Disusun oleh :
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan, seseorang pasti akan melakukan hal
yang paling mendasar untuk mewujudkan cita-citanya. Membuat rancangan serta rincian
yang mendetail tentang apapun yang diperlukan untuk memenuhi itu semua. Sama halnya
dengan sebuah suatu negara yang memiliki cita-cita. Di negara berkembang tentunya masih
banyak cita-cita yang belum bisa diraih. Seperti negara Indonesia. Dalam mewujudkan cita-
cita yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia melakukan beberapa hal yang
bisa membangun negara dan juga bangsanya.
Pembangunan yang dilakukan sebuah negara Indonesia tidak hanya melalui sebuah
rancangan saja, namun juga telah melewati sebuah pemikiran yang serius untuk tercapainya
negara sesuai dengan pancasila sebagai dasar negara. Pembangunan yang tidak semena-
mena ini membutuhkan berbagai macam usaha yang serius. Pembangunan tidak hanya
berupa materi saja, namun juga sebuah moral dan spiritual bangsa. Dalam pembahasan
selanjutnya akan dijelaskan mengenai pembangunan nasional dan dalam bidang bidang
tertentu yang menyeluruh.
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Paradigma
Paradigma diartikan sebagai asumsi dasar atau asumsi teoritis yang umum sehingga
paradigma dinilai sebagai sumber nilai, hukum dan metodologi. Sesuai dengan
kedudukannya, paaradigma memiliki fungsi yang strategis dalam membangun kerangka
berpikir dan penerapannya sehingga setiap ilmu pengetahuan memiliki sifat, siri dan
karakter yang khas berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya.
Teori memiliki sifat yang sangat dinamis. Artinya teori yang telah dibangun mapan
dan diakui eksitensinya dapat mengalami perubahan sebagai akibat adanya temuan-temuan
baru yang diperoleh melalui penelitian. Maka para ilmuan harus bisa mengkaji kembali
dasar ontologism dari ilmu tersebut. Oleh karena itu, para ilmuan social boleh mengkaji
kembali paradigma ilmu tersebut berdasarkan hakikat manusia. Dalam kenyataannya
manusia bersifat ganda bahkan multidimensi. Berdasrkan pemikiran tersebut para ilmuan
social mampu mengembangkan paradigm baru yang dibangun atas dasar metode kualitatif.
Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam sila pancasila dikembangkan atas dasar
ontomologis manusia, baik sebagai makhluk individu atau social. Nilai-nilai Pancasila
harus dikembalikan kepada kondisi objektif masyarakat Indonesia. Maka dari itu,pancasila
harus menjadi paradigm perilaku manusia Indonesia, termasuk dalam pembanguan
nasionalnya.
Apabila dikaji secara kritis, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada suatu
sistempun yang paling sempurna. Oleh karena itu menjadi sangat penting dan mendesak
untuk mengembangkan system ekonomi yang mendasarkan ada system moralitas dan
humanistic sehingga lahirlah system ekonomi yang berperikemanusiaan.
2. BUMN atau BUMD sebagai badan usaha yang berwenang mengelola sector-
sektor ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
3. Badan Usaha Swasta sebagai badan usaha profit millik perseroan atau
kelompok yangmengelola sector ekonomi yang belum mampu ditangani
oleh koperasi dan atau BUMN/BUMD.
Apabila ketiga lembaga ini mampu melaksanakan tugasnya, maka bangsa Indoensia
masih memilki harapan bahwa ekonomi Indonesia akan mengalami kemajuan dan tingkat
stabilitas yang mantap.namun kenyataannya ketiga pengelola ekonomi ini tidak
berkembang.
Pembangunan sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan nasional yaitu
terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, tentram, aman, dan damai. Pemikiran
tersebut bukan berarti bangsa Indonesia harus steril dari pengaruh budaya asing. Artinya,
pengaruh budaya asing harus diterima apabila diperlukan dalam membangun masyarakat
Indonesia yang modern. Namun, perlu diingat bahwa masyarakat modern bukan berarti
masyarakat yang berbudaya Barat (westernisasi), melainkan masyarakat yang tetap berpijak
pada akar budayanya.
Argumen di atas dapat dilihat dari keberhasilan masa Orde Baru dalam melaksanakan
pembangunan pada umumnya, bidang sosial budaya pada khususnya. Sekilas kita dapat
menyaksikan masyarakat yang tertib, aman, dan damai. Namun sebenarnya pemerintah
Orde Baru menanam bom yang siap meledak, serta menghancurkan masyarakat Indsonesia.
Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila harus dihayati dan diamalkan kembali agar dapat
menjadi dasar pembangunan bidang sosial budaya. Menurut Koentowijoyo, Pancasila
sebagai paradigma mempunyai ciri khas, seperti:
Mulai bergulir sekitar tahun 1997 yang pada dasarnya memiliki tujuan yaitu
memperbaiki kinerja pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Suharto. Dengan panji-
panji Orde Baru, Suharto di anggap cukup berhasil dalam membangun pemerintah yang
stabil. Kehidupan sosial politik yang baik telah menjadi landasan utama bagi pembangunan
dibidang lain. Dalam rangka menyelamatkan kekuasaannya, pemerintah Orde Baru tidak
segan-segan menggunakan kekuatan militer sehingga terjadi perubahan tugas dan
fungsinya. Militer yang seharusnya bertugas sebagai pengawal bangsa dan negara menuju
ke kehidupan yang tertip, aman, damai, dan demokratis telah berubah menjadi pengawal
kekuasaan kelompok tertentu. Militer bukan lagi sebagai pelindung rakyat, melainkan
sebagai musuh rakyat. Sedang keberhasilan pembangunan yang di capai pemerintah Orde
Baru hanya dapat dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat Indonesia. Sementara,
sebagian besar masyarakat Indonesia justru hidup di bawah standard yang seharusnya.
Kondisi kehidupan yang memprihantinkan itu telah menggungah semangat para mahasiswa
untuk melakukan gerakan yang dikenal dengan “gerakan reformasi”. Sampai saat ini
gerakan ini terus menggelinding untuk mencapai sasaran yang di cita-citakan sesuai dengan
nilai-nilai moral bangsa Indonesia. Gerakan yang di pelopori oleh para mahasiswa ini telah
melahirkan berbagai implikasi dalam berbagai bidang kehidupan.
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Paradigma diartikan sebagai asumsi dasar atau asumsi teoritis yang umum sehingga
paradigma dinilai sebagai sumber nilai, hukum dan metodologi. Sesuai dengan
kedudukannya
Pembangunan nasional meliputi aspek jiwa seperti akal, kehendak ;raga
(jasmani);pribadi;social; dan ketuhanan yang terkristalisasi dalam nilai-nilai
pancasila. Dengan demikina pancasila dapat dijadikan tolak ukur atau paradigma
pembanguna nasional diberbagai bidang.
Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai dasar yang di yakini kebenarannya dan
dapat diterima oleh bangsa Indonesia dapat di pergunakan sebagai tolok ukur atau
paradigma dalam setiap aktivitasnya. Artinya setiap perbuatan ( ucapan dan
tindakan ) bangsa dapat dibenarkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai
pancasila. Sejalan dengan pemikiran ini, maka pembangunan dan gerakan reformasi
harus menggunakan pancasila sebagai paradigmanya.
Sumber Pustaka