Anda di halaman 1dari 7

Ketika berinteraksi dengan orang lain, dalam pergaulan sehari-hari, apakah dengan

keluarga, sahabat, teman se kantor atau siapa saja kita harus memakai akhlakul karimah yaitu
akhlak mulia yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Abdullah bin ‘Amr bin Ash r.a. berkata
Rasulullah saw itu bukanlah seorang yang buruk perkataanya dan tidak berusaha untuk
melakukan hal seperti itu. Bahkan Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya termasuk orang-
orang pilihan di antaramu adalah yang paling bagus akhlaknya.” (Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Darda bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada sesuatu yang paling berat
timbangannya bagi mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang bagus. Dan sesungguhnya
Allah membenci orang yang buruk tutur katanya dan jorok (cabul).” (Abu Dawud dan
Turmudzi).

Dari Jabir bin Abdullah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang paling
aku cintai di antara kamu dan paling dekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah
yang paling bagus akhlaknya. Dan sesungguhnya yang paling aku benci di antara kamu dan
paling jauh tempatnya dariku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara tanpa manfaat,
yang banyak bicara dibuat-buat, dan memenuhi mulutnya dengan segala macam perkataan (tak
berbobot).” (Turmudzi].

Dari diri kita yang paling harus dijaga dalam bergaul dengan masyarakat adalah lidah
kita. Tidak sedikit orang celaka karena tidak mampu mengontrol perkataannya.

Mu’adz bin Jabal r.a. diajarkan langsung tentang hal itu oleh Rasulullah saw. “Senangkah
kamu jika aku beritahukan apa yang menguasai (mencukupi) itu semua?” Mu’adz menjawab,
“Tentu, wahai Rasulullah saw.” Rasulullah saw. bersabda, “Tahanlah olehmu ini!” Rasulullah
saw. menunjuk lidahnya. Mu’adz berkata, “Wahai Nabiyullah, apakah kita akan dituntut dengan
apa yang kita ucapkan?” Rasulullah saw. menjawab, “Celakalah kamu, wahai Mu’adz, bukankah
manusia dapat tersungkur ke dalam neraka hanya karena kata-kata yang keluar dari lidahnya?”

Karena itu, menjaga lidah bukan hanya selamat diri dari kemarahan orang yang
mendengar, tetapi juga selamat dari siksa neraka. Sahal bin Sa’ad Al-Sa’idi r.a. berkata bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang menjamin (memelihara) untukku apa yang ada di antara
kedua kakinya dan apa yang ada di antara kedua janggutnya (lidahnya), aku menjamin baginya
(masuk) surga.” (Bukhari)

Uqbah bin ‘Amir r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, di manakah tempat keselamatan itu?”
Rasulullah menjawab, “Tahanlah lidahmu, rumahmu meski mencukupimu dan menangislah atas
segala kesalahanmu.” (Turmudzi dan Silsilah Shahihah)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam.”
(Bukhari dan Muslim).[Mochamad Bugi, 20 Rambu Dalam Hidup
Bermasyarakat, dakwatuna.com 14/5/2008 | 09 Jumadil Awal 1429 H].

Banyak orang yang ketika berbicara karena tidak pandainya memilih kata dan kalimat
yang baik sehingga yang keluar adalah kalimat yang menyakitkan sehingga membuat orang
tersinggung, antipasti bahkan mungkin marah. Maka hal yang terbaik dikala tidak pandai
berbicara adalah diam, sebagai mana kualitas orang yang diam itu sama dengan emas, yang
banyak bicara dinyatakan sebagai logam.

Rasulullah sendiri dengan tegas melarang kita banyak bicara yang sia-sia.
"Janganlah kamu sekalian memperbanyak bicara selain berdzikir kepada Allah, sesungguhnya
memperbanyak perkataan tanpa dzikir kepada Allah akan mengeraskan hari, dan sejauh-jauh
manusia adalah yang hatinya keras." (HR. Turmudji)

Kita lihat banyak orang berbicara tapi ternyata tidak mulia dengan kata-katanya. Banyak
orang berkata tanpa bisa menjaga diri, padahal kata-kata yang terucapkan harus selalu
dipertanggung-jawabkan, yang siapa tahu akan menyeretnya ke dalam kesulitan. Sebelum
berkata, kita yang menawan kata-kata, tapi sesudah kata terucapkan kitalah yang ditawan kata-
kata kita. Rasulullah bersabda : " Barangsiapa memperbanyak perkataan, maka akan jatuh
dirinya. Maka barangsiapa jatuh dirinya, maka akan banyak dosanya. Barangsiapa banyak
dosanya, maka nerakalah tempatnya". (HR. Abu Hatim).

Dari Sahl bin Sa'ad as Saidi, dia berkata: "Barang siapa menjamin bagiku apa yang ada
diantara dua tulang rahangnya (lidah) dan yang ada diantara kedua kakinya (kemaluan), niscaya
akan aku jamin surga baginya."(HR. Bukhari).

Dalam hadits lain Rasulullah bersabada; "Barangsiap menjaga dari kejahatan qabqabnya,
dzabdzabnya, dan laglagnya, niscaya ia akan terjaga dari kejahatan seluruhnya."(HR. Ad
Dailami) Yang dimaksud qabqab adalah perut, Dzaabdzab adalah kemaluan, dan Laqlaq adalah
lidah.

Maka tampaknya adalah menjadi wajib bagi siapapun yang ingin membersihkan hatinya,
mengangkat derajatnya dalam pandangan Allah Ajjaa Wa Jallaa, ingin hidup lebih ringan
terhindar dari bala bencana, untuk bersungguh-sungguh menjaga lisannya. Aktivitas berbicara
bukanlah perkara panjang atau pendeknya, tapi berbicara adalah perkara yang harus
dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya.

Ada sebuah kisah, suatu waktu ada seseorang bertanya tentang suatu tempat yang
ternyata tempat tersebut adalah tempat mangkal "wanita tuna susila". "Dimana sih tempat x ?"
Lalu si orang yang ditanya menunjuk ke arah suatu tempat dan hanya dengan "Tuh !", lalu si
penanya datang ke sana dan naudzubillah dia berbuat maksiat, di pulang, lalu dia sebarkan lagi
kepada teman-temannya, lalu berbondong-bondong orang ke sana, berganti hari, minggu, dan
tahun. Maka setiap ada orang yang bermaksiat di sana, orang yang menunjukkan itu memikul
dosanya, padahal dia hanya berkata : "Tuh !", cuman tiga huruf. Setiap hari orang berzina di
sana, maka pikul tuh dosanya, karena dia telah memberi jalan bagi orang lain untuk bermaksiat
dengan menunjukkan tempatnya.

Jadi waspada, dengan lidah, menggerakkannya memang mudah, tidap perlu pakai tenaga
besar, tidak perlu pakai biaya mahal, tapi bencana bisa datang kepada kita. Berbicara itu baik,
tapi diam jauh lebih bermutu. Dan ada yang lebih hebat dari diam, yaitu BERKATA BENAR.
[Manajemen Qalbu, Kiat Menjaga Lisan, KH. Abdullah Gymnastiar].
Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw,
menyatakan tentang Menjaga Perasaan Orang ;

Rasulullah saw, menggunakan kalimat sederhana agar sabda beliau mudah difahami.
Terkadang beliau ditanya tentang persoalan yang rumit dan kompleks, tetapi beliau bisa
menjelaskannya dengan cara yang sangat mudah dan ringkas.

Abu Hurairah menceritakan bahwa seorang Arab Badui pernah mendatangi Rasulullah
saw, lalu berkata melapor,”Rasulullah, isteri saya melahirkan seorang anak berkulit hitam.”
Sebagai respons atas pengaduan ini, Rasulullah balik bertanya, “Apakah kamu punya unta?”.
“ya, saya punya,” jawab orang tersebut. “Bagaimana warna unta-unta itu?” Tanya Rasulullah
saw. Orang itu menjawab,”Warnanya merah.” “Apakah ada yang warnanya abu-abu?” Tanya
Rasulullah lagi. “ya ada”. “Bagaimana bisa ada yang warnanya abu-abu?, padahal semua
induknya berwarna merah?” jawab orang itu,”Mungkin itu pengaruh leluhurnya.” Rasulullah
saw, bersabda,”Nah warna kulit anakmu barangkali juga karena pengaruh salah seorang
leluhurnya.” [HR. Bukhari].

Apa maksud cerita ini ? orang Badui itu ingin agar Rasulullah saw, menenangkannya dari
masalah yang sedang menyusahkan hatinya. [Gema Insani, 2007, hal 28].

Begitu pandainya Rasulullah mengambil perumpamaan dalam rangka menjaga perasaan


sahabatnya, dalam ukhuwah islamiyah intinya juga mengajak kita untuk mempraktekkan hidup
untuk menjaga perasaan orang lain, karena menjaga perasaan ini sangatlah sulitnya, ada pendapat
yang mengatakan, “Kena pukul tidaklah begitu sakit, tapi kena kata-kata sangat menyakitkan”,
karena yang kena itu hati dan perasaan. Betapa banyak hubungan sahabat, kerabat dan
pertemanan hancur berantakan ketika tidak saling menjaga perasaan. Dalam ukhuwah islamiyah
kita diajarkan untuk saling menjaga perasaan. Adapun kiat untuk menjaga perasaan orang lain
dalam pergaulan itu diantaranya adalah;

1.'Adamus sukriyah; tidak mengolok-olok


Agar ukhuwah terjaga dengan baik maka masing-masing muslim tidak mengolok-olok
sebagai mana firman Allah memperingatkan; ''Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu
lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan
lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri
dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka
mereka Itulah orang-orang yang zalim''[Al Hujurat 49;11]

2.'Adamul Lamz; tidak mencela


Perbuatan suka mencela dapat memicu kerusakan ukhuwah, untuk itulah seorang muslim
dengan muslim lainnya tidak mencela saudaranya yang intinya mencela diri sendiri. "dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri"

3.Tarkut Tanabutz ; meninggalkan panggilan buruk


Nabi Muhammad memberikan nama panggilan yang baik kepada sahabatnya seperti
kepada Abu Bakar dengan panggilan Ash Shiddiq artinya orang yang dapat dipercaya, kepada
Khalid bin Walid beliau menyebutnya Saifullah artinya pedang Allah karena Khalid sangat jago
memainkan pedangnya dalam peperangan, untuk itulah maka kita harus meninggalkan
panggilan buruk kepada saudara kita. "dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman "

4.Husnudzon; berbaik sangka


Menjadi orang yang berbaik sangka adalah salah satu sikap untuk memelihara ukhuwah,
bila sikap buruk sangka yang tertanam dalam hati maka akan mencurigai semua orang."Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. [Al Hujurat 49;12]

5.'Adamut Tajasus; tidak mencari kesalahan


Kita punya lima jari pada tangan, dikala kita menunjuk orang dengan satu telunjuk maka
empat jari berikutnya menunjuk diri kita sendiri, demikian sebuah ungkapan yang disampaikan
agar kita tidak mudah menunjuk kesalahan orang lain. "dan janganlah mencari-cari keburukan
orang"

6.Ijtinalul ghibah; meninggalkan gunjingan


Rasulullah menyatakan bahwa seorang muslim harus meninggalkan gunjingan, sahabat
bertanya,"Kalau benar apa yang digunjingkan bagaimana ya Rasulullah?", beliau
menjawab,"itulah gunjing, kalau salah maka itulah fitnah". "dan janganlah menggunjingkan satu
sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.

Lebih-lebih kepada orangtua, kita harus pandai menjaga perasaannya, sebab bila orangtua
sudah tersakiti perasaannya maka sulit sekali untuk diobati, sebagai mana kisah yang dialami
oleh Al Qamah;

Dengan tergopoh-gopoh, isteri Al-Qamah menghadap Rasulullah SAW mengabarkan


suaminya sakit keras. Beberapa hari mengalami naza' tapi tak juga sembuh. "Aku sangat kasihan
kepadanya ya Rasulullah," ratap perempuan itu. Mendengar pengaduan wanita itu Nabi SAW
merasa iba di hati. Beliau lalu mengutus sahabat Bilal, Shuhaib dan Ammar untuk menjenguk
keadaan Al-Qamah. Keadaan Al-Qamah memang sudah dalam keadaan koma. Sahabat Bilal lalu
menuntunnya membacakan tahlil di telinganya, anehnya seakan-akan mulut Al-Qamah rapat
terkunci. Berulang kali dicoba, mulut itu tidak mau membuka sedikitpun. Tiga sahabat itu lalu
bergegas pulang melaporkan kepada Rasulullah SAW tentang keadaan Al-Qamah. "Sudah kau
coba menalqin di telinganya?" tanya Nabi."Sudah Rasulullah, tetapi mulut itu tetap terbungkam
rapat," jawabnya." Biarlah aku sendiri datang ke sana", kata Nabi.

Begitu melihat keadaan Al-Qamah tergolek diranjangnya, Nabi bertanya kepada isteri Al-
Qamah :"Masihkah kedua orang tuanya?" tanya Nabi .Masih ya Rasulullah," tetapi tinggal
ibunya yang sudah tua renta," jawab isterinya ".Di mana dia sekarang "?Di rumahnya, tetapi
rumahnya jauh dari sini".

Tanpa banyak bicara , Rasulullah SAW lalu mengajak sahabatnya menemui ibu Al-
Qamah mengabarkan anaknya yang sakit parah. "Biarlah dia rasakan sendiri", ujar ibu Al-
Qamah. "Tetapi dia sedang dalan keadaan sekarat, apakah ibu tidak merasa kasihan kepada
anakmu ?" tanya Nabi.

''Dia berbuat dosa kepadaku," jawabnya singkat.Ya, tetapi maafkanlah dia. Sudah
sewajarnya ibu memaafkan dosa anaknya," bujuk Nabi''.Bagaimana aku harus memaafkan dia ya
Rasulullah jika Al-Qamah selalu menyakiti hatiku sejak dia memiliki isteri," kata ibu itu.
''Jika kau tidak mau memaafkannya, Al-Qamah tidak akan bisa mengucap kalimat
syahadat, dan dia akan mati kafir," kata Rasulullah.
"Biarlah dia ke neraka dengan dosanya," jawab ibu itu. Merasa bujukannya tidak berhasil
meluluhkan hati ibu itu, Rasulullah lalu mencari kiat lain. Kepada sahabat Bilal Nabi berkata :
"Hai bilal, kumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya," perintah Nabi
.
"Untuk apa kayu bakar itu Rasulullah," tanya Bilal keheranan."Akan kugunakan untuk
membakar Al-Qamah, dari pada dia hidup tersiksa seperti itu, jika dibakar dia akan lebih cepat
mati, dan itu lebih baik karena tak lama menanggung sakit", jawab Rasulullah. Mendengar
perkataan Nabi itu, ibu Al-Qamah jadi tersentak. Hatinya luluh membayangkan jadinya jika anak
lelaki di bakar hidup-hidup. Ia menghadap Rasulullah sambil meratap, "Wahai Rasulullah,
jangan kau bakar anakku," ratapnya. Legalah kini hati Rasulullah karena bisa meluluhkan hati
seorang ibu yang menaruh dendam kepada anak lelakinya.

Beliau lalu mendatangi Al-Qamah dan menuntunya membaca talkin. Berbeda dengan
sebelumnya, mulut Al-Qamah lantas bergerak membacakan kalimat dzikir membaca syahadat
seperti yang dituntunkan Nabi. Jiwanya tenang karena dosanya telah diampuni ibu kandungnya.
Al-Qamah kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan fasih mengucapkan
kalimat syahadat. Ia meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Memang, surga adalah di
bawah telapak kaki ibunda
.
Allah mengajarkan kepada kita bagaimana sikap terhadap orangtua, tidak boleh
menyinggung perasaannya apalagi menyakiti fisik dan hatinya;“dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”. [Al Isra’ 17;23].

Ketika Rasulullah menaklukkan Mekkah setelah lebih kurang tiga belas tahun berada di
Madinah saat melaksanakan hijrah, orang-orang Quraisy merasa takut atas kedatangan
Muhammad karena mereka menganggap akan terjadi balas dendam, tapi Rasulullah menjaga
perasaan orang-orang yang sudah ditaklukkan itu, dengan sikap yang mulia, apalagi kepada Abu
Sufyan, seorang tokoh yang selalu ingin dihormati, Rasul memposisikannya sebagai orang yang
mulia, sebagaimana yang dikisahkan oleh Muhammad Husein Haikal.

Menyaksikan pasukan Muslimin serta kekuatannya yang demikian rupa, Abbas b. ‘Abd’l-
Muttalib sekarang merasa cemas dan terkejut sekali. Sekalipun ia sudah masuk Islam, namun
hatinya selalu kuatir akan bencana yang akan menimpa Mekah jika kekuatan pasukan yang
belum pernah ada bandingannya di seluruh jazirah Arab itu kelak menyerbu ke dalam kota.
Bukankah baru saja ia meninggalkan Mekah, meninggalkan keluarga dan handai-tolan, yang
belum lagi terputus pertalian mereka karena Islam yang baru dianutnya itu? Boleh jadi ia
menyatakan rasa kekuatirannya itu kepada Rasul, dan ia bertanya apa yang akan diperbuatnya
kalau pihak Quraisy minta damai. Atau boleh jadi juga sepupunya ini yang dengan senang hati
membuka pembicaraan dengan Abbas dalam hal ini, dan diharapkannya ia menjadi seorang
utusan yang akan memberi kesan yang menakutkan kepada sekelompok orang di kalangan
Quraisy itu, sehingga kelak dapat memasuki Mekah tanpa sesuatu pertumpahan darah dan
Mekah akan tetap dalam kesuciannya seperti dulu dan seperti yang seharusnya akan demikian.

Dengan duduk di atas seekor bagal. putih kepunyaan Nabi, Abbas berangkat pergi ke
daerah Arak, dengan harapan kalau-kalau ia akan berjumpa dengan orang mencari kayu, atau
tukang susu atau dengan manusia siapa saja yang sedang pergi ke Mekah. Ia akan menitipkan
pesan kepada penduduk kota itu tentang kekuatan pasukan Muslimin yang sebenarnya supaya
mereka kelak menemui Rasulullah dan minta damai sebelum pasukan ini memasuki kota dengan
kekerasan.

Sejak pihak Muslimin berlabuh di Marr’z-Zahran, pihak Quraisy sudah mulai merasakan
adanya bahaya yang sedang mendekati mereka. Maka diutusnya Abu Sufyan b. Harb, Budail b.
Warqa’ dan Hakim b. Hizam - masih kerabat Khadijah - mencari-cari berita serta mengajuk
sampai seberapa jauh bahaya yang mungkin mengancam mereka itu.

Sementara Abbas sedang di atas bagal Nabi yang putih itu, tiba-tiba ia mendengar ada
percakapan antara Abu Sufyan b. Harb dengan Budail b. Warqa’ sebagai berikut:Abu Sufyan:
“Aku belum pernah melihat api unggun dan pasukan tentara seperti yang kita lihat malam
ini.”Budail: “Tentu itu api unggun Khuza’a yang sudah dirangsang perang.”Abbas sudah
mengenal suara Abu Sufyan itu, lalu dipanggilnya dengan nama julukannya:“Abu
Hanzala!”“Abu’l-Fadzl!” gilir Abu Sufyan menyahut.“Abu Sufyan, kasihan engkau!” kata
Abbas. “Rasulullah berada di tengah-tengah rombongan itu. Apa jadinya Quraisy kalau mereka
memasuki Mekah dengan kekerasan.”“Apa yang harus kita perbuat!” kata Abu Sufyan.
“Kupertaruhkan ibu-bapaku untukmu.”

Oleh Abbas ia dinaikkannya di belakang bagal dan diajaknya berangkat bersama-sama, sedang
kedua temannya disuruhnya kembali ke Mekah. Oleh karena ketika melihat bagal itu mereka
sudah mengenalnya, dibiarkannya ia dengan penumpangnya itu lalu di hadapan mereka, di
tengah-tengah sepuluh ribu orang yang sedang memasang api unggun, yang sengaja dipasang
untuk menimbulkan kegentaran dalam hati penduduk Mekah.
Akan tetapi ketika bagal itu lalu di depan api unggun Umar bin’l-Khattab, dan Umar
melihatnya, sekaligus ia mengenal Abu Sufyan dan diketahuinya pula bahwa Abbas hendak
melindunginya. Cepat-cepat ia pergi ke kemah Nabi dan dimintanya kepada Nabi supaya batang
leher orang itu dipenggal.“Rasulullah,” kata Abbas. “Saya sudah melindunginya.”
Sekarang Abbas campur tangan. Ia bicara dengan ditujukan kepada Abu Sufyan, supaya
ia mau menerima Islam dan bersaksi bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad
pesuruhNya - sebelum batang lehernya dipenggal. Menghadapi hal ini buat Abu Sufyan tak ada
jalan lain ia harus menerima. Sekarang Abbas menghadapkan pembicaraannya kepada Nabi
‘alaihissalam:“Rasulullah,” katanya. “Abu Sufyan orang yang gila hormat. Berikanlah sesuatu
kepadanya.”
“Ya,” kata Rasulullah “Barangsiapa datang ke rumah Abu Sufyan, orang itu selamat,
barangsiapa menutup pintu rumahnya orang itu selamat dan barangsiapa masuk ke dalam mesjid
orang itu juga selamat.”
Sekarang Muhammad berhenti di hulu kota Mekah, di hadapan Bukit Hind. Di tempat itu
dibangunnya sebuah kubah (kemah lengkung), tidak jauh dari makam Abu Talib dan Khadijah.
Ketika ia ditanya, maukah ia beristirahat di rumahnya, dijawabnya: “Tidak. Tidak ada rumah
yang mereka tinggalkan buat saya di Mekah,” katanya.

Dinaikinya untanya Al-Qashwa, dan ia pergi meneruskan perjalanan ke Ka’bah. Ia


bertawaf di Ka’bah tujuh kali dan menyentuh sudut (hajar aswad) dengan sebatang tongkat5 di
tangan. Selesai ia melakukan tawaf, dipanggilnya Uthman b. Talha dan pintu Ka’bah dibuka.
Sekarang Muhammad berdiri di depan pintu, orang pun mulai berbondong-bondong. Ia
berkhotbah di hadapan mereka itu serta membacakan firman Tuhan: “Wahai manusia. Kami
menciptakan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Tetapi
orang yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah orang yang paling takwa
(menjaga diri dari kejahatan). Allah Maha mengetahui dan Maha mengerti.” (Qur’an, 49: 13)

Kemudian ia menanya kepada mereka:“Orang-orang Quraisy. Menurut pendapat kamu,


apa yang akan kuperbuat terhadap kamu sekarang?” “Yang baik-baik. Saudara yang pemurah,
sepupu yang pemurah.” jawab mereka.
“Pergilah kamu sekalian. Kamu sekarang sudah bebas!” katanya.Dengan ucapan itu maka
kepada Quraisy dan seluruh penduduk Mekah ia telah memberikan pengampunan umum
(amnesti).

Alangkah indahnya pengampunan itu dikala ia mampu! Alangkah besarnya jiwa ini, jiwa
yang telah melampaui segala kebesaran, melampaui segala rasa dengki dan dendam di hati! Jiwa
yang telah dapat menjauhi segala perasaan duniawi, telah mencapai segala yang diatas
kemampuan insani! Itu orang-orang Quraisy, yang sudah dikenal betul oleh Muhammad, siapa-
siapa mereka yang pernah berkomplot hendak membunuhnya, siapa-siapa yang telah
menganiayanya dan menganiaya sahabat-sahabatnya dahulu, siapa-siapa yang memeranginya di
Badr dan di Uhud, siapa yang dahulu mengepungnya dalam perang Khandaq? Dan siapa-siapa
yang telah menghasut orang-orang Arab semua supaya melawannya, dan siapa pula, kalau
berhasil, yang akan membunuhnya, akan mencabiknya sampai berkeping-keping kapan saja
kesempatan itu ada!? Mereka itu, orang-orang Quraisy itu sekarang dalam genggaman tangan
Muhammad, berada di bawah telapak kakinya. Perintahnya akan segera dilaksanakan terhadap
mereka itu. Nyawa mereka semua kini tergantung hanya di ujung bibirnya dan pada
wewenangnya atas ribuan balatentara yang bersenjatakan lengkap, yang akan dapat mengikis
habis Mekah dengan seluruh penduduknya dalam sekejap mata![Muhammad Husein Haikal,
Sejarah Hidup Muhammad].

Itulah dakwah yang mengajak ummatnya memiliki akhlak mulia, punya perasaan agar
bisa menjaga perasaan orang lain, mudah memaafkan, bersikap toleran, tenggang rasa, tepa selira
atau istilah lain, dia mendapat tapi orang lain tidak merasa kehilangan, dia bahagia tapi orang
lain tidak menderita karena-nya, dia tertawa tapi orang lain tidak menangis.Wallahu A’lam
[Cubadak Solok, 26 Februari 2012.M/ 04 Rabi’ul Akhir 1433.H].

Anda mungkin juga menyukai