Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL

Disusun oleh :

1. Caprio Al Amin (1809085031)


2. Lizeth Patandianan (1809085054)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan, seseorang pasti akan melakukan hal
yang paling mendasar untuk mewujudkan cita-citanya. Membuat rancangan serta rincian
yang mendetail tentang apapun yang diperlukan untuk memenuhi itu semua. Sama halnya
dengan sebuah suatu negara yang memiliki cita-cita. Di negara berkembang tentunya masih
banyak cita-cita yang belum bisa diraih. Seperti negara Indonesia. Dalam mewujudkan cita-
cita yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia melakukan beberapa hal yang
bisa membangun negara dan juga bangsanya.

Pembangunan yang dilakukan sebuah negara Indonesia tidak hanya melalui sebuah
rancangan saja, namun juga telah melewati sebuah pemikiran yang serius untuk tercapainya
negara sesuai dengan pancasila sebagai dasar negara. Pembangunan yang tidak semena-
mena ini membutuhkan berbagai macam usaha yang serius. Pembangunan tidak hanya
berupa materi saja, namun juga sebuah moral dan spiritual bangsa. Dalam pembahasan
selanjutnya akan dijelaskan mengenai pembangunan nasional dan dalam bidang bidang
tertentu yang menyeluruh.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari paradigma

2. Mengetahui pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional

3. Mengetahui pancasila sebagai paradigma reformasi

C. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan paradigma?


2. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional?

3. Apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai paradigma reformasi?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Paradigma

Paradigma diartikan sebagai asumsi dasar atau asumsi teoritis yang umum sehingga
paradigma dinilai sebagai sumber nilai, hukum dan metodologi. Sesuai dengan
kedudukannya, paaradigma memiliki fungsi yang strategis dalam membangun kerangka
berpikir dan penerapannya sehingga setiap ilmu pengetahuan memiliki sifat, siri dan
karakter yang khas berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya.

Teori memiliki sifat yang sangat dinamis. Artinya teori yang telah dibangun mapan
dan diakui eksitensinya dapat mengalami perubahan sebagai akibat adanya temuan-temuan
baru yang diperoleh melalui penelitian. Maka para ilmuan harus bisa mengkaji kembali
dasar ontologism dari ilmu tersebut. Oleh karena itu, para ilmuan social boleh mengkaji
kembali paradigma ilmu tersebut berdasarkan hakikat manusia. Dalam kenyataannya
manusia bersifat ganda bahkan multidimensi. Berdasrkan pemikiran tersebut para ilmuan
social mampu mengembangkan paradigm baru yang dibangun atas dasar metode kualitatif.

Dalam kehidupan sehari-hari, paradigm berkembang menjadi terminology yang


mengandung pengertian sebagai : sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas,
tolok ukur, parameter, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan,perubahan, dan
proses tertentu termasuk dalam pembangunan, gerakan, reformasi maupun proses
pendidikan. Dengan demikian paradigm menempati posisi dan fungsi yang strategis dalam
setiap proses kegiatan. Perencanaan, pelaksanaan dan hasil-hasilnya dapat diukur dengan
paradigm tertentu yang diyakini kebenarannya.

B. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan


Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil yang
berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutan
bahwa tujuan negara adalah “ melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia,memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan social”. Tujuna pertama merupakan manifestasi dari negara hokum formal,
sedangkan tujuan kedua dan ketiga merupakan manifestasi dari pengertian negara hukum
material, yang secara keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus. Sementara tujuan
yang terakhir adalah perwujudan dari kesadaran suatu bangsa yang hidup di tengah-tengah
pergaulan masyarakat internasional.

Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam sila pancasila dikembangkan atas dasar
ontomologis manusia, baik sebagai makhluk individu atau social. Nilai-nilai Pancasila
harus dikembalikan kepada kondisi objektif masyarakat Indonesia. Maka dari itu,pancasila
harus menjadi paradigm perilaku manusia Indonesia, termasuk dalam pembanguan
nasionalnya.

Berdasarkan pemikiran diatas,maka pembangunan nasional sebagai sarana untuk


mewujudkan tujuan nasional harus dikembalikan pada hakitkat manusia yang monopluralis
yang memiliki cirri-ciri yaitu : (1) terdiri dari jiwa dan raga, (2)sebagai makhluk individual
dan social,serta (3) sebagai pribadi dan makhluk Allah.

Sebagai konsekuensi pemikiran diatas, maka pembangunan nasional harus meliputi


aspek jiwa seperti akal, kehendak ;raga (jasmani);pribadi;social; dan ketuhanan yang
terkristalisasi dalam nilai-nilai pancasila. Dengan demikina pancasila dapat dijadikan tolak
ukur atau paradigma pembanguna nasional diberbagai bidang.

1. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Politik Dan Hukum

Pembangunan politik memilki dimensi yang strategis karena hampir semua


kebijakan public tidak dapat dipisahkan darinya. Hal ini juga banyak menimbulkan
kekecewaan masyarakat, antara lain : (1) kebijakan hanya dibangun atas dasar kebijakan
politik tertentu; (2) kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian; (3)pemerintah dan
elite politik kurang berpihak pada masyarakat;(4)adanya tujuan tertentu untuk
melanggengkan kekuasaan elite politik.

Persoalan mengenai kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik menjadi


prioritas pembangunan bidang politik. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa
manusia adalah subjek negara dan karena pembangunan politik harus dapat meningkatkan
hrakat dan martabat manusia. namun cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada
kemauan dari para elite politik sebagai pemegang kebijakan politik.

Pembangunan politik semakin tidak jelas arahnya ketika terjadi banyak


penyelewengan dan tidak dapat ditegakkan oleh hukum. Apabila dianalisis, kegagalan
tersebut dapat dijabarkan yaitu :

1. Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hokum karena tidak


adanya blue print

2. Penggunaan pancasilasebagai paradigm pembangunan masih bersifat parsial

3. Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum

Prinsi-prinsip yang kurang sesuai dengan nilai-nilai panasila telah membawa


implikasi yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia. Pembangunan bidang
hokum yang didasari pada nilai-nilai moral baru sebatas pada tataran filosofis dan
konseptual. Hokum nasional yang dikembangkan secara realistis jarang dapat terwujud
karena setiap upaya penegakan hokum dipengaruhi oleh keputusan politik. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pembangunan dibidang politik telah mengalami
kegagalan.

2. Pancasila Sebagai Paradigama Pembangunan Ekonomi

Hampir semua pakar ekonomi Indonesia memiliki kesadaran akan pentingnya


moralitas kemanusiaan dan ketuhanan sebagai landasan pembangunan ekonomi. Namun
dalam praktiknya, mereka tidak mampu meyakinkan permerintah tentang konsep dan
konsep yang sesuai dengan kondisi Indonesia. bahkan tidak sedikit pakar ekonomi
Indonesia yang mengikuti pendapat pakar barat tentang pembangunan ekonomi Indonesia.

Pandangan tentang merkantilisme melahirkan system ekonomi kapitalis pada akhir


abad 18. Sedangkan pada abad 19 di Eropa lahir pemikiran baru sebagai reaksi dari system
ekonomi kapitalis yang dikenla dengan system ekonomi sosialis yang juga
memperjuangkan nasib kaum proletar yang ditindas oleh kaum kapitalis.

System pertama mengutamakan individu, system kedua mengutamakan kepentingan


orang banyak. Manakah yang lebih penting?

Apabila dikaji secara kritis, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada suatu
sistempun yang paling sempurna. Oleh karena itu menjadi sangat penting dan mendesak
untuk mengembangkan system ekonomi yang mendasarkan ada system moralitas dan
humanistic sehingga lahirlah system ekonomi yang berperikemanusiaan.

System ini mendasarkan pada tercapainya kesejahteraan rakyat secara luas.


Pembangunan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja, melainkan untuk tujuan
kemanusiaan yaitu terciptanya kesejahteraan seluruh bangsa. Pemikiran ini melahirkan
system ekonomi Indonesia yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dengan demikian,
pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari persaingan bebas, monopoli,
dan bentuk lainnya yang dapat menimbulkan penindasan, penderitaan dan kesengsaraan
rakyat kecil.

Sesuai dengan paraddigma pancasila,pengelolaan ekonomi Indonesia diserahkan


kepada tiga bentuk badan usaha yaitu :

1. Koperasi sebagai soko guru ekonomi indonesia merupakan badan usaha


nonprofit yang berpihak pada kepentingan rakyat kecil.

2. BUMN atau BUMD sebagai badan usaha yang berwenang mengelola sector-
sektor ekonomi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
3. Badan Usaha Swasta sebagai badan usaha profit millik perseroan atau
kelompok yangmengelola sector ekonomi yang belum mampu ditangani
oleh koperasi dan atau BUMN/BUMD.

Apabila ketiga lembaga ini mampu melaksanakan tugasnya, maka bangsa Indoensia
masih memilki harapan bahwa ekonomi Indonesia akan mengalami kemajuan dan tingkat
stabilitas yang mantap.namun kenyataannya ketiga pengelola ekonomi ini tidak
berkembang.

3. Pacasila sebagai Paradigma Pembangunan HANKAM

Salah satu tujuan dibentuknya pemerintah Negara Indonesia adalah untuk


“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Untuk itu,
pemerintah berkewajiban membangun sistem pertahanan dan keamanan yang mampu
mewujudkan tujuan dan cita-cita tersebut. Atas dasar pemikiran tersebut, pemerintah
menyusun dan memperkenalkan sistem “pertahanan dan keamanan rakyat semesta”
(hankamrata). Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dimana
pemerintah dan rakyat memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam usaha bela negara.
Disamping itu, Pancasila menganjurkan agar bangsa Indonesia dapat hidup berdampingan
secara damai.

Meskipun demikian, sistem hankamrata tidak mungkin dilaksanakan secara absolut


karena melibatkan seluruh rakyat dalam praktik bela negara.Terlebih, dengan persyaratan-
persyaratan yang harus dipenuhi, meliputi persyaratan fisik, teoritis, dan strategis. Bertolak
dari pemikiran tersebut, TNI memiliki kedudukan dan fungsi yang strategis. Pembangunan
TNI secara modern bukan semata-mata untuk kepentingan militer, melainkan untuk
kepentingan sosial dan ekonomis. oleh karena itu, dibentuklah sistem pertahanan dan
keamanan yang profesional dengan TNI sebagai pengamannya.

4. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya

Pembangunan sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan nasional yaitu
terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, tentram, aman, dan damai. Pemikiran
tersebut bukan berarti bangsa Indonesia harus steril dari pengaruh budaya asing. Artinya,
pengaruh budaya asing harus diterima apabila diperlukan dalam membangun masyarakat
Indonesia yang modern. Namun, perlu diingat bahwa masyarakat modern bukan berarti
masyarakat yang berbudaya Barat (westernisasi), melainkan masyarakat yang tetap berpijak
pada akar budayanya.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka tidak berlebihan apabila Pancasila merupakan


satu-satunya paradima pembangunan bidang sosial budaya. Hal ini merupakan konsekuensi
logis dari kesepakatan bangsa Indonesia bahwa Pancasila merupakan kristlisasi nilai-nilai
kehidupan masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa
penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya bukan satu-satunya
jaminan mencapai keberhasilan optimal.

Argumen di atas dapat dilihat dari keberhasilan masa Orde Baru dalam melaksanakan
pembangunan pada umumnya, bidang sosial budaya pada khususnya. Sekilas kita dapat
menyaksikan masyarakat yang tertib, aman, dan damai. Namun sebenarnya pemerintah
Orde Baru menanam bom yang siap meledak, serta menghancurkan masyarakat Indsonesia.

Kegagalan pembangunan bidang sosial budaya hampir serupa dengan kegagalan


pembangunan bidang politik. Orde Baru yang belum berhasil mewujudkan cita-citanya
berganti dengan masa reformasi. Akan tetapi, nyatanya perjuangan masa reformasi sering
dimanfaatkan oleh kepentingan politik tertentu, sehingga masa reformasi yang diharapkan
dapat memperbaiki bidang sosial budayapun belum dapat mencapai cita-citanya. Pertikaian
antar kelompok yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia merupakan bukti kegagalan
dalam membangun sistem sosial budaya yang sesuai ddengan nilai-nilai kebenaran, serta
harkat dan martabat manusia.

Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila harus dihayati dan diamalkan kembali agar dapat
menjadi dasar pembangunan bidang sosial budaya. Menurut Koentowijoyo, Pancasila
sebagai paradigma mempunyai ciri khas, seperti:

1. Universal karena mampu melepas simbol-simbol dari keterkaitan struktur


2. Transedental karena mampu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan
kebebasan spiritual.
Atas dasar argumen di atas semua masyarakat dapat berpartisipasi secara rasional,
proporsional dan realistis dalam membangun tatanan sosial budaya. Akhirnya dalam rangka
mewujudkan tatanan kehidupan yang demokratis, aman, tentram, damai, adil, dan makmur
menuntut partisipasi dari seluruh komponen bangsa yang dilaksanakan atas nilai-nilai
kebenaran.

5. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ipteks


Pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks)
merupakan salah satu persyaratan menuju terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa yang
maju dan modern. Namun demikian, pengembangan ipteks bukan semata-mata untuk
mengejar kemajuan material, melainkan harus memperhatikan aspek spiritual. Artinya,
pengembangan ipteks diarahkan untuk mencapai kebahagian lahr dan batin.
Dengan kemampuan akalnya, manusia dapat mengembangkan kreativitasnya guna
menguasai ipteks sehingga mampu mengelola kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan.
Namun, di sisi lain, teknologi dapat sangat berbahaya apabila salah penggunaannya, seperti
halnya teknologi nuklir yang dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia.
Atas dasar kenyataan di atas, maka perkembangan ipteks harus memperhatikan aspek
nilai. Sebagai bangsa yang telah memiliki pandangan hidup Pancasila, maka tidak
berlebihan apabila pengembangan ipteks didasarkan atas paradigma Pancasila. Oleh karena
itu, pengembangan ipteks harus didasarkan pada nilai-nilai moral yang tekandung dalam
sila-sila Pancasila.
Pertama, sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengkomplementasikan ipteks dalam
perimbangan rasional, irasional, antara akal, rasa, dan kehendak.
Kedua, sila Kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan dasar-dasar moralitas
bahwa mengembangkan ipteks harus mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil
dan beradab
Ketiga, sila Persatuan Indonesia mengkomplementasikan sifat universal dan
internasionalisme (kemanusiaan) dalam kaitan dengan sila-sila yang lain.
Keempat, sila Kerakyatan yang dipempin oleh hikmat kebijaksanaan dalm
permusyawaratan/perwakilan merupak landasan bahwa pengembangan ipteks harus
dilakukan secara demokratis.
Kelima, sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi landasan bahwa
pengembangan ipteks harus dapat mendatangkan keadilan bagi kehidupan manusia
Dari pemikiran tersebut, maka pengembangan ipteks yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila diharapkan dapat membawa perbaikan kualitas kehidupan mausia.

6. Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama


Setiap orang bebas memilih dan memeluk agama atau kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Kita semua sependapat bahwa semua agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang paling luhur bagi umat
manusia, baik dalam hubungan secara vertikal maupun horizontal. Tujuan pengembangan
kehidupan beragama adalah terciptanya kehidupan sosial yang aman dan tentram, serta
saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Pengembangan kehidupan beragama
harus di laksanakan atas dasar paradigma yang jelas dan dapat diterima oleh semua
penganut agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan pancasila
menjadi paradigma pengembangan kehidupan beragama. Dengan paradigma pancasila,
kiranya cukup jelas langkah-langkah dan strategi apa yang harus di lakukan guna
membangun kehidupan beragama yang paling menguntungkan bagi seluruh masyarakat.

C. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Gerakan Revormasi

Mulai bergulir sekitar tahun 1997 yang pada dasarnya memiliki tujuan yaitu
memperbaiki kinerja pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Suharto. Dengan panji-
panji Orde Baru, Suharto di anggap cukup berhasil dalam membangun pemerintah yang
stabil. Kehidupan sosial politik yang baik telah menjadi landasan utama bagi pembangunan
dibidang lain. Dalam rangka menyelamatkan kekuasaannya, pemerintah Orde Baru tidak
segan-segan menggunakan kekuatan militer sehingga terjadi perubahan tugas dan
fungsinya. Militer yang seharusnya bertugas sebagai pengawal bangsa dan negara menuju
ke kehidupan yang tertip, aman, damai, dan demokratis telah berubah menjadi pengawal
kekuasaan kelompok tertentu. Militer bukan lagi sebagai pelindung rakyat, melainkan
sebagai musuh rakyat. Sedang keberhasilan pembangunan yang di capai pemerintah Orde
Baru hanya dapat dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat Indonesia. Sementara,
sebagian besar masyarakat Indonesia justru hidup di bawah standard yang seharusnya.
Kondisi kehidupan yang memprihantinkan itu telah menggungah semangat para mahasiswa
untuk melakukan gerakan yang dikenal dengan “gerakan reformasi”. Sampai saat ini
gerakan ini terus menggelinding untuk mencapai sasaran yang di cita-citakan sesuai dengan
nilai-nilai moral bangsa Indonesia. Gerakan yang di pelopori oleh para mahasiswa ini telah
melahirkan berbagai implikasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Amandemen terhadap UUD 1945 merupakan sebuah implikasi dari gerakan


reformasiyang menginginkan adanya sistem kehidupan sosial yang lebih baik. Oleh karena
itu berbagai amandemen yang di lakukan oleh MPR merupakan upaya penyempurnaan
UUD 1945 agar kehidupan ketatanegaraan Indonesia menjadi lebih baik sesuai dengan
nilai-nilai dasar yang termuat dalam pancasila. Kehidupan sosial politik yang demokratis
pada akhir masa Orde Baru semakin jauh dari kenyataan. Para elite politik kurang peduli
terhadap kepentingan rakyat dan pendidikan politik, serta lebih mengutamakan kepentingan
pribadi atau kelompoknya. Kondisi seperti ini membawa akibat yang sangat menyakitkan
bagi rakyat, terutama lapissan masyarakat menengah ke bawah. Terjadilah krisis
multidimensional di Indonesia. Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai dasar yang di yakini
kebenarannya dan dapat diterima oleh bangsa Indonesia dapat di pergunakan sebagai tolok
ukur atau paradigma dalam setiap aktivitasnya. Artinya setiap perbuatan ( ucapan dan
tindakan ) bangsa dapat dibenarkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai pancasila.
Sejalan dengan pemikiran ini, maka pembangunan dan gerakan reformasi harus
menggunakan pancasila sebagai paradigmanya. Oleh karena itu setiap rakyat Indonesia
tidak perlu merasa kecewa apabila cita-citanya untuk melaksanakan pembangunan tidak
tercapai.

BAB III

PENUTUP
3. 1 Kesimpulan

 Paradigma diartikan sebagai asumsi dasar atau asumsi teoritis yang umum sehingga
paradigma dinilai sebagai sumber nilai, hukum dan metodologi. Sesuai dengan
kedudukannya
 Pembangunan nasional meliputi aspek jiwa seperti akal, kehendak ;raga
(jasmani);pribadi;social; dan ketuhanan yang terkristalisasi dalam nilai-nilai
pancasila. Dengan demikina pancasila dapat dijadikan tolak ukur atau paradigma
pembanguna nasional diberbagai bidang.
 Pancasila sebagai kristalisasi nilai-nilai dasar yang di yakini kebenarannya dan
dapat diterima oleh bangsa Indonesia dapat di pergunakan sebagai tolok ukur atau
paradigma dalam setiap aktivitasnya. Artinya setiap perbuatan ( ucapan dan
tindakan ) bangsa dapat dibenarkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai
pancasila. Sejalan dengan pemikiran ini, maka pembangunan dan gerakan reformasi
harus menggunakan pancasila sebagai paradigmanya.

Sumber Pustaka

Sugito AT dkk.2010.Pendidikan Pancasila.Semarang;Pusat Pengembangan MKU- MKDK


UNNES.

Anda mungkin juga menyukai