Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“ Sumber Ilmu Fiqih “

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pengantar Ilmu Fiqih

Dosen Pengampu

Ending Sholehudin, Dr. H. M.Ag.

Disusun oleh:

Mayong Wily yandro (1193030025)

Muhammad Rafi Rabbani (1193030066)

Rangga Maulana Nurfaizy (1193030083)

Siti Khodijah (1193030091)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

Jl.A. Nasution No 105. (022) 7800525, Fax (022) 7802844 Bandung 40614

2019-2020
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 1

1.3 Tujuan Penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN 2

2.1 Riwayat Hidup Abu Bakar as-Shiddiq 2

2.2 Pengertian Khilafah 5

2.3 Proses Terpilihnya Abu Bakar menjadi Khailfah 6

2.4 Khutbah Abu Bakar saat di Angkat sebagai Khalifah 9

BAB III PENUTUP 10

KESIMPULAN 10

DAFTAR PUSTAKA 11
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang mana

atas berkat dan rahmat-Nya akhirnya kami mampu menyelesaikan makalah “ Abu

Bakar : Pembentukan Khalifah” ini tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam

semoga tetap tersampaikan kepada Rasulullah SAW.

Khilafah adalah suatu sistem pemerintahan yang bersandar kepada ajaran Islam

seperti al-Qur’an dan as-Sunnah, serta mengimplementasikan hukum-hukum

Islam kedalam pemerintahannya dan mengikuti cara kepemimpinan Rasulullah

dan Khulafaur Rasyidin.

Terimakasih kami ucapkan kepada bapak Prof. Dr. Idzam Pautanu, M.Ag. selaku

dosen pengampu mata kuliah teori-teori politik, yang mana atas tugas yang

diberikannya untuk membuat makalah ini, bertambahlah pemahaman penulis akan

konsep mengenai khalifah.

Terimakasih penulis ucapkan kepada orang tua kami yang senantiasa memberikan

dukungannya baik berupa moril maupun materil, demi kelancaran study dan

kesuksesan penulis .

Besar harapan makalah ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, dan

umumnya bagi civitas academika dan masyarakat luas Aamiin.

Penulis sadar betul bahwa dalam penulisan makalah ini belumlah sempurna, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritikan dan sarannya yang membangun dari

pembaca untuk memperbaiki karya tulis kami kedepannya


Bandung, 11 September 2019

Tim Penulis

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sebagaimana kesepakatan seluruh ulama yang berbeda madzhab, bahwa seluruh
tindakan manusia (ucapan,perbuatan dalam ibadah dan mualmalah) terdapat hukum-
hukumnya. Hukum-hukum tersebut sebaian telah di jelaskan di dalam nash-nash Al-
quran dan as-sunnah. Meskipun sebagian yang lain belum terdapat penjelasan, namun
syariat islam telah memberikan dalil dan isyarat-isyarat tersebut.
Para imam madzhab sepakat dengan dalil yang di kemukakan imam syafi’i dalam
kitab al-risalah yakni Al-qur’an, sunnah, ijma dan qiyas. Pendapat tersebut benar
adanya namun Al-qur’an dan as-sunnah merupakan sumber hukum utama yang saling
berkaitan dan tidak bisa di pisahkan satu sama lain.
Tujuan mempelajari sumber ilmu fiqih ialah menerapkan kaidah-kaidah dan
pembahasan dalil-dalil secara detail dalam rangka melahirkan hukum syariat ilsam
yang di ambil dari dalil-dalil tersebut. Adapun dalam makalah ini lebih mengedepankan
fungsi Al-qur’an dan as-sunnah, karena seluruh ulama ushul fiqih tidak pernah
melepaskan peran ke duanya. Adapun ijma dan sebagainya, di sebagian ulama tidak
menggunakannya. Hal ini karena keyakinan mereka bahwa tidak ada sumber melaikan
dua sumber di atas ( Al-qur’an dan as-sunnah ).
Hukum seluruhnya termaktub di dalam Al-qur’an dan as-sunnah sebgai penjelas Al-
qur,an maka dari itu penting sekali bagi umat muslim untuk memahami Al-qur’an dan
as-sunnah dalam perannya. Pada dasarnya ke dua sumber inilah yang selalu di
utamakan dalam mencari ketetapan hukum. Melalui tugas ini kami ingin mengetahui
sumber-sumber ilmu fiqih agar perilaku kita selaras dengan ajaran agama islam maka
kami mengambil judul “sumber-sumber ilmu fiqih”

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah yang di paparkan di atas maka di rumuskan
permasalahan sebagai berikut;
’apa saja yang termasuk sumber ilmu fiqh

1.3 RUMUSAN MASALAH


Selanjutnya kami menghasilkan suatu konsekuensi yang terangkup dalam pertanyaan
sebagai berikut :
 Apa saja sumber ilmu fiqh?
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Dari perumusan masalah yang di paparkan di atas maka yang menjadi tujuan dalam
tugas ini adalah sebagai berikut :
 Untuk mengetahui apa itu sumber ilmu fiqh
 Mengetahui sumber-sumber ilmu fiqh
1.5 METODE PENELITIAN

Adapun metode yang kami ambil berdasarkan tugas antara lain :


 Studi keperpustakaan
 Brwosing internet
1.6 MANFAAT PENELITIAN
Secara praktis hasil dari tugas ini di harapkan dapat bermanfaat dan di jadikan bahan
masukan untuk berbagai pihak. Manfaatnya antara lain setelah melakukan presentasi
banyak manfaat yang dapat kita ambil salah satunya kita dapat mengetahui lebih dalam
tentang sumber-sumber ilmu fiqh

BAB II

PEMBAHASAN

Sumber ilmu fikih

Sumber hukum yang disepakati oleh para ulama adalah al quran dan sunnah nabi. Adapun
sumber lainnya, yaitu ijtima, qiyash istihsan, maslahah mursalah, ‘urf, istishab, hukum bagi
umat sebelum kita, mazhab shahabi, ada yang menggunakannya dan ada pula yang tidak
menggunakannya.

Adapun sember hukum itu diurutkan sebagai berikut:

1. Sumber primer ( Al Quran )

Al quran adalah sumber fiqih yang pertama dan paling utama. Agar tidak terjadi tumpang
tindih dengan pengntar ilmu tafsir, maka dalam membahas al quran ini tidak disajikan hal hal
semacam ayat makkiyah dan madaniyah serta cirri cirinya, kemukzizatan al quran, ayat
pertama dan terakhir, pengumpulan al quran dan lain sebagainya. Hal hal yang disajikan disini
adalah sejauh yang menyangkut hukum dalam alquran.

Hukum hukum yang terkandung dalam alquran ada 3 macam yaitu:

- Hukum hukum I’ tiqadiyah


- Hukum hukum khuluqiyah
- Hukum hukum amaliyah

‫ين‬
ٍ ‫ان ع ََر ِبي ٍ ُم ِب‬
ٍ ‫س‬ َ )193( ُ‫ح ْاْل َ ِمين‬
َ ‫) ِب ِل‬194( َ‫علَى قَ ْل ِبكَ ِلتَكُونَ ِمنَ ا ْل ُم ْنذ ِِرين‬ ُّ ‫) نَ َز َل ِب ِه‬192( َ‫ب ا ْل َعالَ ِمين‬
ُ ‫الرو‬ ِ ‫َو ِإنَّهُ لَت َ ْن ِزي ُل َر‬
(195)
“Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. (192)
dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) (193) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan (194) dengan bahasa
Arab yang jelas (195)” (QS. Asy Syu’araa : 192 – 195)

2 .Al-Sunnah

Seperti telah di jelaskan ayat-ayat Al-Qur’an al-Karim pada umumnya bersifat kulli.
Penjelasan-penjelasan lebih lanjut dari ayat-ayat tersebut dapat di temukan dalam As-
sunnah.
Yang di maksud As-sunnah di sini adalah berupa perbuatan,perkataan atau diamnya
Nabi SAW. Yang bisa jadi dasar hokum. Oleh karena itu, ada sunnah fi’liyah,sunnah
qawliyah, dan sunnah Taqririyah.

Allah berfirman:
‫ع ْنهُ فَانتَ ُهو‬
َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَهَا ُك ْم‬ َّ ‫َو َما آتَا ُك ُم‬
ُ ‫الر‬
“Dan apa yang diberikan rasul kepadamu, terimalah ia, dan apa yang dilarang olehnya
atasmu, tinggalkanlah.” (al-Hasyr: 7 )
memakai istilah yang sudah lazim digunakan, yaitu bahwa As-Sunnah Pengertian As-Sunnah
Menurut Syari’at
As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh
serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi ummat
Islam.[1]

Adapun hadits menurut bahasa ialah sesuatu yang baru.


Secara istilah sama dengan As-Sunnah menurut Jumhur Ulama.

Ada ulama yang menerangkan makna asal secara bahasa bahwa: Sunnah itu untuk perbuatan
dan taqrir, adapun hadits untuk ucapan. Akan tetapi ulama sudah banyak melupakan makna
asal bahasa dan muradif (sinonim) dengan hadits.

As-Sunnah menurut istilah ulama ushul fiqih ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi j
selain dari Al-Qur-an, baik perbuatan, perkataan, taqrir (penetapan) yang baik untuk menjadi
dalil bagi hukum syar’i.

As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya
sunnah.[2]

Read more https://almanhaj.or.id/2263-pengertian-as-sunnah-menurut-syariat.html

Read more https://almanhaj.or.id/2263-pengertian-as-sunnah-menurut-syariat.html

3. Al-Ijma’

Ijma’ ialah kesepakatan para mujtahid atau ulama umat nabi Muhammad saw dalam suatu
masa setelah wafat beliau atas suatu hukum tertentu. Selanjutnya jika mereka telah mensepakati
masalah hukum tersebut, maka hukum itu menjadi aturan agama yang wajib diikuti dan tidak
mungkin menghindarinya. Contohnya Ijma’ para shahabat Nabi saw dimasa sayyidina Umar
ra dalam menegakkan sholat tarawih.

Adapun al-Ijma’ didefinisikan oleh para ulama dengan beragam ibarat. Namun, secara
ringkasnya dapatlah dikatakan sebagai berikut: ”Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada
satu masa setelah zaman Rasulullah atas sebuah perkara dalam agama.” Dan ijma’ yang dapat
dipertanggung jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat), dan
tabi’ut tabiin (setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka para ulama telah berpencar dan
jumlahnya banyak, dan perselisihan semakin banyak, sehingga tak dapat dipastikan bahwa
semua ulama telah bersepakat.

Berdasarkan definisi di atas dapatlah disebutkan syarat-syarat sebuah ijma’ itu bisa disahkan
dan berlaku:

1. Terjadinya kesepakatan
2. Kesepakatan seluruh ulama islam
3. Waktu kesepakatan setelah zaman Rasulullah, meskipun hanya sebentar saja
kesepakatan terjadi
4. Yang disepakati adalah perkara agama

Bila seluruh perkara di atas terpenuhi maka ia menjadi ijma’ yang tak boleh diselisihi
setelahnya, dan menjadi landasan hukum dalam Islam. Siapa yang menyelisihinya maka ia
menyimpang, meskipun berasal dari mereka yang dulunya ikut bersepakat di dalamnya.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/19712-mengenal-ijma-sebagai-dasar-


hukum-agama.html

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/19712-mengenal-ijma-sebagai-dasar-


hukum-agama.html

Allah berfirman:

‫سو َل ِمن بَ ْع ِد َما‬


ُ ‫الر‬
َّ ‫ق‬ ْ ُ‫س ِبي ِل ا ْل ُمؤْ ِمنِينَ نُ َو ِل ِه َما ت َ َولَّى َون‬
َ ‫ص ِل ِه َج َهنَّ َم َو‬
ِ ِ‫سا َءتْ َو َمن يُشَاق‬ َ ‫تَبَيَّنَ لَهُ ا ْل ُهدَى َويَت َّ ِب ْع‬
َ ‫غي َْر‬
‫يرا‬ً ‫َم ِص‬

”Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-
buruk tempat kembali.” an-Nisa’ 115

Rasulallah saw bersabda: “Tidak bersepakat umatku atas kesesatan” (Abu Daud)

4. Al-ijtihad

Ijtihad dalam arti yang luas adalah menggerahkan segala kemampuan dan usaha untuk
mencapai suatu yang di harapkan. Sedangkan Ijtihad dalam hal yang ada kaitannya dengan
hukum adalah: “mengerahkan segala kesanggupan yang dimiliki untuk dapat meraih hokum
yang mengandung nilai-nilai uluhiyah atau mengandung sebanyak mungkin nilai-nilai
syari’ah”.

Fungsi dan Manfaat Ijtihad

Pada dasarnya Ijtihad memiliki fungsi untuk membantu manusia dalam menemukan solusi
hukum atas suatu masalah yang belum ada dalilnya di dalam Al-quran dan hadits. Sedangkan
tujuan Ijtihad adalah untuk memenuhi kebutuhan umat Islam dalam beribadah kepada Allah
pada waktu dan tempat tertentu.

Dalam hal ini, Ijtihad dianggap telah memiliki kedudukan dan legalitas dalam Islam. Namun,
Ijtihad hanya boleh dilakukan oleh orang-orang tertentu saja yang telah memenuhi syarat.

Adapun beberapa manfaat Ijtihad adalah sebagai berikut ini:

 Ketika umat Islam menghadapi masalah baru, maka akan diketahui hukumnya.
 Menyesuaikan hukum yang berlaku dalam Islam sesuai dengan keadaan, waktu, dan
perkembangan zaman.
 Menentukan dan menetapkan fatwa atas segala permasalahan yang tidak
berhubungan dengan halal-haram.
 Menolong umat Islam dalam menghadapi masalah yang belum ada hukumnya
dalam Islam.

Syarat-Syarat Ijtihad (Mujtahid)

Seperti yang disebutkan sebelumnya, hanya orang-orang tertentu dan telah memenuhi syarat
saja yang bisa melakukan Ijtihad. Adapun syarat-syarat menjadi Ijtihad adalah sebagai berikut:

 Harus memahami tentang ayat dan sunnah terkait dengan hukum.


 Harus memahami berbagai masalah yang telah di-ijma’kan oleh para ahlinya.
 Harus mengerti bahasa Arab dan segala ilmunya dengan sempurna.
 Harus mengerti tentang nasikh dan mansukh.
 Harus mengetahui dan memahami tentang ushul fiqh.
 Harus memahami secara dalam tentang rahasia-rahasia tasyrie’ (Asrarusyayari’ah).
 Harus memahami secara mendalam tentang seluk-beluk qiyas.

Di tinjau dari subjek yang melakukan ijtihad , ijtihad itu ada dua macam :

1. Ijtihad Fardhi, yaitu ijtihad yang dilakukan secara perorangan.

2. Ijtihad Jama’I, yaitu ijtihad yang di lakukan oleh sekolompok orang.

Di tinjau dari bentuknya, ijtihad juga dibagi kepada:

1. Ijtihad fi Takhrij al-Ahkam (ijtihad mengeluarkan hukum)

2. Ijtihad fi Tathbiq al-Ahkam (ijtihad menerapkan hukum).

5.Al-‘Urf )Al-‘Adah(

Pengertian ‘Urf adalah sikap,perbuatan,dan perkataan yang “biasa” di lakukan oleh


kebanyakan manusia atau oleh manusia seluruhnya.

1. Macam-macam urf
Para ulama ushul fiqh membagi urf kepada tiga macam :
 Dari segi objeknya
 Al-urf al-lafzhi ( kebiasaan yang menyangkut ungkapan )
Adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal atau
ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna
ungkapan itulah yang di pahami dan terlintas dalam pikiran
masyarakat.
 Al-urf al-‘amali (kebiasaan yang berbentuk perbuatan )
Adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan
biasa atau muamalah keperdataan yang di maksud perbuatan biasa
adalah kebiasaan masyarakat dalam masalah kehidupan mereka
yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain
 Dari segi cakupannya :
 Al-urf al-‘am (kebiasaan yang bersifat umum )
Adalah kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas di seluruh
masyarakat dan seluruh daerah
 Al-urf al-khash ( kebiasaan yang bersifat khusus )
Adalah kebiasaan yang berlaku di daerah dan masyarakat tertentu
2. Kedudukan urf sebagai sumber hukum

Dalam kehidupan sosial dalam masyarakat manusia yang tidak mempunyai


undang-undang (hukum-hukum) maka urf lah ( kebiasaan ) yang menjadi undang-
undang yang mengatur mereka. Jadi sejak zaman dahulu urf mempunyai fungsi
sebagai hukum dalam kehidupan manusia.

BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Al-quran di tinjau secara garis besar masih bersifat universal, sehingga


terjemahan al-quran meskupun sepurna,karena tidak ada yang mampu menandingi
kalam Allah. Dan satu-satunya yang mampu sempurna dalam penerjemahan adalah
Nabi SAW.
Saat ini kita tidak mungkin untuk bertemu dengan Rasullah, namun lita bisa
memahami maksud al-quran melalui sunnah Beliau. Seperti pesan Beliau ketika
haji Wada’, bahwa Beliau berpesan untuk selalu berpegang pada al-quran dan as-
sunna. Pesan beliau ini memberi indikasi bahwa dua aspek ini yang paling penting
diantara yang lain.
Terbukti sekali dengan hubungan yang tak terpisahkan antara keduanya, dimana
para ulamamenegeluarkan pendapat berdasarkan dua sumber di atas.
Tharuqh Maknawiyah atau cara pendekatan terhadap makna-makna yang telah di
pahami dari lahfaz nya adalah peninjauan teerhadap makna dengan metode atau
cara-cara dalam menggali hukum. Adapun disini kita membahas hanya dua cara
saja yaitu ijma dan qiyas
Seluruh ulama sepakat bahwa ijma merupakan hujjah. Ijma memiliki kedudukan
penting dalam sumber hukum islam setelah al-quran dan sunnah.
Berdasarkan pada penjalan di atas maka dapat di pahami dan din tetapkan
bahwa qiyas ini merupakan salah satu usaha dari upaya untuk menetapkan suatu
hukum atau dengan kata lain Qiyas merupakan salah satu dari dalil-dalil syara’ yang
menuntuk kehujjahan atasnya. Dan penetapan itu telah di dasarkan pada penjelasan
Al-Qur’an, As-sunnah, dan upaya logika dalam menjelaskan hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai