Anda di halaman 1dari 25

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“DIABETES MELITUS”
DI RUANG 26 IPD RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)


RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG
MALANG
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

“DIABETES MELITUS”
DI RUANG 26 IPD RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh:

Stikes Mataram PSIK Univ. Brawijaya Polkesma Trenggalek


LEMBAR PENGESAHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN DIABETES MELITUS


DI RUANG 26 IPD RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Telah dibaca dan disetujui pada:


Hari :
Tanggal :

Disusun oleh:

STIKES MATARAM PSIK UNIV. BRAWIJAYA POLKESMA


TRENGGALEK

1. Rista Agus Kurdani 1. Fadiyatun Naja 1. Nanda Adi Syamara


2. Khaerul Ruswan Hadi 2. Dyah Ekafaraviqa 2. Nikita Cahya Rahayu
3. Donnava Celia 3. Ziadah Nikmatur Rizqiyah 3. Puput Novitasari
4. Rauhil Mizky 4. Ratih Setyowati

Pembimbing Lahan

( )
NIP:
SATUAN ACARA PENYULUHAN
DIABETES MELITUS

Bidang Studi : Keperawatan Medikal Bedah


Pokok Bahasan : Diabetes Melitus
Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien
Tempat : Ruang 26 IPD RSUD dr. Saiful Anwar Malang
Hari / Tanggal : Rabu, 13 November 2019
Jam : 09:00 WIB
Waktu : 30 menit
Penyuluh : Profesi Ners Stikes Mataram, PSIK Univ. Brawijaya & D3 Keperawatan
Polkesma Trenggalek

A. LATAR BELAKANG

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis dengan prevalensi yang meningkat di
seluruh dunia, termasuk di Indonesia terutama di kalangan kelompok dewasa. Peningkatan
prevalensi DM diikuti dengan peningkatan prevalensi obesitas dipengaruhi oleh perubahan
gaya hidup dan pola diet yang tidak sehat, (Almatsier, 2004).

Diabetes Mellitus (DM) Tipe II adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari
90%). Timbul makin sering setelah usia 40 tahun dengan catatan pada dekade ke 7 kekerapan
diabetes mencapai 3 - 4 kali lebih tinggi dari pada rata-rata orang dewasa. Pada keadaan dengan
kadar glukosa darah tidak terlalu tinggi atau belum ada komplikasi, biasanya pasien tidak
berobat ke rumah sakit atau dokter. Ada juga yang sudah didiagnosis sebagai diabetes tetapi
karena kekurangan biaya biasanya pasien tidak berobat lagi.Keadaan seperti ini masih terdapat
di Negara maju. Kalau dinegara maju saja sudah lebih dari 50 % yang tidak terdiagnosis, dapat
dibayangkan berapa besar angka itu di Negara berkembang seperti indonesia. Pasti lebih besar
jauh dari 50 % melebihi angka yang terdiagnosis. Ini berarti usaha pengobatan apalagi
pencegahan komplikasi akan mengalami hambatan, (Soegondo,dkk, 2007).

Pada tahun 2006, jumlah penyandang diabetes di Indonesia mencapai 14 juta orang.
Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar mengidap, dan sekitar 30% diantaranya
melakukan pengobatan secar teratur. Menurut beberapa penelitian, prevalensi diabetes di
Indonesia berkisar 1,5 % sampai 2,3 % kecuali manado yang cenderung lebih tinggi yaitu
6,1%.

Data WHO mengungkapkan, beban global diabetes mellitus tahun 2000 adalah 135
juta, dimana beban ini diperkirakan akan meningkat terus menjadi 366 juta orang setelah 25
tahun (tahun 2025). Pada 2025, Asia diperkirakan mempunyai populasi diabetes terbesar
didunia, yaitu 82 juta orang dalam jumlah ini akan meningkat menjadi 366 juta orang setelah
25 tahun, (Purnomo 2009).
Kasus diabetes yang paling banyak dijumpai adalah DM tipe 2, yang umumnya
mempunyai latar belakang kelainan berupa resistensi insulin. DM tipe 2 dapat terjadi oleh
beberapa faktor diantaranya faktor genetik, faktor kegemukan yang disebabkan oleh gaya
hidup, kurang aktifitas, serta makan berlebihan. Selain itu adalah faktor demografi dimana
terjadi peningkatan jumlah penduduk, urbanisasi, penduduk dengan usia diatas 40 tahun
meningkat. Serta faktor berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi. Bila dilihat dari faktor
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam 1 atau 2 dekade yang akan datang keekerapan
pada DM tipe 2 akan meningkat drastis, (Soegondo, 2009).

B. RUANGAN
Untuk ruangan sendiri yang digunakan yaitu Ruang 26 IPD

C. PENGAJAR/FASILITATOR
Pendidikan kesehatan ini akan diberikan oleh mahasiswa Profesi Ners STIKES Mataram
dan PSIK Univ. Brawijaya.

D. TUJUAN
1. Tujuan Instruksional umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan tentang Diabetes Mellitus selama 30
menit, pasien dan keluarga diharapkan mengetahui dan memahami tentang Diabetes
Mellitus.

2. Tujuan instruksional Khusus


Setelah mengikuti pendidikan kesehatan diharapkan peserta dapat :
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus
2. Mengetahui faktor risiko diabetes mellitus
3. Mengetahui tanda dan gejala diabetes mellitus
4. Mengetahui pemeriksaan diabetes mellitus
5. Mengetahui komplikasi diabetes mellitus
6. Mengetahui penatalaksanaan diabetes mellitus
7. Mengetahui pencegahan diabetes mellitus

E. MATERI
1. Definisi diabetes mellitus
2. Faktor risiko diabetes mellitus
3. Tanda dan gejala diabetes mellitus
4. Pemeriksaan diabetes mellitus
5. Komplikasi diabetes mellitus
6. Penatalaksanaan diabetes mellitus
7. Pencegahan diabetes mellitus
F. METODE
1. Cerama
2. Tanya Jawab

G. MEDIA
1. Leaflet
2. LCD,
3. Power Point

H. KEGIATAN PENYULUHAN

SETTING TEMPAT

Keterangan:
Presenter Pem. Klinik
Moderator Pem. Akadenik
Observer Audience
Fasilitator Layar LCD

Tahap
No. Kegiatan Kegiatan peserta Metode waktu
kegiatan
1. Pembukaan a. Membuka kegiatan a. Menjawab Ceramah 5 menit
dan dengan mengucapkan salam
Orientasi salam
b. Memperkenalkan diri b. Mendengarkan
c. Menjelaskan tujuan dari c. Memperhatikan
penyuluhan
d. Menyebutkan materi yang d. Memperhatikan
akan diberikan
e. Menyampaikan kontrak
waktu
2. Pelaksanaan a. Menjelaskan definisi a. Mendengarkan Ceramah 15
diabetes mellitus dan menit
b. Menjelaskan faktor risiko memperhatikan
diabetes mellitus
c. Menjelaskan tanda dan
gejala diabetes mellitus
d. Menjelaskan pemeriksaan
diabetes mellitus
e. Menjelaskan komplikasi
diabetes mellitus
f. Menjelaskan
penatalaksanaan diabetes
mellitus b. Bertanya
g. Menjelaskan pencegahan
diabetes mellitus
h. Menjelaskan pentingnya
cuci tangan
i. Menjelaskan cara etika
batuk yang benr
j. Menjelaskan cara
pemilahan samah
k. Memberikan kesempatan
peserta untuk bertanya
l. Menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh
peserta.
3. Evaluasi a. Menanyakan pada peserta a. Menjawab Tanya 9 menit
tentang materi yang telah pertanyaan jawab
diberikan, dan
reinforcement kepada
peserta penyuluhan yang
dapat menjawab
pertanyaan
b. Menyimpulkan materi b. Mendengarkan
yang telah diberikan
4. Penutup a. Mengucapkan terimakasih a. Mendengarkan Ceramah 1 menit
atas peran serta peserta
b. Mengucapkan salam
penutup b. Menjawab
salam

I. PENGORGANISASIAN
1) Moderator: Fadiyatun Naja
Job Description:
a) Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam.
b) Memperkenalkan diri
c) Menjelaskan tujuan dari penyuluhan
d) Menyebutkan materi yang akan diberikan
e) Memimpin jalannya penyuluhan dan menjelaskan waktu penyuluhan
f) Menulis pertanyaan yang diajukan peserta penyuluhan.
g) Menjadi penengah komunikasi antara peserta dan pemberi materi.
h) Mengatur waktu kegiatan penyuluhan

2) Presenter: Rista Agus Kurdani


Job Description:
a) Menggali pengetahuan keluarga tentang DM, cuci tangan 6 langkah,etika batuk,
pemilahan sampa
b) Menjelaskan materi mengenai DM, cuci tangan 6 langkah,etika batuk, pemilahan
sampa
c) Menjawab pertanyaan peserta

3) Fasilitator:
Job Description:
a) Menyiapkan tempat dan media sebelum memulai penyuluhan
b) Mengatur teknik acara sebelum dimulainya penyuluhan
c) Memotivasi keluarga klien agar berpartisipasi dalam penyuluhan
d) Memotivasi keluarga untuk mengajukan pertanyaan saat moderator memberikan
kesempatan bertanya
e) Membantu pembicara menjawab pertanyaan dari peserta
f) Membagikan leaflet kepada peserta di akhir penyuluhan

4) Observer:
Job Description:
a) Mengobservasi jalannya proses kegiatan
b) Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan penyuluhan
berlangsung
c) Memberikan penjelasan kepada pembimbing tentang evaluasi hasil penyuluhan

J. Kriteria Evaluasi
1. Struktural
a. Peserta hadir di tempat penyuluhan
b. Penyelenggaraan Penyuluhan dilakukan di ruang 26i RSSA
c. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan 1 hari sebelumnya (Satuan
Acara Penyuluhan)
d. Tidak ada peserta penyuluhan yang meninggalkan tempat sebelum penyuluhan selesai
2. Proses
a. Masing-masing anggota tim bekerja sesuai dengan tugas
b. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan, serta peserta yang terlibat aktif dalam
penyuluhan 50% dari yang hadir

3. Hasil
a. Penyaji mengajukan pertanyaan secara langsung kepada peserta penyuluhan tentang
materi penyuluhan sebelum penyuluhan dilaksanakan.
b. Penyaji mengajukan pertanyaan secara langsung kepada peserta penyuluhan setelah
penyampaian materi penyuluhan.
c. Peserta menanggapi materi yang telah disampaikan penyaji.
d. Penyuluh memberikan laporan secara tertulis (kertas Notulen)

DIABETES MELITUS
A. DEFINISI

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua- duanya (Sudoyo, 2007).

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan timbulnya


hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, dan atau peningkatan resistensi insulin
seluler terhadap insulin. Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik DM lainnya akan
menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan sistem
vaskular (Cavallerano, 2009).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh


kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia karena menurunnya produksi
insulin akibat dari kerusakan sel pankreas (Suzanne, 2002).

B. KLASIFIKASI

1. Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes Melitus jenis ini disebabkan oleh rusaknya sel beta pankreas sebagai
penghasil insulin sehingga penderita sangat kekurangan insulin. Akibatnya, yang
bersangkutan harus disuntik insulin secara teratur. Tipe ini diderita 1 dari 10 penderita
Diabetes Melitus yang kebanyakan terjadi sebelum usia 30 tahun. Para ilmuwan
percaya bahwa faktor lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa
kanak-kanan atau dewasa awal) menyebabkan kerusakan sistem kekebalan pada sel
beta pankreas. Diabetes Melitus tipe 1 ini memiliki kecenderungan untuk menular
secara genetik.
2. Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus jenis ini disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan
resitensi insulin sehingga tubuh penderita tidak merespon secara normal insulin yang
dihasilkan tubuh dan membentuk kekebalan tersendiri sehingga terjadi kekurangan
insulin relative. Tipe ini biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun dan sekitar 80%
penderita mengalami obesitas.

C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko di abetes melli tus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

a. Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun. Diabetes
mellitus sering muncul setelah manusia memasuki umur rawan tersebut. Semakin
bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes mellitus akan meningkat
terutama umur 45 tahun (kelompok risiko tinggi).

b. Jenis kelamin

Distribusi penderita diabetes mellitus menurut jenis kelamin sangat


bervariasi. Di Amerika Serikat penderita diabetes mellitus lebih banyak terjadi
pada perempuan dari pada laki-laki.

c. Bangsa dan etnik

Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa bangsa


Asia lebih berisiko terserang diabetes mellitus dibandingkan bangsa Barat. Hasil
dari penelitian tersebut mengatakan bahwa secara keseluruhan bangsa Asia
kurang berolahraga dibandingkan bangsa-bangsa di benua Barat.

d. Faktor keturunan

Adanya riwayat diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan
saudara kandung memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan
dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes. Ahli menyebutkan bahwa
diabetes mellitus merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin.
Umumnya laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan
sebagai pihak yang membawa gen untuk di wariskan kepada anak-anaknya.

e. Riwayat menderita diabetes gestasional

Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5 % pada ibu hamil. Biasanya
diabetes akan hilang setelah anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes di
kemudian hari. Ibu hamil yang menderita diabetes akan melahirkan bayi besar
dengan berat badan lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka
kemungkinan besar si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

a. Obesitas

Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas merupakan


faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin. Semakin banyak jaringan lemak
pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila
lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut
(central obesity). Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak
dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga
terjadi peningkatan kadar glukosa darah. Obesitas merupakan faktor risiko
terjadinya diabetes mellitus tipe 2 dimana sekitar 80-90% penderita mengalami
obesitas.

b. Aktifitas fisik yang kurang

Berdasarkan penelitian bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur


dapat menambah sensitifitas insulin. Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4
kali lipat terjadi pada individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu
yang aktif.

Semakin kurang aktifitas fisik, maka semakin mudah seseorang terkena


diabetes. Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan.
Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi
lebih sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik yang teratur juga dapat
melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus.

c. Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140


mmHg atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi juga dapat menimbulkan
resistensi insulin dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes
mellitus.

d. Stres

Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan


yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada
otak. Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya.
Tetapi efek mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan berlemak tinggi
terlalu banyak berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.

e. Pola makan

Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan
berat badan. Kedua hal tersebut dapat meningkatkan risiko terkena diabetes.
Kurang gizi (malnutrisi) dapat menganggu fungsi pankreas dan mengakibatkan
gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan
gangguan kerja insulin.

f. Alkohol

Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas


yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat menimbulkan
gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus.

D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala diabetes mellitus menurut Riyadi (2007), yaitu:

1. Gejala klasik

a. Poliuria (urinasi yang sering dikarenakan diuresis osmotic dari glukosa).


b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan
keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi plasma yang hipertonik.
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat terjadi kegalalan glukosa masuk ke dalam
sel dan menghasilkan energi sehingga menyebabkan pasien selalu merasa lapar.

2. Gejala penyerta

a. Rasa lelah dan kelemahan otot. Akibat aliran darah pada pasien DM lambat,
katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian sel untuk menggunakan
glukosa sebagai energi.
b. Kesemutan atau rasa baal akibat neuropati. Pada penderita DM regenerasi sel
persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang
berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perifer
mengalami kerusakan.
c. Peningkatan angka infeksi. Akibat penurunan protein sebagai bahan dasar
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa diekskresi mukus,
gangguan imun dan penurunan aliran darah pada penderita DM kronis.
d. Kelemahan tubuh. Akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan
oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
e. Mata kabur. Disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada
lensa oleh karena hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada corpus
vitreum.
f. Luka sukar sembuh. Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama
protein dan unsur makanan lain. Pada penderita DM bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan
untuk penggantian jaringan yang rusak terganggu. Selain itu luka yang sulit sembuh
dapat diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada orang DM
dan dapat pula disebabkan oleh zat sorbitol yang membuat luka sukar sembuh.
g. Impoten pada laki-laki. Akibat penurunan produksi hormone seksual akibat
kerusakan testosterone dan system
h. Adanya rasa gatal pada kulit terutama pada daerah kemaluan yang dapat
menimbulkan infeksi.

E. PEMERIKSAAN

a. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu (GDS)


b. Pemeriksaan glukosa darah puasa (GDP)

Bukan DM Belum pasti DM Pasti DM


Kadar glukosa darah sewaktu:
- Plasma vena < 110 110 – 199 > 200
- Darah kapiler < 90 90 – 199 > 200
Kadar glukosa darah puasa:
- Plasma vena < 110 110 – 125 > 126
- Darah kapiler < 90 90 – 109 > 110

c. Pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah makan (GDPP)


d. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

Cara pemeriksaan TTGO menurut WHO adalah:


1. 3 hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
3. Pasien puasa semalam selama 10 – 12 jam
4. Periksa glukosa darah puasa
5. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5
menit
6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
e. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/l
f. Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
h. Insulin darah: mungkin menurun/bahkan tidak ada (pada tipe 1) atau normal sampai
tinggi (pada tipe 2)
i. Urine: gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
j. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernapasan dan infeksi pasa luka.
Tes HbA1c: dianggap DM jika kadar HbA1c  6,5 % pada 2 pemeriksaan yang terpisah.

F. KOMPLIKASI

1. Akut
a Diabetik Ketoasidosis (DKA) merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan Diabetes mellitus. DKA disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata
b Koma Hiperglikemi Hiperosmolar NonKetotik (KHHNK) merupakan keadaan yang
didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemi dan disertai perubahan tingkat
kesadaran salah satu perbedaan utama KHHNK dengan DKA adalah tidak
terdapatnya ketosis dan asidosis pada KHHNK
c Hipoglikemi (kadar glukosa darah <50-60mg/dl) akibat pemberian preparat insulin
atau preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit. Tanda
hipoglikemi: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dsb.

2. Kronik : terjadi pada semua pembluh darah di seluruh tubuh (Angopati diabetik)
a Mikrovaskuler
- Penyakit ginjal/nefropati diabetik
Bila kadar GDT, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urin
- Retinopati
Penyakit mata (katarak) disebabkan karena hiperglikemi yang berkepanjangan
yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa
- Neuropati
Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem saraf otonom,
medulla spinalis. Akumulasi sorbital dan perubahan-perubahan metabolik lain
dalam sintesa dan fungsi myelin yang dikaitkan dengan hiperglikemi dapat
menimbulkan perubahan kondisi saraf
b Makrovaskuler
Jantung
- Hipertensi : penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh
tubuh sehingga tekanan darah akan naik
- Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arter (arteriosclerosis) dengan risiko penderita penyakit jantung koroner atau
stroke
- Kaki diabetik
- Pembuluh darah otak : pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan sehingga
suplai darah ke otak menurun
- Rentan infeksi : TBC paru, gingivitis, ISK

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Pada dasarnya ada 2 pendekatan dalam penatalaksanaan DM, yaitu
penatalaksanaan non farmakologis dan farmakologis. Langkah pertama penatalaksanaan
DM yaitu secara non farmakologis berupa pengaturan diet dan olahraga. Apabila dengan
langkah pertama belum tercapai tujuannya dapat dikombinasikan dengan farmakologis
berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral atau kombinasi keduanya.

1. Penatalaksanaan non farmakologis


a. Pengaturan diet dan pengendalian berat badan
Merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada
penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini:
1. Memberikan semua unsur makanan essensial (misalnya, vitamin, mineral)
2. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3. Memenuhi kebutuhan energi
4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
5. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
Standar yang dianjurkan makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut: Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman.

Karbohidrat : 60 – 70 %
Protein : 10 – 15 %
Lemak : 20 – 25 %
Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan
kadar glukosa darah, upaya untuk mempertahankan konsistensi jumlah kalori
dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam-jam makan yang berbeda-beda
merupakan hal penting. Disamping itu, konsistensi interval waktu diantara jam
makan dengan mengkonsumsi camilan (jika diperlukan), akan membantu
mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa
darah. Bagi pasien-pasien obesitas, khususnya pasien diabetes tipe II,
penurunan berat badan merupakan kunci dalam penanganan diabetes.

b. Olahraga
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah
tetap normal. Prinsipnya tidak perlu olahraga berat, olahraga ringan asal
dilakukan teratur yang sesuai untuk penderita diabetes. Olahraga yang
disarankan adalah yang bersifat CRIPE (Continous, Rytmical, Interval,
Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-
85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan
kondisi penderita. Beberapa contoh olahraga yang disarankan antara lain jalan
atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain-lain. Olahraga aerobic ini dilakukan
paling tidak selama 30-40 menit/ hari selama 3-4 kali dalam seminggu didahului
dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri dengan pendinginan 5-10 menit.
Olahraga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor
insulin dalah tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.

2. Penatalaksanaan farmakologis
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur, namun
pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat
hipoglikemik baik oral maupun insulin.
a. Terapi insulin
Terapi insulin mutlak diperlukan oleh penderita DM tipe 1 karena sel-sel beta
di pulau Langerhans kelenjar pankreasnyaa telah rusak sehingga tidak mampu lagi
memproduksi insulin yang diperlukan dalam penyerapan glukosa dari darah ke
dalam sel. Sebagai gantinya, penderita harus mendapat insulin eksogen untuk
membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan
normal. Untuk penderita DM tipe 2, suntikan insulin sering kali diperlukan bila
obat hipoglikemia oral sudah tidak memberikan efek yang diinginkan atau
menunjukkan resistensi. Penyerapan insulin paling cepat terjadi di daerah
abdomen, diikuti di daerah lengan, paha bagian atas, dan bokong. Bila disuntikkan
secara IM dalam, maka penyerapan akan lebih cepat dan masa kerjanya menjadi
lebih singkat.
b. Terapi obat hipoglikemik oral (OHO)
Obat hipoglikemik oral dapat dijumpai dalam bentuk golongan sulfonilurea,
golongan biguanid, dan inhibitor glukosidase alfa.
1. Sulfonilurea
Diberikan pada DM tipe 2 yang tidak gemuk karena golongan sulfonilurea
ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pada
pankreas
2. Biguanid
Diberikan pada penderita DM yang gemuk karena obat ini mempunyai efek
utama mengurangi produksi glukosa hati.
3. Inhibitor glukosidase alfa
Diberikan pada DM dengan kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan yang
tinggi karena obat ini menurunkan puncak glukosa sesudah makan

H. PENCEGAHAN

1. Usaha Pencegahan Primer

Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya diabetes melitus.Untuk dapat


menghayati dan melaksanakan benar usah pencegahan primer harus dikanali dahulu
faktor yang berpengaruh terjadinya penyakit diabetes melitus. Faktor yang berpengaruh
pada terjadinya diabetes melitus adalah:

a. Faktor keturunan
b. Faktor kegiatan jamnasi yang kurang
c. Faktor kehemukan/distribusi lemak
d. Faktor nutrisi berlebihan
e. Faktor lain, obat-obatan, hormon

Faktor keturunan jelas berpengaruh pada terjadinya DM. keturunan oang yang
mengidap DM (apalagi kalau kedua orang tuanya mengidap DM jelas lebih besar
kemungkinannya untuk mengidap DM daripada orang normal). Demikian pula saudara
kembar identik pengidap DM, hampir 100% dapat dipastikan akan juga mengidap DM
nantinya. Faktor keturunan merupakan faktor yang tidak dapat diubah tetapi faktor
lingkuangan (kegemukan, kegiatan jasmani, nutrisi berlebih) merupakan faktor yang
dapat diubah dan diperbaiki. Usaha pencegahan primer ini dilakukan secara
menyeluruh pada masyarakat tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan
dengan baik pada mereka yang beresiko tinggi untuk kemudian mengidap DM.

Orang-orang yang menpunyai resiko tinggi untuk mengidap DM1

a. Orang yang pernah terganggu toleransi glukosanya


b. Orang yang berpotensi untuk terganggu toleransi glukosnya
 Ibu dengan DM saat hamil
 Ibu dengan riwayat melahirkan anak > 4 kg
 Saudara kembar DM
 Anak yang kedua orang tunya DM
 Orang/kelompok yang mangalami perubahan pola/gaya hidup ke arah
kegiatan jasmani yang kurang
 Orang yang juga mengidap penyakit yang sering timbul bersama dengan
DM, seperti tekanan darah tinggi, dislipidemia, dan kegemukan.
Tindakan yang di lakukan untuk usaha pencegahan primer meliputi penyuluhan
mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini mungkin dengan
memberikan pedoman sebagai berikut:
1) Mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang yaitu:
2) Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
3) Membatasi makanan tinggi lemak dan karbohidrat sederhana
4) Mempertahankan berat badan normal/idaman sesuai dengan umur dan
5) tinggi badan
6) Melakukan kegiatan jasmani yang cukup sesuai dengan umur dan kemampuan
7) Menghindari obat yang bersifat diabetogenik

2. Usaha Pencegahan Sekunder

Usaha pencegahan sekunder dimulai dengan usaha mendeteksi diri penderita


DM. karena itu dianjurkan untuk setiap kesemapatan terutama untuk meraka yang
mempunyai resiko tinggi agar dilakukan pemeriksaan penyaring glukosa darah.
Dengan demikian mereka yang mempunyai resiko tinggi DM dapat terjaring untuk
diperiksa dan kemudian yang dicurigai DM akan dapat ditindak lanjuti, sampai diyakini
benar mereka mengidap DM. Bagi mereka dapat ditegakkan diagnosis dini DM
kemudian dapat dikelola dengan baik guna mencegah penyulit lebih lanjut. Pengelolaan
untuk mencegah terjadinya penyulit dikerjakan bersama bersama oleh dokter dan para
petugas kesehatan.Peran dokter dalam mendapatkan hasil pengendalian glukosa darah
yang baik sangat menonjol. Walapun demikian, hasil pengelolaan yang baik tidak akan
dapat dicapai tanpa keikutsetaan aktif para penderita DM.

Secara garis besar sarana yang dapat digunakan adalah:

a. Perencanaan makan yang baik dan seimbang untuk mendapatkan berat badan
idaman sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
b. Kegiatan jasamani yang cukup sesuai umur dan kondisi pasien.
c. Obat-obatan, baik berbagai macam obat yang diminum maupun obat suntik insulin.
d. Penyuluhan untuk menjelaskan pada pasien mengenai DM dan penyulitnya agar
kemudian didapatkan pengertian yang baik dan keikutsertaan pasien dalam usaha
untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya.
Usaha Pencegahan Tersier

Usaha pencegahan tersier dilalakukan untuk mencegah lebih lanjut terjadinya


kecacatan kalau penyulit sudah terjadi. Untuk mencegah terjadinya kecacatan tentu saja
harus dimulai dengan deteksi dini penyulit DM agar kemudian penyulit dapat dikelola
dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa
darah. Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit ini adalah:

a. Mata: pemeriksaan mata/fundus secara berkala setiap 6-12 bulan.


b. Paru: pemeriksaan berkala foto dada setiap 1-2 tahun atau kalau keluhan batuk
kronik.
c. Jantung: pemeriksaan berkala EKG/uji latihan jantung secara berkala setiap tahun
atau kalau ada keluhan nyeri dada.
d. Ginjal: pemeriksaan berkala urin untuk mendeteksi adanya protein dalam urin.
e. Kaki: pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara perawatan
kaki yang sebaik-baiknya untuk mencegah kemungkinan timbulnya kaki diabetik
dan kecacatan yang mungkin kemudian ditimbulkan

Mencuci Tangan

A. Definisi Cuci Tangan


Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk
menjadi lebih bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun
dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan
seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari
satu orang ke orang yang lain baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung
(menggunakan permukaan lain, seperti handuk, gelas,dll)
B. Tujuan Mencuci Tangan
Mencuci tangan merupakan satu teknik yang paling mendasar untuk menghindari
masuknya kuman kedalam tubuh. Dimana tindakan ini dilakukan dengan tujuan :
1. Supaya tangan bersih.
2. Membebaskan tangan dari kuman mikroorganisme.
3. Menghindari masuknya kuman kedalam tubuh.

C. Pentingnya Mencuci Tangan dengan Sabun


1. Mencuci tangan bisa mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare dan ISPA.
2. Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan satu hal penting untuk menghalangi
terjadinya infeksi.

D. Waktu yang Tepat untuk Mencuci Tangan


1. Sebelum dan sesudah makan. Untuk menghindari masuknya kuman kedalam tubuh saat
kita makan.
2. Setelah buang air besar. Besar kemungkinan tinja masih tertempel di tangan, sehingga
diharuskan untuk mencuci tangan.
3. Sebelum memegang bayi
4. Sesudah menceboki anak
5. Sebelum menyiapkan makanan.

E. Persiapan Alat
a. Sabun
b. Kran panjang/air bersih mengalir
c. Tissue/handscun
d. Tempat sampah
Sebelum mencuci tangan 6 langkah, lepas asesoris, jam tangan dan cincingkan lengan baju.

F. Langkah-Langkah Mencuci Tangan


Basahi tangan, tuangkan sabun ditelapak tangan 3-5 cc
1. Gosok kedua telapak tangan hingga merata dalam posisi horisontal.
2. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan dengan tangan kanan dan sebaliknya.
3. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
4. Gosoklah jari-jari sisi dalam dari kedua tangan dan saling mengunci.
5. Gosoklah ibu jari berputar dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya.
6. Gosoklah dengan memutar ujung-ujung jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan
sebaliknya.
Bilas kedua tangan dengan air mengalir sambil melakukan kembali 6 langkah cuci tangan
tutuplah kran air dengan menggunakan siku atau tissue. Keringkan tangan dengan tissue
sampai benar-benar kering.

Etika Batuk

A. Pengertian etika batuk


Etika Batuk adalah tata cara batuk yang baik dan benar, dengan cara menutup hidung dan
mulut dengan tissue atau lengan baju. Jadi bakteri tidak menyebar ke udara dan tidak menular
ke orang lain.

B. Tujuan etika batuk


Mencegah penyebaran suatu penyakit secara luas melalui udara bebas dan membuat
kenyamanan pada orang di sekitarnya. Udara bebas tersebut dapat mengandung kuman
infeksius yang berpotensi menular ke orang lain disekitarnya melalui udara pernafasan.

C. Prosedur etika batuk


Langkah 1
Tutup hidung dan mulut dengan menggunakan tissue/sapu tangan atau lengan dalam bahu
Anda
Langkah 2
Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah
Langkah 3
Cuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol
Langkah 4
Gunakan masker
Pengelolahan Sampah
A. Pengertian Sampah
Sampah adalah segala sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau
sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

B. Jenis Sampah
1. Sampah Medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan
tindakan medis terhadap pasien.
Jenis Sampah Medis
• Limbah benda tajam : Jarum suntik
• Limbah infeksius : Alat yang terpapar cairan tubuh pasien
• Limbah jaringan : Darah
• Limbah farmasi : Obat-obatan kadaluarsa
• Limbah kimia : Alkohol
• Limbah radioaktif : Cairan kemoterapi
2. Sampah Non Medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis yang dihasilkan
dari berbagai kegiatan seperti kantor/ administrasi, unit perlengkapan, ruang tunggu, ruang
inap, unit gizi/dapur, halaman parkir, taman, dan unit pelayanan.
Contoh sampah non medis
• Sisa makanan
• Bungkus makanan
• Kertas bekas
• Plastik pembungkus makanan
• Kresek dll.

C. Manfaat Pemilahan Sampah


1. Mempermudah pengelolaan sampah. Sampah medis harus dikelola secara khusus karena
bisa mengandung kuman dan virus yang akan menyebar ke jika pengelolaannya tidak
sesuai dengan prosedur.
2. Pengelolaan sampah medis yang baik, dapat mencegah penularan dan penyebaran
virus dan kuman dalam sampah medis ke masyarakat.

D. Penggolongan sampah 3 warna


1. Tempat sampah warna kuning untuk sampah medis
• Limbah benda tajam : jarum suntik
• Limbah infeksius : Alat yang terpapar cairan tubuh pasien
• Limbah jaringan : darah
• Limbah farmasi : obat-obatan kadaluarsa
• Limbah kimia : alkohol
2. Tempat sampah warna hijau untuk sampah non medis
• Sisa makanan
• Bungkus makanan
• Kertas bekas
• Plastik pembungkus makanan
• Kresek dll
3. Tempat sampah ungu untuk sampah radioaktif
• Limbah radioaktif : cairan kemoterapi
.

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
2. Dixon M., dkk, (2005), Kelainan Payudara, Cetakan I, Dian Rakyat, Jakarta.
3. Doenges M., (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
4. Guthrie, Diana W. Guthrie, Richard A. 2002. Management of Diabetes Mellitus, A guide
to the pattern approach. 6th ed. New York : Springer Publishing
5. Indraswari, W. 2010. Hubungan Indeks Glikemik Asupan Makanan Dengan Kadar
Glukosa Darah Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe-2 Di Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo. Skripsi Sarjana. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Hasanuddin, Makassar: 42-44.
6. Johnson, M.,et all, 2008, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
7. Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta:
kanisius.
8. Mansjoer, dkk, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta
9. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
10. Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi volume Edisi 6.Jakarta:EGC
11. Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
12. Riyadi, Sujono; Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Graha Ilmu: Yogyakarta
13. Robbins, dkk., 2007.Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
14. Sidartawan, S. 2001. Pengalaman Klinis Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe 2 (Volume
51). Jakarta: Majalah Kedokteran Indonesia.
15. Sjamsuhidajat R., (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta.
16. Smeltzer & Bare. (1996). Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2. Jakarta: EGC
17. Smeltzer, Suzzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8.Jakarta: EGC
18. Soegondo S. Diagnosis dan Kalsifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam Soegondo S dkk
(eds), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit FKUI. Jakarta. 2005.
19. Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin
& Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
20. Suyono, Slamet. 2007. Patofisiologi diabetes mellitus dalam: Waspadi, S., Sukardji, K.,
Octariana, M. Pedoman Diet Diabetes Melitus. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
21. Tambayong, Jan dr. 2001. Anatomi dan fisiologi untuk keperawatan. EGC
22. Tapan, (2005), Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplementer, Elex Media Komputindo,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai