Anda di halaman 1dari 3

BAB III

KASUS
Seorang laki-laki usia 58 tahun pingsan dirumah dan dibawa kerumah sakit dengan ambulance.
Kondisi saat ini tidak stabil, dan kepatenan jalan nafas terganggu sehingga dilakukan intubasi,
serta mendapatkan bantuan nafas dengan dengan ventilator di IGD sebelelum masuk ICU. Hasil
CT scan pasien menderita stroke hemoragik pada arteri serebral kiri tengah yang membuatnya
tidak sadarkan diri. Dokter neurolog yang menangani pasien ini sejak awal, menginformasikan
kepada keluarga bahwa kemungkinan hidup sangat kecil dan jika pasien mampu bertahan hidup
hanya memiliki 40% kesempatan untuk kembali secara fungsional. Neurologi juga menjelaskan
akan melaporkan hasil evaluasi kondisi pasien dalam 3-4 hari untuk menentukan prognosis yang
lebih tepat. 3 hari setelah masuk ICU pasien masih dalam kondisi koma, tidak memberikan
stimulus dengan nyeri dalam, pupil tidak bereaksi, tidak ada reflex kornea, dan tidak ada reflex
muntah maupun batuk. Hasil CT scan ulang menunjukkan terjadi edema serebri dengan herniasi
yang cukup luas.
Tinjuan Spiritual meliputi :
1. Aspek ibadah sehari-hari / fiqih
- Pasien tidak dapat melaksanakan ibadah sehari-hari nya dikarenakan keadaan pasien
yang tidak memungkinkan karena kondisi pasien tidak stabil dan pasien menderita
stroke hemoragik pada arteri serebral kiri tengah sehingga membuat ia tidak sadarkan
diri.
- Dalam kasus pasien ini keringanan dalam mengerjakan ibadah shalat diberikan kepada
orang sakit diantaranya dibolehkan shalat sambil duduk tidak terlalu menghadap kiblat,
tidak bisa ikut shalat jumat dan juga ibadah yang lainnya.

2. Aspek muamalah
Muamalah adalah sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial sesuai syariat,karena
manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup berdiri sendiri. Dalam
hubungan dengan manusia lainnya, manusia dibatasi oleh syariat tersebut, yang terdiri dari
hak dan kewajiban. Lebih jauh lagi interaksi antara manusia tersebut akan membutuhkan
kesepakatan demi kemaslahatan bersama.[1] Dalam arti luas muamalah merupakan aturan
Allah untuk manusia untuk bergaul dengan manusia lainnya dalam berinteraksi. Sedangkan
dalam arti khusus muamalah adalah aturan dari Allah dengan manusia lain dalam hal
mengambangan harta benda.[2]
Muamalah merupakan cabang ilmu syari'ah dalam cakupan ilmu fiqih. Sedangkan
muamalah mempunyai banyak cabang, diantaranya muamalah politik, ekonomi, sosial.
Secara umum muamalah mencakup dua aspek, yakni aspek adabiyah dan madaniyah.
Aspek adabiyah yakni kegiatan muamalah yang berhubungan dengan kegiatan adab dan
akhlak, contohnya menghargai sesama, kejujuran, saling meridhoi, kesopanan, dan
sebagainya. Sedangkan aspek madaniyah adalah aspek yang berhubungan dengan
kebendaan, seperti halal haram, syubhat, kemudharatan, dan lainnya.
3. Prinsip terhadap kemanusian ( hablumminannas )
- Melibatkan sistem pendukung karena sistem pendukung memberi klien rasa sejahtera
terbesar selama perawatan di rumah sakit. Sistem pendukung berfungsi sebagai
hubungan manusia yang menghubungkan klien, perawat, dan gaya hidup klien sebelum
terjadinya penyakit. Bagian dari lingkungan pemberi perawatan klien adalah kehadiran
teratur dari keluarga dan teman yang dipandang oleh klien sebagai sistem pendukung.

4. Kajian Al-Quran
- Syari’at islam dibangun di atas dasar ilmu dan kemampuan orang yang dibebani. Tidak ada
satu pun beban syari’at yang diwajibkan kepada seorang di luar kemampuannya. Allah Ta’ala
sendiri menjelaskan hal ini dalam firman-Nya:

‫ّللاُ نَ ْفسا إِّالَّ ُو ْسعَ َها‬


‫ف ه‬ ُ ‫الَ يُ َك ِّله‬

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Qs. Al-
Baqarah/2:286)

Allah Ta’ala juga memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan ketakwaan menurut
kemampuan mereka dalam firman-Nya:

َ َ‫ّللاَ َما ا ْست‬


‫ط ْعت ُ ْم‬ َّ ‫فَاتَّقُوا‬

Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu. (Qs. At-Taghaabun/64:16)

5. Kajian Hadist
- ‫سأَلت َب َوا ِسير ِبي كَانَت‬ َّ ‫صلَّى النَّ ِب‬
َ َ‫ي ف‬ َّ ‫سلَّ َم َعلَي ِه‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫ص ََل ِة َعن َو‬ َ ‫لَم فَإِن فَقَا ِعدًا ت َست َِطع لَم فَإِن قَا ِئ ًما‬
َّ ‫ص ِل فَقَا َل ال‬
‫َجنب فَ َعلَى ت َست َِطع‬

“Pernah penyakit wasir menimpaku, lalu aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang cara shalatnya. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu, maka duduklah dan bila tidak mampu
juga maka berbaringlah” [HR al-Bukhari no. 1117]

- َ ‫َجنب فَعَلَى ت َست َِطع لَم فَإِن فَقَا ِعدًا ت َست َِطع لَم فَإِن قَائِ ًما‬
‫ص ِل‬

“Shalatlah dengan berdiri, apabila tidak mampu maka duduklah dan bila tidak mampu
juga maka berbaringlah” [HR al-Bukhâri no. 1117]
- Jika orang yang sakit sangat terbatas kemampuannya, seperti orang sakit yang
hanya bisa berbaring tanpa bisa menggerakkan anggota tubuhnya, namun masih
berisyarat dengan kepala, maka ia shalat dengan sekedar gerakan kepala. Dari
Jabir radhiallahu’anhu beliau berkata:

، ‫ فأخذه فرمى به‬، ‫ فأخذ عودًا ليصلي عليه‬، ‫ فأخذها فرمى بها‬، ‫عاد صلى هللا علي ِه وسلَّ َم مريضًا فرآه يصلي على وسادة‬
‫خفض من ركو ِعك‬
َ ‫ واجعل سجودَك أ‬، ‫ وإال فأوم إيما ًء‬، ‫األرض إن استطعت‬
ِ ‫صل على‬ ِ : ‫وقال‬

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam suatu kala menjenguk orang yang sedang sakit.
Ternyata Rasulullah melihat ia sedang shalat di atas bantal. Kemudian Nabi mengambil bantal
tersebut dan menjauhkannya. Ternyata orang tersebut lalu mengambil kayu dan shalat di atas
kayu tersebut. Kemudian Nabi mengambil kayu tersebut dan menjauhkannya. Lalu Nabi
bersabda: shalatlah di atas tanah jika kamu mampu, jika tidak mampu maka shalatlah dengan
imaa` (isyarat kepala). Jadikan kepalamu ketika posisi sujud lebih rendah dari rukukmu“ (HR.
Al Baihaqi dalam Al Kubra 2/306, dishahihkan Al Albani dalam Shifatu Shalatin Nabi, 78).

- Makna al-imaa` dalam Lisanul Arab disebutkan:

‫ اإلشارة باألَعضاء كالرأس واليد والعين والحاجب‬:‫اإليماء‬

“Al-Imaa` artinya berisyarat dengan anggota tubuh seperti kepala, tangan, mata, dan alis.”

- Syaikh Muhammad bin Shalih Al- ‘Utsaimin mengatakan:

ً ‫ ويغمض تغميضا‬،‫ فيغمض قليَلً للركوع‬،‫فإن كان ال يستطيع اإليماء برأسه في الركوع والسجود أشار في السجود بعينه‬
‫للسجود‬

“Jika orang yang sakit tidak sanggup berisyarat dengan kepala untuk rukuk dan sujud maka ia
berisyarat dengan matanya. Ia mengedipkan matanya sedikit ketika rukuk dan mengedipkan
lebih banyak ketika sujud.”

Anda mungkin juga menyukai