Oleh :
Muhammad Fadhil 17100707360804135
Fitria Febri Yeni 04100707360804061
MODUL 3
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
HALAMAN PENGESAHAN
LESI JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT
“Discoid Lupus Eritematosus pada Wanita Usia 59 tahun”
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus sistemik “Discoid Lupus Eritematosus
pada Wanita Usia 59 tahun”
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul 3
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis menyadari, bahwa semua proses yang telah
dilalui tidak lepas dari bimbingan drg. Fitria Mailiza, Sp.PM selaku dosen pembimbing,
bantuan, dan dorongan yang telah diberikan berbagai pihak lainnya. Untuk itu penulis
Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna sebagaimana
mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik dan saran
Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita
semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan sumbangan
Penulis
LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE
Nama : Suhaiti
Umur : 59 tahun
Jeniskelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Tindakan yang
Hari / Tgl Kasus Operator
dilakukan
c. Pemberian obat
dan edukasi
Pembimbing
Pendahuluan
LED bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus Kutaneus lainnya serta Lupus
Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya lebih berat hingga dapat mengancam jiwa
adalah bagian dari lupus eritematosus (LE) yang disatukan dan dihubungkan oleh temuan klinis
dan pola autoimunitas sel B poliklonal yang khas.
Hubungan LED dengan varian lupus eritematosus kutaneus lainnya diterangkan oleh
tabel klasifikasi Dusseldorf 2003 yang merupakan modifikasi dari klasifikasi Gilliam yang
pertama kali dibuat pada tahun 1977. Lupus Eritematosus Diskoid merupakan bagian dari
Lupus Eritematosus Kutaneus Kronik (LEKK). Prognosis penderita LED umumnya baik.
Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang akan berkembang menjadi LES. Kasus kambuh
jarang, sekitar <10%. Tingkat mortalitas pada penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat
berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit yang terbentuk biasanya permanen.
BAB II
LAPORAN KASUS
Identifikasi Pasien
Nama : Suhaiti
Umur : 59 tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Pemeriksaan Subyektif
1. Keluhan Utama
Pasien datang ke RSGM dengan keluhan terdapat kropeng pada bibir bawah dan
puncak hidung sejak 6 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan eksraoral ditemukan kropeng
pada belakang telinga kanan dan kiri,terkadang pasien merasa gatal, sebelumnya pasien
sudah mengobati penyakitnya sendiri dengan salep dan pasien belum pernah ke dokter
untuk memeriksakan penyakitnya.
Pemeriksaan Objektif
1. Keadaan umum
Kesadaran : Kompos mentis
2. Tanda-tanda vital
Tensi : 110/80 mm Hg
Nadi : 80 kali/menit
Suhu : 370C
Respirasi : 16 siklus/menit
Gambar 2. Foto di tempat lain tubh pasien pada kunjungan I tanggal 08 Juli 2018,
adanya keropeng di hidung dan tepi bibir.
Gambar 3. Foto wajah pasien pada pasca perawatan dan mulai sembuh tanggal 28
Agustus 2018, adanya keropeng di hidung dan tepi bibir.
18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38
Keterangan :
: Missing
5. Terapi :
Farmakologis
BAB III
Pembahasan
LED bersama-sama dengan varian Lupus Eritematosus Kutaneus lainnya serta Lupus
Eritematosus Sistemik (LES) yang manifestasinya lebih berat hingga dapat mengancam jiwa
adalah bagian dari lupus eritematosus (LE) yang disatukan dan dihubungkan oleh temuan klinis
dan pola autoimunitas sel B poliklonal yang khas.
Hubungan LED dengan varian lupus eritematosus kutaneus lainnya diterangkan oleh
tabel klasifikasi Dusseldorf 2003 yang merupakan modifikasi dari klasifikasi Gilliam yang
pertama kali dibuat pada tahun 1977. Lupus Eritematosus Diskoid merupakan bagian dari
Lupus Eritematosus Kutaneus Kronik (LEKK).
Prognosis penderita LED umumnya baik. Hanya sekitar 1-5% saja kasus LED yang
akan berkembang menjadi LES. Kasus kambuh jarang, sekitar <10%. Tingkat mortalitas pada
penyakit ini rendah, tetapi nyeri pada lesi dapat berkelanjutan. Jaringan parut dan atrofi kulit
yang terbentuk biasanya permanen.
3.1.2 Patogenesis
Ekspansi Sel T
Jejas immunologis
Tahap pertama adalah pewarisan gen yang dianggap sebagai predisposisi LE.
Setidaknya ada empat gen dalam hal ini. Hubungan penyakit kulit spesifik LE dengan MHC
kelas II DR sudah banyak diketahui. Selain itu, gen lain juga dianggap berperan dalam
pathogenesis LES, seperti gen yang mengkodekan komplemen dan tumor necroting factor
(TNF), gen yang memediasi apoptosis serta gen yang melibatkan proses komunikasi antar-sel
serta gen yang berperan dalam pembersihan kompleks imun.
Tahap kedua dari pathogenesis LES adalah fase induksi yaitu permulaan proses
autoimunitas yang ditandai dengan kemunculan sel T autoreaktif yang telah kehilangan
toleransi terhadap komponen tubuh. Mekanisme yang melandasi autoreaktifitas tersebut
antatara lain:
1. Regenerasi klonal. karena sel limfosit terus menerus diproduksi dari sel stem, jika
dosis tolerogenik antigen tidak dipertahankan, sistem imun akan menggantikan
sel-sel tua yang toleran tetapi mulai menua dengan sel-sel muda yang tidak toleran
Setelah klon autoimun terbentuk, terjadi suatu mekanisme yang memperbanyak dan
memperluas klon yang bermasalah ini. Tahap ketiga atau tahap ekspansi nampaknya
melibatkan peningkatan respon autoimun yang dipicu antigen secara progresif. Pada tahap
ini, autoantibody dihasilkan oleh sel-sel B yang berlipat ganda. Walaupun sangat banyak,
autoantibody LE hanya ditujukan pada beberapa antigen inti dan sitoplasma. Ada tiga target
utama: nukleosom (anti-DNA dan antibodi antihiston), spliceosome (anti-Sm dan anti-RNP)
molekul Ro dan La (anti-Ro dan anti-La).
Tahapan terakhir yang adalah tahapan yang mungkin paling penting secara klinis dan
menandai awal dari penyakit klinis adalah jejas imunologis. tahapan ini sebagian besar
diakibatkan oleh kerja dari autoantibodi dan kompleks imun yang terbentuk yang
menyebabkan jejas jaringan baik itu dengan kematian sel secara langsung, aktivasi seluler,
opsonisasi maupun karena terhambatnya fungsi molekul target.
Lesi bentuk koin (diskoid) adalah manifestasi lupus kutaneus yang paling umum
ditemui. Lesi diskoid paling sering ditemukan di wajah, kulit kepala dan telinga, tetapi
persebarannya juga bisa lebih luas dan berlokalisasi simetrik. Walaupun begitu, lesi di bawah
leher sangat jarang ditemukan jika tidak ada lesi di atas leher. Lesi terdiri atas bercak-bercak
(makula merah atau bercak meninggi), berbatas jelas, dengan sumbatan keratin pada folikel-
folikel rambut (follicular plugs). Bila lesi-lesi diatas rambut dan pipi berkonfluensi, dapat
membentuk seperti kupu-kupu (butterfly erythema).
distorsi telinga atau hidung. Hdung dapat berbentuk seperti paruh kakatua. Bagian badan
yang tidak tertutup pakaian, yang terkena sinar matahari lebih cepat beresidif daripada
bagian-bagian lain. Lesi-lesi dapat terjadi di mukosa, yakni di mukosa oral dan vulva atau di
konjungtiva. Klinis nampak deskuamasi, kadang-kadang ulserasi dan sikatrisasi.
Varian klinis LED ialah :
Nodus-nodus terletak dalam, tampak pada dahi, leher, bokong, dan lengan atas.
Kulit diatas nodus eritematosa, atrofik, atau berulserasi
3. Lupus hipotrofikus
Penyakit sering terlihat di bibir bawah dari mulut, teridir atas plak yang
berindurasi dengansentrum yang atrofik.
Lesi primer LED adalah makula atau papul eritem asimetris tanpa gejala subjektif
dengan sisik ringan hingga sedang. biasanya berukuran 1-2 cm. Seiring dengan perjalanan
penyakit, sisik dapat menebal dan melengket, disertai hipopigmentasi di daerah inaktif
(tengah) dan hiperpigmentasi di batas aktif. Jika mengenai daerah berambut seperti kulit
kepala dan janggut, skar dengan alopesia permanen dapat terjadi. Lesi LED seringkali
tersebar mengikuti pajanan sinar matahari tetapi daerah yang tidak terpajan tetap dapat
terkena lesi.
Setelah beberapa lama, lesi LED akan berubah menjadi pakat eritem berbatas tegas
yang titutupi oleh sisik yang meluas hingga ke folikel rambut. Jika sisik yang melekat
dilepaskan, jarum-jarum keratotik yang mirip dengan paku karpet dapat terlihat di bagian
bawah sisik (tanda paku karpet). Lesi meluas dengan eritem dan hiperpigmentasi di pinggir
dengan skar atrofi, telangiektasis dan hipopigmentasi di tengah.
LED dapat dibedakan menjadi LED lokalisata yang mengenai wajah dan leher serta
LED generalisata yang mengenasi bagian atas dan bawah dari leher. Lesi LED di bawah
leher.
Gambar 3: LED di wajah pasien
Herpes zoster adalah suatu infeksi kambuhan dari cacar air. Faktor-faktor tidak
diketahui mengakibatkan pengaktifan kembali virus varicella dominant dari ganglion sensoris
dan perpindahan virus di sepanjang saraf-saraf sensoris yang terkena. Sebelum timbul, terjadi
tanda-tanda pendahulu yaitu rasa gatal, kesemutan, rasa terbakar, nyeri dan parestesia. Lesi
ditandai oleh lepuh-lepuh vesikuler yang sangat sakit pada kulit dan mukosa yang menyebar
unilateral di sepanjang jalannya saraf dan berhenti tiba-tiba di garis tengah. Lesi-lesi intraoral
adalah vesikuler dan ulseratif dengan tepi meradang dan merah sekali. Bibir, lidah dan mukosa
pipi dapat terkena lesi ulseratif unilateral jika mengenai cabang mandibular dari saraf
trigeminus2.
Gambar 22. Foto intraoral pernderita hespes zoster dengan lesi unilateral2
3.1.5 Perawatan
Karena lesi kulit lupus diketahui disebabkan atau diperburuk oleh paparan sinar
ultraviolet cahaya, pendekatan logis dalam pengelolaan diskoid lupus harus mencakup
menghindari matahari dan liberal aplikasi tabir surya. Pengobatan dimulai dengan
menghindari faktor pencetus misalnya panas, obat-obatan dan tentunya sinar matahari dan
semua sumber yang menyebabkan paparan radiasi sinar UV. Adapun cara yang digunakan
untuk melindungi kulit adalah memakai pakaian yang tertutup, topi yang lebar. Selain itu
pasien disarankan untuk menghindari penggunaan obat obatan fotosensitif seperti
Hidroclorothiazid, tetrasklin, griseofulvin, dan piroxicam. Pasien juga disarankan untuk
melakukan follow-up setelah perawatan untuk memastikan ada atau tidak komplikasi.[1]
B. PENGOBATAN TOPIKAL
1. Proteksi sinar matahari dengan menggunakan tabir surya spektrum luas-kedap air
[SPF ≥ 15 dengan agen penghambat UVA seperti parsol dan mikronized titanium
dioksida. [1]
triamsinolon asetonid 2,5 sampai 5 mg/ml pada wajah dengan konsentrasi tinggi
dibolehkanpadakulityangkurangsensitif.
C. PENGOBATAN SISTEMIK
karena LED dapat dipicu oleh trauma. Pemulihan dari skar atropi dengan Erbium :
YAG atau laser karbon dioksida dilaporkan bermanfaat. Injeksi lesi atropi
3.2 Diskusi
KESIMPULAN
Pengobatan Topikal