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI).
Pada beberaparumah sakit umum pemerintah angka kejadian plasenta previa berkisar 1,7%
sampai 2,9%, sedangkan di negara maju kejadiannya lebih rendah yaitu <1%. (Prawirohardjo,
Sarwono. 2008).
Penyebab terjadinya plasenta previa secara pasti sulit ditentukan namun ada beberapa
faktor yang meningkatkan terjadinya plasenta previa seperti jarak kehamilan, paritas tinggi
dan usia diatas 35 tahun (Prawirohardjo, Sarwono. 2008). Menurut hasul penelitian wardana
(2007), plasenta terjadi 1,3 lebih sering pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan
(multipara) dari pada ibu yang baru pertama kali melahirkan (primipara). Semakin tua umur
ibu maka kemungkinan untuk mendapatkan plasenta previa lebih besar. Pada ibu yang
melahirkan dalam usia40 tahun berisiko 2,6 kali untuk terjadinya plasenta previa (Santoso.
2006). Plasenta previa juga sering terjadi pada kehamilan ganda dari pada kehamilan tunggal.
B. Rumusan Masalah
Bagaiamanakh asuhan keperawatan pada pasien dengan plasenta previa ?

C. Tujuan
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan plasenta previa .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga
menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan
segmen bawah rahim. (Cunningham, 2006).
Plasenta Previa adalah plasenta berimplantasi, baik parsial atau total pada
sekmen bawah uteri dan terletak di bawah (previa) bagian presentasi bawah janin .(Lewellyn,
2001)
Plasenta previa plasenta yang letaknya apnormal, pada sekme uterus sehingga
dapat menutupi sebagian atau seluruh pada jalanlahir (Mansjoer, 2001).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
(FKUI, 2000).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
yaitu di atas dan dekat tulang cerviks dalam dan menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta previa adalah 0,4 – 0,6 % dari
keseluruhan persalinan.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Menurut Prawiroharjo, plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan
lahir (prae = di depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud plasenta previa ialah
plasenta yang implantasinya tidak normal, rendah sekali hingga menutupi seluruh atau
sebagian ostium internum.
Menurut Cunningham, plasenta previa merupakan implantasi plasenta di
bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan
perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim.
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal yaitu pada segmen bawah rahim (SBR) sehingga menutupi sebagian atau
seluruh permukaan jalan lahir (Ostium uteri Internum) dan oleh karenanya
bagianterendah sering kali terkendala memasuki pintu atas panggu (PAP) atau
menimbulkan kelainan janin dalam lahir. Pada keadaan normal plasenta umumnya
terletak di corpus uteri bagian depan atau belakang agak ke arah fundus uteri.
(Prawirohardjo, 2008)
Sejalan dengan bertambah besarnya segmen bawah rahim (SBR) ke arah
proksimalme mungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
(SBR) ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim (SBR) seolah
plasenta tersebut berimigrasi. Ostium Uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas
dalam persalinan kala Ibisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. (Prawirohardjo, 2009)

B. Etiologi
Penyebab plasenta previa belum diketahui dengan pasti, namun bermacam-macam
teori dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologi.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa :
1. Umur penderita
 Umur muda karena endometrium masih belum sempurna
 Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
 Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek.
 Bekas operasi, bekas kuretase atau plasentamanual.
 Pertumbuhan tumor endometrium seperti pada mioma uteri atau polip
endometrium.
 Gestasi ganda.
 Endometriosis puerperal.
4. Hipoplasia endometrium
Bila kawin dan hamil pada umur muda

Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah:


1. Perdarahan (hemorrhaging).
2. Usia lebih dari 35 tahun.
3. Multiparitas.
4. Pengobatan infertilitas.
5. Multiple gestation.
6. Erythroblastosis.
7. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya.
8. Keguguran berulang.
9. Status sosial ekonomi yang rendah.
10. Jarak antar kehamilan yang pendek.
11. Merokok.

Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapa faktor
yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekas operasi rahim
(bekas cesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksi rahim (radang panggul),
kehamilan ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.
Sedangkan menurut Kloosterman(1973), Plasenta bertumbuh pada segmen bawah
uterus tidak selalu dapat dengan jelas diterangkan. Vaskularisasi yang berkurang atau
perubahan atropi akibat persalinan yang lalu dapat menyebabkan plasenta previa, tidak
selalu benar. Memang apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti pada
kehamilan kembar maka plasenta yang letaknya normal sekalipun akan memperluas
permukaannya sehingga mendekati atau menutupi pembukaan jalan lahir. Frekuensi
plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih
sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun . Pada
grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dari
grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun.

C. Faktor Predisposisi dan Presipitasi


Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat
mengakibatkan terjadinya plasenta previa adalah :
a. Melebarnya pertumbuhan plasenta :
 Kehamilan kembar (gamelli).
 Tumbuh kembang plasenta tipis.
b. Kurang suburnya endometrium :
 Malnutrisi ibu hamil.
 Melebarnya plasenta karena gamelli.
 Bekas seksio sesarea.
 Sering dijumpai pada grandemultipara.
c. Terlambat implantasi :
 Endometrium fundus kurang subur.
 Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula yang
siap untuk nidasi.

D. Patofisologi
Perdarahan antepartum disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada
trimester ketiga karena pada saat itu segmen bawah rahim lebih mengalami perubahan
karena berkaitan dengan semakin tuanya kehamilan.
Menurut manuaba 2008, implementasi plasenta disegmen bawah rahim disebabkan:
a. Endomentriumdi fundus uteri belum siap menerima implantasi
b. Endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk mampu
memberikan nutrisi ke janin.
c. Vili korealis pada korion leave (korion yang gundul yang persisten.
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang
bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal ini
dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak merentang
selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai dilatasi serviks dan
kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus sampai tingkat tertentu tidak
dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.
Plasenta previa adalah implantasi plasenta bawah rahim sehingga menutupi
kanalis servikalis dan mengganggu proses persalinan dengan terjadinya perdarahan.
Zigot yang tertanam sangat rendah dalam kavum uteri, akan membentuk plasenta
yang pada awal mulanya sangat berdekatan dengan ostimintenum. Plaseta yang
letaknya demikian akan diam di tempatnya sehingga terjadi plasenta previa
Penurunan kepala janin yang mengakibatkan tertekannya plasenta (apabila
plasenta tumbuh di segmen bawah rahim ). Pelebaran pada segmen bawah uterus dan
pembukaan serviks akan menyebabkan bagian plasenta yang di atas atau dekat
ostium akan terlepas dari dinding uterus. Segmen bawah uterus lebih banyak
mengalami perubahan pada trimester III. Perdarahan tidak dapat dihindari karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus berkontraksi seperti pada plasenta
letak normal. ( Doengoes, 2000 ).
Menurut Davood 2008 sebuah penyebab utama pada perdarahan trimester tiga
yaitu plasenta previa yang memiliki tanda khas dengan perdarahan tanpa rasa sakit.
perdarahan diperkirakan terjadi dalam hubungan dengan perkembangan segmen
bawah rahim (SBR) pada trimester tiga. Dengan bertambah tuanya kehamilan,
segmen bawah rahim (SBR) lebih melebar lagi dan serviks mulai membuka. Apabila
plasenta tumbuh pada segmen bawah rahim (SBR), pelebaran segmen bawah rahim
(SBR) dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat disitu
tanpa diikuti tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus. Pada saat itu
mulailah terjadi perdarahan. Darahnya bewarna merah segar,berlainan dengan darah
yang disebabkanoleh solusio plasenta yang bewarna kehitam-hitaman. Sumber
perdarahannya ialah sinus uteri yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding
uterus atau karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tidak dapat
dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot segmen bawah rahim (SBR) untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan itu, sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala tiga dengan plasenta yang letanya normal. Makin
rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi.

E. Manifestasi Klinik
 Rasa tak sakit, perdarahan uteri, terutama pada trimester ketiga.
 Jarang terjadi pada episode pertama kejadian yang mengancam kehidupan atau
menyebabkan syok hipovolemik.
 Kira-kira 7% dari placenta previa tanpa gejala dan merupakan suatu temuan yang
kebetulan pada scan ultrasonik.
 Beberapa adalah jelmaan untuk pertama kali, saat uteri bawah merentang dan
tipis, saat sobek dan perdarahan terjadi di lokasi implantasi bawah.
 Placenta previa mungkin tidak menyebabkan perdarahan hingga kelahiran mulai
atau hinga terjadi dilatasi lengkap. Perdarahan awal terjadi dan berlebih-lebih
pada total previa. Perdarahan yang merah terang mungkin terjadi secara
intermitten, saat pancaran, atau lebih jarang, mungkin jugaberlanjut. Ini mungkin
berawal saat wanita sedang istirahat atau di tengah-tengah aktifitas. Kebetulan
kejadian ini tidak pernah terjadi kecuali jika dilakukan pengkajian vaginal atau
rektal memulai perdarahan dengan kasar sebelum atau selama awal kehamilan.
 Sikap yang tak terpengaruh oleh placenta previa adalah rasa sakit. Bagaimanapun
jika perdarahan yang pertama bersamaan dengan serangan kelahiran, wanita
mungkin mengalami rasa tak nyaman karena kontraksi uterus.
 Pada pengkajian perut, jika fetus terletak longitudinal, ketinggian fundus biasanya
lebih besar dari yang diharapkan untuk umur kehamilannya karena placenta previa
menghalangi turunnya bagian-bagian janin.
 Manuver leopod mungkin menampakkan fetus pada posisi miring atau melintang
karena abnormalitas lokasi implantasi placenta.
 Seperti kaidah, fetal distress atau kemayian janin terjadi hanya jika bagian penting
placenta previa terlepas dari desidua basilis atau jika ibu menderita syok
hipovolemik.

F. Klasifikasi
Belum ada kata sepakat diantara para ahli, terutama mengenai beberapa pembukaan
jalan lahir. Oleh karena pembagian tidak didasarkan pada keadaan anatomi,melainkan
pada keadaan fisiologi yang dapat berubah-ubah, maka klasifikasi akan berubah setiap
waktu. Misalnya pada pembukaan yang masih kecil, seluruh permukaan ditutupi oleh
jaringan plasenta (plasenta previa totalis), namun pada pembukaan yang lebih besar,
keadaan ini akan menjadi plasenta previa lateralis.

Menurut Patrick (2009), plasenta previa dibagi menjadi beberapa jenis :


a. Plasenta previa totalis
Plasenta previa totalis yaitu ostium uteri internum tertutup seluruhnya oleh
plasenta.
b. Plasenta previa parsialis
Plasenta previa parsialis yaitu ostium uteru internum tertutup sebagian oleh
plasenta.
c. Plasenta previa marginalis
Plasenta previa marginalis yaitu pinggir bawah plasenta sampai pada pinggir
ostium uteri internum
d. Plasenta previa letak rendah
Plasenta previa letak rendah yaitu terjadi jika plasenta tertanam di segmen bawah
uterus.

Menurut De Snoo, plasenta previa dibagi berdasarkan pada pembukaan 4-5 cm :


a. Plasenta previa sentralis (totalis) bila pada pembukaan 4-5 cm terapa plasenta
menutupi seluruh ostium uteri internum
b. Plasenta previa lateralis bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta. Plasenta previa lateralis dibagi menjadi 2, yaitu :
 Plasenta lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium bagian belakang
 Plasenta previa lateralis anterior bila menutupi ostium bagian depan
 Plasenta previa marginalis bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang
ditutupi plasenta

Menurut Brown, klasifikasi plasenta previa dibagi menjadi :


a. Tingkat I : Lateral Plasenta Previa pinggir bawah plasenta berinserasi sampai ke
segmen bawah rahim, namun tidak sampai ke pinggir pembukaan.
b. Tingkat II : Marginal Plasenta Previa plasenta mencapai pinggir pembukaan (ostium)
c. Tingkat III : complete plasenta previa plasenta menutupi ostium waktu tertutup, dan
tidak menutupi bila pembukaan hampir lengkap.
d. Tingkat IV : central plasenta previa plasenta menutupi seluruhnya pada pembukaan
hampir lengkap.
Dari semua klasifikasi plasenta previa, frekuensi plasenta previa totalis sebesar 20-45%,
plasenta previa parsialis 30%, plasenta previa marginalis 25-50%.
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan
jalan lahir pada waktu atau derajat abnormalitas tertentu :
1. Placenta previa totalis
Bila plasenta menutupi ostium internum servisis seluruh pembukaan jalan lahir.
Pada posisi ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan per-vaginam
(normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Placenta previa partialis
Bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi ostium internum pembukaan
jalan lahir. Pada posisi inipun risiko perdarahan masih besar, dan biasanya tetap
tidak dilahirkan melalui per-vaginam.
3. Placenta previa marginalis
Bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Bisa dilahirkan per-
vaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Low-lying placenta
(Plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous
placenta). Yaitu posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir
sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Risiko perdarahan tetap
ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan aman,
asal hati-hati

G. Tanda dan Gejala


Menurut FKUI (2000), tanda dan gejala plasenta previa di antaranya adalah:
a. Pendarahan tanpa sebab dan tanpa rasa nyeri dari biasanya serta berulang
b. Darah biasanya berwarna merah segar.
c. Terjadi pada saat tidur atau saat melakukan aktivitas.
d. Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai kelainan letak janin
e. Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali
bila dilakukan periksa dalam sebelumnya. Tetapi perdarahan berikutnya
(reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1996) :
Gejala Utama :
Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang berwarna
merah segar, tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri.
Gejala Klinik :
1. Perdarahan yang terjadi bisa sedikit atau banyak. Perdarahan yang terjadi pertama
kali biasanya tidak banyak dan tidak berakibat fatal. Perdarahan berikutnya
hampir selalu lebih banyak dari sebelumnya. Perdarahan pertama sering terjadi
pada triwulan ketiga.
2. Pasien yang datang dengan perdarahan karena plasenta previa tidak mengeluh
adanya rasa sakit.
3. Pada uterus tidak teraba keras dan tidak tegang.
4. Bagian terbanyak janin biasanya belum masuk pintu atas panggul dan tidak jarang
terjadi letak janin lintang atau letak sungsang.
5. Janin mungkin masih hidup atau sudah mati, tergantung banyaknya perdarahan,
sebagian besar kasus, janinnya masih hidup.

Perdarahan adalah gejala primer dari placenta previa dan terjadi pada
mayoritas (70%-80%) dari wanita-wanita dengan kondisi ini. Perdarahan vagina
setelah minggu ke 20 kehamilan adalah karakteristik dari placenta previa. Biasanya
perdarahan tidak menyakitkan, namun ia dapat dihubungkan dengan kontraksi-
kontraksi kandungan dan nyeri perut. Perdarahan mungkin mencakup dalam
keparahan dari ringan sampai parah.
Pemeriksaan ultrasound digunakan untuk menegakan diagnosis dari placenta
previa. Evaluasi ultrasound transabdominal (menggunakan probe pada dinding perut)
atau transvaginal (dengan probe yang dimasukan ke dalam vagina namun jauh dari
mulut serviks) mungkin dilakukan, tergantung pada lokasi dari placenta. Adakalanya
kedua tipe-tipe dari pemeriksaan ultrasound adalah perlu. Adalah penting bahwa
pemeriksaan ultrasound dilakukan sebelum pemeriksaan fisik dari pelvis pada wanita-
wanita dengan placenta previa yang dicurigai, karena pemeriksaan fisik pelvic
mungkin menjurus pada perdarahan yang lebih jauh.
Gejala paling khas dari plasenta previa adalah perdarahan pervaginam (yang
keluar melalui vagina) tanpa nyeri yang pada umumnya terjadi pada akhir triwulan
kedua. Ibu dengan plasenta previa pada umumnya asimptomatik (tidak memiliki
gejala) sampai terjadi perdarahan pervaginam. Biasanya perdarahan tersebut tidak
terlalu banyak dan berwarna merah segar. Pada umumnya perdarahan pertama terjadi
tanpa faktor pencetus, meskipun latihan fisik dan hubungan seksual dapat menjadi
faktor pencetus. Perdarahan terjadi karena pembesaran dari rahim sehingga
menyebabkan robeknya perlekatan dari plasenta dengan dinding rahim. Koagulapati
jarang terjadi pada plasenta previa. Jika didapatkan kecurigaan terjadinya plasenta
previa pada ibu hamil, maka pemeriksaan Vaginal Tousche (pemeriksaaan dalam
vagina) oleh dokter tidak boleh dilakukan kecuali di meja operasi mengingat risiko
perdarahan hebat yang mungkin terjadi.

H. Komplikasi
1. Plasenta abruptio. Pemisahan plasenta dari dinding rahim.
2. Perdarahan sebelum atau selama melahirkan yang dapat menyebabkan
histerektomi (operasi pengangkatan rahim).
3. Plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
4. Prematur atau kelahiran bayi sebelum waktunya (< 37 minggu).
5. Kecacatan pada bayi.

Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan


dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
a. Pada ibu dapat terjadi :
 Perdarahan hingga syok akibat perdarahan.
 Anemia karena perdarahan.
 Plasentitis
 Endometritis pasca persalinan
b. Pada janin dapat terjadi :
 Persalinan premature.
 Asfiksia berat.
Ada beberapa komplikasi yang bila terjadi pada ibu hamil dengan plasenta
previa menurut manuaba 2008, yaitu :
1. Komplikasi pada ibu
 Dapat terjadi anemi bahkan syok
 Dapat terjadi robekan pada serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh
 Infeksi pada perdarahan yang banyak
2. Komplikasi pada janin
 Kelainan letak janin
 Prematuritas, morbiditas dan mortalitas yang tinggi
 Asfiksia intauterine sampai dengan kematian

I. Prognosis
Perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, dapat menyebabkan
kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya. Faktor resiko yang juga
penting dalam terjadinya plasenta previa adalah kehamilan setelah menjalani seksio
sebelumnya, kejadian plasenta previa meningkat 1% pada kehamilan dengan riwayat
seksio. Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC
(Disseminated Intravascular Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu
dapat disebabkan karena komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran
kencing, pneumonia post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan
amnion (Hanafiah, 2004).
Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan
pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang
kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta
previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa
(Hanafiah, 2004).

J. Pemeriksaaan Penunjang dan Laboratorium


1. USG : biometri janin, indeks cairan amnion, kelainan congenital, letak dan derajat
maturasi plasenta. Lokasi plasenta sangat penting karena hal ini berkaitan dengan
teknik operasi yang akan dilakukan.
2. Kardiotokografi (KTG) : dilakukan pada kehamilan > 28 minggu.
3. Laboratorium : darah perifer lengkap. Bila akan dilakukan PDMO atau operasi,
perlu diperiksa faktor waktu pembekuan darah, waktu perdarahan dan gula darah
sewaktu.
4. Sinar X : Menampakkan kepadatan jaringan lembut untuk menampakkan bagian-
bagian tubuh janin.
5. Pengkajian vaginal : Pengkajian ini akan mendiagnosa placenta previa tapi
seharusnya ditunda jika memungkinkan hingga kelangsungan hidup tercapai
(lebih baik sesuadah 34 minggu). Pemeriksaan ini disebut pula prosedur susunan
ganda (double setup procedure). Double setup adalah pemeriksaan steril pada
vagina yang dilakukan di ruang operasi dengan kesiapan staf dan alat untuk efek
kelahiran secara cesar.
6. Isotop Scanning : Atau lokasi penempatan placenta.
7. Amniocentesis : Jika 35 – 36 minggu kehamilan tercapai, panduan ultrasound
pada amniocentesis untuk menaksir kematangan paru-paru (rasio lecithin /
spingomyelin [LS] atau kehadiran phosphatidygliserol) yang dijamin. Kelahiran
segera dengan operasi direkomendasikan jika paru-paru fetal sudah mature.

K. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Episode pendarahan signifikan yang pertama biasanya terjadi di rumah pasien,
dan biasanya tidak berat. Pasien harus dirawat di rumah sakit dan tidak dilakukan
pemeriksaan vagina, karena akan mencetuskan perdarahan yang sangat berat. Di
rumah sakit TTV pasien diperiksa, dinilai jumlah darah yang keluar, dan
dilakukan close match. Kehilangan darah yang banyak memerlukan transfusi.
Dilakukan palpasi abdomen untuk menentukan umur kehamilan janin, presentasi,
dan posisinya.
Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan segara setelah masuk, untuk
mengkonfirmasi diagnosis Penatalaksanaan selajutnya tergantung pada perdarahan
dan umur kehamilan janin. Dalam kasus perdarahan hebat, diperlukan tindakan
darurat untuk melahirkan bayi (dan plasenta) tanpa memperhitungkan umur
kehamilan janin. Jika perdarahan tidak hebat, perawatan kehamilan dapat
dibenarkan jika umur kehamilan janin kurang dari 36 minggu. Karena perdarahan
ini cenderung berulang, ibu harus tetap dirawat di RS. Episode perdarahan berat
mungkin mengharuskan pengeluaran janin darurat, namum pada kebanyakan
kasus kehamilan dapat dilanjutkan hingga 36 minggu, kemudian pilihan
melahirkan bergantung pada apakah derajat plasenta previanya minor atau mayor.
Wanita yang memiliki derajat plasenta previa minor dapat memilih menunggu
kelahiran sampai term atau dengan induksi persalinan, asalkan kondisinya sesuai.
Plasenta previa derajat mayor ditangani dengan seksio seksarae pada waktu yang
ditentukan oleh pasien atau dokter, meskipun biasanya dilakukan sebelum tanggal
yang disepakati, karena perdarahan berat dapat terjadi setiap saat.
Menurut Wiknjosastro (2005), penatalaksanaan yang diberikan untuk
penanganan plasenta previa tergantung dari jenis plasenta previanya yaitu:
a. Kaji kondisi fisik klien.
b. Menganjurkan klien untuk tidak coitus.
c. Menganjurkan klien istirahat.
d. Mengobservasi perdarahan.
e. Memeriksa tanda vital.
f. Memeriksa kadar Hb.
g. Berikan cairan pengganti intravena RL.

b. Penatalaksanaan keperawatan
Sebelum dirujuk anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke
kiri, tidak melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut
(misal batuk, mengedan karena sulit buang air besar). Pasang infus NaCl
fisiologis. Bila tidak memungkinkan, beri cairal peroral, pantau tekanan darah dan
frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya
hipotensi atau syok akibat perdarahan. Pantau pula BJJ dan pergerakan janin. Bila
terjadi renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan transfusi darah bila tidak
teratasi, upaya penyelamatan optimal, bila teratasi, perhatikan usia
kehamilan.Penanganan di RS dilakukan berdasarkan usia kehamilan. Bila terdapat
renjatan, usia gestasi kurang dari 37 minggu, taksiran Berat Janin kurang dari
2500g, maka :
 Bila perdarahan sedikit, rawat sampai usia kehamilan 37 minggu, lalu lakukan
mobilisasi bertahap, beri kortikosteroid 12 mg IV/hari selama 3 hari.
 Bila perdarahan berulang, lakukan PDMO kolaborasi (Pemeriksaan Dalam Di
atas Meja Operasi), bila ada kontraksi tangani seperti kehamilan preterm. Bila
tidak ada renjatan usia gestasi 37 minggu atau lebih, taksiran berat janin 2500g
atau lebih lakukan PDMO, bila ternyata plasenta previa lakukan persalinan
perabdominam, bila bukan usahakan partus pervaginam.

Cara menyelesaikan persalinan dengan placenta previa adalah :

1. Seksio Cesaria (SC)


2. Melahirkan pervaginam

BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas klien: Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan,
alamat, medicalrecord dll.
2. Keluhan utama : Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28
minggu/trimester III.
 Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
 Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek; terbentuknya
SBR, terbukanya osteum/ manspulasi intravaginal/rectal.
 Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan
pembuluh darah dan placenta.
3. Inspeksi
 Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
 Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.
4. Palpasi abdomen
 Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
 Sering dijumpai kesalahan letak
 Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala
masih goyang/floating
5. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Obstetri
Memberikan imformasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnyaagar
perawat dapat menentukan kemungkinan masalah pada kehamilansekarang.
Riwayat obstetri meliputi:
 Gravida, para abortus, dan anak hidup (GPAH)
 Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi
 Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong
persalinan
 Jenis anetesi dan kesulitan persalinan
 Komplikasi maternal seperti diabetes, hipertensi, infeksi, dan perdarahan.
 Komplikasi pada bayi
 Rencana menyusui bayi
b) Riwayat mensturasi
Riwayat yang lengkap di perlukan untuk menetukan taksiran persalinan(TP).
TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk
menentukan TP berdasarkan HPHt dapat digunakan rumus naegle, yaitu hari
ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun disesuaikan.
c) Riwayat Kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, ibu,
ataukeduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didapatkan pada saat
kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan
berlanjut pada kehamilan yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada
pembentukan organ seksual pada janin.
d) Riwayat penyakit dan operasi:
Kondisi kronis seperti dibetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa
berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu, adanya riwayat infeksi,
prosedur operasi, dan trauma pada persalinan sebelumnya harus di
dokumentasikan
6. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan pada ibu hamil:
1) Rambut dan kulit
 Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea nigra.
 Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
 Laju pertumbuhan rambut berkurang.Wajah
2) Mata : pucat, anemia
3) Hidung
4) Gigi dan mulut
5) Leher
6) Buah dada / payudara
 Peningkatan pigmentasi areola putting susu
 Bertambahnya ukuran dan noduler
7) Jantung dan paru
 Volume darah meningkat
 Peningkatan frekuensi nadi
 Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah
pulmonal.
 Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
 Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
 Diafragma meninggi
 Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
8) Abdomen
 Menentukan letak janin
 Menentukan tinggi fundus uteri
9) Vagina
 Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda
Chandwick)
 Hipertropi epithelium
10) System musculoskeletal
 Persendian tulang pinggul yang mengendu
 Gaya berjalan yang canggung
 Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan diastasis
rectal

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
2. Resti infeksi b.d insisi luka operasi
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok hipovolemik
4. Resti fetal distress b.d terlepasnya placenta
5. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan dilakukan
6. Resti konstipasi b.d penurunan peristaltik usus
7. Perubahan pola peran b.d adanya anggota keluarga baru

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b.d terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Rasa nyeri pasien berkurang atau hilang
Kriteria Hasil : Klien tidak gelisah, skala nyeri 1 – 2, tanda vital normal.
Intervensi :
 Kaji karakristik, skala, lokasi, intensitas, dan frekuensi nyeri.
 Monitor tanda vital pasien.
 Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
 Anjurkan tirah baring dengan posisi datar berbaring.
 Lakukan latihan nafas dalam
 Ciptakan lingkungan yang nyaman.
 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesik
2. Resti infeksi b.d insisi luka operasi
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak
ditemukan tanda infeksi.
Intervensi :
 Kaji lokasi dan luas luka.
 Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, dan perubahan fungsi).
 Pantau tanda vital klien.
 Kolaborasi pemberian antibiotik.
 Ganti balut dengan prinsip steril.
 Awasi pemeriksaan laboratorium (lekosit)

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d syok hipovolemik


Tujuan : Membaiknya keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria Hasil : Cairan dan elektrolit seimbang
Intervensi :
 Monitor tanda vital.
 Monitor urin meliputi warna hemates sesuai indikasi.
 Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan.
 Monitor berat badan tiap hari.
 Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin).
 Kolaborasi pemberian diuretik.

4. Resti fetal distress b.d terlepasnya placenta


Tujuan : Tidak terjadi distress janin
Intervensi :
 Kaji DJJ, perhatikan frekuensi dan regularitas. Biarkan pasien memantau
gerakan janin.
 Kaji adanya kontraksi uterus preterm, yang mungkin ataupun tidak disertai
dengan dilatasi cervik
 Pantau kemajuan persalinan dan kecepatan turunnya janin
 Siapkan klien atau tinjau ulang seri tes USG
 Siapkan dan bantu dengan terminasi kehamilan dengan pervaginam atau SC
sesuai dengan indikasi

5. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan terhadap tindakan yang akan dilakukan


Tujuan : Ansietas berkurang dan dapat diatasi
Intervensi :
 Jelaskan prosedur, intervensi dan tindakan yang dilakukan pada pasien.
 Pertahankan komunikasi terbuka, diskusikan kemungkinan efek samping dan
hasil, pertahankan sikap optimis.
 Anjurkan pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
 Libatkan pasangan / keluarga untuk mendampingi pasien.
 Kolaborasi dengan dokter pemberian sedatif bila tindakan lain tidak berhasil.

BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Plasenta previa, perdarahan yang terjadi pada implantasi plasenta, yang menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Dasar diagnosis gangguan ini meliputi
adanya perdarahan tanpa rasa sakit ; keadaan umum setelah perdarahan tergantung
pada keadaan umum sebelumnya, jumlah, kecepatan, dan lamanya perdarahan serta
menimbulkan gejala klinis pada ibu dan janin; perut ibu lemas sehingga mudah
meraba bagian terendah; terdapat kelainan letak atau bagian terendah belum masuk
PAP.
Gejalaklinis ibubergantung pada keadaan umum dan jumlah darah yang hilang, yang
bersifat sedikit demi sedikit atau dalam jumlah besar dalam waktu singkat; terjadi
gejala kardiovaskuler dalam bentuk frekuensi nadi meningkat dan tekanan darah
menurun, anemia disertai ujung jari dingin, perdarahan banyak dapat menimbulkan
syok sampai kematian.

2. Saran
Ciri khas plasenta previa adalah perdarahan yang tidak disertai rasa sakit. Oleh karena
itu tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam untuk menegakkan diagnosis, kecuali
dilakukan di kamar operasi menjelang tindakan. Karena akan merusak keseimbangan
bekuan darah dan akan menimbulkan perdarahan baru. Dalam skema menghadapi
plasenta previa dapat dilakukan tindakan oleh bidan yang menghadapinya dengan cara
berikut :
 Pasang infus dengan cairan pengganti ( NaCl, Ringer Laktat, Glukosa).
 Jangan melakukan pemeriksaan dalam karena akan berakibat perdarahan tambah
banyak.
 Segera lakukan tindakan rujukan ke rumah sakit dengan fasilitas yang cukup
untuk tindakan operasi dan sebagainya.

Daftar Pustaka

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-


Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC.

Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Editor : Abdul
Bari Saifudin, George Adriaansz, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, Djoko Waspodo.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. 2000.

Doenges. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi : Pedoman Untuk Perencanaan


dan Dokumentasi Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Sofiian, A, 2011. Sipnosis Obstetri, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : EGC

Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta : Trans Info
Media

Manuaba, Ida Bagus Gde, dkk. 2007. Buku Pengantar Obtetri. Jakarta : EGC

Norma, Nita, dkk, 2013. Asuhan Kebidanan Patologi Teori dan Tinjauan Kasus.
Yogyakarta : Nuha Medika

Winkjosastro, Hanifa, dkk. 2011. Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo

Ayah Bunda, 2012, Plasenta Previa Dalam Kehamilan diakses pada tanggal 12
november 2013,
http://ayahbunda.co.id/Artikel/Gizi+dan+Kesehatan/placenta.previa.pada.kehamilan/0
01/001/642/1/4

Antar Sumbar, 2013, Kematian Ibu dan Bayi Sumbar Jauh dari Target MDGsdiakses
pada tanggal 15 November
2013,http://www.antarasumbar.com/berita/pariaman/d/6/291693/kematian-ibu-dan-
bayi-sumbar-jauh-dari-target-mdgs.html

Anda mungkin juga menyukai