KEPERAWATAN KOMPLEMENTER
“Regulasi terkait yankestrad dan perbedaan hatra dengan nakestrad”
Dosen pengampu Ns. Mardiyanti, M.Kep.MDS
Penyusun
DESI KURNIAWATI
11151040000076
JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,serta
taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapa menyelesaikan makalah ini mengenai “Regulasi
terkait yankestrad dan perbedaan hatra dengan nakestrad”. Dan juga kami berterima kasih kepada
Ibu Ns. MARDIYANTI M.Kep.MDS selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Komplementer
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami menyadari bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif sebagai sosial dan ekonomi.
Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009. Oleh karena itu,
pengobatan dan perawatan yang diberikan kepada masyarakat harus dapat dipertanggung
jawabkan manfaat dan keamananya.
Pelayanan kesehatan tradisional sebagai sejarah budaya Indonesia. Bersama
pelayanan kesehatan konvensional diarahkan untuk menciptakan masyarakat yang sehat,
mandiri, dan berkedaulatan melalui pemanfaatan tenaga dan keterampilan. Berdasarkan
data tahun 2013 proporsi rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan
tradisonal sebesar 30,4% , keterampilan sebanyak 17,8% dan ramuan sebesar 49%.
Sedangkan aneka ragam spesies tanaman terdapat lebih dari 1600 jenis tanaman obat yang
berpotensi sebagai produk ramuan kesehatan tradisional secara turun-temurun, dan kondisi
ini menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan tradisional banyak diminati untuk upaya
penyembuhan.
Pelayanan kesehatan tradisional menggunakan cara dan jenis yang mengacu pada
pengalaman dan keterampilan turun-temurun secara empiris dan dapat dipertanggung
jawabkan sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat. Sedangkan kompetensi
penyehat tradisional (Hattra) dikembangkan melalui upaya saintifikasi produk dan
prakteknya agar dapat diterima dan diakui manfaat, mutu serta keamananya bagi
masyarakat luas. Dalam pengembangan pelayanan kesehatan tradisional empiris dan
pelayanan kesehatan tradisional komplementer harus dibina dan diawasa oleh pemerintah,
sehingga diperlukan landasan ,kepastian dan perlindungan hukum (WHO complementary
medicine 2014-2023).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana regulasi terkait yankestrad di Indonesia?
2. Apa saja perbedaan hatra dan nakestrad ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana regulasi terkait Yankestrad di Indonesia
2. Untuk mengetahui perbedaan Hatra dan Nakestrad
BAB II
ISI
1. Yankestrad Empiris
Penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara
empiris.
Ketentuan :
a. Dapat dipertanggung jawabkan dan digunakan secara rasional.
b. Dalam rangka upaya promotif preventif.
c. Digunakan dalam pendekatan holistik dan alamiah untuk menyeimbangkan
kembali antara kemampuan adaptasi dengan penyebab gangguan kesehatan.
d. Tidak bertentangan dengan norma agama (klenik, mistik/menggunakan bantuan
gaib) dan norma yang berlaku di masyarakat.
e. Tidak bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya kesehatan
masyarakat.
A. Pembinaan
Pembinaan terhadap pelayanan kesehatan tradisional empiris dilakukan secara
berjenjang oleh puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi
dan kementrian kesehatan dengan melibatkan lintas sektor terkait sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya masing-masing.
1. Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan
pembinaan meliputi :
a. Menginventarisasi dan mengidentifikasi pelayanan kesehatan tradisional di
wilayah kerjanya.
b. Melakukan pembinaan kepada penyehat tradisional yang ada di wilayah
kerjanya (hygiene sanitasi, universal precautions/tata cara perlindungan diri,
cara pencatatan pelaporan, cara mengirim/merujuk klien ke puskesmas dan
atau rumah sakit, dan lain sebagainya).
2. Dinas kesehatan kabupaten/kota mempunyai tugas dan tanggung jawab, meliputi:
a. Membina penyehat tradisional di wilayah kerjanya melalui sarasehan,
komunikasi informasi dan edukasi (KIE), pelatihan dan/atau pertemuan
lainnya.
b. Memberikan penilaian teknis terhadap penggunaan metode, bahan/obat
tradisional/alat dan teknologi kesehatan tradisional sebagai dasar
pertimbangan rekomendasi penerbitan STPT.
c. Menjalin koordinasi dengan satuan kerja pemerintah daerah kabupaten/kota
yang menyelenggarakan perizinan terpadu.
3. Dinas kesehatan provinsi mempunyai tugas dan tanggung jawab :
a. Melakukan koordinasi lintas program/lintas sektor dalam rangka penguatan
pembinaan program pengembangan pelayanan kesehatan tradisional kepada
kabupaten/kota melalui dukungan pembekalan teknis dan manajemen.
b. Melakukan koordinasi dalam upaya peningkatan peran dan fungsi sentra
pengembangan dan penerapan pengobatan tradisional (sentra P3T).
c. Berpartisipasi aktif dalam pemanfaatan jaringan informasi dan dokumentasi
(JID) kesehatan tradisional.
4. Kementrian kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab, meliputi :
a. Menyiapkan regulasi, kebijakan dan norma, standar, prosedur dan kriteria
(NSPK) tentang kesehatan tradisional serta kegiatan operasional dalam rangka
penguatan program kesehatan tradisional di provinsi.
b. Mengembangkan jaringan informasi dan dokumentasi (JID) kesehatan
tradisional.
B. Pengawasan
Pengawasan dilakukan untuk melihat kesesuaian antara peraturan dengan keadaan
di lapangan. Hal ini dilakukan dengan memasuki setiap tempat yang diduga
digunakan dalam kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan tradisional empiris dan memeriksa kelegalitas yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan tradisional empiris. Setiap petugas yang
melakukan pengawasan dilengkapi dengan tanda pengenal, surat perintah
pemeriksaan serta instrumen pengawasan (tata cara sidak).
Sasaran pengawasan pelayanan kesehatan tradisional empiris meliputi :
1. Dokumentasi legalitas STPT dan papan nama hattra
2. Bahan dan alat yang digunakan
3. Dan sarana prasarana.
2. Yankestrad komplementer
Penerapan kesehatan tradisional yang memanfaatkan ilmu biomedis dan biokultural dalam
penjelasnya serta manfaat dan kemananya terbukti secara ilmiah. Jenis Yankestrad
Komplementer ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat rekomendasi dari tim, yang
terdiri dari Kemkes, OP, praktisi dan pakar Kestrad.
3. Yankestrad Integrasi
Suatu bentuk pelayanan kesehatan yang mengkombinasikan pelayanan kesehatan konvensional
dengan pelayanan kesehatan tradisional komplementer, baik bersifat pelengkap atau
pengganti.
STPT hanya diberikan Hattra yang tidak melakukan intervensi terhadap tubuh yang bersifat
invasif serta tidak bertentangan dengan konsep dan ciri khas Yankestrad empiris. STPT
berlaku 2 tahun dan dapat diperpanjang. Persyaratanya yaitu :
Sasaran Yankestad
a. Penyehat tradisonal / Hattra.
b. Masyarakat sebagai klien.
Landasan Hukum
1. Permenkes RI Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional
Empiris.
2. UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
3. UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
4. PP Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Yankestrad.
5. PP Nomor 72 Tahun 2012 Tentang SKN.
6. Permenkes Nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 Tentang Iklan Dan Publikasi Yankes.
7. Permenkes Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional.
8. Permenkes Nomor 90 Tahun 2013 Tentang SP3T.
9. Permenkes Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenkes.
10. Kepmenkes Nomor 381/Menkes/SK/III/2007 Tentang Kebijakan Obat
Tradisional Nasional.
Regulasi-Regulai Terkait Yankestrad
Antara lain :
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1186/MENKES/Per/XI/1996 tentang
Pemanfaatan Akupunktur di Sarana Pelayanan Kesehatan;
Keputusan MenKes Nomor 1076/ Menkes/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional Pasal 9
1) Pengobat tradisional yang metodenya telah memenuhi persyaratan penapisan, pengkajian,
penelitian dan pengujian serta terbukti aman dan bermanfaat bagi kesehatan dapat
diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat.
2) Akupunkturis yang telah lulus uji kompetensi dari asosiasi/organisasi profesi di bidang
pengobatan tradisional yang bersangkutan dapat diberikan Surat Izin Pengobat Tradisional
(SIPT) berdasarkan Keputusan ini.
3) Akupunkturis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melakukan praktik perorangan
dan/atau berkelompok.
4) Akupunkturis yang telah memiliki SIPT dapat diikutsertakan di sarana pelayanan
kesehatan.
5) Penetapan pengobat tradisional lainnya yang akan diberi izin selain dari pada ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) akan ditetapkan tersendiri dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 8
(1) Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1) huruf a merupakan penerapan pelayanan kesehatan tradisional yang
manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris.
(2) Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris dapat menggunakan satu cara perawatan
atau kombinasi cara perawatan dalam satu sistem Pelayanan Kesehatan Tradisional
Empiris.
(3) Cara perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
menggunakan:
(4) keterampilan; dan/atau
(5) ramuan.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional
Pasal 1 ayat 3
“pelayanan ksehatan tradisional integrasi adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang
mengkombinasikan pelayanan kesehatan tradisional komplementer, baik bersifat sebagai
pelengkap atau pengganti”
Upaya yang dilakukan oleh Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional,
Alternatif dan Komplementer dalam mencapai indikator Renstra Kemenkes Tahun 2015-
2019 adalah pengembangan integrasi pelayanan kesehatan tradisional kedalam fasilitas
pelayanan kesehatan (Puskesmas), melalui peningkatan kemampuan tenaga kesehatan,
optimalisasi penapisan, dan pemberdayaan masyarakat melalui asuhan mandiri di bidang
kesehatan tradisional.
II. Hatra Dan Nakestrad
Tatacara Pelayanan, Registrasi Dan Perizinan
1) Penyehat Tradisional (Hattra)
Syarat dan ketentuan :
a) Hattra hanya dapat menerima klien sesuai keilmuan dan keahlian.
b) Bila berhalangan praktik tidak dapat digantikan oleh Hattra lainya.
c) Bila tidak mampu memberikan pelayanan , wajib mengirimkan klien ke fasilitas
pelayanan kesehatan.
d) Wajib memiliki STPT .
e) Tidak melakukan intervensi tubuh yang bersifat invasif.
f) Hanya dapat memiliki 1 STPT dan 1 tempat praktik
g) Izin praktik perseorangan melekat pada STOT Hattra.
h) Setiap panti sehat harus memiliki izin sarana.
i) Wajib menaati kode etik hattra.
Syarat untuk mendapatkan STPT :
STPT hanya diberikan Hattra yang tidak melakukan intervensi terhadap tubuh yang bersifat
invasif serta tidak bertentangan dengan konsep dan ciri khas Yankestrad empiris. STPT berlaku
2 tahun dan dapat diperpanjang. Persyaratanya yaitu :
a) Surat pernyataan mengenai metode atau tahnik pelayanan yang
b) diberikan.
c) Fotokopi KTP yang masih berlaku.
d) Pas foto terbaru 4x6 2 lembar.
e) Surat keterangan lokasi praktik dari kelurahan atau kantor desa.
f) Surat pengantar dari Puskesmas.
g) Rekomendasi Dinkes Kabupaten/Kota (dilakukan setelah
h) penilaian teknis).
i) Surat rekomendasi dari asosiasi terkait.
Syarat untuk memperpanjang STPT :
a) Fotokopy STPT yang masih berlaku.
b) Rekomendasi Dinkes Kabupaten/Kota (dilakukan setelah penilaian teknis).
c) Permohonan diajukan paling lambat 3 bulan sebelum jangka waktu STPT berakhir.
2) Tenaga Kesehatan Tradisional (Nakestrad)
Syarat dan ketentuan :
a) Pemberian Yankestradkom harus sesuai dengan standar profesi,
b) standar pelayanan dan SPO.
c) Bila berhalangan praktik dapat digantikan oleh Nakestrad lain yang memiliki
kompetensi dan kewenangan yang sama.
d) Bila tidak mampu memberikan pelayanan wajib merujuk ke
e) fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas pelayanan kesehatan tradisional
f) Wajib memiliki STR TKT dari konsil (berlaku 5 tahun).
g) Wajib memiliki SIP TKT.
h) Pembaharuan SIP TKT dilaksanakan sepanjang STRTKT masih berlaku.
i) Wajib mematuhi etika profesi.
Persyaratan STRTKT DAN SIPTKT bagi Nakestrad :
a. STRTKT Diterbitkan oleh konsil/MTKI.
b. Ijazah Kestrad.
c. Sertifikasi kompetensi.
d. Surat keterangan sehat.
e. Pernyataan telah mengucapkan sumpah profesi.
f. Pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
g. SIPTKT diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atas Rekomendasi
Pejabat Kesehatan yang berwenang di Kabupaten/Kota.
h. STRTKT.
i. Surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari Pimpinan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil peraturan dan keputusan pemerintah mengenai pengobatan tradisional
atau komplementer maka telah adanya payung hukum yang melegalkan praktik pengobatan
komplementer di Indonesia. Pengobatan tradisional yang dilakukan oleh tenaga medis maupun
seseorang yang sudah terlatih sebagai penyehat harus memiliki STPT dan SIPT dan beberapa
persyaratan lain yang sudah dibahas pada bab 2.
Praktik pelaksanaan pengobatan tradisional dalam penyelenggaraannya diatur dan diawasi
oleh pemerintah. Pelaksanaan praktik pengobatan tradisional dapat menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit pendidikan, rumah sakit non pendidikan, rumah sakit
khusus, puskesmas dan sebagainya. Regulasi-regulasi yang telah ditetapkan akan menjadi
pelindung baik bagi penyehat tradisional maupun pelindung untuk pasien yang menggunakan
pengobatan tradisional.
DAFTAR PUSTAKA