Jalan-Jalan
Kamis, 8 September 2016 - 14:40 WIB
Mendekati Akhir Zaman, manusia akan hidup layaknya binatang, tidak ada norma dan aturan,
tidak ada yang mencegah dan melarang mengumbar nafsu dan syahwat. Bahkan maksiat di
jalanan
Ini bus kondom yang melakukan kampanye kondom keliling Kota Jakarta pada 1 -7
Desember 2013 yang sempat kontroversi
Terkait
SEBULAN yang silam terjadi aksi tolak pekan kondom nasional yang banyak dilakukan oleh
ratusan ormas Islam.
“Solusi” praktis yang dipaksakan oleh negara melalui Menkesnya ini banyak ditentang
lantaran terlalu besar madharat yang ditimbulkan dan terlalu mahal harga yang harus dibayar.
Betapa tidak, bagi-bagi gratis kondom adalah sosialisasi massif agar zina dilegalkan.Tidak
ada pesan yang mudah diterima oleh masyarakat awam selain bahwa free sex, zina, atau
gonta-ganti pasangan adalah sah, asal memakai kondom.
Betapa mengerikannya kondisi akhir zaman yang digambarkan oleh Rasulullah Shalallahu
’Alaihi Wassallam. Saat dimana akal manusia sudah tidak lagi berfungsi lantaran terlalu
tebalnya cairan syahwat dan syubhat yang menutupinya.
Umat ini hingga kaum pria mendatangi kaum wanita, lalu dia menggaulinya di jalan.Orang
yang paling baik di antara mereka saat itu berkata, ‘Seandainya engkau menutupinya di
belakang tembok ini.” [Diriwayatkanoleh Abu Ya’la Al-Haitsami berkata, “Dan perawinya
adalah perawiash-Shahiih.” Lihat Maj’mauz Zawaa-id (VII/331)]
Dalam riwayat yang lebih umum Rasulullah Shalallahu ’Alaihi Wassallam menyatakan
bahwa di antara tanda-tanda kiamat adalah , ”….menyebarnya zina” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Maka, sungguh benar apa yang beliau sabdakan, betapa nubuwat tersebut benar-benar telah
mewujud nyata.
Seks bebas barangkali sudah menjadi penyakit umat sejak dahulu. Umat-umat sebelum kita
juga sudah terkena fitnah ini. Akan tetapi, apa yang kita saksikan hari ini benar-benar
membuat bulu kita merinding.
Apa yang kita saksikan melalui layar kaca membuat kita sangat-sangat khawatir jika
kejahatan seks bebas itu sangat mungkin menimpa sebagian anggota keluarga kita. Betapa
tidak, sebuah hasil penelitian dan survei tentang prilaku seks bebas remaja di negeri ini
menyuguhkan angka-angka yang fantantis.
Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Jogja, Surabaya, Medan dan kota lainnya seakan
saling berlomba untuk menyodorkan angka tertinggi perzinahan dan prilaku seks bebas.
Media cetak dan elektronik sedemikian massifnya memberitakan kepada kita tentang apa
yang diprediksi oleh Rasulullah Shallahu ’Alaihi Wassallam.
Jika dahulu perbuatan itu hanya dilakukan oleh sekelompok orang tertentu, maka hari ini kita
menyaksikan bahwa ia menjadi menu sehari-hari kebanyakan orang. Bukan hanya kaum
muda saja yang terjerumus dalam kekejian ini, bahkan yang paling mengerikan adalah
perbuatan itu juga dilakukan oleh anak-anak yang belum baligh, termasuk kakek yang tua
renta. Skalanya bukan hanya di perkotaan dan hotel berbintang, namun juga merambah di
pelosok-pelosok desa dan tempat-tempat umum.
Flyover di Kalibata Jakarta ini menjadi ajang pacaran ABC terang-terangan tiap malam
tanpa ada satupun yang peduli mengingatkan [ilustrasi]
Perzinahan dengan segelar nama dan istilah yang dipakai untuknya telah menjadi hal yang
lumrah terjadi pada setiap lapisan masyarakat. Akan tetapi, meski demikian tidak seluruh
masyarakat (setidaknya secara formal dan simbolik) menyetujui perbuatan tersebut. Banyak
kalangan pendidik, akademisi, kiai, santri, dan LSM-LSM yang mengutuk dan menolak
praktik-praktik perzinahan massal.
Mereka tetap menganggap perbuatan itu adalah buruk dan harus dijauhi.
Perselingkuhan, married by accident, kumpul kebo, prostitusi, wanita panggilan atau apapun
macam perzinahan yang terjadi, secara umum tetap dikecam oleh banyak masyarakat dan
dianggap sebagai perbuatan yang tercela.
Demo ratusan ormas Islam atas kampanye pekan kondom nasional adalah satu satu bukti.
Namun, riwayat di atas tidaklah menunjukkan hal yang demikian.
Bila kita merujuk kepada tanda-tanda kiamat yang banyak disebutkan dalam kitab-kitab ‘Al-
Fitan’, kita akan mendapati bahwa zaman itu (yang disebutkan dalam hadits di atas) belum
terjadi pada masa sekarang, setidaknya secara umum. Sebab, sebagaimana dijelaskan di atas,
hari ini kita masih menjumpai orang-orang yang sehat dan waras yang mengutuk dan
melakukan aksi untuk menolak tindakan criminal tersebut.
Padahal hadits di atas menjelaskan bahwa ‘manusia terbaik’ saat itu adalah mereka yang
hanya bisa mengelus dada dan menyarankan agar para pelaku seks bebas itu melakukannya di
dalam ruang tertutup, di balik tembok, atau di ruangan yang tidak terlihat oleh orang banyak.
Inilah tindakan manusia terbaik saat itu.Bahkan, ada riwayat lain yang juga menyebutkan
bahwa manusia terbaik saat itu adalah mereka yang mengatakan di dalam hatinya bahwa ia
juga menginginkan perbuatan itu, namun ia tidak menginginkan jika dilakukan secara terbuka
layaknya binatang keledai yang melakukan persenggamaan.
Ia sangat ingin berzina, tapi di ruangan tertutup yang tidak terlihat orang. Kriteria ’orang
baik’ seperti ini nampaknya belum terjadi pada umat zaman ini.
Banyak riwayat menyebutkan bahwa akan muncul angin lembut di akhir zaman yang akan
mencabut nyawa setiap orang beriman. Setelah itu yang tersisa hanyalah manusia-manusia
kafir, jahat dan ingkar.
Mereka akan hidup layaknya binatang, tidak ada norma dan aturan, tidak ada yang mencegah
dan melarang mereka dari mengumbar nafsu dan syahwat. Saat itu seluruh manusia seperti
serigala bagi lainnya. Semuanya saling makan, saling terkam, saling melampiaskan
syahwatnya layaknya binatang keledai yang melampiaskan syahwatnya.
Di masa itu manusia terbaik yang tersisa adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat
di atas. Mereka masih memiliki perasaan dan masih mampu menjaga sebagian fitrahnya.
Mereka itulah yang ketika menyaksikan kawan-kawannya berzina di ruang terbuka dan
dipamerkan kepada setiap orang; hanya mampu berkata, ”Sekiranya engkau melakukan hal
itu di balik tembok ini”.
Bahkan orang itu boleh jadi juga menginginkan perbuatan keji itu, namun ia
menginginkannya bukan dengan terang-terangan dan di tempat terbuka. Ia juga
menginginkan perbuatan zina itu, tetapi jika dilakukan di ruangan tertutup atau di balik
tembok.
Itulah zaman yang menjadi puncak kerusakan manusia, zaman yang sesaat lagi akan berakhir
dengan ditiupnya sangkakala oleh Malaikat Israfil.
Terlepas bahwa riwayat di atas belum menjadi kenyataan secara massal, namun tanda-tanda
itu kian memperjelas bahwa akhir zaman kian mendekat.
Setiap muslim dan muslimah harus waspada bahwa fitnah ini akan menerkam siapapun.
Dalil Pertama
ْ أَفَنَجْ عَ ُل ا ْل ُم
ِ س ِل ِمينَ كَا ْل ُم
)35( َجْر ِمين
“Maka apakah patut Kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang
berdosa (orang kafir) ?” (Q.S. Al Qalam [68] : 35)
hingga ayat,
“Pada hari betis disingkapkandan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak
kuasa, (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan.
Dan sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud, dan mereka dalam
keadaan sejahtera.” (Q.S. Al Qalam [68] : 43)
Dari ayat di atas, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak menjadikan orang muslim
seperti orang mujrim (orang yang berbuat dosa). Tidaklah pantas menyamakan orang muslim
dan orang mujrim dilihat dari hikmah Allah dan hukum-Nya.
Kemudian Allah menyebutkan keadaan orang-orang mujrim yang merupakan lawan dari
orang muslim. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),”Pada hari betis disingkapkan”. Yaitu
mereka (orang-orang mujrim) diajak untuk bersujud kepada Rabb mereka, namun antara
mereka dan Allah terdapat penghalang. Mereka tidak mampu bersujud sebagaimana orang-
orang muslim sebagai hukuman karena mereka tidak mau bersujud kepada-Nya bersama
orang-orang yang shalat di dunia.
Maka hal ini menunjukkan bahwa orang-orang yang meninggalkan shalat akan bersama
dengan orang kafir dan munafik. Seandainya mereka adalah muslim, tentu mereka akan
diizinkan untuk sujud sebagaimana kaum muslimin diizinkan untuk sujud.
Dalil Kedua
) َما41( َ) ع َِن ا ْل ُمجْ ِر ِمين40( َسا َءلُون ٍ ) فِي َجنَّا39( ين
َ َ ت يَت ِ اب ا ْليَ ِمَ ص َحْ َ ) إِ ََّّل أ38( ٌسبَتْ َر ِهينَةَ ُك ُّل نَ ْف ٍس ِب َما َك
َ َّ
ُ ) َو ُكنا ن ُخ44( َس ِكين
وض َم َع ْ ْ َ َ
ْ ) َول ْم نكُ نُط ِع ُم ال ِم43( َص ِلين ْ َ َ ُ َ
َ ) قالوا ل ْم نكُ ِمنَ ال ُم42( سق َر َ َ سلَ َك ُك ْم فِي
َ
ْ َ َ
)47( ُ) َحتَّى أتَانا اليَ ِقين46( ِين ُ َّ
ُ ) َو ُكنا نكَذ45( َالخائِ ِضين
ِ ِب بِيَ ْو ِم الد َ ْ
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan
kanan, berada di dalam surga, mereka tanya menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang
berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab:
“Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula)
memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan
orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,
hingga datang kepada kami kematian”.” (QS. Al Mudatstsir [74] : 38-47)
Setiap orang yang memiliki sifat di atas atau seluruhnya berhak masuk dalam neraka saqor
dan mereka termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa). Pendalilan hal ini cukup jelas. Jika
memang terkumpul seluruh sifat di atas, tentu kekafiran dan hukumannya lebih keras. Dan
jika hanya memiliki satu sifat saja tetap juga mendapatkan hukuman.
Jadi tidak boleh seseorang mengatakan bahwa tidaklah disiksa dalam saqor kecuali orang
yang memiliki seluruh sifat di atas. Akan tetapi yang tepat adalah setiap sifat di atas patut
termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa). Dan Allah Ta’ala telah menjadikan orang-orang
mujrim sebagai lawan dari orang beriman. Oleh karena itu, orang yang meninggalkan shalat
termasuk orang mujrim yang berhak masuk ke neraka saqor. Allah Ta’ala berfirman,
ْ َِإنَّ الَّ ِذينَ أَجْ َر ُموا كَانُوا ِمنَ الَّ ِذينَ آ َ َمنُوا ي
)29( َض َحكُون
Dalil Ketiga
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada rasul, supaya kamu diberi
rahmat.” (QS. An Nur [24] : 56)
Pada ayat di atas, Allah Ta’ala mengaitkan adanya rahmat bagi mereka dengan mengerjakan
perkara-perkara pada ayat tersebut. Seandainya orang yang meninggalkan shalat tidak
dikatakan kafir dan tidak kekal dalam neraka, tentu mereka akan mendapatkan rahmat tanpa
mengerjakan shalat. Namun, dalam ayat ini Allah menjadikan mereka bisa mendapatkan
rahmat jika mereka mengerjakan shalat.
Dalil Keempat
َ ص ََلتِ ِه ْم
)5( َساهُون َ فَ َو ْي ٌل ِل ْل ُم
َ ) الَّ ِذينَ هُ ْم ع َْن4( َص ِلين
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107] : 4-5)
Sa’ad bin Abi Waqash, Masyruq bin Al Ajda’, dan selainnya mengatakan, ”Orang tersebut
adalah orang yang meninggalkannya sampai keluar waktunya.”
Ancaman ‘wa’il’ dalam Al Qur’an terkadang ditujukan pada orang kafir seperti pada ayat,
“Kecelakaan besarlah bagi tiap-tiap orang yang banyak berdusta lagi banyak berdosa, dia
mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri
seakan-akan dia tidak mendengarnya. Maka beri khabar gembiralah dia dengan azab yang
pedih. Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat
itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Al
Jatsiyah [45] : 7-9)
“Dan kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih.” (QS.
Ibrahim [14] : 2)
Terkadang pula ditujukan pada orang fasik (tidak kafir), seperti pada ayat,
Lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan shalat (dengan sengaja)? Apakah ancaman
‘wa’il’ tersebut adalah kekafiran ataukah kefasikan?
Jawabannya : bahwa lebih tepat jika ancaman ‘wail’ tersebut adalah untuk orang kafir.
Kenapa demikian?
1) Terdapat riwayat yang shohih, Sa’ad bin Abi Waqqash mengatakan tentang tafsiran ayat
ini (surat Al Ma’uun ayat 4-5), ”Seandainya kalian meninggalkan shalat maka tentu saja
kalian kafir. Akan tetapi yang dimaksudkan ayat ini adalah menyia-nyiakan waktu shalat.”
2) Juga ditunjukkan oleh dalil-dalil yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan
shalat, sebagaimana yang akan disebutkan.
Dalil Kelima
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah
sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam.
Dalam ayat ini, Allah menjadikan tempat ini –yaitu bagian neraka yang paling dasar- sebagai
tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti syahwat (hawa nafsu). Seandainya
orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang hanya bermaksiat biasa, tentu dia akan
berada di neraka paling atas, sebagaimana tempat orang muslim yang berdosa. Tempat ini
(ghoyya) yang merupakan bagian neraka paling bawah, bukanlah tempat orang muslim,
namun tempat orang-orang kafir.
Pada ayat selanjutnya juga, Allah telah mengatakan,”kecuali orang yang bertaubat, beriman
dan beramal saleh”. Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mu’min, tentu dia
tidak dimintai taubat untuk beriman.
Dalil Keenam
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama.” (QS. At Taubah [9] : 11)
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat.
Jika shalat tidak dikerjakan, bukanlah saudara seiman. Mereka bukanlah mu’min
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
Akhukum fillah,
Disusun di Pesantren Darush Sholihin, di pagi hari penuh berkah, 07.30 WIB, 5 Safar 1435 H
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal
Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom
—
Akan segera terbit buku terbaru karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, yaitu Buku
Mengenal Bid’ah Lebih Dekat (harga: Rp.13.000,-). Bagi yang ingin melakukan pre order,
kirimkan format pemesanan via sms ke no 0852 0017 1222 atau via PIN BB 2AF1727A:
Buku Bid’ah#Nama#Alamat#no HP. Nanti akan diingatkan ketika buku sudah siap untuk
dikirim.
TAGS
meninggalkan shalat
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/98198/15-siksaan-meninggalkan-shalat-lima-waktu
Konten adalah milik dan hak cipta www.islam.nu.or.id